Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

STENOSIS MITRAL

Jantung merupakan organ vital pada sistem organ manusia. Fungsi


jantung untuk memompa darah yang mengandung oksigen dan nutrien keseluruh
tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang di batasi oleh beberapa katub
diantaranya adalah

katub atrioventrikuler dan katub semilunar. Katub

atrioventrikular yang terdiri dari katub mitral (bicuspid) dan katub trikuspid
terdapat diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katub semilunar berada
diantara ventrikel dengan aorta/arteri pulmonalis.
Gangguan pada katub-katub tersebut diantaranya ialah stenosis mitral dan
insufisiensi mitral. Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran darah dalam jantung
akibat perubahan struktur katub mitral yang menyebabkan tidak membukanya
katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Insufisiensi mitral (regurgitasi)
ialah keadaan dimana terjadi aliran darah balik (regurgitasi) dari ventrikel ke
atrium selama sistolik yang disebabkan oleh kebocoran katub mitral.
Di luar negeri jarang terjadi stenosis mitral, sedangkan di Indonesia masih
banyak tapi sudah menurun dari tahun sebelumnya. Stenosis mitral merupakan
kelaianan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik.
Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik.
Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan
adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung
valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu 40% seluruh
penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria
dengan perbandingan kira-kira 4 : 1 dengan gejala biasanya timbul antara umur
20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai
defek tunggal. MS kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung
kompleks pada bayi.
Stenosis dan insufisiensi mitral berawal dari bakteri Streptococcus Beta
Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam reuma. Selain itu,
oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan tubuh membuat
antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang
membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral jantung.
Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral.

STENOSIS MITRAL

Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada


katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku. Pada saat
terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1
mengeras, bunyi S2 tunggal, dan opening snap, juga akan terdengar bising
jantung ketika darah mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah
dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu, ini membuat tekanan pada
atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium kanan.
Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya fibrilasi atrium.
Sebagai tenaga medis diharapkan bisa menginformasikan kepada mayarakat
tentang pencegahan dan cara hidup sehat sebagai upaya pencegahan gangguan
kardiovaskuler khususnya stenosis dan insufisiensi mitral.
Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat
pompa kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah
bersih ke peredaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah
konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi; vena kava, atrium kanan,
ventrikal kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri,
ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.

BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Mitral Stenosis (MS) adalah gangguan

katup mitral yang

menyebabkan penyempitan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan MS


secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal, komisura yang
menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Mitral Stenosis
merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari atrium
kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada katup mitra. Kelainan
struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul
gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastole.

STENOSIS MITRAL

Di negara-negara maju, insidens dari mitral stenosis telah menurun


karena berkurangnya kasus demam rematik sedangkan di negara-negara yang
belum berkembang cenderung meningkat. Negara berkembang, seperti
Indonesia, menjadi sarang penyakit infeksi. Dengan kekerapan faringitis yang
tinggi, risiko terjadinya stenosis mitral akibat penyakit jantung rematik
menjadi makin tinggi. Jika dilihat dari penyebabnya, stenosis mitral dibagi
atas reumatik (> 90%) dan nonreumatik. Di negara berkembang manifestasi
stenosis mitral dapat terjadi pada usia tua namun sebagian terjadi pada usia di
bawah 20 tahun, yang disebut Juvenile Mitral Stenosis.

Gambaran Stenosis Mitral


Untuk lebih memahami Mitral Stenosis ada baiknya kita mengulas
kembali mengenai anatomi jantung secara singkat :
Jantung merupakan organ muskular, berbentuk conus yang memanjang
dari apex ke basis cordis dengan ukuran kurang lebih panjang 12 cm, lebar =
8 9 cm, ketebalan = 7 cm, memiliki 4 ruangan yaitu atrium dextrum et
sinistrum serta ventriculus dexter et sinister.

Proyeksi Jantung

STENOSIS MITRAL

Tepi kiri cranial berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra,
di lateral tepi sternum

Tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri


linea mediana atau 2 cm di medial linea medioclavicularis

Tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III, 1
cm dari tepi lateral sternum

Tepi kanan caudal berada pada tepi cranial pars cartilaginis costa VI, 1
cm di lateral tepi sternum

Katup Jantung
1.

Katup mitral atau katup bikuspidal memisahkan antara atrium kiri dan
ventrikel kiri

2.

menyebabkan bunyi S1.

Katup trikuspidal memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan


menyebabkan bunyi S1.

STENOSIS MITRAL

3.

Katup aorta atau katup semilunaris aorta memisahkan ventrikel kiri dan
pembuluh darah aorta menyebabkan bunyi S2.

4.

Katup pulmonal atau katup semilunaris pulmonal memisahkan ventrikel


kanan dan aorta pulmonalis menyebabkan bunyi S2.
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah yang dipompakan oleh jantung terdiri dari :
1. Sirkulasi Sistemik (ke seluruh tubuh)
Darah dari ventrikel kiri menuju aorta kemudian disirkulasikan ke
arteria, arteriole dan kapiler ke seluruh tubuh dan kembali lagi ke jantung
melalui sistem venula dan vena cava menuju atrium kanan.
2. Sirkulasi Pulmonal (ke paru-paru)
Darah dari atrium kanan menuju ventrikel kanan kemudian melalui
arteri pulmonalis menuju paru, setelah difusi di alveoli paru, darah kembali
ke jantung melalui vena pulmonalis menuju atrium kiri kemudian ventikel kiri.

