PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
STENOSIS MITRAL
atrioventrikular yang terdiri dari katub mitral (bicuspid) dan katub trikuspid
terdapat diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katub semilunar berada
diantara ventrikel dengan aorta/arteri pulmonalis.
Gangguan pada katub-katub tersebut diantaranya ialah stenosis mitral dan
insufisiensi mitral. Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran darah dalam jantung
akibat perubahan struktur katub mitral yang menyebabkan tidak membukanya
katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Insufisiensi mitral (regurgitasi)
ialah keadaan dimana terjadi aliran darah balik (regurgitasi) dari ventrikel ke
atrium selama sistolik yang disebabkan oleh kebocoran katub mitral.
Di luar negeri jarang terjadi stenosis mitral, sedangkan di Indonesia masih
banyak tapi sudah menurun dari tahun sebelumnya. Stenosis mitral merupakan
kelaianan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik.
Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik.
Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan
adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung
valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu 40% seluruh
penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria
dengan perbandingan kira-kira 4 : 1 dengan gejala biasanya timbul antara umur
20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai
defek tunggal. MS kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung
kompleks pada bayi.
Stenosis dan insufisiensi mitral berawal dari bakteri Streptococcus Beta
Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam reuma. Selain itu,
oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan tubuh membuat
antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang
membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral jantung.
Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral.
STENOSIS MITRAL
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Mitral Stenosis (MS) adalah gangguan
STENOSIS MITRAL
Proyeksi Jantung
STENOSIS MITRAL
Tepi kiri cranial berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra,
di lateral tepi sternum
Tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III, 1
cm dari tepi lateral sternum
Tepi kanan caudal berada pada tepi cranial pars cartilaginis costa VI, 1
cm di lateral tepi sternum
Katup Jantung
1.
Katup mitral atau katup bikuspidal memisahkan antara atrium kiri dan
ventrikel kiri
2.
STENOSIS MITRAL
3.
Katup aorta atau katup semilunaris aorta memisahkan ventrikel kiri dan
pembuluh darah aorta menyebabkan bunyi S2.
4.
Epidemiologi
Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung
kongestif di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari
stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam
rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis
turut berperan pada penurunan insidensi ini. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular
menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis
penyebab penyakit jantung. Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik
Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994)
didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925) terhadap 250
penderita mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita meninggal
dunia, 22% menjadi semakin sesak dan 16% memiliki setidaknya satu
manifestasi komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun kemudian, 7%
STENOSIS MITRAL
Infeksi (1-5%).
Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis rheumatika,
akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokus.
Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik.
Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi
dari
systemic
lupus
eritematosus
(SLE),
deposit
amiloid,
STENOSIS MITRAL
Patofisiologi
Dalam fisiologi jantung normal, katup mitral terbuka saat diastole
ventrikel kiri, untuk membuat aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.
Sebuah katup mitral yang normal tidak akan menghalangi aliran darah dari
STENOSIS MITRAL
atrium kiri ke ventrikel kiri selama (ventrikel) diastole, dan tekanan di atrium
kiri dan ventrikel kiri selama diastole ventrikel akan sama. Hasilnya adalah
bahwa ventrikel kiri akan diisi dengan darah selama diastole ventrikel awal,
dengan hanya sebagian kecil dari darah ekstra disumbangkan oleh kontraksi
atrium
kiri
("kick
atrium")
selama
diastole
ventrikel
terlambat.
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup
mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat
jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada
waktu diastolik lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya
daya alir katup mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri
sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu
diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan
pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan
kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial
kemudian mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan
menyebabkan hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat,
kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup
trikuspid atau pulmonal. Akhimya vena-vena sistemik akan mengalami
bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan
gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
takikardia. Tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung
karena pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik.
Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris
sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel
dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus di atrium kiri.
