Anda di halaman 1dari 71

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia.


Perdarahan subarachnoid spontan (stroke SAH) terjadi 6-8 % dari seluruh
kejadian stroke dengan puncak insiden pada dekade kelima dan terjadi
pada lebih dari 30.000 orang per tahun di Amerika serikat. Stroke SAH
spontan 85% terjadi karena rupture aneurisma intracranial. Separuh dari
kasus perdarahan subarachnoid (SAH) meninggal, sekitar 15 % bertahan
dengan kecacatan berat, dan sekitar 20% sampai 35% mengalami
kesembuhan baik 1,2,48.

Salah satu komplikasi stroke SAH yang seringkali menyebabkan


kematian adalah vasospasme serebri. Spasme serebrovaskuler
merupakan respon patologi pada SAH spontan, yang dapat menjadi
prediksi outcome stroke SAH, 70% menyebabakan kecacatan dan
kematian pada pasien dengan SAH aneurisma (aSAH). Berdasarkan
angiografi, vasospasme biasanya mulai terjadi pada SAH spontan pada
hari ke 3 sampai ke 5, penyempitan maksimal arteri terjadi pada hari ke 5
sampai ke 14, dan membaik secara perlahan setelah minggu ke 2 sampai
ke 4.2 Vasospasme serebri dapat terjadi dengan ditandai manifestasi klinis
ataupun tanpa manifestasi klinis. Vasospasme simtomatik adalah sindrom
iskemik akibat penyempitan arteri yang ditandai adanya penurunan
kesadaran yang tersembunyi disertai gangguan motoris dan atau bicara.
Berdasarkan bukti angiografi, vasospasme menyebabkan penyempitan
arterial pada 70% pada pasien aneurisma, dan sekitar 20-30%
menunjukkan defisit neurologis atau kematian walaupun dengan
pengobatan yang optimal.2 Delayed ischemic neurologic deficit (DIND)
diartikan sebagai vasospasme klinis/simtomatis atau delayed cerebral
ischemia (DCI) merupakan suatu komplikasi aSAH yang serius dan

1
kurang dimengerti,yang ditandai adanya deficit neurologis yang terjadi
minimal hari ke-3 dan pada pemeriksaan radiologis didapatkan
penyenpitan pembuluh darah serebri besar (radiological vasospasm).39

Vasospasme serebri sudah menjadi kasus yang menarik perhatian


berbagai penelitian, tetapi mekanisme biologi yang mendasari
vasosapasm masih belum jelas hingga saat ini. Banyak hipotesa yang
diungkapkn oleh banyak peneliti tentang patofiologi vasospasme pada
SAH aneurisma, yang secara fisilogi melibatkan empat kompartemen,
ruang subarachnoid, otot polos pembuluh darah, endotel pembuluh darah
dan saraf advensia.3 Pada referat ini akan dibahas neurobiopatofisiologi
terjadinya vasospasme serebri pada stroke perdarahan subarachnoid,
sehingga dengan memahami neurobiopatofisiologi terjadinya vasospasme
akan memudahakan dalam pengobatan vasospasme berdasarkan
mekanisme patofisiologi yang mendasarinya.

1.2 Tujuan Referat

Menjelaskan mekanisme neurobiopatofisiologi vasospasme serebri dan


penatalaksanaannya pada stroke perdarahan sub arachnoid (SAH)

1.3 Manfaat Referat

Menambah pemahaman tentang mekanisme neuropatofisiologi


terjadinya vasospasme pada kasus stroke perdarahan subarakmoid
Memberi pengobatan yang tepat terhadap terjadinya vasospasme
pada stroke perdarahan subarakmoid berdasarkan mekanisme
neurobiopatofisiologi yang mendasari

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke Perdarahan Subarachnoid (SAH)

2.1.1 Definisi

Stroke perdarahan subarachnoid (SAH) adalah perdarahan akut


didalam ruang antara piameter dan membran arachnoid (ruang
subarakhnoid). Perdarahan subarachnoid (SAH) adalah salah satu jenis
stroke yang ditandai perdarahan pada ruang subarachnoid yang terjadi
secara spontan atau trumatik. Stoke SAH non traumatic hampir 85%
terjadi akibat rupture aneurisma sakuler (berry anuerisma).

2.1.2 Epidemologi dan Patologi

Stroke adalah penyebab kematian ketiga di dunia. SAH spontan


sering terjadi karena rupturnya aneurisma sakuler atau berry aneurysms
terjadi sekitar 85%, dimana aSAH terjadi 6% sampai 8% dari seluruh
kejadian stroke dan menyebabkan kematian 20% sampai 25%. 1,2 Insiden
pecahnya aneurisma sakuler pada usia 35 dan 65 tahun ( rata-rata 49
tahun). Stroke SAH rata-rata terjadi antara usia 40 sampai 60 dengan
lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.38
Prevalensi aneurisma sakuler 2% pada dewasa, tidak umum terjadi pada
anak-anak. 20% kasus SAH memiliki dua atau lebih aneurisma. 38

Aneurisma sakuler merupakan penyebab 80% kasus SAH. 39 Di Amerika


Serikat, sekitar 25.000 sampai 30.000 penduduk setiap tahunnya
menderita perdarahan subarakhnoid. Separuh dari jumlah penderita SAH
meninggal, sekitar 15% mengalami kecacatan berat, dan 20% sampai 35
% mengalami kesembuhan.2,3

Lokasi yang paling sering terjadi aneurisma, yaitu: pertemuan arteri


communicating posterior dan arteri carotis interna (40%), arteri
communicating anterior complex (30%), percabangan pertama arteri

3
serebri media (20%). Resiko rupture pada aneurisma intracranial yang
asimtomatik terjadi 0,7% per tahun, resiko rupture pada rupture aneurisma
sebelumnya setelah 6 bulan kejadian 2% sampai 4%.

2.1.3 Faktor Resiko dan penyebab Stroke SAH

Faktor resiko SAH dibagi menjadi faktor resiko modifiable dan non
modifiable. Faktor resiko modifible antara lain: merokok,hipertensi,
penggunaan alkohol, kokain yang berlebihan, pemakaian obat-obatan
nikotetin dan kafein, dan pengunaan obat NSAID, tetapi masih belum
dipastikan. Beberapa faktor yang masih kontroversi dengan keyakinan
tradisional adalah pemakaian kontrasepsi oral, hiperkolesterolemia dan
latihan (exercise) kemungkinan tidak berkaitan dengan peningkatan resiko
SAH.40 sedangkan faktor resiko nonmodifible SAH antara lain adanya
riwayat SAH sebelumnya (dengan atau tanpa suatu aneurisma yang
belum diterapi berulang), riwayat keluarga SAH pada generasi pertama,
gender wanita, tingkat pendidikan yang rendah dan faktor genetik
termasuk adult dominant polycystic kidney disease (ADPKD), Ehlers-
Dahlos disease (type IV), defesiensi alpha1-antitypsin, sicle cell diasease,
pseudoxantoma elasticum, hereditary hemorrhagic telangiectasia,
neurofibromatosis type I, tuberous sclerosis, fibromuscular dysplasia, dan
coartasio aorta.32,40 Adanya kemungkinan diet meningkatkan resiko stroke
secara umum dan terutama SAH aneurisma (aSAH). Peningkatan
konsumsi yogurt meningkatkan resiko aSAH. Konsumsi lebih banyak
sayuran dapat menurunkan resiko aSAH (AHA,Class IIb; Level of
Evidence B)(New Recommendation). Peningkatan konsumsi kopi dan teh
dan konsumsi tinggi magnesium berhubungan dengan menurunnya resiko
stroke secara umum tetapi tidak mengubah resiko aSAH. Ukuran dan
lokasi aneurisma dan status kesehatan dapat menjadi pertimbangkan
karakteristik morfologi dan hemodinamik aneurisma yang beresiko ruptur
(AHA,Class IIb; Level of Evidence B)(New Recommendation) .32 Jenis
kelamin wanita dikatakan beresiko terjadinya SAH 1,6 kali dibandingkan

4
laki-laki, hal ini berkaitan dengan pengaruh menstruasi dan hormonal.
Wanita dengan usia menarche dini (<13 tahun) dan graviditas null
signifikan meningkatkan resiko SAH. Dilaporkan bahwa wanita
postmenopaous yang mendapat terapi replacement hormonal
menurunkan resiko SAH.40 Ruptur aneurisma sirkulasi anterior lebih
sering pada usia <55 tahun, ruptur aneurisma communicating posterior
lebih seing pada laki-laki dan ruptur aneurisma basilaris berkaitan dengan
pemakaian alkohol.32

Stroke SAH sebagian besar akibat rupture aneurisma (85%).


Penyebab SAH berikutnya adalah idiopatic perimesecephalic SAH (10%),
dan penyebab yang jarang termasuk arterio venous malformation (AVM),
diseksi arteri intracranial dan lainnya (5%) (Tabel 1). Faktor resiko utama
terjadinya aneurisma, antara lain; pertambahan usia, aterosklerosis,
riwayat keluarga dengan aneurisma intracranial, autosomal dominant
polycystic kidney disease (PCKD).38 Sedangkan resiko aSAH akibat ruptur
aneurisma, antara lain: merokok, hipertensi, konsumsi alcohol, pemakaian
kontrasepsi dan hormonal.38 Hipertensi seharusnya terobati karena
pengobatannya dapat menurunkan resiko aSAH (AHA,Class I; Level of
Evidence B). Penggunaan tembakau dan alcohol misuse seharusnya
dihindari untuk menurunkan resiko aSAH (AHA,Class I; Level of Evidence
B).

5
Tabel.1 Penyebab Perdarahan Subarakhnoid (SAH)48

2.1.4 Gejala Klinis SAH

Pasien sering mengeluhkan nyeri kepala yang paling berat


dirasakan selama hidupnya ( terjadi sekitar 80% pasien), nyeri kepala
general, tetapi biasanya nyeri lokal menunjukkan lokasi rupture aneurisma
(nyeri periorbita berarti adanya aneurisma arteri optalmika). Nyeri kepala
dicirikan serangan tiba-tiba dengan segera mencapai intensitas yang
maksimum (thunderclap headache). Adanya peringatan atau sentinel
headache sebelum serangan aSAH terjadi sekitar 10% sampai 43%
pasien.32 Gejala klinis SAH umumnya berkaitan dengan adanya gejala
penurunan kesadaran, mual dan muntah, nyeri punggung atau kaki, dan
fotofobia. Saat onset nyeri kepla biasanya disertai 1 tanda dan gejala
mual dan atau muntah, kaku kuduk, fotofobia, hilangnya kesadaran
singkat, atau defisit neurologis fokal (termasuk parese nervus kranialis)32.
Kaku kuduk dan kernig sign adalah tanda SAH yang tidak selalu tampak
dan confusion dan nyeri punggung bawah kadang lebih tampak daripada
nyeri kepala. Perdarahan subhyaloid dan preretina dapat dijumpai pada
25% pasien dan menjadi tanda patognomonis SAH.38 Perdarahan

6
preretina menggambarkan adanya peningkatan TIK akut, dan
menunjukkan outcome yang buruk.7 Kejang dapat terjadi pada sekitar
20% pasien dengan aSAH,paling sering terjadi pada 24 jam pertama dan
lebih sering terjadi pada aSAH yang berkaitan dengan perdarahan
intraserebral, hipertensi, dan aneurisma arteri serebri media dan arteri
communicating anterior.32 Sebelum aneurisma sakuler rupture biasanya
gejala yang timbul asimtomatis. Gejala dan tanda pada aneurisma yang
belum ruptur akibat dari kompresi struktur neuron disekitarnya atau
tromboembilism. Sindrom klinis yang tampak berkaitan dengan letak
aneurisma seperti yang dijelaskan pada tabel di bawah.38,40

Tabel 2. Sindrom klinis SAH berdasar letak aneurisma sakuler40

2.1.5 Tes Diagnosis SAH

CT scan kepala

CT scan kepala tanpa kontras merupakan tes diagnosis awal yang


paling sesuai dalam menentukan SAH. CT scan terbaru (generasi ketiga
atau berikutnya) dilaporkan memiliki sensitivitas 98% hingga 100% dalam
mendeteksi SAH dalam 12 jam dari onset gejala bila dibandingkan dengan
gold standart lumbal pungsi. Tetapi sensitivitasnya menurun 93% pada 24
jam dan 50% pada 7 hari. Secara klasik, CT kepala menunjukkan signal
hiperintens pada sisterna subarachnoid basalis, lokasi lainnya seperti

7
fisura sylvii, fissure interhemisfer, fossa interpedunkularis dan suprasella,
ambient, dan sisterna quadrigeminal.38,40

Gambar 1. Perdarahan aneurisma arteri basilaris pada gambaran CT skan


kepala46

Lumbal Pungsi (LP)

Lumbal pungsi adalah gold standar dalam medeteksi SAH. Pasien


dengan dugaan SAH dimana hasil CT scan kepala tidak mendukung,
maka sangat direkomendasikan untuk dilakukan LP untuk analisa
LCS.(AHA/ASA, ClassI, Level of evidence B).44 LP kontraindikasi bila
didapatkan lesi massa fokal, peningkatan TIK dan herniasi. 40 Pada LP
menunjukkan adanya peningkatan tekanan dan protein, adanya sejumlah
sel darah merah (RBC), yang tidak berkurang dari tabung pertama sampai
tabung terakhir. SAH dibedakan dengan traumatic dengan adanya
xantrokomia ( sedikit kekuningan) pada supernatant sentrifus, yang
tampak 12 jam setelah onset, sehingga LP yang dilakukan terlalu awal
memberikan hail false negative. Peningkatan RBC dan xantrokomia
menghilang setelah 2 minggu.38

CT angiography (CTA)

CT angiography adalah tes diagnoatik alternative SAH ,tetapi


akurasi diagnostiknya kurang dibandingkan standard angiography.