Epidemiologi
Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung
kongestif di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari
stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam
rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis
turut berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular
menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis
penyebab penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik
Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994)
didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925) terhadap 250
penderita mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita meninggal
dunia, 22% menjadi semakin sesak dan 16% memiliki setidaknya satu
manifestasi komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun kemudian, 7%

STENOSIS MITRAL

meninggal dunia, 8% penderita menjadi semakin sesak dan 26% memilki


setidaknya satu manifestasi tromboemboli.
Katup mitral adalah katup jantung yang paling banyak terkena pada
pasien dengan penyakit jantung rematik. Perbandingan wanita dengan pria
yang terkena ialah 2:1 dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai
50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek
tunggal. MS kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung
kompleks pada bayi.
Secara keseluruhan 10-years survival rate dari penderita stenosis mitral
tanpa pengobatan lanjut hanya sekitar 50-60%, tergantung dari keluhan yang
timbul saat itu. Tanpa tindakan pembedahan, 20-years survival rate hanya
sekitar 85%. Penyebab kematian pada penderita yang tidak mendapat
pengobatan, yaitu:

Gagal jantung (60-70%),

Emboli sistemik (20-30%) dan emboli paru (10%),

Infeksi (1-5%).
Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis rheumatika,
akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokus.
Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik.
Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi
dari

systemic

lupus

eritematosus

(SLE),

deposit

amiloid,

mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipples disease, Fabry


disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun
daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Endokarditis rheumatika adalah kelainan radang multisistem dengan
manifestasi utama pada jantung dan sekuelae, paling sering mengenai anakanak 5 - 15 tahun. Biasanya muncul 1- 4 minggu sesudah tonsilitis atau infeksi

STENOSIS MITRAL

lain oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A (ada peningkatan titer


antistreptolisin ASO). Penyebab endokarditis rheumatika lebih imunologik
dari pada infeksi bakterial langsung, tapi mekanismenya masih belum jelas,
diduga antigen streptokok merangsang pembentukan antibodi yang juga
reaktif terhadap jaringan jantung. Insidensi endokarditis rheumatika menurun
di negara-negara maju seperti Amerika sedangkan insidensi cenderung
meningkat di negara-negara berkembang seperti di Indonesia.

Penyakit demam rematik dan kelainan jantung

Patofisiologi
Dalam fisiologi jantung normal, katup mitral terbuka saat diastole
ventrikel kiri, untuk membuat aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.
Sebuah katup mitral yang normal tidak akan menghalangi aliran darah dari

STENOSIS MITRAL

atrium kiri ke ventrikel kiri selama (ventrikel) diastole, dan tekanan di atrium
kiri dan ventrikel kiri selama diastole ventrikel akan sama. Hasilnya adalah
bahwa ventrikel kiri akan diisi dengan darah selama diastole ventrikel awal,
dengan hanya sebagian kecil dari darah ekstra disumbangkan oleh kontraksi
atrium

kiri

("kick

atrium")

selama

diastole

ventrikel

terlambat.

Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup
mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat
jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada
waktu diastolik lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya
daya alir katup mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri
sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu
diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan
pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan
kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial
kemudian mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan
menyebabkan hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat,
kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup
trikuspid atau pulmonal. Akhimya vena-vena sistemik akan mengalami
bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan
gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
takikardia. Tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung
karena pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik.
Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris
sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel
dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus di atrium kiri.
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses
peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis
penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun

STENOSIS MITRAL

katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari
proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral
yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish
mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan
menimbulkan

penyempitan

dari

orifisium,

sedangkan

fusi

korda

mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.


Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami
sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga
menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila
area orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif
atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang
normal dapat terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup
berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan
atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang
normal.1 Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada
vena pulmonalis dan kapiler, sehingga bermanifestasi sebagai exertional
dyspneu. seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium
kiri kronik akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang
selanjutnya akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diatol,
regurgitasi trikuspidal dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal
jantung kanan dan kongesti sistemik.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat
kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa
vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau perubahan
anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima
(reactive hypertension).
Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi
lanjut, yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20%
penderita, dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40%
penderita.

STENOSIS MITRAL

10

Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien


transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta
hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian
opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral
sebagai berikut:

Minimal

: bila area > 2,5 cm2

Ringan

: bila area 1,4 - 2,5 cm2

Sedang

: bila area 1 - 1,4 cm2

Berat

: bila area <1,0 cm2

Reaktif

: bila area <1,0 cm2

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area
katup mitral menurun sampai seperdua dari normal ( < 2 - 2,5 cm 2). Hubungan
antara gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral
dapat dilihat pada tabel berikut:
Derajat

A2-OS interval

Area

Gradien

Ringan

>110 msec

>1,5 cm2

<5 mmHg

Sedang

80-110 msec

>1 cm2-1,5 cm2

5-10 mmHg

Berat

<80 msec

<1 cm2

>10 mmHg

stenosis

A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral
Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri
akan meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1
cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam
aktifitas.

STENOSIS MITRAL

11

Dengan adanya stenosis mitral darah akan mengalami kesulitan atau


tidak dapat masuk dari atrium kiri menuju ventrikel kiri, darah ini kemudian
akan tertampung di atrium kiri. Hal ini akan menyebabkan tekanan atrium kiri
meningkat, bahkan dapat mengakibatkan refluks ke paru dan apabila
melakukan aktivitas berat hal ini akan memperberat kongesti paru sehingga
terjadi sesak nafas. Pada akhirnya akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan ekstravasasi dan memperbesar jarak alveoli dan
kapiler sehingga mempersulit proses difusi. Ekstravasasi menuju ruang
interpleura ini dapat mengakibatkan suara ronkhi basah pada saat
pemeriksaan.
Manifestasi Klinis
Sebagian besar pasien menyangkal riwayat demam rematik
sebelumnya. Keluhan berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik dan tidak hanya
ditentukan oleh luasnya lubang mitral, misalnya wanita hamil. Keluhan dapat
berupa takikardi, dispnea, takipnea, atau ortopnea, dan denyut jantung tidak
teratur. Tak jarang terjadi gagal jantung, batuk darah, atau tromboemboli
serebral maupun perifer.
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya
keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada
stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas seharihari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang
sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang
lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari
atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti
tromboemboli (as mentioned above), infektif endokarditis atau simtomatis
karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.
Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri
pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat
bendungan atrium kiri, vena pulmonalis,dan interstisial paru. Jika ventrikel
kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis,