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses
peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis
penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun
STENOSIS MITRAL
katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari
proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral
yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish
mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan
menimbulkan
penyempitan
dari
orifisium,
sedangkan
fusi
korda
STENOSIS MITRAL
10
Minimal
Ringan
Sedang
Berat
Reaktif
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area
katup mitral menurun sampai seperdua dari normal ( < 2 - 2,5 cm 2). Hubungan
antara gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral
dapat dilihat pada tabel berikut:
Derajat
A2-OS interval
Area
Gradien
Ringan
>110 msec
>1,5 cm2
<5 mmHg
Sedang
80-110 msec
5-10 mmHg
Berat
<80 msec
<1 cm2
>10 mmHg
stenosis
A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral
Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri
akan meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1
cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam
aktifitas.
STENOSIS MITRAL
11
STENOSIS MITRAL
12
keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi
insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid diastolik yang bersifat
kasar,
bising
menggerendang
(rumble),
aksentuasi
presistolik
dan
mengerasnya bunyi jantung satu. Jika terdengar bunyi tambahan opening snap
berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable) sehingga waktu terbuka
mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak (seperti tali putus).
Jarak bunyi jantung kedua dengan snap memberikan gambaran beratnya
stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitan.
Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat disertai bising sistolik
karena adanya hipertensi pulmonal. Jika sudah terjadi insufisiensi pulmonal,
dapat terdengar bising diastolik katup pulmonal. Penyakit penyerta bisa terjadi
pada katup-katup lain, misalnya stenosis trikuspid atau insufisiensi trikuspid.
Bila perlu, untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan pemeriksaan
fonokardiografi yang dapat merekam bising tambahan yang sesuai. Pada fase
lanjutan, ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar paru, akan
terdengar ronki basah atau mengi pada fase ekspirasi.
Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan,
keluhan dan tanda-tanda edema paru akan berkurang atau menghilang dan
sebaliknya tanda-tanda bendungan sistemik akan menonjol (peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan edema tungkai). Pada fase ini
biasanya tanda-tanda gagal hati akan mencolok, seperti ikterus, menurunnya
protein plasma, hiperpigmentasi kulit (fasies mitral), dan sebagainya.
Diagnosis
Sebagian besar penderita stenosis mitral menyangkal adanya riwayat
demam reumatik sebelumnya. Hal ini disebabkan karena terjadinya demem
reumatik mungkin sudah terlalu lama (masa anak-anak), atau demam
reumatiknya secara klinis tak memberikan keluhan yang mencolok.
Keluhan penderita merupakan keluhan sistemik dan dinamik yang
amat berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik dan tidak ditentukan hanya oleh
luasnya lubang mitral. Pada wanita hal ini berkaitan dengan peningkatan
STENOSIS MITRAL
13
kesulitan karena keluhan sangat subjektif. Oleh karena itu, penentuan kelas
fungsional tidak mudah, dalam kenyataan sehari-hari kelas fungsional dapat
berubah dalam waktu singkat tergantung dari pencetusnya.
Pemeriksaan Fisik
Stenosis mitral yang murni dapat dikenal dengan terdengarnya bising
middiastolik yang bersifat kasar, bising menggenderang (rumble), aksentuasi
presistolik dan bunyi jantung satu yang mengeras. Bunyi jantung satu yang
mengeras oleh karena pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri
STENOSIS MITRAL
14
insufisiensi pulmonal maka dapat terdengar bising diastolik dini dari katup
pulmonal. Penyakit-penyakit penyerta yang dapat terjadi antara lain stenosis
aorta, insufisiensi aorta, stenosis trikuspid, dan insufisiensi trikuspid. Bila
perlu, untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan pemeriksaan
fonokardiografi untuk merekam bising-bising tambahan yang sesuai. Pada
fase lanjut ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar paru maka
akan terdengar ronki basah atau wheezing pada fase ekspirasi.
Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan maka
keluhan dan tanda-tanda sembab paru akan berkurang atau menghilang,
sebaliknya tanda-tanda bendungan sistemik akan menonjol (peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan sembab tungkai). Pada fase
ini biasanya tanda-tanda gagal hati akan mencolok antara lain, ikterus,
menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi kulit (facies mitral dan
sebagainya).