8
Sensitivitas dan spesifisitas CTA dibandingkan DSA berkisar 77% sampai
100% dan 87% sampai 100%. Kekurangan CTA termasuk sensitivitasnya
lebih rendah untuk mendeteksi aneurisma yang lebih kecil (<4mm) dan
aneurisma pada distribusi sirkulasi posterior dibandingkan dengan DSA.40
MRA dan CTA bisa dipertimbangkan bila angiografi konvensional tidak
dapat dilakukan. (AHA/ASA, Class IIb, Level of Evidence B)

Magnetic Resonance Angiography (MRA)

Indikasi MRA pada aSAH masih sedikit karena keterbatasan


manfaat rutinitas, logistik (sulit dilakukan pada kondisi memergensi),
resiko artifak gerak, compliance pasien, waktu lebih lama, dan biaya.
Aneurisma ukuran < 3 mm biasanya dilanjutkan dengan CTA. Sensitivitas
dan spesifisitas MRA dibandingkan DSA berkisar 69% sampai 99%)40.

Angiografi serebri (catether angiography)

Angiografi merupakan prosedur diagnostik definitif untuk


mendeteksi aneurisma intrakranial. Prosedur standart, digital substraction
angiography (DSA), dapat dilengkapi dengan suplemen tiga dimensi rotasi
angiografi (3DRA).40 Walaupun beberapa senter masih menggunakan
CTA dan MRA untuk diagnosis awal, four vessel angiogram meliputi
injeksi arteri karotis interna bilateral dan arteri vertebralis disarankan bila
hasil pemeriksaan tersebut negatif. Angiografi serebri selektif seharusnya
dilakukan pada pasien dengan SAH untuk mengetahui adanya dan
gambaran anatomis aneurisma (AHA/ASA, Class I,level of Evidence B)44.
DSA dengan 3 dimensional rotational angiography diindikasikan untuk
mendeteksi aneurisma pada pasien dengan aSAH (kecuali pasien yang
sebelumnya terdiagnosis dengan noninvasive angiogram) dan untuk
rencana terapi (menentukan apakah aneurisma dilakukan coilling atau
mempercepat mikrosugeri) (AHA/ASA, Class I,level of Evidence B)(New
recommendation)32.

9
Gambar 2. 3DRA (tampak oblique anterolateral) menunjukkan giant aneurisma pd
bifurcation ACM. CT angiogram dengan aneurysm yang sama 40

Gambar 3. DSA menunjukkan aneurisma arteri serebri media kanan (panah)

2.1.6 Komplikasi SAH

Beberapa komplikasi SAH yang sering terjadi antara lain


rebleeding, vasospasm, hidocefalus, seizure, ganggan pulmonal dan
kardio neurogenik. Rebleeding (bila aneurisma tidak terklip) merupakan
resiko tertinggi yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama (4%); (1%
sampai 2%) selama 4 minggu. Resiko kumulatif pada pasien yang tidak
diterapi: 20% pada 2 minggu, 30% dalam 1 bulan, 40% dalam 6 bulan,
kemudian 2% sampai 4 % pertahun.40

Vasospasme adalah konstriksi arteri yang menyebabkan iskemik


serebri yang terjadi 70% setelah SAH; delayed ischemic terjadi 20%
sampai 30%. Puncak resiko hari ke 5 sampai ke 14 setelah SAH.
Hidrosefalus akut terjadi 15% sampai 20%, resiko tergantung volume
darah IVH dan SAH. Gejalanya antara lain ganggguan short term memory,

10
parese saraf kranialis keenam, keterbatasan upward gaze, hiperrefleksia
pada tungkai bawah. Delayed hydrocephalus dapat terjadi pada hari ke 3
sampai hari 21 setelah SAH dengan gejala klinis menyerupai normal
pressure hydrocephalus, tidak membaik sempurna (full recovery),adanya
gejala demensia menetap, gangguan gerak dan inkontinensia urin.40

Edema serebri dapat terjadi setelah SAH dan pada pasien dengan
stadium yang buruk. Edema otak dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan sindrom herniasi. Global brain edema setelah SAH berkaitan dengan
gangguan autoregulasi pada hipertensi dan dikaitkan dengan penurunan
kesadaran saat serangan dan menjadi prediksi outcome yang buruk

Seizure terjadi 5 % sampai 10% pasien pada perawatan


akut,lainnya terjadi 10% pada tahun pertama. Hiponatremia terjadi 5%-
30% dapat disebabkan SIADH (free water retention) atau cerebral salt
wasting (natriuresis yang berlebihan dan kontraksi volume intravaskuler).
Gangguan pulmonal dan cardiac neurogenik: adanya kelainan
elektrokardiografi asimtomatis yang sesaat terjadi pada 50% pasien.
Pelepasan enzim kardiak dan gangguan miokardium neurogenik yang
reversible, kadang menyebabkan penurunan cardiac output. Neurogenic
pulmonary edema dapat juga terjadi.40

2.1.7 Penatalaksanaan SAH

Penatalaksanaan terapi awal pada pasien dengan SAH dimulai


dengan stabilisasi airway, breating, dan sirkulasi. Selanjutnya pemberian
terapi suportif umum dan neuroprotektif, dalam mengantasipasi komplikasi
SAH.40 (Tabel 3). Nimodipine oral seharusnya diberikan pada semua
pasien dengan aSAH (AHA/ASA, Class I, Level of Evidence A).
Mempertahankan euvolemia dan volume darah sirkulasi normal
direkomendasikan untuk mencegah DCI (AHA/ASA, Class I, Level of
Evidence B).Hipervolemia profilaksis atau balloon angioplasty sebelum
berkembangnya angiographic spasm tidak direkomendasikan (AHA/ASA,

11
Class III, Level of Evidence B). aSAH yang berkaitan dengan hidrosefalus
siptomatis akut diatasi dengan cerebrospinal fluid diversion (EVD atau
lumbar drainage, tergantung skenario klinis) (AHA/ASA, Class I, Level of
Evidence B). Penggunaan antikonvulsi profilaksis bisa dipertimbangkan
pada saat posthemorragic segera (AHA/ASA, Class IIb, Level of Evidence
B). Penggunaan antikonvulsi secara rutin pada jangka panjang tidak
direkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level of Evidence B).
Penanganan demam secara agresif untuk mencapai normotermi dengan
menggunakan sistem modulator temperatur yang standart atau yang
berkembang masih rasional dilakukan pada fase akut aSAH (AHA/ASA,
Class IIa, Level of Evidence B) (New recommendation). Penanganan
glukosa secara hati-hati dengan menghindari kondisi hipoglikemi dapat
dipertimbangakn sebagai bagian managemem pananganan umum critical
care pasien dengan aSAH (AHA/ASA, Class IIb, Level of Evidence B).
Penggunaan transfusi packed red blood cell untuk menangani anemia
pada pasien aSAH yang beresiko cerebral ischemia masih rasional.
Tujuan mencapai kadar hemoglobin yang optimal. (AHA, Class IIb, Level
of Evidence B) (New recommendation).32

12
Tabel 3. Terapi perdarahan subaraknoid (SAH)40

Terapi pembedahan pada aSAH termasuk klipping aneurisma


dalam 48 sampai 72 jam. Manfaat klipping antara lain: mencegah
perdarahan ulang, terapi agresif vasospasme. Resiko
morbiditas/mortalitas sekitar 5%-10% setelah rupture akut; 2%-5% pada
aneurisma yang tidak rupture.38 Terapi enovaskuler merupakan terapi
alternatif kliping, dimana aneurisma diisi dengan trombogenic platinum
coil.38 Pembedahan klipping atau koiling endovaskuler pada rupture
aneurisma seharusnya dilakukan segera mungkin pada pasien untuk
menurunkan risiko perdarahan ulang setelah aSAH (AHA, Class I, Level of

13
Evidence B). Untuk pasien dengan rupture aneurisma, keputusan dalam
menyetujui teknik koiling endovaskuler atau pembedahan kliping,
seharusnya koiling endovaskuler dipertimbangkan (AHA, Class I, Level of
Evidence B)(Revised recommendation from previous guideline).
Micosurgical clipping lebih dipertimbangkan pada pasien dengan
hematom intraparenkim besar (>50ml) dan aneurisma arteri serebri media.
Koiling endovaskuler lebih dipertimbangkan pada pasien tua (>70 tahun),
pasien aSAH dengan stadium klinis buruk (world federation of neurological
surgeon classification IV/V), dan pasien dengan aneurisma apek basiler
(AHA, Class IIb, Level of Evidence C)(New Recommendation)32

Gambar4. Terapi pembedahan Coilling dan Klipping pada aSAH

2.1.8 Prognosis SAH

Angka mortalitas SAH 40% sampai 50%, 10% sampai 20% pasien
bertahan dengan kecacatan yang berat dan 40% dengan fungsi
independent. Ganbaran klinis dan radiologis digunakan untuk
memprediksi keluaran setelah SAH, dengan skala Hunt dan Hess,
Glasgow Coma Scale (GCS), World Federation of Neurological Surgeons
(WFNS), dan Prognosis on Admission of Aneurysmal Subarachnoid

14
(PAASH) (tabel4). Skala stadium radiologis meliputi skala fisher, skala
modifikasi fisher, dan skala stadium CT. (Tabel 5). Skala WFNS dan
PAASH lebih objektif dibandingkan skala Hunt dan Hess, karena
penilaiannya berdasarkan GCS sedangkan skala Hunt dan Hess bersifat
subjektif berdasarkan gejala dan tanda seperti sakit kepala dan tingkat
kesadaran. Skala PAASH menunjukkan lebih baik daripada WFNS karena
distribusi pengukuran outcomenya lebih baik dengan skala stadium yang
meningkat.40

Beberapa prediksi independen tingkat mortalitas dan disabilitas


jangka panjang meliputi grade neurologis yang buruk saat datang, usia,
peningkatan TD sistolik, demam, rebleeding, DCI dan infark serebri,
ukuran aneurisma besar (>10mm), dan peningkatan SAH physiologic
dearangement score.40

Tabel 4. Skala stadium klinis Perdarahan subaraknoid (SAH)40

Tabel 5. Skala stadium CT kepala Perdarahan subaraknoid (SAH)40

15
2.2 Vasospasme Serebri

2.2.1 Definisi Vasospasme serebri

Vasospasme serebri adalah suatu komplikasi perdarahan


subaraknoid (SAH) aneurisma yang seringkali menyebabkan kematian
atau kecacatan. Vasospasme serebri merupakan sindrom yang ditandai
adanya penyempitan arteri serebri yang dikenalkan sejak tahun 1951 dan
dikembangkan selanjutnya oleh Weir dan kawan-kawan.2,3

Vasospasme memiliki dua pengertian, yaitu pengertian


vasospasme secara angiografi dan simtomatis. Vasospasme angiografi
adalah adanya penyempitan arteri fokal atau difuse dibandingan dengan
CTA awal tanpa disertai perkembangan keluhan neurologis iskemia
,dikenalkan oleh Ecker dan Riemenschneider tahun 1951. 2,37 Vasospasme
simtomatik adalah kombinasi klinis dan radiologis yang memenuhi kriteria
berikut: 1) kelainan klinis (konfusi, disorientasi, dan/atau penurunan
derajat kesadaran dalam empat sampai 12 hari setelah SAH; 2) Pada CT
scan kepala tersingkirkan penyebab lain memburuknya kondisi neurologis
seperti perdarahan intakranial, edema otak dan hidrosefalus;3) tidak ada
bukti gangguan elektrolit, seizure atau hipoksia;4) konfirmasi
vasosapasme dengan CTA.37 Vasospasme simtomatik merupakan
sindrom iskemik akibat penyempitan arteri serebri dan ditandai oleh
adanya onset konfusi yang mendadak atau adanya penurunan kesadaran
dengan deficit neurologis fokal (bicara atau motoris).2,10 Vasospasme
simptomatik juga diartikan sebagai deficit neurologis yang tertunda (DIND)
dan adanya infark pada CT scan yang disebabkan vasospasme serebri
(CVS).12

2.2.2 Sejarah Vasospasme serebri

Adanya Aneurisma yang berkaitan dengan perdarahan


subarachnoid dikenalkan pertama kali oleh nenek moyang bangsa mesir
sekitar tahun 1600 an. Hampir satu abad kemudian, Morgagni melaporkan

16
adanya dilatasi arteri serebri posterior yang diduga aneurisma intracranial
sebagai sumber perdarahan. Gambaran DIND pertama kali dikenalkan
oleh William Gull pada adab ke 19, yang melaporkan seorang wanita
muda menderita stroke dan pada hari kelima dari sakitnya terjadi
perubahan neurologis, dimana hasil otopsi meunjukkan rupture aneurisma
arteri serebri media. Gambaran vasospasme serebri pertama kali pada
tahun 1920, dimana arteri korteks kelinci berkontraksi setelah mendapat
rangsangan mekanik langsung,

2.2.3 Epidemologi Vasospasme

Salah satu penyebab kematian dan kecacatan pada penderita


SAH aneurisma adalah vasospasme serebri. Vasospasme serebri terjadi
20-40% pasien dengan aneurisma intracranial.13 Vasospasme serebri
bersifat transient. Penyempitan arteri serebri yang progresif terjadi pada
70 % penderita SAH, tetapi delayed ischemic deficit hanya terjadi 20%
sampai 30%, proses mulai hari ke 3 sampai hari ke 5 setelah perdarahan,
mencapai puncak pada hari ke 5 sampai hari ke14, berlangsung dan
membaik bertahap setelah 2 sampai 4 minggu.2,4,39Berdasarkan studi
populasi, angka kematian dalam 48 jam pertama setelah SAH sekitar 30
sampai 67%. Sekitar 40% kasus vasospasme bersifat asimtomatik, dan
30% diantaranya trejadi delayed ischemic deficit (DID) yang menjadi
faktor tingkat morbiditas pada pasien SAH. Delayed cerebral ischemia (
DCI) terjadi dalam 2 minggu pertama setelah SAH, puncak onset DCI
7sampai8 hari setelah SAH atau 1-2 hari setelah rata-rata onset
vasospasme angiografi41. Komplikasi ini bersifar reversible, yang dapat
berkembanga menjadi suatu infark serebri. DCI terjadi sekitar 20% sampai
40%.