STENOSIS MITRAL

12

keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi
insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid diastolik yang bersifat
kasar,

bising

menggerendang

(rumble),

aksentuasi

presistolik

dan

mengerasnya bunyi jantung satu. Jika terdengar bunyi tambahan opening snap
berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable) sehingga waktu terbuka
mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak (seperti tali putus).
Jarak bunyi jantung kedua dengan snap memberikan gambaran beratnya
stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitan.
Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat disertai bising sistolik
karena adanya hipertensi pulmonal. Jika sudah terjadi insufisiensi pulmonal,
dapat terdengar bising diastolik katup pulmonal. Penyakit penyerta bisa terjadi
pada katup-katup lain, misalnya stenosis trikuspid atau insufisiensi trikuspid.
Bila perlu, untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan pemeriksaan
fonokardiografi yang dapat merekam bising tambahan yang sesuai. Pada fase
lanjutan, ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar paru, akan
terdengar ronki basah atau mengi pada fase ekspirasi.
Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan,
keluhan dan tanda-tanda edema paru akan berkurang atau menghilang dan
sebaliknya tanda-tanda bendungan sistemik akan menonjol (peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan edema tungkai). Pada fase ini
biasanya tanda-tanda gagal hati akan mencolok, seperti ikterus, menurunnya
protein plasma, hiperpigmentasi kulit (fasies mitral), dan sebagainya.
Diagnosis
Sebagian besar penderita stenosis mitral menyangkal adanya riwayat
demam reumatik sebelumnya. Hal ini disebabkan karena terjadinya demem
reumatik mungkin sudah terlalu lama (masa anak-anak), atau demam
reumatiknya secara klinis tak memberikan keluhan yang mencolok.
Keluhan penderita merupakan keluhan sistemik dan dinamik yang
amat berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik dan tidak ditentukan hanya oleh
luasnya lubang mitral. Pada wanita hal ini berkaitan dengan peningkatan

STENOSIS MITRAL

13

aktivitas tubuh, misalnya pada kehamilan. Keluhan dapat berupa takikardi,


dispneu, takipneu, atau ortopneu dan bunyi jantung tidak teratur. Tak jarang
terjadi gagal jantung, batuk darah atau tromboemboli serebral maupun perifer.
Batuk darah terjadi karena rupturnya vena bronchial yang melebar, sputum
dengan bercak darah pada saat serangan paroksismal nocturnal dispnea,
sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas, infark
paru, dan bronchitis kronis akibat edema mukosa bronkus. Emboli sistemik
terjadi pada 10-20% pasien dengan stenosis mitral dengan distribusi 75%
serebral, 33% perifer dan 6% visceral.
Jika kontraksi ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri
pulmonalis masih tinggi maka keluhan akan lebih mengarah pada akibat
bendungan atrium kiri, vena pulmonal, dan interstisial paru. Keluhan dapat
berupa sesak napas pada aktivitas sehari-hari, paroksismal nocturnal dispnea,
ortopnea atau edema paru.
Jika ventrikel kanan sudah tak mampu atau tak efisien lagi untuk
menimbulkan tekanan tinggi pada arteri pulmonal maka keluhan akan beralih
ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi insufisiensi
tricuspid, dengan atau tanpa fibrilasi atrium. Aritmia atrial berupa fibrilasi
atrium merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral yaitu 3040%.
Penentuan kelas fungsional amat penting karena akan menentukan ada
tidaknya indikasi pembedahan.

Yang menjadi masalah adalah adanya

kesulitan karena keluhan sangat subjektif. Oleh karena itu, penentuan kelas
fungsional tidak mudah, dalam kenyataan sehari-hari kelas fungsional dapat
berubah dalam waktu singkat tergantung dari pencetusnya.

Pemeriksaan Fisik
Stenosis mitral yang murni dapat dikenal dengan terdengarnya bising
middiastolik yang bersifat kasar, bising menggenderang (rumble), aksentuasi
presistolik dan bunyi jantung satu yang mengeras. Bunyi jantung satu yang
mengeras oleh karena pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri

STENOSIS MITRAL

14

meningkat dan menutup katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di


apeks bising menggenderang dapat diraba sebagai thrill. Jika terdengar bunyi
tambahan opening snap berarti katup jantung masih relatif lemas sehingga
waktu terbuka mendadak saat diastol menimbulkan bunyi yang menyentak.
Jarak bunyi jantung kedua dengan opening snap memberikan gambaran
beratnya stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat
penyempitannya.
Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat mengeras disertai
bising sistolik karena adanya hipertensi pulmonal.

Jika sudah terjadi

insufisiensi pulmonal maka dapat terdengar bising diastolik dini dari katup
pulmonal. Penyakit-penyakit penyerta yang dapat terjadi antara lain stenosis
aorta, insufisiensi aorta, stenosis trikuspid, dan insufisiensi trikuspid. Bila
perlu, untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan pemeriksaan
fonokardiografi untuk merekam bising-bising tambahan yang sesuai. Pada
fase lanjut ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar paru maka
akan terdengar ronki basah atau wheezing pada fase ekspirasi.
Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan maka
keluhan dan tanda-tanda sembab paru akan berkurang atau menghilang,
sebaliknya tanda-tanda bendungan sistemik akan menonjol (peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan sembab tungkai). Pada fase
ini biasanya tanda-tanda gagal hati akan mencolok antara lain, ikterus,
menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi kulit (facies mitral dan
sebagainya).
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,
elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi.
Dari anamnesis riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:

Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita


menyangkalnya.

