PENDAHULUAN
1
kurang dimengerti,yang ditandai adanya deficit neurologis yang terjadi
minimal hari ke-3 dan pada pemeriksaan radiologis didapatkan
penyenpitan pembuluh darah serebri besar (radiological vasospasm).39
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
3
serebri media (20%). Resiko rupture pada aneurisma intracranial yang
asimtomatik terjadi 0,7% per tahun, resiko rupture pada rupture aneurisma
sebelumnya setelah 6 bulan kejadian 2% sampai 4%.
Faktor resiko SAH dibagi menjadi faktor resiko modifiable dan non
modifiable. Faktor resiko modifible antara lain: merokok,hipertensi,
penggunaan alkohol, kokain yang berlebihan, pemakaian obat-obatan
nikotetin dan kafein, dan pengunaan obat NSAID, tetapi masih belum
dipastikan. Beberapa faktor yang masih kontroversi dengan keyakinan
tradisional adalah pemakaian kontrasepsi oral, hiperkolesterolemia dan
latihan (exercise) kemungkinan tidak berkaitan dengan peningkatan resiko
SAH.40 sedangkan faktor resiko nonmodifible SAH antara lain adanya
riwayat SAH sebelumnya (dengan atau tanpa suatu aneurisma yang
belum diterapi berulang), riwayat keluarga SAH pada generasi pertama,
gender wanita, tingkat pendidikan yang rendah dan faktor genetik
termasuk adult dominant polycystic kidney disease (ADPKD), Ehlers-
Dahlos disease (type IV), defesiensi alpha1-antitypsin, sicle cell diasease,
pseudoxantoma elasticum, hereditary hemorrhagic telangiectasia,
neurofibromatosis type I, tuberous sclerosis, fibromuscular dysplasia, dan
coartasio aorta.32,40 Adanya kemungkinan diet meningkatkan resiko stroke
secara umum dan terutama SAH aneurisma (aSAH). Peningkatan
konsumsi yogurt meningkatkan resiko aSAH. Konsumsi lebih banyak
sayuran dapat menurunkan resiko aSAH (AHA,Class IIb; Level of
Evidence B)(New Recommendation). Peningkatan konsumsi kopi dan teh
dan konsumsi tinggi magnesium berhubungan dengan menurunnya resiko
stroke secara umum tetapi tidak mengubah resiko aSAH. Ukuran dan
lokasi aneurisma dan status kesehatan dapat menjadi pertimbangkan
karakteristik morfologi dan hemodinamik aneurisma yang beresiko ruptur
(AHA,Class IIb; Level of Evidence B)(New Recommendation) .32 Jenis
kelamin wanita dikatakan beresiko terjadinya SAH 1,6 kali dibandingkan
4
laki-laki, hal ini berkaitan dengan pengaruh menstruasi dan hormonal.
Wanita dengan usia menarche dini (<13 tahun) dan graviditas null
signifikan meningkatkan resiko SAH. Dilaporkan bahwa wanita
postmenopaous yang mendapat terapi replacement hormonal
menurunkan resiko SAH.40 Ruptur aneurisma sirkulasi anterior lebih
sering pada usia <55 tahun, ruptur aneurisma communicating posterior
lebih seing pada laki-laki dan ruptur aneurisma basilaris berkaitan dengan
pemakaian alkohol.32
5
Tabel.1 Penyebab Perdarahan Subarakhnoid (SAH)48
6
preretina menggambarkan adanya peningkatan TIK akut, dan
menunjukkan outcome yang buruk.7 Kejang dapat terjadi pada sekitar
20% pasien dengan aSAH,paling sering terjadi pada 24 jam pertama dan
lebih sering terjadi pada aSAH yang berkaitan dengan perdarahan
intraserebral, hipertensi, dan aneurisma arteri serebri media dan arteri
communicating anterior.32 Sebelum aneurisma sakuler rupture biasanya
gejala yang timbul asimtomatis. Gejala dan tanda pada aneurisma yang
belum ruptur akibat dari kompresi struktur neuron disekitarnya atau
tromboembilism. Sindrom klinis yang tampak berkaitan dengan letak
aneurisma seperti yang dijelaskan pada tabel di bawah.38,40
CT scan kepala
7
fisura sylvii, fissure interhemisfer, fossa interpedunkularis dan suprasella,
ambient, dan sisterna quadrigeminal.38,40
CT angiography (CTA)
8
Sensitivitas dan spesifisitas CTA dibandingkan DSA berkisar 77% sampai