2.2.4 Onset Vasospasme

Konstriksi arteri serebri atau vasosapasme serebri umumnya


terjadi pada hari ke 3 sampai 21 setelah SAH dan berlangsung selama 12-

17
16 hari. Penyempitan lumen arteri pada Vasospasme angiografi mulai
terjadi pada hari ke 3 sampai ke 5 setelah SAH, menunjukkan
penyempitan maksimal pada hari ke 5 sampai 14 dan membaik perlahan-
lahan setelah minggu ke 2 dan ke 4. Vasospasme serebri secara klinis
membaik hari ke 12 setelah SAH, dan secara radiografi biasnya membaik
perlahan selama 3-4 minggu.2,10,11
Vasospasme angiografi teridentifikasi 30% sampai 70% dari
gambaran angiogram pada hari ke 7 dari serangan SAH. Vasospasme
simtomatik adalah sindrom iskemik akibat penyempitan arteri serebri yang
ditandai adanya onset konfusi yang tersembunyi dan penurunan
kesadaran diikuti oleh gangguan motoris fokal dan atau gangguan
bicara/bahasa. Waktu timbulnya vasospasme simtomatik bersamaan
dengan vasospasme angiografi, tetapi walaupun 70% penderita
mengalami penyempitan arteri, hanya 20% sampai 30% yang akan
bermanifestasi adanya deficit neurologis atau mengalami kematian setelah
mendapat pengobatan yang tepat.2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Stefan et al (Gambar 5) menunjukkan onset vasospasme serebri
(CVS) dalam 28 hari pertama setelah SAH. Frekuensi CVS antara hari ke-
4 sampai ke- 6 sebanyak 45,2% (CVS dengan lesi DWI 19,4%) dan antara
hari ke 7 dan ke 14 ketika dilakukan MRI dan DSA didapatkan frekuensi
CVS 87,5% (CVS dengan lesi DWI 52,5%).12

Gambar 5. Kejadian dan onset CVS pada 117 pasien. CVS diklasifikasikan menjadi
vasospasme angigrafi berdasar DSA dengan lesi DWI pada MRI dan tanpa lesi DWI. 12

18
2.2.5 Faktor resiko vasospasme serebri

Beratnya resiko vasospasme tergantung pada Stadium klinis,


jumlah dan tempat perdarahan subaraknoid. Vasospasme biasanya terjadi
fokal atau difuse, biasanya lebih berat pada area pembuluh darah yang
mengalami rupture aneurisma yang dikelilingi oleh klot yang signifikan,
adanya hubungan resiko vasospasme dengan sejumlah perdarahan yang
tampak pada CT scan kepala (sistem derajat Fisher) (Tabel 7). Adanya
enhancement pada CT hari ke 3 setelah SAH (dengan pemberian kontras)
dapat meningkatkan resiko terjadinya vasospasme (mengindikasikan
adanya peningkatan permeabilitas BBB), tetapi hal ini masih kontroversi.
Terapi antifibrinolitik menurunkan rebleeding, tetapi juga meningkatkan
resiko hidrosefalus dan vasospasme. 10 Faktor resiko lainnya seperti
makin meningkatnya usia, riwayat merokok aktif sebagai faktor resiko
independen, tekanan darah sistolik yang tinggi, derajat klinis yang buruk,
menurunnya derajat kesadaran, adanya deficit motoris, dan hidrocefalus. 13
Hubungan derajat Hunt & Hess dengan resiko terjadinya DIND (delayed
ischemic neurologic deficit) ditunjukkan seperti pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hubungan DIND dengan derajat Hunt & Hess 11

Derajat Hunt & Hess % DIND (vasospasme klinis)

1 22%
2 33%
3 52%
4 53%
5 74%

Tabel 7. Derajat Fisher dalam memprediksi vasospasme


Derajt Darah pada CT Ju VASOSPASME
Fisher m ANGIGRAFI VASOSAPASME
Px Ringan Sedang KLINIS (DIND)
1 Tidak ada darah subaraknoid 11 2 2 0
yang terdeteksi

19
2 Difuse atau lap vertical < 1mm 7 3 0 0
3 Klot terlokalisir dan/atau lap 24 1 23 23
vertical 1mm
4 Klot Intraserebri atau 5 2 0 0
intraventrikel dg difuse atau tanpa
SAH

Tabel 8. Skala Fisher modifikasi untuk memprediksi vasospasme simtomatik


Grade Kriteria Persentase Frekuensi
pasien DCI
Infark
0 Tanpa SAH atau IVH 5% 0%0%
1 SAH minimal/tipis, tanpa IVH 30% 12%
6%
biventrikel
2 SAH minimal/tipis,dengan IVH 5% 21% 14%
biventrikel
3 SAH tebal, tanpa IVH biventrikel 43% 19% 12%
4 SAH tebal,dengan IVH biventrikel 17% 40% 28%
Semua pasien 100% 20% 12%
SAH tebal berarti klot subaraknoid>5mm yang terisi minimal pada satu sisterna atau
fisura.DCI, delayed cerebral ischemia ( didefinisikan sebgai perubahan simtomatik,
infark serebri, taua keduanya akibat dari vasospasme). Data didapat dari studi kohort
276 pasien di Columbia University Medical Center.38

Stadium Klinis
Frekuensi dan beratnya vasospasme meningkat dengan beratnya
stadium klinis. Stadium klinis biasanya berdasarkan derajat kesadaran
dan disfungsi neurologis. Skala stadium yang paling sering digunakan
untuk mengukur outcome SAH adalah Skala Hunt & Hess (table 6),
World Federation of Neurological Surgeons Scale (WFNSS), Skala
Fisher (Tabel 7) , Glasgow Coma Scale (GCS). Walaupun skala
skala tersebut sebagai predictor baik terhadap outcome pada pasien
dengan SAH, prediksi akurat tentang kecacatan masih kurang tepat,
sebagian karena waktu aplikasi skala sebagai predictor. HHS sendiri
berkaitan dengan outcome, saat dinilai bila terjadi perburukan klinis.
Namun, penilaian GCS dan WFNS pada waktu sebelum terapi sangat
berkaitan signifikan dengan outcome.

20
Volume darah dan frekuensi SAH
Prediktor kedua mengenai kejadian, berat dan distribusi vasospasme
adalah adanya perluasan darah subaraknoid atau klot besar pada
sisterna subaraknoid pada CT scan. Selain volume darah, jumlah dan
beratnya perdarahan berkaitan dengan insiden vasospasme.2
Berdasarkan penelitian Sang Won jung et al menunjukkan volume
SAH sangat berkaitan dengan perkembangan vasospasme, tidak
pada volume perdarahan.37
Ukuran dan Lokasi aneurisma
Bukti klinis yang menunjukkan adanya hubungan lokasi rupture
aneurisma dan insiden vasospasme serebri belum meyakinkan. Fisher
et al menemukan insiden vasospasme tinggi pada arteri serebri
anterior dibandingkan MCA. Sedangkan Graf dan Nibbelink
menemukan 50% carotis interna, 44.7% dengan aneurisma serebri
media dan 35,2% pasien dengan aneurisma karotis anterior
menunjukkan vasospasme localized atau difuse. McGirt et al
menunjukkan pasien dengan rupture aneurisma arteri serebri posterior
beresiko 20 kali berkembang menjadi vasospasme simtopmatik. Studi
oleh Macdonald et al menunjukkan ukuran aneurisma yang lebih
besar berkaitan dengan peningkatan insiden vasospasme, sedangkan
studi lainnya melaporkan tidak ada hubungannya.2
Penggunaan Kokain
Kokain dan metabolitnya berpotensi menginduksi vasokonstriksi arteri
dan menyebabkan hipoperfusi kortek kronis. Howington et al
menunjukkan penggunaan kokain berkaitan dengan 2,8 kali lipat
beresiko berkembang vasospasme pada pasien SAH dibanding
kontrol.2
Sex
Walaupun wanita lebih rentan terjadi pembentukan aneurisma
dibandingkan laki-laki, tidak ada indikasi wanita beresiko tinggi rupture
aneurisma dibanding laki-laki. Beberapa studi menunjukkan tidak ada

21
hubungan perbedaan sex dan meningkatnya resiko atau insiden
vasospasme.
Usia Pasien
Pengaruh usia terhadap vasospasme masih kontroversi.Studi oleh
Torbey et al menunjukkan pasien usia lebih tua memiliki resiko
vasospasme simptomatik lebih rendah dibanding usia muda.
Charpentier et al melaporkan probabilitas kejadian vasospasme
simptomatik menurun pada usia lebih dari 50 tahun. Menurunnya
insiden vasospasme pada usia tua berkaitan dengan akibat
peningkatan usia berkaitan dengan aterosklerosis, yang menyebabkan
gangguan kontraksi dan elastisitas dinding otot arteri kecil dan arteriol.
Dewey et al melaporkan bahwa pasien lebih muda memiliki pembuluh
darah lebih mudah kolaps dan compliant, sehingga terjadi penurunan
CBF yang lebih besar. Sebaliknya pada pasien tua memiliki pembuluh
darah yang lebih rigid sehingga mampu mempertahankan patensi
pembuluh darah kecil dengan tekanan yang sama. Lanzino et al
melaporkan vasospasme simptomatik lebih sering terjadi pada pasien
usia tua. Sedangkan studi lainnya tidak menemukan hubungan usia
dengan resiko vasospasme simptomatik.2
Merokok
Studi oleh Weir et al menunjukkan bahwa merokok sigaret
berhubungan dengan peningkatan insiden vasospasme secara klinis.2
Feigin et al melaporkan bahwa resiko kejadian SAH pada perokok dua
kali lipat dibandingkan bukan perokok.41
Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko SAH 2,5 kali pada studi longitudinal
dan case control, dan 30% lebih berbahaya pada wanita. Peningkatan
hipertensi sebagai faktor independen lain terjadinya vasospasme
setelah SAH. Pasien dengan hipertensi kurang toleran dengan
kejadian iskemia dibandingkan dengan pasien tanpa hipertensi.2

22
Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol berlebihan (>150 g per minggu) meningkatkan resiko


SAH 2 kali lipat pada studi longitudinal dan case control.41

2.2.6 Neurobiopatofisiologi Vasospasme Serebri

2.2.6.1 Neurobiologi Vasospasme

Vasospasme serebri telah menjadi bahan penelitian yang menarik,


tetapi mekanisme neurobiopatofisiologi yang mendasarinya masih belum
jelas. Untuk memahami mekanisme neurobiopatofisologi terjadinya
vasospasme serebri pada perdarahan subarachnoid spontan (SAH
aneurisma), maka perlu memahami neurobiologi terjadinya vasospasme,
yang antara lain memahami anatomi pembuluh darah otak yang disebut
system sirkulus willisi (Gambar 6) dan lokasi umum terjadinya aneurisma
sakuler (Gambar 7) sebagai penyebab utama SAH spontan. Arteri yang
memvaskularisasi otak berasal dari arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Arteri ini bercabang secara berpasangan memvaskularisasi
kedua bagian otak.9

Aneurisma adalah dilatasi fokal pembuluh darah arteri. Aneurisma


sakuler umumnya ditemukan pada bagian percabangan (bifurcation) arteri
intrakranial dimana memiliki stress hemodinamik yang tinggi. Aneurisma
terbentuk pada dasar dinding arteri yang mengalami lesi sebelumnya,
yang bisa karena aneurisma kongenital, atau karena hipertensi. Lokasi
umum aneurisma sakuler adalah arteri communicating anterior (40%),
percabangan arteri serebri media pada fisura sylvia (20%), dinding lateral
arteri karotis internal (berasal dari arteri ophtalmika dan arteri
kommunikasi posterior, 30%) , dan ujung basiler (10%).5,6,10 Aneurisma
fusiform lebih banyak terjadi pada system vertebrobasiler.10

23
Gambar 6. Sistem vaskularisasi Otak (system sirkulus Willisi)7

Gambar 7. Lokasi umum aneurisma intracranial46

Patogenesis terbentuknya aneurisma dipengaruhi oleh faktor


tekanan luminal seperti aliran darah yang tinggi, shear stress, dan
turbulensi, dan dipengaruhi oleh faktor bukan luminal meliputi morfologi
dan fenomena biologi dalam dinding pembuluh darah. (Gambar 10).

24
Berdasarkan karakteristik morfologi dan histopatologinya , semua
dinding pembuluh darah terdiri dari lapisan intima, media dan adnentitia.
Lapisan intima terdiri dari endotel dan subendotel, lapisan media meliputi
sel otot polos yang dikelilingi jaringan kolagen dan elastin dan lapisan
advensisia merupakan lapisan yang sangat tipis. Lapisan elastika interna
(IEL) berada diantara lapisan intima dan media yang berfungsi sebagai
mechanical strength. 8

Pembuluh darah intakranial berbeda dengan ektrakranial, yaitu


antara tunika media dan adventitia kurang elastis, tunika media memiliki
sedikit lapisan otot, adventitia lebih tipis dan lamina elastika interna lebih
menonjol. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa pembuluh darah besar
serebri yang berada dalam ruang subaraknoid memiliki sedikit jaringan
ikat supporting yang bersiko terbentuknya aneurisma.10

Pada dinding pembuluh darah intrakranial tidak didapatkan lapisan


elastika eksterna seperti pada dinding pembuluh darah ektrakranial. Arteri
intrakranial juga memiliki rasio perbandingan dinding dengan lumen lebih
kecil dibandingkan arteri ektrakranial. Arteri intracranial di ruang
ekstradura memiliki struktur yang serupa dengan arteri besar lainnya.
Sedangkan arteri intradura berada di sekeliling cairan serebrospinal
setelah memasuki parenkim otak. Arteri meningeal berasal dari arteri
karotis interna setelah melewati sinus kavernosus. Arteri utama yang
memvaskularisasi dura adalah arteri meningel media. Arteri meningeal
anterior memvaskularisasi dura fossa anterior dan arteri meningeal
posterior memvaskularisasi dura bagian fossa posterior.9

Aneurisma sakuler disebut juga berry aneurisma, karena bentuk


morfologinya seperti berry, yaitu adanya penonjolan keluar dari dinding
arteri berkaitan dengan gangguan fokal lamina elastika interna pada
aneurysm sac, serta adanya perubahan inflamasi pada dinding
aneurisma. Sedangkan aneurisma fusiform atau dolichoectatic aneurysms