STENOSIS MITRAL

15

Dyspneu deffort.

Paroksismal nokturnal dispnea.

Aktifitas yang memicu kelelahan.

Hemoptisis.

Nyeri dada.

Palpitasi.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Sianosis perifer dan wajah.

Opening snap.

Diastolic rumble.

Distensi vena jugularis.

Respiratory distress.

Digital (fingers) clubbing.

Systemic embolization.

Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan


oedem perifer.

Bising diastolic berfrekuensi rendah dan bunyi jantung pertama (sewaktu


katup AV menutup) mengeras, dan timbul suara saat pembukaan daun
katup (opening snap) akibat hilangnya kelenturan daun katup.

STENOSIS MITRAL

16

Gambaran Auskultasi Bising Diastolik Frekuensi rendah pada Mitral Stenosis

Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri


serta pelebaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda
bendungan pada lapangan paru. Gambaran foto toraks dapat berupa aorta yang
relatif kecil (pada pasien dewasa dan fase lanjut), dan pembesaran ventrikel
kanan. Kadang-kadang terlihat perkapuran di daerah katup mitral atau
perikardium. Pada paru-paru, terlihat tanda-tanda bendungan vena.

Gambaran Radiologi Mitral Stenosis

STENOSIS MITRAL

17

Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral


berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang
normal. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang
bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran
prekordial

kanan. Pada

kasus

ringan,

EKG

mungkin

hanya

akan

memperlihatkan gambaran P mitral berupa takik (notching) gelombang P


dengan gambaran QRS yang masih normal. Pada tahap lebih lanjut, akan
terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan
terlihat gambaran rs atau RS pada hantaran prekordial kanan. Bila terjadi
perputaran jantung karena dilatasi/hipertrofi ventrikel kanan, gambaran EKG
prekordial kanan dapat menyerupai gambaran kompleks intrakaviter kanan
atau infark dinding anterior (qR atau qr di V1). Pada keadaan ini, biasanya
sudah terjadi regurgitasi trikuspid yang berat karena hipertensi pulmonal yang
lanjut. EKG normal jika terjadi keseimbangan listrik karena stenosis katup
aorta yang menyertainya. Pada stenosis mitral reumatik, sering dijumpai
adanya fibrilasi/flutter atrium.

Gambaran EKG Stenosis Mitral

STENOSIS MITRAL

18

Ekokardiografi adalah alat diagnostic noninvasive utama yang


digunakan untuk menlai keparahan stenosis mitralis. Ekokardiografi biasanya
memberikan

perhitungan

daerah

katup

yang

akurat.

Pemeriksaan

ekokardiografi M-mode dan 2D-Doppler sangat penting dalam penegakkan


diagnosis. Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk
penentuan adanya reaktivasi reuma. Pada stenosis mitral gambaran
karakteristik adalah penebalan dan fusi dari komisura serta struktur kordae.
Akibat fusi komisural, terjadi hambatan pembukaan katup sehingga
membentuk kubah (doming). Akibat penebalan yang diawali pada bagian
ujung katup, terlihat gambaran seperti tangkai stik Hockey pada katup anterior
mitral yang sedang terbuka. Proses lain terjadi kalsifikasi pada bagian katup
maupun daerah subvalvar.

Gambaran Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi transtorakal pada Stenosis


Mitral
Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:

STENOSIS MITRAL

19

E-F

slope

mengecil

dari

anterior

leaflets

katup

mitral,

denganmenghilangnya gelombang a,

Berkurangnya permukaan katup mitral,

Berubahnya pergerakan katup posterior,

Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat
kalsifikasi.

Penatalaksanaan
Prinsip dasar penataksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral
yang menyempit. Tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk pasien kelas
fungsional III (NYHA) ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah dan nonbedah.
Pengobatan farmakologis hanya diberikan apabila ada tanda-tanda gagal
jantung, aritmia, ataupun reaktivasi reuma. Profilaksis reuma harus diberikan
sampai umur 25 tahun, walaupun sudah dilakukan intervensi. Bila sesudah
umur 25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis
dilanjutkan 5 tahun lagi. Pencegahan terhadap endokarditis infektif diberikan
pada setiap tindakan operasi misalnya pencabutan gigi, luka dan sebagainya.
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obatobatan hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional
jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti
antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk
demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif
seperti -blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan
irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat
seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang
bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel
serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis

STENOSIS MITRAL

20

merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau


antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral
dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan
trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan
oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur
klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan
perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup
memuaskan dengan prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama
kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada
tahun 1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka
karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas antara
pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi
dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan
diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:

Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis ( < 1,7 cm 2)
dan keluhan,

Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,

Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:

- Usia tua dengan fibrilasi atrium,


- Pernah mengalami emboli sistemik,
- Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.

Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,

STENOSIS MITRAL

21

2.

Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin


dilihat dengan jelas

keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya

trombus di dalam atrium,


3.

Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai


regurgitasi dan

STENOSIS MITRAL

kalsifikasi katup mitral yang jelas.