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,
elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi.
Dari anamnesis riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:
STENOSIS MITRAL
15
Dyspneu deffort.
Hemoptisis.
Nyeri dada.
Palpitasi.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Opening snap.
Diastolic rumble.
Respiratory distress.
Systemic embolization.
STENOSIS MITRAL
16
STENOSIS MITRAL
17
kanan. Pada
kasus
ringan,
EKG
mungkin
hanya
akan
STENOSIS MITRAL
18
perhitungan
daerah
katup
yang
akurat.
Pemeriksaan
STENOSIS MITRAL
19
E-F
slope
mengecil
dari
anterior
leaflets
katup
mitral,
denganmenghilangnya gelombang a,
Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat
kalsifikasi.
Penatalaksanaan
Prinsip dasar penataksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral
yang menyempit. Tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk pasien kelas
fungsional III (NYHA) ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah dan nonbedah.
Pengobatan farmakologis hanya diberikan apabila ada tanda-tanda gagal
jantung, aritmia, ataupun reaktivasi reuma. Profilaksis reuma harus diberikan
sampai umur 25 tahun, walaupun sudah dilakukan intervensi. Bila sesudah
umur 25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis
dilanjutkan 5 tahun lagi. Pencegahan terhadap endokarditis infektif diberikan
pada setiap tindakan operasi misalnya pencabutan gigi, luka dan sebagainya.
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obatobatan hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional
jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti
antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk
demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif
seperti -blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan
irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat
seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang
bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel
serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis
STENOSIS MITRAL
20
Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis ( < 1,7 cm 2)
dan keluhan,
STENOSIS MITRAL
21
2.
STENOSIS MITRAL
22
Sesuai
dengan
petunjuk
dari
American
Collage
of
STENOSIS MITRAL
23
STENOSIS MITRAL
24
STENOSIS MITRAL
25
Observasi hypovolemi
Cek ACT setelah 4-6 jam setelah prosedur sebelum Aff sheet
Bila sheet di femoralis, imobilisasi pasien selama 6 jam setelah aff sheet
baru pasien diperbolehkan beraktifitas
STENOSIS MITRAL
26
Gerakan
Gerakan katup
Gerakan
Gerakan
katup
mobile dengan
katup masih
katup
bagian
ujung
normal pada
arah
gerakan
katup saja yg
basal sampai
ventrikel saat
katup
terhambat
dengan
diastolik
gerakan yang
setengah
terutama
minimal saja
bagian katup
bagian basal
pada
Ketebalan
terdapat
atau
saat
Ketebalan
Penebalan
Penebalan
katup
ringan pada-
menyebar ke
katup
dari
seluruh
cukup
sampai batas
bagian katup
bermakna
bagian
(5-8 mm)
(>8-10mm)
Sebagian kecil
mm)
Bagian
Ekogenik
Ekogenik
bagian
ekogenik
yang meluas
yang
dengan
yang
ke
meluas
ekogenisittas
menyebar
tengah katup
yang
terbatas pada
meningkat
Penebalan pada
tepi katup
Penebalan
Penebalan
daerah
di
struktur kor-
meluas
bawah
dari
dae
sepertiga
masih
(4-5
mm)
tepi
tengah
Fusi kordae
ke
diastolik
Penebalan
normal
Kalsifikasi
Tidak
katup
katup saja
yang
(5-8
meluas
bagian
lebih
ke
sebagian
besar bagian
ke sepertiga
distal
bagian
kordae
katup
Penebalan
ke
dan
pemendekan
dari
berat seluruh
struktur
panjang
kordae
kordae
meluas
ke
otot papilaris
Dari semua penyakit katup (kecuali stenosis aorta, dimana
percutaneous
STENOSIS MITRAL
valve
replacement
merupakan
27
pilihan
yang
penting),
Hal yg perlu diperhatikan pada metode ini adalah bahwa pada kasus SM,
penyempitan terutama di ujung katup sehingga saat diastolik katup mitral
membentuk liang/lorong dengan orifisium yang terkecil terdapat pada ujung
kuspisnya. Sedangkan bagian basal akan membentuk orifisium yang lebih
lebar.