25
adalah aneurisma dengan segmen arteri yang dilatasi, memanjang dan
melengkung. Aneurisma ini biasanya berkaitan dengan perubahan
aterosklerosis pada dewasa tua dengan hipertensi. Pada beberapa
pasien, terutama usia muda, aneurisma ini biasanya akibat dari kelainan
struktural pada dinding pembuluh darah tanpa aterosklerosis. Aneurisma
fusiform dapat terjadi pada pembuluh darah serebri utama, tetapi lebih
sering pada system verterobasiler.39

Faktor resiko eksogen terbentuknya aneurisma seperti jenis


kelamin perempuan, konsumsi alcohol, merokok, polycystic kidney
diseasae, adanya perdarahan subdural sebelumnya dan adanya
pengaruh genetik seperti gangguan kromosom 18q11.2, 10q24.32,
8q11.23-q12.1 dan 9p21, tetapi resiko keluarga terhadap aneurisma
intrakranial hanya 5 % sehingga tes prediksi dalam skrining aneurisma
intracranial berdasarkan riwayat genetik tidak dapat dilakukan.8

Gambar 8. Ruptur aneurisma dengan pelepasan darah dalam ruang subarachnoid (atas).
Tipe aneurisma (bawah)15

26
Gambar 9.Pelepasan sel darah merah pada SAH meningkatkan resiko vasospasme. 45

Gambar10. Anatomi dan histologi aneurisma

Suatu studi tahun 1999 membandingkan aneurisma yang rupture


dan tidak rupture, didapatkan bahwa pada aneurisma yang tidak rupture,
endotel intak dan lapisan sel otot polos intak, migrasi beberapa makrofag
& sel inflamasi lain di dinding aneurisme. Sedangkan pada aneurisma
yang rupture, endotel rusak, beberapa makrofag & lekosit (selT&netrofil)
mendifusi sel otot polos di dinding aneurisme. 8 Pada sebagian besar
aneurisma,terutama yang rupture berbentuk ireguler dan multilobulated,
terutama aneurisma yang lebih besar atau terisi penuh dengan klot
terorganisasi yang biasanya terkalsifikasi. Bagian aneurisma yang rupture
biasanya pada bagian dome.39

Dalam memahami patofisiologi vasospasme serebri, ada empat


kompartemen pembuluh darah yang berperan, yaitu (1) ruang
subarachnoid, (2) endotel vaskuler, (3) otot polos vaskuler,dan (4) saraf

27
advensisial. Masing-masing kompartemen berperan penting dalam
mengatur tonus pembuluh darah serebri dan berperan penting terhadap
perubahan fisiologi dan struktural setelah SAH aneurisma.18

Gambar 11. Struktur mikro cerebrovaskuler. Empat kompartemen yang terlibat: (1) ruang
subarachnoid, (2) endotel vaskuler, (3) otot polos vaskuler, (4) saraf advensisial. Masing-
masing kompartemen mengalami perubahan secara fisiologi dan struktural setelah SAH
aneurisma

2.2.6.2 Neuropatofisiologi vasospasme

Patofisiologi terjadinya vasospasme serebri setelah SAH spontan


masih tidak jelas, banyak hipotesa yang ada tentang mekanisme
patofisiologi vasospasme serebri. Hipotesa yang banyak diterima bahwa
pelepasan produk darah berperan terhadap terjadinya vasospasme,
karena periode lisisnya eritrosit dan menghilangnya darah dalam cairan
serebrospinal sangat berhubungan dengan onset dan resolusi terjadinya
vasospasme. Beberapa hipotesa mengenai neuropatofisiologi terjadinya
vasospasme serebri, yaitu vasokonstriksi dependen Ca2+ dan non
dependent Ca2+, pelepasan produk-produk darah, reaksi radikal bebas,
respon inflamasi, dan apoptosis.4

Vasokonstriksi dependent Ca2+dan nondependent Ca2+

Setelah perdarahan awal, eritrosit dalam sisterna subaraknoid


perlahan mengalami hemolisis, melepasakan oksihemoglobin dan produk

28
lain akibat lisis eritrosit (bilirubin dan metamoglobin) ke sirkulasi dalam
ruang subaraknoid. Spasmogen ini meningkatkan influk kalsium ke dalam
otot polos vaskuler dan mengubah fungsi miosit yang menyebabkan
vasokontraksi. Influx Ca2+ mempengaruhi konsentrasi Ca2+ intraseluler,
kontraksi sel otot polos, resistensi arteri serebri yang berperan terhadap
terjadinya vasospasme serebri yang terjadi melalui voltage-dependent
Ca2+ channels, terbukanya channel tersebut dipengaruhi oleh membrane
potensial sel otot polos. Ekspresi voltage-dependent Ca2+ channels yang
terjadi setelah SAH, meningkatkan densitas kanal Ca+2, meningkatkan
influk Ca2+ dan vasokonstriksi. Setelah SAH, masuknya Ca2+ ke dalam sel
melalui depolarisasi membrane.3
Oxyhemoglobin menyebabkan supresi voltage-dependent K+
channel (KV) current dalam sel otot polos arteri serebri melalui mekanisme
yang melibatkan tyrosine kinase melalui endositosis kanal. Menurunnya
aktivitas konduksi calcium-activated K+Channels juga berperan terhadap
depolarisasi membrane melalui mekanisme potensial, seperti menurunnya
frekuensi Ca2+ spark dan menurunnya produksi cytochrome P450
metabolite 20-hydroxyarachidonic acid. Kombinasi peningkatan densitas
voltage-dependent Ca2+ channel dan depolarisasi membrane akan
meningkatkan influx Ca dan menyebabkan vasokonstriksi. 3
Oxyhemoglobin juga menyebabkan menurunnya Ca 2+ intraseluler dan
menekan protein syntase sehingga menyebabkan influk Ca2+ ekstraseluler
melalui voltage-independent Ca2+ channels. Hal ini menjelaskan
peningkatan Ca2+ intraseluler setelah SAH.2 kalsium juga mengaktivasi
calmodulin, yang selanjutnya mengaktivasi myosin light chain kinase
(MLCK). Hal ini menyebabkan fosforilasi myosin light chain yang
berinteraksi dengan dan berdegradasi menjadi protein filament tipis yang
menyebabkan kontraksi otot polos vaskuler dan penyempitan lumen.
Fosforilasi Myosin light chain melalui aktivasi MLCK Ca dependent
diterima sebagai jalur utama terjadinya kontraksi vaskuler.2

29
.
Gambar 12. Mekanisme Ca2+ influk terhadap vasokonstriksi pada SAH3

Pada gambar diatas menunjukkan Mekanisme potensial


peningkatan Ca+2 intrasel otot polos vaskuler dan peningkatan kontraksi
myosit arteri serebri setelah SAH. Meningkatnya influx Ca melalui Voltage
dependent Ca channel (VDCC) akibat dari kombinasi peningkatan
ekspresi VDCC (L type dan R type) dan peningkatan aktivitas VDCC
akibat depolarisasi membrane. Mekanisme yang berkonstribusi terhadap
depolarisasi membrane termasuk oxyhemoglobin menginduksi
internalisasi voltage dependent K channel dan menurunkan aktivitas
konduktan Ca activated (BK) K channel akibat penghambatan Ca spark
dan/atau peningkatan kadar sitokrom P450 metabolite 20-
hydroxyeicosatetraenoic acid.3

30
Gambar 13. Jalur signaling kontraksi vaskuler.23

Berdasarkan gambar diatas, Reseptor agonist berikatan dengan


reseptor membran dan mengaktivasi fosfolipase c (PLC) melalui interaksi
dengan protein G. Aktivasi PLC menghasilkan dua messenger intrasel
inositol-1 4,5 triphospat (IP3) dan diasilglycerol (DAG). Setelah reseptor
teraktivasi, Ca2+ intrasel [Ca2+] I meningkat cepat akibat pelepasan Ca2+
dari penyimpanan intraseluler (sarcoplasmic reticulum [SR]) masuk dari
ruang ekstraseluler. Peningkatan Ca2+ intasel berikatan dengan
calmodulin, mengaktivasi myosin light chain kinase (MLCK) dan
selanjutnya memfosforilasi myosine light chain (MLC) dan meningkatkan
aktivitas actomyosin ATP dan kontraksi. Ativasi protein kinase C (PKC)
oleh DAG menyebabkan fosfosrilasi filamin tipis yang berkaitan dengan
protein (Caldesmon/Calponin) dan disinhibisi actomyosin ATP.
Defosforilasi Caldesmon menghambat kerja actomyosin ATP. 1,2

31
Pelepasan Produk-produk darah

Teori lain yang diduga menyebabkan vasospasme adalah


pelepasan produk (spasmogen) platelet dan eritrosit pada ekstravasasi
darah. Beberapa spasmogen yang dihasilkan akibat pemecahan darah
antara lain, serotonin, histamine, prostaglandin, katekolamin, angiotensin
dan oksihemoglobin. Tetapi, spasmogen tersebut tidak menyebabkan
vasospasme berdasarkan hasil penelitian, hanya ada satu diantara
spasmogen tersebut yang berperan dalam terjadinya vasospasme serebri.
Setelah SAH eritrosit hemolisis yang berlanjut sampai sel darah merah
difagosit atau lisis.2 Pada manusia onset vasospasme pada hari ketiga
setelah SAH, dengan puncak pada hari keenam sampai hari ketujuh dan
membaik setelah hari ke 14, onset ini sesuai dengan waktu adanya
spasmogen dalam LCS di dekat arteri yang mengalami spasme.
Fagositosis dan pemecahan sel darah merah (RBC) dalam LCS terjadi 16
sampai 32 jam setelah SAH, dengan puncak pemecahan RBC sekitar hari
ketujuh yang berlanjut sampai beberapa hari.17
Pada penelitian in vitro, sel darah merah yang diinkubasi dalam
Liqour serebro spinal (LCS) dengan suhu tubuh, melepaskan hemoglobin
selama beberapa jam sampai beberapa hari.2 Penelitian in vitro lainnya
menunjukkan sel darah merah yang diikubasi melepaskan oksihemoglobin
dimulai setelh hari kedua.16 Beberapa penelitian in vivo, menunjukkan
bahwa eritrosit merupakan komponen darah yang berperan menyebabkan
vasospasme, tidak hanya pada sel darah putih, platelet atau plasma saja.
Sehingga, penelitian tersebut mendukung dugaan bahwa hemoglobin
sebagai spasmogen utama. Hemoglobin sebagai spasmogen, karena
bahan ini bersifat vaskulopati, sitotoksi terhadap sel endotel dan lapisan
otot polps pembuluh darah serta merusak jaringan saraf perivaskuler.
Pengaruh sitotoksik hemoglobin ini berhubungan sekunder akibat
gangguan vasodilatasi endotel dan saraf yang mengaturnya, dan secara
langsung berkaitan dengan myocontraction, myonecrosis, dan medial

32
fibrosis. Bahkan Hb meningkatkan asam arakhidonat, superoxide,
endotelin 1, dan IL-1, menurunkan kadar ATP ase otot polos dan beriktan
langsung dan menon aktifkan NO dan GCase.18
Pelepasan produk darah akibat pemecahan eritrosit menyebabkan
efek patologis yang utama, yaitu (1) menginduksi vasospasme kronis
arteri serebri proksimal, (2) mikrosirkulasi, dan (3) menyebabkan
spreading depolarization melalui vasospasme kronis/ penurunan energy,
meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel dan endotelin 1 dan menurunkan
NO, (4) membalik hubungan spreading depolarization dengan cerebral
blood flow, melalui efek langsung (K+, NO), dan tidak langsung melalui
vasosapasme kronis atau penurunan energy. Spreading depolarization
adalah gangguan kebutuhan energi pada homeostasis ion dan
metabolisme energi kortek otak, sebagai respon terhadap kebutuhan
tersebut maka terjadi peningkatan cerebral blood flow pada kondisi
fisiologis, Tetapi, adanya pemecahan produk eritrosit pada tikus, atau
adanya iskemi pada penumbra setelah penyumbatan arteri serebri media,
spreading depolarization merangsang severe acute microarterial spasm
dan spreading ischemia, selaian microarterial dilation dan spreading
hyperemia. Spreading ischemia adalah suatu kondisi tidak adanya
sirkulasi selama beberapa menit atau jam dan menyebabkan perluasan
iskemik pada penelitian tikus 3

33
Gambar 14. Cortical spreading depression pada Vasosapsme serebri3

Gambar 15. Delayed cerebral ischemia pada rupture aneurisma

Perdarahan subaraknoid (SAH) disebabkan rupture aneurisma


sakuler pada percabangan arteri besar di dasar otak. Delayed cerebral
ischemia disebabkan oleh kejadian komplek akibat darah subaraknoid.
Perdarahan subarknoid berhubungan dengan penurunan aliran darah otak
(CBF) dan glukosa otak, kemungkinan akibat vasospasme dan disfungsi
mikrovaskuler. Mikroemboli akibat peningkatan bekuan darah
intravaskuler dapat mencetuskan terjadinya cortical spreading depression.
cortical spreading depression dalam otak yang mengalami kerusakan

34
karena SAH berkaitan dengan vasokonstriksi paradoksikal dan hipoksia
jaringan.. Ischemic hypoxia cortical spreading depression dapat
mencetuskan kerusakan otak mengesankan adanya stress metabolic
terhadap penurunan energy otak dan memperburuk kurangnya energy
dan glukosa akibat SAH.15

Ketidakseimbangan Vasodilator dan Vasokonstriktor


Nitrit Oxide (NO) merupakan vasodilator yang poten dan
meningkatkan aktivasi lipid protein kinase C dengan pelepasan sediaan
Ca+2 intraseluler. Bahkan, radikal bebas menyebabkan perubahan
keseimbangan sirkulasi prostaglandin dimana prostaglandin E2 sebagai
vasokonstriksi. Ferrous hemoglobin memiliki pengaruh lebih tinggi pada
nitri oxide daripada oksigen, nitrit oxide dalam sirkulasi normalnya
diproduksi oleh dinding sel pembuluh darah melalui nitrit oxide syntase.
Menurunnya kadar NO menyebabkan penurunan cGMP, yang menambah
efek vasokontriksi protein endothelin 1.17 ada tiga fungsi penting
vasoregulasi NO, antara lain relaksasi otot polos, menghambat agregasi
platelet dan mencegah proliferasi sel otot polos. NO menyebabkan
vasodilatasi melalui kemampuannya menurunkan Ca intrasarkoplasmik
dengan meningkatkan kadar cGMP.3,18
Endotelin-1 (ET-1) sebagai vasokonstriktor kuat diproduksi oleh sel
endotel. Faktor lain yang menstimulasi produksi ET-1 adalah vasopressin,
angiotensi II, thrombin dan hemoglobin, dimana konsentrasinya meningkat
dalam LCS setelah SAH. Oksihemoglobin menyebabkan peningkatan
sintesis ET-1 oleh sel endotel, astrosit mensintesis ET-1 sebagai respon
terhadap iskemia, leukosit yang menginfiltrasi ruang subaraknoid setelah
SAH juga memproduksi ET-1. Bahkan ,arteri serebri menjadi lebih
sensitive terhadap ET-1, menyebabkan peningkatan tonus
serebrovaskuler walaupun tanpa ada peningkatan ET-1.3