22

Sesuai

dengan

petunjuk

dari

American

Collage

of

Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi


indikasi diagnosis prosedur terapi sebagai berikut:
1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa
prosedur atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif,
2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau
efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan,
a. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif,
b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya menfaat atau efikasi.
3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa
prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus
berbahaya.
Balloon Mitral Valvuloplasty (BMV)
Balloon mitral valvuloplasty (BMV) atau percutaneus balloon mitral
valvuloplasty adalah suatu tindakan minimal invasif untuk memperlebar
penyempitan katup mitral dengan melakukan dilatasi terhadap katup mitral
dengan menggunakan balon. Katup mitral adalah katup yang menghubungkan
atrium kiri dengan ventrikel kiri, sehingga darah akan berjalan satu arah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri kemudian ke seluruh tubuh. Penyempitan dari
katup mitral (mitral stenosis) ini akan menyebabkan darah tertahan di atrium
kiri yang lama lama akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri, peningkatan
tekanan di paru, peningkatan tekanan darah paru, dan akhirnya kegagalan
pompa dari ventrikel kanan bila tidak ditangani dengan baik. Penyebab paling
sering dari mitral stenosis adalah penyakit demam rematik, akibat dari infeksi
tenggorokan karena kuman Streptococus Hemolyticus grup A yang kemudian
akibat reaksi antigen-antibodi menyerang pada katup mitral. Tidak semua
pasien dengan mitral stenosis dapat dilakukan tindakan BMV. Pasien akan
dilakukan ekokardiografi dengan skor wilkinson untuk mengevaluasi apakah
penyempitan katup mitralnya dapat diperlebar dengan tindakan BMV, dan
dinilai apakah terdapat bekuan darah di dalam ruang jantung. Bila tidak
memenuhi syarat, pasien biasanya akan dianjurkan untuk operasi.

STENOSIS MITRAL

23

Tindakan BMV dilakukan dengan pembiusan / anastesi lokal di


pangkal paha. Setelah akses pembuluh darah vena didapatkan, maka melalui
kateter sebuah jarum Mullin dimasukkan ke atrium kanan untuk menembus
sekat antara atrium kanan dan kiri. Sekat yang ditembus ini sebagai jalan
masuk dari balon untuk mencapai katup mitral. Lubang sekat biasanya kecil
dan tidak akan menimbulkan efek apa apa terhadap pasien. Katup mitral akan
diperlebar dengan cara inflasi balon Inoue berkali-kali yang dievaluasi dengan
ekokardiografi. Bila sudah dianggap cukup balon akan dikeluarkan dari tubuh.

STENOSIS MITRAL

24

Observasi Setelah Tindakan BMV

Observasi perdarahan dan haematoma

Observasi tanda tanda vital

Perubahan ekg 12 lead

Observasi keluhan pasien dan kondisi klinis (nyeri dada)

Observasi hasil laboratorium ( creatinin = gangguan ginjal karena zat


kontras, ckmb = cedera otot jantung )

Observasi efek alergi kontras

STENOSIS MITRAL

25

Observasi gangguan sirkulasi perifer (pulsasi arteri dorsalis pedis, tibialis,


radialis)

Observasi hypovolemi

Hidrasi sesuai kebutuhan

Observasi terjadi infeksi

Cek ACT setelah 4-6 jam setelah prosedur sebelum Aff sheet

Bila sheet di femoralis, imobilisasi pasien selama 6 jam setelah aff sheet
baru pasien diperbolehkan beraktifitas

Observasi hasil tindakan dengan ekokardiografi ulang

Penilaian skoring Wilkinson


Penilaian mengenai sesuai tidaknya untuk dilakukan intervensi
perkutan Balloon Mitral Valvuloplasty (BMV) salah satunya ditentukan
dengan penilaian skor Wilkinson dengan menggunakan ekokardiografi.
Parameter skoring ini meliputi penilaian dalam hal :gerakan katup, ketebalan
katup, derajat kalsifikasi katup dan derajat fusi kordae katup mitral. Skor
maksimal adalah 16 dengan nilai < 8 berarti angka keberhasilan BMV baik,
sedangkan skor > 10 menunjukkan kemungkinan keberhasilan BMV yang
kurang baik.
Di bawah ini adalah tabel yang memperlihatkan parameter penilaian skoring
Wikinson dengan ekokardiografi:
1

STENOSIS MITRAL

26

Gerakan

Gerakan katup

Gerakan

Gerakan

katup

mobile dengan

katup masih

katup

bagian

ujung

normal pada

arah

gerakan

katup saja yg

basal sampai

ventrikel saat

katup

terhambat

dengan

diastolik

gerakan yang

setengah

terutama

minimal saja

bagian katup

bagian basal

pada

Ketebalan

terdapat
atau

saat

Ketebalan

Penebalan

Penebalan

katup

ringan pada-

menyebar ke

katup

dari

seluruh

cukup

sampai batas

bagian katup

bermakna

bagian

(5-8 mm)

(>8-10mm)

Sebagian kecil

mm)
Bagian

Ekogenik

Ekogenik

bagian

ekogenik

yang meluas

yang

dengan

yang

ke

meluas

ekogenisittas

menyebar

tengah katup

yang

terbatas pada

meningkat
Penebalan pada

tepi katup
Penebalan

Penebalan

daerah

di

struktur kor-

meluas

bawah

dari

dae

sepertiga

masih
(4-5

mm)

tepi

tengah

Fusi kordae

ke

diastolik
Penebalan

normal

Kalsifikasi

Tidak

katup

katup saja

yang

(5-8

meluas

bagian

lebih
ke

sebagian
besar bagian

ke sepertiga

distal

bagian

kordae

katup
Penebalan
ke

dan
pemendekan

dari

berat seluruh
struktur

panjang

kordae

kordae

meluas

ke

otot papilaris
Dari semua penyakit katup (kecuali stenosis aorta, dimana
percutaneous

STENOSIS MITRAL

valve

replacement

merupakan

27

pilihan

yang

penting),

pembedahan bukanlah merupakan satu-satunya terapi pada MS. Sejak


diperkenalkan oleh Inoe, dkk pada 1984, PMC (Percutaneous Mitral Valve
Commisurotomy) telah berhasil dilakukan dan aman pada banyak pasien di
beberapa sentra pelayanan kesehatan dan telah dilakukan luas sebagai pilihan
terapi pada pasien-pasien dengan MS dan perbaikan secara anatomis
memungkinkan. Saat ini, ekokardiografi memainkan peranan yang penting
dalam penjajakan beratnya MS dan anatominya sehingga kateterisasi jarang
digunakan. Evaluasi MS harus menjawab 2 pertanyaan: apakah MS-nya berat
dan apakah katupnya cocok untuk dilakukan tindakan PMC?
Penentuan derajat beratnya stenosis
Penilaian derajat stenosis pada kasus ini dapat didapatkan dengan penilaian
anatomis maupun secara doppler.
Penilaian anatomis :

Meliputi penilaian pembukaan katup mitral saat fase diastolik dengan


menggunakan metode planimetri. Dengan mendapatkan gambaran short axis
setinggi katup mitral, saat pembukaan maksimal (sepanjang fase diastolik),
orificium katup mitral kemudian di ukur untuk mendapatkan area (cm2).