Penilaian dengan metode doppler:
Penilaian gradient tekanan yang melewati katup mitral saat fase diastol.
(dalam mmHg). Penentuan tekanan ini dilakukan dengan meletakkan cursor
Doppler Continuous (CW) pada daerah pembukaan katup mitral (posisi apikal
4 chamber).
STENOSIS MITRAL
28
Metode ini sekaligus dapat menentukan area katup mitral (dalam cm2) ,
yang didapatkan dengan memasukkan data pressure half time ke dalam
formula yang ada di bawah ini
MVA= 220/PHT
*MVA = Mitral Valve Area
*PHT = Pressure Half Time
Berdasarkan area (cm2) , derajat stenosis adalah ringan (1,5 2,0 cm2),
sedang (1,0-1,5 cm2) dan berat (<1,0 cm2).
STENOSIS MITRAL
29
Penilaian lebar area orifisium katup mitral, (A) adalah setinggi ujung dari
katup
mitral,
sedangkan
B-D
adalah
gambaran
tambahan
yang
30
transmitral kurang berguna karena tergantung kepada heart rate, irama dan
cardiac output, namun masih dapat digunakan sebagai indikator dan faktor
penentu prognostik. MVA merupakan pengukuran non invasif
dengan
STENOSIS MITRAL
31
STENOSIS MITRAL
32
kurang bepengalaman (gambar figure 3), dilihat dari akurasinya yang baik
dalam memperlihatkan kebocoran pada katup mitral. Hal ini dapat dilihat
sebagai indikasi potensial dari echocardiography 3-D.
STENOSIS MITRAL
33
siklus
jantung
dan
multipel
rekonstruksi
tampilan
seperti
echocardiography, sehingga dapat memberikan gambaran parasternal shortaxis dari lubang katup mitral pada ujung daun katup pada awal diastole
(gambar figure 4). Baru-baru ini juga diperlihatkan bahwa akurasi dan
reproduksi planimetri dari lubang katup mitral dapat dilihat menggunakan
scanner 16-detector-row dengan software untuk rekonstruksi jantung dan
kontrast.
Pengukuran
echocardiography,
MSCT
perbedaannya
berhubungan
adalah
dan
tidak
variabilitas
berbeda
kecil,
intra
dari
dan
preeliminasi
memperlihatkan
planimetri
lubang
katup
mitral
STENOSIS MITRAL
34
STENOSIS MITRAL
35
STENOSIS MITRAL
36
PISA
Metode PISA berdasarkan prinsip berkelanjutan dan menganggap
bahwa alirandarah menuju lubang yang datar membentuk lapisan isovelocity
hemisperik. Metode PISA digunakan secara rutin pada banyak laboratorium
echocardiography sebagai evaluasi kuantitatif dari regurgitasi katup. Banyak
penelitian telah membatasi metode PISA pada pengukuran MVA pada pasien
dengan MS, pada beberapa kondisi klinis (termasuk perbedaan irama jantung
dan keparahan lesi anatomis dan berhubungan dengan regurgitasi aortik atau
mitral), tetapi masih digunakan sesekali pada praktek klinik.
Sebagai hasil doming daun katup pada MS, hanyalah fraksi hemisfer
yang melewati lubang dan sebuah sudut koreksi () yang harus
dipertimbangkan (gambar figure 6). Sudut ini tidak dapat dilihat menggunakan
mesin dengan built-in software dan harus diukur secara manual menggunakan
protractor. Hal ini dapat dijelaskan, setidaknya sedikit, mengapa penggunaan
metode PISA terbatas pada MS. Namun, sudutnya berubah hanya sedikit
0
diantara pasien-pasien dan penggunaan sudut yang sudah tetap 100 dapat
memperoleh
nilai
MVA
pasien-pasien
MS.