35
Gambar 16. Signal tranduksi NO dan ET-1.3
NO dan ET-1 adalah regulator antagonis cerebral blood flow yang
diproduksi oleh sel endotel sebagai respon terhadap shear stress, tekanan
transmural, konsentrasi CO2 dan O2, kondisi iskemik dan adanya
hemoglobin (gambar 16). NO dan ET-1 mengatur tonus pembuluh darah
melalui sel otot polos. NO (vasodilator) berikatan kuat dengan heme
(1000x lebih besar daripada oksigen), menstimulasi guanyle l cyclase
menyebabkan peningkatan 3,5 cyclic guanosine monophosphate dan
depolarisasi MLCs, hiperpolarisasi sel otot polos, dan penutupan kanal
Ca+2 menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan CBF. ET-1 pada otot
polos memiliki dua jenis reseptor, ETA, paling banyak pada otot polos
yang menstimulasi konstriksi otot polos (kerja parakrin) dan ETB,paling
banyak di sel endotel, menstimulasi pelepasan NO dan relaksasi otot
polos (kerja endokrin). Stimulasi ET-1 pada ETA menyebabkan
pembentukan diacylglycerol dan inositol 1,4,5-triphosphate, yang
meningkatkan konsentrasi Ca+2 intraseluler secara langsung atau melalui
PKC, menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan CBF.3

36
Gambar 17. Peran nitric oxide pada Vasospasme serebri25

Reaksi radikal bebas


Teori lain yang mendasri pathogenesis vasospasme serebri adalah
pembentukan radikan bebas. Sumber radikal bebas setelah SAH adalah
pelepasan anion superoxide dari mitokondria karena iskemia cincin
electron dan kaskade radikal bebbas dihasilkan dari auto oksidasi
hemoglobin. Transport electron selama respirasi mitokondria normal
disertai pelepasan electron dari cincin transport dan bereaksi dengan O 2
menghasilkan superoxide. Radikal bebas ini secara normal dihambat oleh
superoxide dismutase, tetapi selama periode iskemia, seperti setelah
SAH, mitokondria menjadi sumber produksi radikal bebas yang berlebihan
yang tidak dapat dihambat oleh enzim antioksidan, sebelum
menyebabkan kerusakann pada lipid, protein dan DNA.1
Adanya oksihemoglobin dalam LCS setelah SAH menjadi penghasil
superoxide anion (O2 ) dan hydrogen peroxide (H2O2) yang mendasari
auto oksidasi metamoglobin. Ion Ferrous berasal dari OxyHb yang
kemudian menghasilkan menjadi bentukan OH- yang lebih merusak, yang

37
didapat dari ikatan dengan O2 dan H2O2 (metHb). MetHb dan oxyHb
bereaksi membentuk ferrylhemoglobin (Fe4+) merupakan agen oksidasi
kuat.
Akumulasi Ca2+ intraseluler dalam neuron melalui voltage-sensitive
dan glutamate-sensitive channels karena hemoglobin ekstraseluler dan
iskemia SAH menghasilkan radikal bebas melalui beberapa jalur pro-
oksidan : phospholipases, xanthine oxidase, dan nitric oxide synthase.
Asam arakhidonat (AA) dilepaskan melalui pemecahan fosfolipid
membrane melalui Phospholipase A2. AA dimetabolisme oleh
cyclooxygenase, lipoxygenase, dan cytochrome P450 yang menghasilkan
O2-. Beberapa studi menunjukkan bahwa sitokrom-450 adalah sumber
penting metabolisme asam arakhidonat dan ROS pada beberapa proses
penyakit, tetapi signifikansinya dalam SAH masih diteliti.3
Xanthine dehydrogenase (XDH) adalah enzim dalam endotel
serebri dan dibutuhkan dalam metabolisme purin menjadi uric acid. XDH
tidak mengahasilkan radikal bebas, tetapi menghasilkan Xantine oxidase
(XO) selama iskemia, hipoksia, dan eksitotoksik oleh protease yang
mengaktivasi Ca2+. XO kembali mengkatalisis oksidasi hipoxantin menjadi
xantin, superoxide, dan hydrogen peroxide. Penghambat XO menurunkan
kerusakan oksidasi pada model kerusakan trauma otak iskemik, dan
beberapa studi menduga adanya peningkatan aktivitas enzim ini setelah
SAH.19
Nitric oxide (NO) adalah suatu radikal bebas yang dihasilkan dari
L-arginin, NADPH, dan oksigen oleh Nitrit oxide synthase (NOS) yang
memiliki tiga bentuk: endothel NOS (eNOS), neuronal NOS (nNOS), dan
inducible NOS (iNOS). n NOS dan iNOS meningkat setelah SAH dan
kadar metabolisme NO* meningkat signifikan setelah SAH.19 Pada model
percobaan, kerusakan oksidatif akibat NO* terjadi 6 jam setelah trauma
dengan yang paling berperan iNOS.19
Kerusakan akibat radikal bebas terjadi akibat interaksi NO * dengan
superoxide (O*) membentuk peroxynitrite (ONOO) yang juga kemudian

38
membentuk hydroxyl radical (OH).NO* dan peroxinitrit adalah radikal
bebas neurotoksik. Menurut penelitian oleh Yang et al didapatkan adanya
peningkatan NO* setelah SAH, menyebabkan penurunan edema otak
secara signifikan, sehingga diduga bahwa NO* bersifat neuroprotekstif
daripada sitotoksik pada trauma otak akut setelah SAH.19
NADPH oxidase adalah suatu enzim ikatan membrane yang
terekspresi dalam neuron. NADPH oxidase berkonstribusi secara
langsung terhadap stress oksidatif dan apoptosis neuron pada hewan
coba tikus setelah SAH. Peningkatan ekspresi NOX dalam vaskularisasi
serebri berkaitan dengan vasospasme radikal bebas yang setelah SAH.
Penghambat NOX pada studi tersebut dapat mencegah kontraksi arteri
serebri dan memperbaiki aliran darah otak (CBF).3
Pada tingkat sel, radikal bebas menyebabkan kerusakan kerusakan
neuron melalui peroksidasi lipid, pemecahan protein dan kerusakan DNA
yang selanjutnya menyebabkan apoptosis sel, trauma endotel,
permeabilitas sawar darah otak (BBB). Peroksidasi lipid pada membrane
sel menyebabkan pembentukan banyak lipid peroxide yang mengubah
fluiditas dan permeabilitas membrane. Oksidasi protein mempengaruhi
fungsi enzim dan reseptor sel.20 Stess oksidatif menyebabkan apoptosis
melalui peningkatan p-53, pelepasan sitokrom c, aktivasi caspase 9 dan
casapase 3. Sel endotel rentan tehadap stress oksidatif dan stress okdatif
dapat merusak BBB pada berbagai trauma CNS, dimana radikal bebas
merusak BBB penting dalam pathogenesis SAH.20

39
Gambar 18. Peran radikal bebas terhadap vasospasme SAH3

Respon inflamasi
Teori yang diduga bereperan terhadap terjadinya vasopasme
setelah SAH adalah respon inflamasi. Respon inflamasi merupakan suatu
respon yang komplek sebagai pertahanan dalam melawan antigen benda
asing.1 Ada dua tipe respon inflamasi yang berperan pada SAH. Pertama,
fenomena inflamasi klasik yang disebabkan trauma, infeksi, atau penyakit
immune, yang kedua terdiri dari inflamasi neurogenik yang disebabkan
oleh pelepasan peptide yang berlebihan, seperti substansi P, dan
calcitonin gene-related peptide dari ujung saraf sensoris trigeminalis.2

Inflamasi neurogenik
Adanya peningkatan konsentrasi subtansi P dan CGRP di dalam
LCS yang tampak setelah SAH. Selain itu disertai pula pelepasan
histamine, 5-hydroxytryptamine, endothelin-1 (ET-1), dan bradykinin.

40
Pelepasan substansi tersebut dapat menggeser protein pembentuk BBB,
suatu sumber barier mekanik dalam sirkulasi sehingga menyebabkan
benyak substansi masuk dalam sirkulasi mengggangu permebilitas
vaskuler dan berpotensi menyebabkan rupture BBB. 2 Inflamasi
neurogenik berlangsung selama pelepasan neuropeptide dan
neuromodulator dari perivascular nerve endings. Berdasarkan studi baru-
baru ini menunjukkan stimulasi ganglion gaseri (ganglion trigeminal)
menyebabkan vasodilatasi serebri pada hewan dan manusia. Dilatasi
pembuluh darah ini dikarenakan pelpasan antidromik neuropeptid Y dan
CGRP.22
Adanya kelelahan (exhaustion) komplit terjadi bersamaan dengan
vasosapasme yang terjadi pada hari ke 2- 3, dan diduga berperan
terhadap pathogenesis vasospasme. Akhir inflamasi neurogenik
selanjutnya terjadi fenomena inflamasi klasik2, 22

Inflamasi klasik
Ekstravasasi darah setelah SAH menyebabkan reaksi kaskade dan
pelepasan berbagai vasoaktif dan faktor proinflamasi dari darah dan
komponen vaskuler ruang subarachnoid yang berperan terjadinya reaksi
inflamasi pada vaskuler serebri, termasuk: (1) hemoglobin akibat lisissnya
eritrosit, (2) aktivasi, ekspresi dan metabolisme lipoxygenases,
cyclooxygenases, dan nitric oxide synthase, (3) ET-1,(4) kerja komponen
protrombotik dan proinflamasi pada endotel, (5)aktivasi platelet, termasuk
produksi platelet-derived growth factor, (6) makrofak dan granulosit
perivaskuler dan intramural dan interaksinya dengan molekul adhesi, dan
(7) sitokin proinflamasi.2

41
Gambar 19. Diagram yang menunjukkan adesi lekosit1

Pada inflamasi akut terjadi perubahan homeostasis local, adanya


ekspresi molekul adesi yang menyebabkan ikatan lekosit pada endotel,
migrasi, aktivasi dan pelepasan bahan-bahan efektor. Adesi lekosit
merupakan tanda proses inflamasi. Adanya karakteristik perjalanan lekosit
pada dinding vaskuler dan ikatannya pada endotel sebelum terjadi
transmigrasi, yang meliputi margination, capture, rolling,and adhesion
.Margination, suatu proses dimana lekosit sangat berdekatan dengan
endotel, merupakan tahapan awal dalam proses recruitment lekosit.1
Proses margination, dipengaruhi oleh tekanan rheologi seperti
perjalanan sel darah merah lebih cepat dibandingkan lekosit, sehingga
memungkinkan lekosit melekat pada endotel. Sebelum rolling lekosit,
terjadi penambatan dan penangkapan (capture) lekosit. Capture adalah
bentuk ikatan molekul pertama antara endotel vaskuler dan lekosit yang
mengalir. Rolling didefinisikan sebagai gerakan dibawah kecepatan kritis
sel dalam kontak terus-menerus dengan dinding pembuluh darah. Rolling
memberi dua akibat: memfasilitasi kedatangan lekosit stabil (adesi kuat)
dan ditandai penurunan kecepatan lekosit sehingga meningkatkan waktu
transit dan durasi antara terpaparnya sel dengan kemoatraktan pada
permukaan endotel. Setelah rolling, lekosit mengalami signal stimulasi
khusus (biasanya kemoatraktan atau molekul kemokin berikatan dengan

42
permukaan reseptor lekosit), terjadi aktivasi lekosit, yang merupakan
prasyarat terjadinya adesi yang kuat. Adesi yang kuat membutuhkan
interaksi reseptor integrin teraktivasi dan ligan endotel komplemennya.1
Selektin adalah sekelompok tiga reseptor yang terekspresi pada
permukaan lekosit, sel endotel dan platelet dan reseptor adesi utama yang
mengatur capture dan rolling lekosit in vivo dan in vitro. Ada tiga selektin,
meliputi: Leukocte (L) selectin, platelet (P)-selectin dan endothelial (E)-
selectin. L-selectin dan P-selectin berperan dalam proses capture, P- dan
E-selectin mengatur rolling, dan e-selectin mendukung transisi menjadi
ikatan kuat. Reseptor lekosit lain, seperti integrin juga berperan dalam
ikatan lekosit, contohnya lymphocyte function-associated antigen-1 dan
macrophage antigen-1 (Mac-1 [_Mb2; CD11b/CD18]). Molekul adhesi
intraseluler, bagian dari kelompok immunoglobulin (Ig) juga berperan
penting dalam recruitment lekosit, termasuk intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) (CD54), suatu molekul seperti Ig yang
keberadaannya sedikit dalam sel endotel, tetapi akan tampak setelah
dinduksi oleh paparan sitokin inflamasi dan vascular cell adhesion
molecule-1 (VCAM-1). Mekanisme molekuler dan seluler salaing
berkooerdinasi dalam merekriut lekosit pada tempat inflamasi. Capture
dan rolling diatur terutama oleh selektin (L-,P-, dan selektin E), dengan
ikatan kuat pada integrin (Mac-1) dan molekul adhesi intraseluler (ICAM-1,
VCAM-1).1
Sitokin terdiri dari protein hormone yang diproduksi selama fase
aktivasi dan efektor dari respon imun. Beberapa sitokin ditemukan
meningkat pada eksperimental dan atau klinis vasospasme serebri setelah
SAH termasuk tumor nekrosis faktor - (TNF), IL-1, IL-1, IL-6, dan IL -
8. TNF- diproduksi fagosit mononuclear dan sel T dan mengaktivasi
neutrofil dan sel endotel (menyebabkan inflamasi dan koagulasi),
merangsang hipotalamus (menyebabkan demam) dan liver (menyebabkan
reaktan fase akut) dan merangsang proses katabolisme. IL-1 terutama
diproduksi oleh fagosit mononuclear tetapi juga oleh sel lainnya, bekerja