Hal yg perlu diperhatikan pada metode ini adalah bahwa pada kasus SM,
penyempitan terutama di ujung katup sehingga saat diastolik katup mitral
membentuk liang/lorong dengan orifisium yang terkecil terdapat pada ujung
kuspisnya. Sedangkan bagian basal akan membentuk orifisium yang lebih
lebar.
Penilaian dengan metode doppler:

Penilaian gradient tekanan yang melewati katup mitral saat fase diastol.
(dalam mmHg). Penentuan tekanan ini dilakukan dengan meletakkan cursor
Doppler Continuous (CW) pada daerah pembukaan katup mitral (posisi apikal
4 chamber).

STENOSIS MITRAL

28

Penilaian gradien tekanan disini adalah mean gradien (MVG) dalam


mmHg. Derajat stenosis mitral dengan metode ini adalah ringan (MVG <5
mHg), sedang (MVG 5-10 mmHg), berat (MVG >10 mmHg).

Metode ini sekaligus dapat menentukan area katup mitral (dalam cm2) ,
yang didapatkan dengan memasukkan data pressure half time ke dalam
formula yang ada di bawah ini

MVA= 220/PHT
*MVA = Mitral Valve Area
*PHT = Pressure Half Time

Berdasarkan area (cm2) , derajat stenosis adalah ringan (1,5 2,0 cm2),
sedang (1,0-1,5 cm2) dan berat (<1,0 cm2).

STENOSIS MITRAL

29

Penilaian lebar area orifisium katup mitral, (A) adalah setinggi ujung dari
katup

mitral,

sedangkan

B-D

adalah

gambaran

tambahan

yang

memperlihatkan posisi probe makin ke arah anulus mitral sehingga terlihat


orifisium yang makin lebar.

Penatalaksanaan pasien-pasien dengan MS berdasarkan akurasi


penilaian keparahan MS. MVA (Mitral Valve Area) merupakan kriteria utama,
2 10
yaitu secara klinis bermakna didefinisikan sebagai MVA 1,5 cm .
Beberapa pasien menggunakan ukuran tubuh untuk diukur dapat berguna; ada
2 2
kesepakatan bahwa MS signifikan jika MVA < 0,9 atau 1 cm /m luas
permukaan tubuh. Gradien transmitral rata-rata, dilihat dari kurva velocity
STENOSIS MITRAL

30

transmitral kurang berguna karena tergantung kepada heart rate, irama dan
cardiac output, namun masih dapat digunakan sebagai indikator dan faktor
penentu prognostik. MVA merupakan pengukuran non invasif

dengan

ekokardiografi doppler, untuk penatalaksanaan klinis. Empat metode yang


berbeda dapat digunakan: planimetri, PHT (Pressure Half Time), continuity
equation dan PISA (Proximal Isovelocity Surface Area). Setiap metode
mempunyai kelemahan yang spesifik.
PLANIMETRI
Planimetri dapat memberikan gambaran anatomis adanya kebocoran
katup mitral, hal ini dipertimbangkan sebagai metode yang dianjurkan dan
sangat

berhubungan dengan temuan klinis. Planimetri dilakukan pada

gambaran parasternal short-axis, biasanya pada ujung daun katup mitral


dengan pengambilan yang baik (gambar figure 1). Prosedur ini membutuhkan
operator yang berpengalaman oleh karena perubahan kecil pada kedalaman
atau sudut gelombang ultrasound dapat membuat estimasi yang berlebihan
dari MVA. Untuk mencegahnya, sangat penting untuk melakukannya dengan
perlahan dari apex ke basal dan memilih kebocoran yang paling dalam.
Planimetri tidak dapat dilakukan pada sekitar 5% pasien oleh karena poor
ekokardiografi window atau kalsifikasi yang luas. Oleh karena kelemahan ini,
tekonologi lainnya telah dievaluasi, yaitu ekokardiografi 3-D, CT dan MRI.

STENOSIS MITRAL

31

STENOSIS MITRAL

32

kurang bepengalaman (gambar figure 3), dilihat dari akurasinya yang baik
dalam memperlihatkan kebocoran pada katup mitral. Hal ini dapat dilihat
sebagai indikasi potensial dari echocardiography 3-D.

STENOSIS MITRAL

33

MSCT juga dapat memberikan 3-D acquisition pada seluruh jantung


melalui

siklus

jantung

dan

multipel

rekonstruksi

tampilan

seperti

echocardiography, sehingga dapat memberikan gambaran parasternal shortaxis dari lubang katup mitral pada ujung daun katup pada awal diastole
(gambar figure 4). Baru-baru ini juga diperlihatkan bahwa akurasi dan
reproduksi planimetri dari lubang katup mitral dapat dilihat menggunakan
scanner 16-detector-row dengan software untuk rekonstruksi jantung dan
kontrast.

Pengukuran

echocardiography,

MSCT

perbedaannya

berhubungan
adalah

dan

tidak

variabilitas

berbeda

kecil,

intra

dari
dan

interobserver yang rendah. Sebagai tambahan, gambaran CT bergantung


penggunaan protokol, dimana dapat didaftar ulang pada sistem CT dan
operasi manual secara bertahap untuk orientasi plane dan baru dapat
diproduksi, sehingga dapat mngurangi ketergantungan operator pengukuran
MSCT. Setelah training, operator yang tidak berpengalaman diminta untuk
melakukan pemeriksaan sendiri dan mendapatkan hasil yang tidak begitu
berbeda dengan operator yang sudah berpengalaman.
Hasil

preeliminasi

memperlihatkan

planimetri

lubang

katup

mitral

menggunakan MRI merupakan prosedur yang feasible dan realible, di samping


adanya estimasi yang berlebihan dari MVA.