Kesederhanaan ini harus difasilitasi dan penggunaan PISA secara luas sebagai
metode alternatif dalam menilai keparahan MS pada praktek klinis.
STENOSIS MITRAL
37
STENOSIS MITRAL
38
Indikasi PMC
Morfologi Katup Mitral
Echocardiography 2-D memperlihatkan evaluasi yang detail dari
morfologi katup, termasuk ketebalan dinding dan mobilitasnya, derajat dan
lokalisasi kalsifikasi dan adanya keterlibatan subvalvular (gambar figure 1).
Beberapa sistem skoring telah diajukan. Metode yang digunakan kebanyakan
berkembang di massachusetts general hospital: empat kriteria (pergerakan
dinding, ketebalan dinding, ketebalan suvvalvular dan kalsifikasi) adalah
skor pada skala 1-4 dan total skor didapatkan dari penjumlahan dari setiap
komponen skor (tabel 1). Anatomi yang tidak memenuhi kriteria, didefinisikan
dengan skor > 8 yang berhubungan dengan rendahnya angka keberhasilan
PMC dan rendahnya survival rate. Namun, sistem skoring ini kompleks dan
subjektif. Pada centre lain menggunakan metode cormier, dimana merupakan
sistem skoring yang paling sederhana (tabel 2). Namun semua sistem skoring
STENOSIS MITRAL
39
yang diajukan memiliki nilai prediksi yang rendah dan tidak ada perbandingan
secara langsung diantara sistem skoring yang ada.
STENOSIS MITRAL
40
STENOSIS MITRAL
41
anatomi yang rusak terutama pada pasien muda dengan atau tanpa
kalsifikasi. Echocardiography 3-D dapat
STENOSIS MITRAL
42
Mitral Regurgitasi
Deteksi dan kuantifikasi derajat Mitral Regurgitasi (MR) memiliki
implikasi yang penting dalam pemilihan intervensi. Derajat MR 2
dipertimbangkan kontraindikasi PMC (tabel 3). Namun, pada pasien-pasien
dengan MR yang borderline, PMC lebih sering dilakukan jika anatomi katup
memungkinkan.
ini
merupakan
indikasi
utama
penggunaan
echocardiography
STENOSIS MITRAL
43
Prognosis
Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka
harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46%
angka harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya
emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi.
STENOSIS MITRAL
44
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Stenosis mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan
penyempitan aliran darah ke ventrikel, sedangkan insufisiensi mitral adalah
keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada
saat sistolik sebagai akibat dari tidak sempurnanya penutupan katup mitral.
Penyebab tersering terjadinya stenosis mitral adalah demam reumatik
(lebih dari 90%). Berdasarkan guidelines American College of Cardiology
1998 tentang manajemen penyakit jantung katup, hanya 40% yang merupakan
MS murni, sisanya MS akibat penyakit jantung rheumatik. Dan penyebab
tersering terjadinya insufisiensi katub mitral adalah penyakit jantung rematik
(PJR/RHD).PJR merupakan salah satu penyebab yang sering dari insufisiensi
mitral berat.
Manifestasi klinis dari stenois dan insufisiensi mitral hampir sama
diantaranya ialah dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea,
hemoptisis, palpitasi, dan nyeri dada.
Proses tejadinya stenosis mitral dan insufisiensi mitral diawalai dengan
bakteri Streptococcus beta hemolitics grup A yang menyebabkan demam
rheuma yang kenmudian oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang
menyebabkan tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata
mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah
menyerang katup mitral jantung. dan hal ini dapat membuat kerusakan pada
katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis
pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku.
STENOSIS MITRAL
45
STENOSIS MITRAL
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadler, Thomas W. 2013. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 12.
Jakarta : EGC.
2. Moore,Keith L,dan Anne M.R. Agur.2002.Anatomi Klinis Dasar.Jakarta :
Hipokrates.
3. Sheerwood L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.
4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 11. Jakarta: EGC.
STENOSIS MITRAL
47