43
pada sel endotel ( menyebabkan inflamasi dan koagulasi), hipotalamus
(menghasilkan demam) dan liver (meningkatkan reaktan fase akut) dan
juga berperan dalam katabolisme. IL-6 dihasilkan oleh fagosit
mononuclear, sel T, dan sel endotel yang merangsang pertumbuhan sel B
matur juga berperan dalam sintesis protein fase akut oleh liver. IL-8
adalah suatu kemokin yang dihasilkan oleh fagosit mononuclear, sel T,
platelet, sel endotel dan fibroblast dan bereaksi terhadap lekosit,
meningkatkan kemotaksis, kemokinesis, adesi dan aktivasi.1

Gambar 20. Komponen inflamasi dan vasospasme serebri1

Beberapa studi klinis dan eksperimental menilai faktor-faktor yang


terlibat dalam vasospasme serebri setelah SAH. Adanya gangguan kadar
molekul adesi soluble dan sitokin dalam LCS dan plasma penderita. Pada
studi oleh Aaron dkk menunjukkan peningkatan soluble E-selectin, soluble
ICAM-1 dan soluble VCAM-1 dalam LCS penderita SAH dibandingkan
dengan kontrol. Sitokin inflamasi dan platelet activating factor (PAF)
ditemukan meningkat pada darah vena jugularis penderita SAH, terutama
IL-6 dan PAF meningkat pada hari ke 4 pertama setelah SAH, dan tetap
meningkat sampai hari ke 14, dan IL-1 sedikit meningkat anatara hari ke
5 sampai hari ke 9 setelah SAH. Fassbender et al melaporkan
peningkatan IL-1, IL-6 dan TNF pada SAH yang sangat berkaitan

44
dengan waktu dan peningkatan kecepatan aliran darah dalam arteri
serebri basal yang dinilai dengan USG Transcranial Doppler. Pada
percobaan model menunjukkan soluble ICAM-1 meningkat setelah SAH.
Pengobatan dengan antibody monoclonal melawan ICAM-1 dapat
mengor-hambat vasospasme serebri.1
Nuclear factor-B (NF-B), suatu faktor transkripsi yang mengatur
proses dan berperan dalam inflamasi. NF-B juga mengatur perubahan
molekul adesi dan sitokin dan berperan penting dalam vasospasme serea
an pentberperbri. Enzim nucleus poly (ADP-ribose) polymerase (PARP)
juga berperan penting dalam inflamasi dengan mengatur ekspresi molekul
adesi, infiltrasi neutrofil, NF-B, dan menginduksi nitric oxide syntase
(iNOS). Peran lekosit pada vasospasme serebri sudah diteliti. Lekositosis
berkaitan dengan komplikasi iskemik setelah SAH. Studi yang dilakukan
Kubota et al menunjukkan puncak keberadaan sel T dan makrofak terjadi
pada hari ke 2 setelah SAH. Studi yang dilakukan Fassbender et al
mengatakan sel mono nuclear yang teraktivasi dalam LCS pasien
melepaskan endotelin-1 (ET-1) yang paralel dengan reaktan fase akut (IL-
1, IL-6, dan TNF ).1
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Stanislaw dkk menunjukkan
pada kelompok pasien dengan peningkatan manifestasi klinis DINDs dan
vasospasme cerebri pada hari ke 8 sampai ke 15 juga didapatkan
peningkatan signifikan IL-1 pada LCS. IL-1 memberi efek pada sel
endotel dan menginduksi molekul adhesi seperti ICAM-1, yang
menstimulasi infiltrasi neutrofil pada otak dan menyebabkan iskemia. IL-1
juga mengaktivasi produksi NOS dalam makrofag, astrosit dan sel endotel
serebri. Sitokin proinflamasi menginduksi iNOS pada sel glia serebri yang
menyebabkan vasospasme kronik. Pada studi tersebut juga menjelaskan
adanya peningkatan konsentrasi IL-6 dalam LCS pada fase akut
vasospasme, tiga hari pertama setelah SAH21
Igs dan komplemen juga berperan dalam pathogenesis
vasospasme serebri. Beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan

45
kadar Igs dan komplemen dalam serum dan dinding pembuluh darah
selama vasospasme. Studi yang dilakukan oleh Tran Dinh et al
melaporkan peningkatan COX-2 pada sel endotel arteri basiler kelinci
setelah SAH. COX2 dikenal sebagai suatu respon infalamasi yang penting
dan sebagai target pengobatan.1

Mekanisme Apoptosis pada vasospasme serebri


DIND (Delayed Ischemia Neurological Deficit) karena vasospasme
jarang terjadi dalam 3 hari setelah SAH. Penyebab kematian dalm 72 jam
setelah serangan SAH banyak terjadi akibat pengaruh perdarahan awal
dan perdarahan ulang aneurisma. Trauma otak awal (EBI) meliputi seluruh
trauma otak setelah SAH, dimana EBI mulai terjadi 24 sampai 72 jam
setelah SAH.21 EBI adalah produk mekanisme patologi setelah SAH yang
diaktivasi oleh rupture aneurisma dan menggambarkan waktu perubahan
patologi dan mempengaruhi outcome setelah SAH. (Tabel 9 )43. Adanya
ektravasasi darah setelah SAH menyebabakan peningkatan tekanan
intracranial (ICP), yang kemudian menurunkan tekanan perfusi otak (CPP)
dan aliran darah otak (CBF). (Tabel 10 )43 Hal ini menyebabkan terjadinya
iskemik global yang dapat berlangsung lama dan menyababkan kematian
sel. Kematian sel yang sering terjadi setelah SAH adalah apoptosis.21

Gambar 21. Skema global iskemia pada SAH21

46
Tabel 9. Urutan waktu perubahan patologi EBI setelah SAH.43

Tabel10.Urutan waktu perubahan fisologi serebri selama 72 jam pertama setelah SAH 43

Gambar 22. Konsep terjadinya trauma otak awal (EBI) setelah SAH 21

47
Gambar 23. Mekanisme Early Brain Injury (EBI) setelah SAH43

Secara umum ada dua jalur yang mengaktivasi apoptosis: jalur


intrinsic dan ekstrinsik (Gambar 24).49 Pada jalur intrinsik meliputi
kerusakan mitokondria dan pelepasan sitokrom C, yang menyebabkan
aktivasi caspase. Sedangkan pada jalur ekstrinsik, reseptor permukaan
sel teraktivasi oleh ligand spesifik yang berikatan deangan death
receptor.49

Gambar 24. Cascade signal apoptosis setelah iskemik serebri.49


Pada jalur intrinsic (Gambar 25) setelah iskemik serebri didapatkan
adanya peningkatan kadar kalsium sitosol melalui stimulasi reseptor

48
glutamate N-methyl-D-Aspartate (NMDA) atau D,L--amino-3 hydroxy-5-
methyl-isoxazolpropionic acid (AMPA), atau aktivasi acid-sensing ion
channels (ASICs). Peningkatan kalsium intraseluler mengaktivasi calpain
dan mengatur pemecahan Bid menjadi truncated Bid (tBid). Pada
membran mitokondria tBid berinterkasi dengan protein apoptosis seperti
Bad dan Bax, yang dinetralisir oleh antiapoptosis kelompok protein B cell
leukemia/lympoma 2 (Bcl-2) Bcl-2 atau Bcl-xL. Setelah terjadi
heterodimerisasi protein proapoptosis dengan tBid, mitochondria transition
pore (MTP) terbuka, kemudian melepaskan cytochrome c (Cytc) atau
apoptosis inducing factor (AIF). Saat terlepas dalam sitosol, Cytc
berikatan dengan protein activating factor-1(Apaf-1) dan procaspase-9
menjadi bentuk apoptosome yang mengaktivasi caspase 9 dan caspase 3.
Teraktivasinya caspase-3 cleaves nDNA repair enzymes, seperti poly
(ADP-ribose)polymerase (PARP), menyebabkan kerusakan nDNA dan
apoptosis. Sebaliknya perpindahan AIF ke nukleus berperan dalam
fragmentasi DNA skala besar dan kematian sel pada jalur caspase
independent.Jalur nukleus atau neuronal apoptosis teraktivasi sebagai
respon terhadap kerusakan DNA melalui fosforilasi dan aktivasi p53.49

Gambar 25. Cascade signal intrinsic apoptosis setelah iskemik serebri 49

49
Gambar 26. Signal Cascade ekstrinsik apoptosis setelah iskemik serebri49
Pada jalur apoptosis ekstrinsik (Gambar 26) Fas ligand (FasL)
ekstraseluler berikatan dengan death receptor Fas (FasR) yang merekruit
protein Fas-associated death domain protein (FADD). FADD berikatan
dengan procasspase 8 yang membuat death-inducing signaling complex
(DISC) yang mengaktivasi caspase 8. Caspase 8 berperan dalam
pemecahan Bid menjadi truncated Bid(tBid) yang mengintegrasi jalur
kematian yang berbeda pada apoptosis mitokondria atau langsung
mengaktivasi caspase 3. Pada membran mitokondria, tBid berinterakasi
dengan Bax yang dinetralisir oleh antiapoptosis kelompok protein B cell
leukemia/lympoma 2 (Bcl-2) Bcl-2 atau Bcl-xL. Dimerisasi tBid dan Bax
menyebabkan terbukanya mitochondria transition pore (MTP)
yangselanjutnya melepas sitokrom c (cytc) yang berperan dalam kematian
sel caspase 3 dependent.49
Pada proses apoptosis diketahui peran caspase dependent
cascade menyebabkan iskemia, sedangkan caspase independent
cascade lebih berkaitan dengan neurotoksin yang menyebabkan
apoptosis. Jalur apoptosis yang berperan pada SAH, termasuk jalur
kematian reseptor, p53, jalur caspase dependent dan independent dan
jalur mitokondria. Kematian sel apoptosis dapat terjadi pada baik pada
kortek, subkortek atau neuron hipokampus, dan endotel setelah SAH. Ada
beberapa mekanisme yang terlibat termasuk iskemia global yang terjadi

50
karena peningkatan tekanan intracranial (ICP), gangguan mikrosirkulasi,
toksik darah subaraknoid. Jalur signal intraseluler yang mengatur
apoptosis masih diteliti. Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) adalah
bagian kelompok endopeptidase yang beran mengatur apoptosis.
Mitogen-activated protein kinases termasuk signal extracellular -regulated
kinase, Jun N-terminal kinase (JNK), dan p38 dilaporkan apoptosis pada
otak dan arteri cerebri setelah SAH. JNK tidak hanya menginduksi protein
proapoptosis seperti c-jun, p53, bim dan bax, tetapi juga menghambat
protein anti apoptosis seperti bcl-2 dan bcl- xl.21,23
Adanya dugaan reseptor kematian dalam membran sel yang
bertanggung jawab terhadap kaskade apoptosis setelah SAH, termasuk
TNFR1 dan DR-53 yang bertanggungjawab terhadap signal translasi
melalui membrane sel dan mengaktivasi family TNFR. TNF dan Fas
meningkat setelah SAH, yang mampu mengaktivasi kaskade aktivasi
melalui beberapa mekanisme. Salah satu mekanisme yang penting adalah
reseptor kematian mestabilkan p53 dalam sitosol melalui fosforilasi. P53
diduga bekerja pada jalur caspase dependent dan mitokondria pada SAH
yang menginduksi apoptosis. P53 menginduksi jalur apoptosis mitokondria
melalui famili protein bcl-2, yang terbagi sebagai protein pro apoptosis dan
anti apoptosis, sehingga bcl-2 merangsang pelepasan sitokrom c dari
mitokondria tergantung pada signal dominan, yaitu dominasi pro atau anti
apoptosis. P 53 juga bekerja pada kaskade kaspase independen melalui
prokaspase 8, yang terpecah menjadi kaspase 8, kemudian kembali
terbecah menjadi Bid membentuk truncated bid (t-Bid) yang melepas
sitokrom C dari mitokondria, selanjutnya diatur oleh bcl-2 dan bclxL.
Kombinasi sitokrom C dan apaf membentuk apoptosom yang merekruit
dan terpecah menjadi prokaspase 9.
Apoptosis pada vasospasme serebri selain melibatkan jalur
apoptosis intrinsic dan ekstrinsik, juga melibatkan jalur signaling Rho
kinase (Gambar 27). Subfamili Rho termasuk isoform RhoA, RhoB dan
Rho C, dimana RhoA terutama berada pada neuron. Rho kinase adalah

51
salah satu jenis serine/threonine protein kinase yang diaktivasi oleh RhoA.
Sejumlah studi mengkonfirmasi bahwa jalur signaling Rho Kinase
berperan pada vasospasme serebri setelah perdarahan subarachnoid,
apoptosis sel neuron, inflamasi, regulasi aliran darah serebri, regulasi
fungsi mikrovaskuler otak dan pertumbuhan akson saraf. 50 RhoA/Rho
kinase berperan dalam up regulasi ekspresi dan aktivasi Bax. Bax berada
dan melekat pada mitokondria yang selanjutnya melepas mediator
opoptosis caspase 9 dan aktivasi caspase 3.51

Gambar 27. Model jalur RhoA menginduksi apoptosis51


Proses apoptosis tidak hanya terjadi dalam parenkim otak, tetapi
juga pada vaskularisasi serebri, sehingga pencegahan terhadap apoptosis
pada sel endotel pembuluh darah menurunkan derajat terjadinya
vasospasme serebri.20

2.2.7 Diagnosis vasospasme

Diagnosis vasospasme berdasarkan diagnosis klinis dan diagnosis


penunjang termasuk laboratoium dan imaging.