STENOSIS MITRAL

34

Pressure Half Time (PHT)


PHT adalah interval waktu antara gradien maksimal awal diastole dan
menunjukkan gradien yang merupakan setengah dari angka maksimal. Sejak
penelitian original dari Hatle, dkk dari 32 pasien, metode PHT memberikan
ekspektasi yang besar, namun memiliki validasi klinis skala besar yang
terbatas. Keuntungan utama PHT adalah kesederhanaannya (MVA =
220/PHT), sehingga banyak digunakan pada praktek klinis daripada
planimetri.
Metode PHT harus dilakukan dengan perhatian, terutama pada pasien
dengan usia tua atau dengan atrial fibrilasi dimana PHT dapat menjadi
meningkat dari detak ke detak berikutnya. Kelemahan ini sangat penting pada
negara-negara barat dimana umur

STENOSIS MITRAL

35

rata-rata pasien dengan MS 2 x lebih banyak dari negara-negara berkembang


dan dimana 1/3 sampai pasien MS menderita atrial fibrilasi. Lebih jauh,
oleh karena perubahan compliance atrioventrikular yang akut, metode PHT
bereputasi invalid setelah PMC.
CONTINUITY EQUATION
Continuity equation/persamaan berkelanjutan berdasarkan konservasi
aliran darah disepanjang LVOT dan katup mitral (gambar figure 5). MVA
diukur dari rasio volume aortic stroke ke TVI mitral dengan menggunakan
continuous-wave doppler. Persamaan berkelanjutan lebih sederhana dalam
menghitung tapi tidak valid pada AI atau MI, dimana sering berhubungan
dengan MS. Sebagai tambahan, oleh karena volume mitral dan aortic stroke
dihitung dari detak yang berbeda, continuity equation haruslah hati-hati
dilakukan pada AF, hasil 5-10 kali detakan harus berhati-hati. Continuity
equation memberikan pengukuran yang lebih kecil dibandingkan planimetri
setelah PMC.

STENOSIS MITRAL

36

PISA
Metode PISA berdasarkan prinsip berkelanjutan dan menganggap
bahwa alirandarah menuju lubang yang datar membentuk lapisan isovelocity
hemisperik. Metode PISA digunakan secara rutin pada banyak laboratorium
echocardiography sebagai evaluasi kuantitatif dari regurgitasi katup. Banyak
penelitian telah membatasi metode PISA pada pengukuran MVA pada pasien
dengan MS, pada beberapa kondisi klinis (termasuk perbedaan irama jantung
dan keparahan lesi anatomis dan berhubungan dengan regurgitasi aortik atau
mitral), tetapi masih digunakan sesekali pada praktek klinik.
Sebagai hasil doming daun katup pada MS, hanyalah fraksi hemisfer
yang melewati lubang dan sebuah sudut koreksi () yang harus
dipertimbangkan (gambar figure 6). Sudut ini tidak dapat dilihat menggunakan
mesin dengan built-in software dan harus diukur secara manual menggunakan
protractor. Hal ini dapat dijelaskan, setidaknya sedikit, mengapa penggunaan
metode PISA terbatas pada MS. Namun, sudutnya berubah hanya sedikit
0
diantara pasien-pasien dan penggunaan sudut yang sudah tetap 100 dapat
memperoleh

nilai

MVA

yang akurat pada

pasien-pasien

MS.

Kesederhanaan ini harus difasilitasi dan penggunaan PISA secara luas sebagai
metode alternatif dalam menilai keparahan MS pada praktek klinis.

STENOSIS MITRAL

37

PISA colour M-mode memberikan pengukuran cepat MVA dari diastole


(gambar figure 7) dan diperlihatkan juga bahwa walaupun aliran dan
kecepatan yang ditandai berubah selama diastole, MVA tidak berubah,
meskipun terdapat gangguan anatomi mitral yang parah atau regurgitasi mitral.

STENOSIS MITRAL

38

Indikasi PMC
Morfologi Katup Mitral
Echocardiography 2-D memperlihatkan evaluasi yang detail dari
morfologi katup, termasuk ketebalan dinding dan mobilitasnya, derajat dan
lokalisasi kalsifikasi dan adanya keterlibatan subvalvular (gambar figure 1).
Beberapa sistem skoring telah diajukan. Metode yang digunakan kebanyakan
berkembang di massachusetts general hospital: empat kriteria (pergerakan
dinding, ketebalan dinding, ketebalan suvvalvular dan kalsifikasi) adalah
skor pada skala 1-4 dan total skor didapatkan dari penjumlahan dari setiap
komponen skor (tabel 1). Anatomi yang tidak memenuhi kriteria, didefinisikan
dengan skor > 8 yang berhubungan dengan rendahnya angka keberhasilan
PMC dan rendahnya survival rate. Namun, sistem skoring ini kompleks dan
subjektif. Pada centre lain menggunakan metode cormier, dimana merupakan
sistem skoring yang paling sederhana (tabel 2). Namun semua sistem skoring

STENOSIS MITRAL

39

yang diajukan memiliki nilai prediksi yang rendah dan tidak ada perbandingan
secara langsung diantara sistem skoring yang ada.

STENOSIS MITRAL

40

Timbul dan luasnya kalsifikasi merupakan prognostik yang penting dalam


outcome jangka panjang, walaupun sejumlah faktor lain (seperti umur, irama
jantung, kelas NYHA dan area katup) harus diambil untuk dipertimbangkan.
Pasien tidak boleh tidak dilakukan PMC semata-mata berdasarkan kerusakan
anatomis, sebab hasil segera dan jangka menengah yang baik dapat diperoleh
dari pasien dengan anatomis yang baik walaupun mereka dengan kalsifikasi
valvular.