2.2.7.1 Karakteristik klinis vasospasme serebri (CVS)


Vasospasme simptomatik adalah gejala klinis yang terjadi antara
hari kelima dan keduabelas setelah SAH, ditandai adanya perburukan

52
nyeri kepala, neck stiffness, adanya konfusi atau penurunan derajat
kesadaran yang mendadak, atau defisit neurologis tanpa penyebab klinis
atau radiologis yang lain. Perburukan neurologis adalah peningkatan dua
poin atau lebih pada skor motoris berdasarkan National Institutes of Health
Stroke Scale (NIHSS) selama 8 jam atau lebih, atau penurunan 2 poin
atau lebih pada Glasgow oma Scale modifikasi.25
Gejala klinis vasospasme biasanya terjadi bertahap, dapat
progresif atau fluktuatif, dengan gejala sebagai berikut:10
1. Gejala non localizing
Hipertensi baru atau hipertensi yang meningkat
Perubahan derajat kesadaran (letargi)
Disorientasi
Meningismus
2. Tanda neurologis fokal dapat terjadi parese nervus kranialis dan
deficit motoris fokal. Selain itu, keluhan dapat merupakan suatu
kelompok sindrom (insiden vasospasme lebih tinggi pada distribusi
ACA daripada MCA)
Sindrom arteri serebri anterior (ACA) : gejala dominasi lobus
frontal (abulia, reflek grasp/sucking, inkontinensia urin,
drowsiness, slowness, delayed responses, confusion, dan
whispering). Infark pada distribusi arteri serebri anterior bilateral
biasanya terjadi karena rupture aneurisma
Sindrom arteri serebri media (MCA) : hemiparese, monoparese,
afasia (atau apractognosia pada lesi hemisfer non dominan
ketidakmampuan menggunakan objek atau melakukan aktivitas
motoris, karena lesi lobus occipital bawah atau lobus parietal,
jenis apraxia idiomotor dan apraxia sensoris).

53
2.2.7.2 Diagnosis Penunjang
Diagnosis vasospasme hanya berdasarkan klinis adanya
perubahan neurologis dapat menyulitkan karena seringkali gejala klinis
tidak tampak dan pemeriksaan dapat dipersulit dengan pengaruh terapi
sedative yang diberikan. Oleh karena itu, diagnosis penunjang sangat
diperlukan dalam deteksi vasospasme serebri. Adapun diagnosis
penunjang yang dapat membantu dalam mendeteksi adanya vasopasme
serebri, antara lain:

Computed Tomography Scan (CT scan) kepala


CT scan kepala dapat segera mengetahui adanya perdarahan dan
ketebalan perdarahan SAH. CT mudah tersedia, cepat, relative tidak
mahal, sesuai dengan semua system life support, sedikit kontraindikasi
MRI dan jarang terlewat pada kelainan pembedahan akut.25 Sensitivitas
CT scan kepala terhadap perdarahan akut tergantung ukuran SAH dan
waktu kejadiannya (Tabel 11).26 Pada 1 minggu setelah SAH, CT kepala
masih dapat mendeteksi sekitar 50%. Tetapi bila setelah 1 minggu SAH
masih tampak, perdarahn ulang perlu dipertimbangkan. Hasil CT kepala
yang negative tidak mengeksklusi kemungkinan adanya SAH. Tidak
tampak hubungan antara volume darah pada intracranial dengan ruang
subaraknoid intraspinal.25 Indikator yang paling sensitive adanya volume
SAH yang sedikit bias tampak adanya pengisian pada sisterna
interpedunkular.25

Tabel11. Sensitivitas Computed Tomography pada perdarahan subarachnoid 26


Waktu CT setelah SAH CT positif (%)
2 hari 96
5 hari 85
1minggu 50
2 minggu 30
3 minggu Hampir nil

54
CT scan kepala dapat memprediksi terjadinya vasospasme serebri
berdasarkan skala Fisher atau skala Fisher modifikasi (Tabel 5).
Skala fisher modifikasi berhubungan lebih kuat dengan terjadinya
vasospasme simptomatik dibandingkan skala fisher aslinya. Resiko
progresifitas perkembangan vasospasme meningkat setiap stadium pada
skala fisher modifikasi. Sebaliknya, menggunakan skala fisher asli, resiko
perkembangan vasospasme paling tinggi pada stadium 3 dan menurun
pada stadium 4.24
Tes diagnosis lainnya yang biasanya dibutuhkan dalam mendeteksi
vasospasme selain CT scan kepala adalah TCD, CT angiografi
(CTA),Digital substraction angiography (DSA), Magnetic resonance
angiography (MRA), dan kadang diperlukan cateter angiography.

Transcranial Doppler (TCD) sonografi


Transcranial Doppler sonografi dilakukan untuk menilai perubahan
hemodinamik serebri. TCD dapat mendeteksi peningkatan velocity pada
segmen proksimal karotis interna, serebri media, serebri anterior, serebri
posterior, arteri vertebralis dan basilaris, yang diduga disebabkan
penurunan lumen pembuluh darah.2 TCD merupakan tes diagnostic
vasospasme yang non invasive yang dapat membantu konfirmasi
diagnosis klinis vasospasme. TCD biasanya digunakan untuk menentukan
pasien yang selanjutnya perlu dievaluasi dengan DSA. 43 TCD mendeteksi
peningkatan mean CBF velocities, terutama pada arteri serebri media dan
interna.28 Peningkatan velositi TCD pada pembuluh darah serebri basal
terjadi pada hampir semua pasien setelah SAH, dan peningkatan cepat
sampai level tinggi sering berkaitan dengan vasospasme dan delayed
ischemia. Flow velocities (FVs) lebih dari 120cm/s berkaitan dengan
vasospasme angiografi ringan sampai sedang dan flow velocities lebih
dari dari 200cm/s berkaitan dengan vasospasme berat. Pada beberapa
pasien yang menunjukkan vasospasme asimtomatik, tetapi velocities >
200cm/s, dipertimbangkan false positif adanya vasospasme simptomatik.

55
Peningkatan velositi dapat menunjukkan kompensasi pengingkatan aliran
darah dan bukan menunjukkan penyempitan aliran yang kritis. Pada
kondisi vasospasme proksimal dan distal, tidak tampak ada peningkatan
kompensasi velositi, sehingga dipertimbangkan sebagai false negative.28
Sensitivitas TCD hampir menyerupai angiografi dalam mendeteksi
vasospasme simptomatik, insonasi window yang tidak adekuat
menyebabkan angka false negative yang tinggi dan gagal menilai
perubahan autoregulasi selama manipulasi hemodinamik sehingga
membatasi manfaat TCD.28 Okada et al membandingkan velositi TCD
dengan gejala angiografi dan waktu sirkulasi serebri, TCD menunjukkan
sensitivitas 84% dan spesifitas 89% mendeteksi vasospasme ACM
dibandingkan angiografi. Spesifitas TCD 67% bila dibandingkan DSA.
Walupun TCD dapat mendeteksi tanda vasospasme, TCD sonografi
sendiri tidak begitu akurat karena teknik ini sangat dipengaruhi oleh
kemampuan operator dan hasilnya dapat menyesatkan karena false
negative berkaitan dengan lokasi vasospasme perifer.2 keterbatasan TCD
juga dapat memberi gambaran false positif pada pasien yang mendapat
terapi peningkatan tekanan darah.43

CT angiography (CTA)
CT Angiography biasnya digunakan pada kondisi stroke akut untuk
menilai dengan akurat patensi pembuluh darah dan memfasilitasi seleksi
awal pasien yang dilakukan penanganan stroke yang agresif. CTA juga
digunakan untuk skrining aneurisma intracranial dan menseleksi kasus-
kasus yang akan dilakukan terapi pembedahan aneurisma tanpa DSA.
CTA adalah noninvasive dan dapat dilakukan segera setelah CT
konvensional, manfaat utamanya pada kondisi emergensi yang
membutuhkan keputusan tindakan segera. CTA memiliki sensitivitas 64%
dan spesifisitas 96% dalam menilai lokasi dan beratnya vasospasme
setelah SAH.43

56
Perfusion CT (PCT)
Tehnik PCT menilai hemodinamik perfusi otak, noninvasive, dapat
diulang,dan dapat dilakukan bersama CT/CTA yang dilakukan secara
klasik pada pasien SAH yang diduga vasospasme. PCT menggunakan
perlengkapan CT dengan hanya membutuhkan postprocessing sofrware
yang dapat menggambarkan perfusi otak dalam pengambilan data 5
menit. PCT berperan dalam manejemen awal pasien dewasa dengan
stroke dan gangguan serebrovaskuler lainnya, karena mampu menilai
area infark serebri yang relative dan penumbra iskemia yang terkait.
Pengalaman penggunaan PCT pada vasospasme setelah SAH masih
terbatas.43

Digital substraction angiography (DSA)


Digital substraction angiography (DSA) adalah teknik pemeriksaan
gold standart untuk menialai vasospasme setelah SAH, teknik ini invasive,
membutuhkan anestesi general dan dengan sedikit resiko procedural
berkaitan dengan stroke. DSA jelas dalam mendiagnosis vasospasme
anatomi, tetapi kemampuannya terbatas dalam menilai aliran darah
serebri (CBF) atau resiko iskemi serebri yang menyebabkan stroke. 43

Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT)


Pemeriksaan SPECT otak dapat menilai CBF regional, seperti
perfusi serebri sampai tingkat seluler. Skaning SPECT terutama
bermanfaat pada pasien dengan stadium rendah yang tidak dapat
dievalusi perubahan klinisnya. SPECT dapat normal dan pasien
asimtopmatik seperti pada TCD adanya velositi yang meningkata karena
adanya system autoregulasi dan kolateral pembuluh darah yang masih
baik. Gambaran SPECT dapat dilakukakan dalam 24 jam. Studi yang
dilakukan naderi et al menilai SPECT dalam diagnosis awal dan monitor
vasospasme dibandingkan dengan pemerikasaan lainnya, seperti CT,
digital subtraction angiography (DSA), dan somatosensory evoked

57
potentials (SEP), didapatkan hasil bahwa sensitivitas SEP menilai
vasospasme lebih rendah dibandingkan SPECT dan DSA. CT dan SEP
kurang bermanfaat dalam mendeteksi awal vasospasme, tetapi
bermanfaat pada kondisi klinis stadium berat.

Gambar 28. Pasien hari ke 8 setelah


coiling rupture aneurisma Acom. NCT
menunjukkan SAH residual dan dugaan
hilangnya kontras gray-white matter pd
girus frontal superior (panah putih).
Pada PCT, perfusi otak abnormal pd
cab.ACA anterior dan inf. (ujung
panah). CTA menunjukkan dugaan
vasospasme sedang pd segmen A2 dan
A3 ACA (panah), dikonfirmasi dg gold
standart DSA.

58
2.2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding adanya perubahan neurologis lambat yang
mengarah adanya vasospasme setelah SAH, antara lain sebagai
berikut:28
Tabel.12 Diagnosis banding vasospasme
Kategori Penyebab
Metabolik/ sistemik
Elektrolit Hiponatremia/Hipernatremia
Gas darah Hipoxia, hiperkarbia
Sirkulasi Hipotensi, hipovolemia, hemodilusi, low
cardiac output, aritmia
Infeksi Pneumonia, infeksi sistemik lainnya
Iatrogenik Reaksi obat, gangguan ginjal
Lainnya Demam
Neurologis Re bleeding aneurisma, EDH, SDH, IVH,
hidrosefalus, komplikasi perdarahan post
operasi. Edema atau infark, meningitis,
ventrikulitis, seizure, post ictal state

2.2.9 Penatalaksanaan Vasospasme serebri

Berdasarkan mekanisme neurobiopatofisiologi terjadinya


vasospasme serebri pada stroke SAH, dapat dilakukan terapi dalam
mencegah dan mengatasi vasospasme serebri sesuai dengan
patogenesis yang mendasari. Berdasarkan penelitian baru-baru ini ada
beberapa terapi vasospasme serebri seperti calcium channel blocker,
Triple H (Hipertensi, Hipervolemi, Hemodilusi), statin, magnesium sulfat,
Endothelin 1 antagonist, Fasudil, antiplatele, eritropoetin. (Tabel 13)

59
Tabel 13. Penatalaksanaan vasospasme serebri18

a. Terapi Calcium antagonist


Bukti klinis menduga bahwa calcium channel blocker menghambat
kontraksi sel otot polos vaskuler dan dapat menurunkan insiden delayed
ischemia deficit. Sehingga pemberian nimodipin oral atau intravena
direkomendasikan sebagai pengobatan mencegah vasospasme.
Nimodipin adalah suatu penghambat spesifik L-type voltage gated calcium
channels. Kontraksi sel otot polos arteri serebri tergantung masuknya ion
kalsium kedalam sel. Nimodipin melewati blood brain barier dan
menghambat influk kalsium ekstraseluler, yang penting untuk kontraksi
arteri serebri besar dan nimodipin selektif meningkatkan aliran darah
serebri (CBF) dan menghambat vasospasme serebri tanpa mengubah
metabolisme oksidasi serebri. Obat ini juga diduga memiliki efek
neuroprotektif melalui pencegahan calcium overload pada neuron iskemik.
Nimodipin oral dan intravena sudah digunakan secara luas dalam
mengatasi vasospasme serebri. Bila nimodipin diberikan secara intravena,
dapat terjadi beberapa komplikasi seperti hipotensi atau aritmia. Boker et
al melaporkan penggunaan infuse nimodipin selektif intraarteri pada tiga
pasien dengan vasospasme setelah SAH menunjukkan nimodipin
intraarteri efektif secara angiografi. Grotenhuis et al mengobati enam

60
pasien dengan nimodipin intraarteri (0,068-1 mg) menunjukkan
pengobatan tidak efektif bila diberikan setelah onset vasospasme.
Penelitian eksperimental lain menunjukkan efektifitas terapi nimodipin
selektif intraarteri pada model kelinci dengan SAH pada dosis 0,05
mg/kg.31 Pemberian nimodipine intravena lebih berkaitan dengan efek
samping hipotensi.34
Connolly et al pada Guideline majemen aneurisma subaraknoid
hemmorage AHA 2012 menunjukkan bahwa direkomendasikan pemberian
nimodipin oral dosis 60mg setiap 4 jam selama 21 hari dimulai saat
dirawat di ruang intensif pada semua pasien dengan aneurisma SAH
(Class I; Level of Evidence A). Obat ini menunjukkan perbaikkan outcome
neurologis bukan vasospasme serebri, manfaat pemberian calcium
antagonist secara oral atau intravena masih tidak jelas.32,34
Pemberian Nimodipine profilaksis efektif menurunkan resiko
iskemia sekunder dan outcome buruk.33 Tidak ada studi yang dapat
menunjukkan efek pemberian nimodipine terhadap penurunan
vasospasme angiografi. Manfaat nimodipine lebih menampakkan efek
neuroprotekstif daripada efek vasodilatasi. Penggunaan calcium channel
antagonists lainnya seperti nicardipine menurunkan vasospasme
simptomatik tetapi tidak memberi efek terhadap DCI (delayed cerebral
ischemia) dan outcome. Selama prosedur endovaskuler penggunaan
infuse intra arteri nicardipine, nimodipine dan diltiazem menunjukkan
penurunan vasopasme dengan efek menguntungkan terhadap terjadinya
DCI. Tetapi, studi kontrol randomisasi masih diperlukan. (ClassIIb, Level of
evidence B).34

b. Terapi triple H (Hipertensi, Hipervolemia dan Hemodilusi)


Etiologi vasospasme komplek dan masih tidak jelas, beberapa
faktor yang dapat terlibat terjadinya vasospasme meliputi disfungsi
endothel, hilangnya autoregulasi dan komponen hipovolemi yang
menyebabkan menurunnya CBF sehingga penting mempertahankan

61
perfusi serebri dengan strategi manajemen hemodinamik, yang meliputi
hipertensi sistemik, hemodilusi isovolemik dan hemodilusi hipervolemik
yang disebut dengan Triple H therapy.33
Hipertensi

Strategi terapi Hipertensi dilakukan dengan asumsi peningkatan


tekanan arteri rata-rata (MAP) akan meningkatkan aliran darah serebri,
terutama area penumbra yang rentan terjadi iskemia akibat
vasospasme.34 Tekanan darah sistolik dinaikkan sekitar 150-175mmHg
bila aneurisma dijamin aman. Sebelum penatalaksanaan aneurisma,
tekanan darah sistolik dipertahankan dibawah 150 mmHg. 33 Tetapi saat
ini belum ada guideline bukti klinis mengenai target tekanan darah pada
vasospasme. 34,35 Strategi meningkatkan tekanan darah sistemik
dilakukan dengan menggunakan obat-obatan vasoaktif seperti
katekolamin, adrenalin, noradrenaline dan dopamin yang paling banyak
menginduksi hipertensi. Di Australia, obat noradrenalin digunakan sebgai
obat pilihan, walaupun masih kurangnya bukti yang mendukung terapi
tersebut. Katekolamin tidak menembus blood brain barier dan hipertensi
yang diinduksi katekolamin diduga akibat efek langsung minimal pada
sirkulasi serebri. Pada kondisi permebilitas blood brain berubah,
katekolamin eksogen menyebabkan vasodilatasi serebri. Noradrenaline
dapat dijadikan terapi pilihan karena efek metabolic yang lebih rendah.
Sedangkan dopamine menyebabkan cerebral hyperaemia dan efek
samping neuroendokrin dan regulasi imun sehingga penggunaanny
menurun, walaupun dopamine sebagai pilihan terapi utama hipertensi di
Amerika utara dan Eropa.35

Hipervolemia

Terapi hipervolemi bertujuan meningkatkan aliran darah serebri


(CBF) regional seluruh otak, terutama pada area yang mengalami
gangguan autoregulasi myogenik. Pemberian cairan yang berlebihan

62
berkaitan dengan meningkatnya insiden efek samping medis terutama
edema pulmonum dan iskemik kardia. Pada pasien dengan ginjal intak
dan fungsi jantung yang baik sering tidak mmemungkinkan mencapai
kondisi hipervolemi. Pemberian volume besar cairan koloid atau kristaloid
menyebabkan kondisi poliuri, sering disertai komplikasi gangguan elektrolit
seperti hipokalemi dan hipomagnesemia dan aritmogenik. Poliuria yang
diinduksi oleh Hipervolemi pada pasien SAH disebut cerebral salt
wasting35

Hemodilusi

Menurunnya viskositas darah akan mengubah rheologi darah dan


secara teori memperbaiki aliran daerah iskemik. Penurunan viskositas
akan memperbaiki aliran darah regional secara signifikan. Terapi
hemodilusi yang benar adalah dianjurkan tidak telalu lama sebagai
tujuan terapi triple H, karena ditakutkan menginduksi anemia dan
menurunkan kemampuan kapasitas oksigen ke otak. Sebgai bukti,
hematokrit kurang dari 30% diterapi dengan transfusi sel darah merah,
sedangkan hematokrit antara 40% dan 45% umumnya diterapi dengan
ekspansi volume dan demodilusi iatrogenic di ruang ICU. Pemberian
kristaloid dan colloid biasanya digunakan untuk resusitasi volume. 36
Masih sedikitnya bukti mengenai target hematokrit yang dibutuhkan untuk
memperbaiki aliran darah pada pasien vasospasme akibat SAH, begitu
juga dengan metode pengukuran hemodilusi. Penggunaan triple H belum
ada rekomendasi berdasarkan bukti klinis, sehingga penggunaannya
berdasarkan dasar individu dengan mempertimbangkan kondisi saraf
yang mendasari, kondisi kardiopulmonum, monitor saraf dan sistemik
yang adekuat dan tersedianya ahli neuroradiologi, bedah saraf dan
pelayanan neurocrical care.36

63
c. Terapi Statin
Statin atau penghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A
(HMGCoA) reductase, berperan mencegah perkembangan vasospasme
serebri. Selain mengahambat sintesis kolesterol, statin juga
dipertimbangkan berperan memperbaiki fungsi endotel, menghambat Rho
kinase, endothelin 1, inflamasi, NADPH oxidase, dan jalur Caveolin-1
pada sel endotel dan otot polos vaskuler.
Berdasarkan penelitian pada hewan coba oleh MCGirt et al
menunjukkan terapi pencegahan dengan simvastatin meningkatkan
diameter arteri serebri media dan menurunkan deficit neurologis dengan
meningkatkan protein eNOS. Simvastatin berpotensi sebagai obat
pencegahan vasospasme setelah SAH. Gao Cheng et al melaporkan
bahwa atorvastatin dapat menghambat apoptosis yang ditandai
penurunan TUNEL positive cell baik pada arteri basiler dan kortek,
menurunkan caspase 3 dan caspase 8 yang meningkat setelah SAH baik
pada tingkat mRNA dan protein. Efek neuroprotektif atorvastatin setelah
SAH berkaitan dengan hambatan jalur caspase dependent pro
apoptosis.29 Suatu studi multisenter fase III pada 1600 pasien SAH:
STASH (Simvastatin in Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage)
menunjukkan manfaat terapi statin pada pasien SAH aneurisma.Penelitian
ini menilai efek pemberian simvastatin dengan dosis 40 mg selama 21 hari
33,34

d. Terapi Magnesium sulfat

Magnesium menunjukkan efek vasodilatasi dengan menghambat


voltage-gated calcium channels. Hipomagnesia terjadi pada 38% pasien
SAH dan dapat menjadi predictor DCI. Berdasarkan model eksperimenta
pada hewan, efek neuroproteksi magnesium dapat memperbaiki
vasospasme dan menurunkan terjadinya iskemia serebri pada manusia.

64
Walaupun studi klinis menunjukkan magnesium aman, tetapi
efektivitasnya belum jelas.34
e. Terapi endothelin-1 antagonist

Endothelin merupakan vasokonstriktor. Reseptornya berada dalam


pada sel otot polos (reseptor ETA dan ETB2) dan endothelium (reseptor
ETB1). Isoform 1 (ET1) memperlihatkan efek yang lebih signifikan pada
arteri serebri dan meningkatkan kadar ET-1 dalam plasma dan CSF
setelah SAH. Penghambat reseptor ET-1 sudah berkembang dan telah
diteliti pada hewan. Suatu antagonis ET 1 selektif (clazosentan) tampak
menurunkan frekuensi dan beratnya vasospasme pada studi pendahuluan
fase IIa (CONSCIOUS-1). Terapi diberikan dalam 56 jam pertama dan
dilajutkan selam 14 hari. Terapi aneurisma dilakukan sebelum atau dalam
12 jam setelah pemberian clazosentan. Clazosentan berkaitan dengan
efek samping terjadinya hipotensi, anemia, dan infeksi paru. 34

f. Fasudil

Fasudil adalah suatu penghambat rho kinase, suatu enzim yang


melibatkan kontaksi sel otot polos. Penghambat jalur rho kinase
menyebabkan relaksasi seluler. Fasudil dapat menurunkan insiden
vasospasme, tanpa ada efek terhadap outcome. Tetapi, pemberian
kombinasi dengan drainase klot intrasisterna dan injeksi urokinase
intrasisterna tampak menurunkan insiden vasospasme dan memperbaiki
outcome.34

g. Terapi antiplatelet

Pembentukan mikrotrombus dan sekresi tromboksan A2, agregasi


platelet berperanpada DCI. Pada tujuh percobaan randomisasi dan kontrol
pada 1385 pasien yang dinilai efek obat antiplatelet (asam asetilsalisilat
atau tiklopidin) menunjukkan tidak ada manfaat pada DCI atau terhadap
outcome pasien.34

65
h. Terapi Albumin

Aktivitas neuroprotekstif albumin diduga bermanfaat pada trauma otak


seperti trauma kepala, iskemi serebri dan SAH. Data pada manusia,
menunjukkan efek proteksi albumin berperan pada stroke iskemia.
Albumin berperan pada mediator perantara terjadinya disfungsi endotel
seperti pada radikal bebas.34

i. Donor nitric oxide

Perubahan produksi NO penting terhadap mekanisme penyebab


vasospasme. Penurunan sintesis NO selama SAH berperan terhadap
defisiensi relaksasi pembuluh darah dan menurun dalam CSF. Pemberian
donor NO dapat dilakukan intravena, intraarterial dan intratekal. Tetapi,
donor NO memiliki tempat terbatas terhadap terapi DCI, diperlukan
penelitian lanjutan.34

j. Erythropoietin

Erythropoietin (EPO) adalah suatu asam amino sialoglycoprotein


disekresi oleh ginjal dan berperan dalam hematopoiesis. EPO
meningkatkan neuronal survival dibawah kondisi stress seperti
eksitotoksik dan iskemia. Mekanisme peranan EPO antara lain sebagai
anti inflamasi dan peran anti apoptosis dan modulasi produksi NO. EPO
dipertimbangkan bermanfaat pada fase akut SAH dan efek proteksinya
pada fase iskemia.33

66
Gambar 28. Skema terapi EBI setelah SAH43

2.2.10. Prognosis Vasospasme serebri

Vasospasme adalah salah satu faktor resiko independen outcome


buruk pasien dengan aSAH. Pada studi kooperatif saat pembedahan
aneurisma yang melibatkan 3521 pasien, 26% meninggal atau cacat,
dimana vasospasme dipertimbangkan sebagai penyebab kematian 28%
dan kecacatan 39%. Pada seluruh studi populasi insiden kematian dan
kecacatan akibat vasospasme 7% dan 6%.analisa multivariate faktor
prediksi outcome buruk mengidentifikasi adanya pengaruh tingkat
kesadaran saat datang, usia lebih tua, tekanan darah yang tinggi saat
datang, SAH banyak pada CT scan saat datang, kondis medis yang
menyertai, aneurisma sirkulasi posterior,vasospasme dan adanya
perdarahan intraserebral atau intraventrikel. Menurut Dorsch dan king
menyebutkan bahwa vasospasme signifikan meningkatkan angka
kematian dari 17% sampai 31 % dan menurunkan frekuensi outcome baik
dari 70% menjadi 40 %.

67
Pada studi tirilazad dengan 3578 pasien, semua mendapat
nimodipin, 62% mendapat profilaksis dan 23% mendapat terapi
hemodinamik, menunjukkan derajat keseluruhan lebih baik dibandingakn
studi yang tidakmendapatkan nimodipine. Kematian yang terjadi akibat
vasospasme16 % atau hanya 2,5% dari keseluruhan populasi.
Vasospasme simptomatik terjadi sepertiga pasien dan dipertimbangkan
sebagai penyebab kematian separuh dari kasus tersebut. Hal ini
menunjukkan sekitar 67% pasien berkembang menjadi vasospasme
ringan setelah aSAH, 33% berkembang menjadi delayed ischemia dan
separuh darinya mengalami kematian atau mecacatan permanen akibat
vasospasme.28

68
BAB 3

KESIMPULAN

Vasospasme serebri merupakan salah satu komplikasi stroke SAH


yang sering kali menyebabkan kematian dan kecacatan yang berkisar
20%antara 30%.2 Namun, masih sedikitnya penelitian yang menjelaskan
mengenai mekanisme neuropatofisiologi vasospasme serebri sehingga
sampai saat ini penanganan vasospasme serebri belum optimal.

Beberapa hipotesa yang mendasari mekanisme neuropatofisiologi


vasospasme serebri antara lain: vasokonstriksi dependen Ca2+ dan non
dependen Ca2+,pelepasan produk-produk darah, reaksi radikal bebas,
respon inflamasi dan apoptosis4.

Berdasarkan mekanisme neuropatofisiologi tersebeut telah mulai


diperkenalkan beberapa terapi vasospasme meliputi: terapi triple H,
Nimodipin, Magnesium sulfat, Fasudil hydrochloride, Trilizad mesylate,
Erytropoetin18. Dengan diperkenalkan pengobatan baru tersebut
diharapkan mampu menurunkan angka mortalitas dan morbiditas stroke
SAH akibat vasospasme serebri

69
REFERAT AKHIR

TINJAUAN NEUROBIOPATOFISIOLOGI
VASOSPASME SEREBRI DAN
PENATALAKSANAANNYA PADA STROKE
PERDARAHAN SUBARAKHNOID SPONTAN

OLEH:

Dr.SHINTA KUSUMAWATI

PEMBIMBING:

Dr.HARI PURNOMO, SpS(K)

SMF/LABORATORIUM NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM.DR.SAIFUL ANWAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2013

70
71

Anda mungkin juga menyukai