Restenosis Setelah Commissurotomy Sebelumnya


Restenosis dapat terjadi setelah commissurotomy akibat refusi kommisura
atau rigiditas katup dengan pembukaan kommisura yang persisten (gambar
figure 1). PMC tidak diperimbangkan pada kasus akhir, tapi dapat memberi
hasil yang memuaskan pada pasien-pasien dengan refusi kommisura dan

STENOSIS MITRAL

41

anatomi yang rusak terutama pada pasien muda dengan atau tanpa
kalsifikasi. Echocardiography 3-D dapat

memberikan penilaian yang lebih

akurat dari derajat pembukaan kommisura (gambar figure 8) .

STENOSIS MITRAL

42

Mitral Regurgitasi
Deteksi dan kuantifikasi derajat Mitral Regurgitasi (MR) memiliki
implikasi yang penting dalam pemilihan intervensi. Derajat MR 2
dipertimbangkan kontraindikasi PMC (tabel 3). Namun, pada pasien-pasien
dengan MR yang borderline, PMC lebih sering dilakukan jika anatomi katup
memungkinkan.

Trombus Atrium Kiri


Trombus atrium kiri biasanya terletak pada appendage atrium kiri.
Diagnosis berdasarkan echocardiography transesofageal, dimana memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi trombus atrium kiri.
Hal

ini

merupakan

indikasi

utama

penggunaan

echocardiography

transesofageal, dimana hampir semua variabel dapat dinilai dengan


echocardiography transesofageal. Echocardiography transesofageal hanya
dapat dilakukan segera sebelum PMC (atau pembedahan). Walaupun faktor
resiko tromboemboli penting, atrium kiri dense kontras (tidak seperti trombus
atrium kiri) tidak kontraindikasi untuk PMC dan merupakan indikasi IIa pada
pasien asimptomatik.

STENOSIS MITRAL

43

Penilaian komplikasi kasus stenosis mitral


Stenosis mitral yang berlangsung kronis berpotensi menimbulkan hal
lain seperti terbentuknya trombus dan peningkatan tekanan arterial pulmonal.
Akibat peningkatan tekanan atrium kiri yang berlangsung lama, terjadi dilatasi
atrium kiri dan fibrosis miokardium atrial. Kombinasi dilatasi atrial dan
dilatasi apendiks atrium kiri menimbulkan stasis darah yang mengakibatkan
mudahnya terbentuk trombus dai daerah tersebut. Meski tidak menutup
kemungkinan timbulnya trombus di bagian lain dari atrium kiri. Stasis aliran
darah tersebut akan nampak sebagai gambaran seperti kabut atau dinamakan
left atrial spontaneous echo contrast (LASEC). Penilaian trombus di atrium
kiri akan lebih sensitif dengan menggunakan ekokardiografi transefogeal
(TEE).
Fibrosis miokardium atrium kiri akan menjadi substrat terjadinya atrial
fibrilasi. Peningkatan tekanan atrium kiri semakin lama akan menimbulkan
hipertensi pulmonal sekunder . Hal ini pada kasus yang masih awal biasanya
masih bisa kembali ke normal, namun pada keadaan peningkatan tekanan
pulmonal yang lama dan berat akan menimbulkan kondisi yang ireversibel.
Pada kasus dengan tekanan pumonal yang tinggi tidak jarang diikuti dengan
regurgitasi trikuspid biasanya akibat dilatasi ventrikel kanan.

Prognosis
Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka
harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46%
angka harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya
emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi.

STENOSIS MITRAL

44

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Stenosis mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan
penyempitan aliran darah ke ventrikel, sedangkan insufisiensi mitral adalah
keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada
saat sistolik sebagai akibat dari tidak sempurnanya penutupan katup mitral.
Penyebab tersering terjadinya stenosis mitral adalah demam reumatik
(lebih dari 90%). Berdasarkan guidelines American College of Cardiology
1998 tentang manajemen penyakit jantung katup, hanya 40% yang merupakan
MS murni, sisanya MS akibat penyakit jantung rheumatik. Dan penyebab
tersering terjadinya insufisiensi katub mitral adalah penyakit jantung rematik
(PJR/RHD).PJR merupakan salah satu penyebab yang sering dari insufisiensi
mitral berat.
Manifestasi klinis dari stenois dan insufisiensi mitral hampir sama
diantaranya ialah dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea,
hemoptisis, palpitasi, dan nyeri dada.
Proses tejadinya stenosis mitral dan insufisiensi mitral diawalai dengan
bakteri Streptococcus beta hemolitics grup A yang menyebabkan demam
rheuma yang kenmudian oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang
menyebabkan tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata
mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah
menyerang katup mitral jantung. dan hal ini dapat membuat kerusakan pada
katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis
pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku.

STENOSIS MITRAL

45

Berbagai permeriksaan yang digunakan untuk menunjang diagnostic


stenosis dan insufisensi itral diantaranya adalah elektrokardiogram, rontgen
dada, dan ekokardiografi. Penatalaksanaan yang digunakan untuk kasus
stenosis dan insufisiensi mitral meliputi terapi medikamentosa dan
pembedahan. Pembedahan dilakukan jika terapi obat tidak mengurangi gejala
secara maksimal.

STENOSIS MITRAL

46

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadler, Thomas W. 2013. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 12.
Jakarta : EGC.
2. Moore,Keith L,dan Anne M.R. Agur.2002.Anatomi Klinis Dasar.Jakarta :
Hipokrates.
3. Sheerwood L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.
4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 11. Jakarta: EGC.

STENOSIS MITRAL

47

Anda mungkin juga menyukai