100% dan 87% sampai 100%. Kekurangan CTA termasuk sensitivitasnya
lebih rendah untuk mendeteksi aneurisma yang lebih kecil (<4mm) dan
aneurisma pada distribusi sirkulasi posterior dibandingkan dengan DSA.40
MRA dan CTA bisa dipertimbangkan bila angiografi konvensional tidak
dapat dilakukan. (AHA/ASA, Class IIb, Level of Evidence B)
9
Gambar 2. 3DRA (tampak oblique anterolateral) menunjukkan giant aneurisma pd
bifurcation ACM. CT angiogram dengan aneurysm yang sama 40
10
parese saraf kranialis keenam, keterbatasan upward gaze, hiperrefleksia
pada tungkai bawah. Delayed hydrocephalus dapat terjadi pada hari ke 3
sampai hari 21 setelah SAH dengan gejala klinis menyerupai normal
pressure hydrocephalus, tidak membaik sempurna (full recovery),adanya
gejala demensia menetap, gangguan gerak dan inkontinensia urin.40
Edema serebri dapat terjadi setelah SAH dan pada pasien dengan
stadium yang buruk. Edema otak dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan sindrom herniasi. Global brain edema setelah SAH berkaitan dengan
gangguan autoregulasi pada hipertensi dan dikaitkan dengan penurunan
kesadaran saat serangan dan menjadi prediksi outcome yang buruk
11
Class III, Level of Evidence B). aSAH yang berkaitan dengan hidrosefalus
siptomatis akut diatasi dengan cerebrospinal fluid diversion (EVD atau
lumbar drainage, tergantung skenario klinis) (AHA/ASA, Class I, Level of
Evidence B). Penggunaan antikonvulsi profilaksis bisa dipertimbangkan
pada saat posthemorragic segera (AHA/ASA, Class IIb, Level of Evidence
B). Penggunaan antikonvulsi secara rutin pada jangka panjang tidak
direkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level of Evidence B).
Penanganan demam secara agresif untuk mencapai normotermi dengan
menggunakan sistem modulator temperatur yang standart atau yang
berkembang masih rasional dilakukan pada fase akut aSAH (AHA/ASA,
Class IIa, Level of Evidence B) (New recommendation). Penanganan
glukosa secara hati-hati dengan menghindari kondisi hipoglikemi dapat
dipertimbangakn sebagai bagian managemem pananganan umum critical
care pasien dengan aSAH (AHA/ASA, Class IIb, Level of Evidence B).
Penggunaan transfusi packed red blood cell untuk menangani anemia
pada pasien aSAH yang beresiko cerebral ischemia masih rasional.
Tujuan mencapai kadar hemoglobin yang optimal. (AHA, Class IIb, Level
of Evidence B) (New recommendation).32
12
Tabel 3. Terapi perdarahan subaraknoid (SAH)40
13
Evidence B). Untuk pasien dengan rupture aneurisma, keputusan dalam
menyetujui teknik koiling endovaskuler atau pembedahan kliping,
seharusnya koiling endovaskuler dipertimbangkan (AHA, Class I, Level of
Evidence B)(Revised recommendation from previous guideline).
Micosurgical clipping lebih dipertimbangkan pada pasien dengan
hematom intraparenkim besar (>50ml) dan aneurisma arteri serebri media.
Koiling endovaskuler lebih dipertimbangkan pada pasien tua (>70 tahun),
pasien aSAH dengan stadium klinis buruk (world federation of neurological
surgeon classification IV/V), dan pasien dengan aneurisma apek basiler
(AHA, Class IIb, Level of Evidence C)(New Recommendation)32
Angka mortalitas SAH 40% sampai 50%, 10% sampai 20% pasien
bertahan dengan kecacatan yang berat dan 40% dengan fungsi
independent. Ganbaran klinis dan radiologis digunakan untuk
memprediksi keluaran setelah SAH, dengan skala Hunt dan Hess,
Glasgow Coma Scale (GCS), World Federation of Neurological Surgeons
(WFNS), dan Prognosis on Admission of Aneurysmal Subarachnoid
14
(PAASH) (tabel4). Skala stadium radiologis meliputi skala fisher, skala
modifikasi fisher, dan skala stadium CT. (Tabel 5). Skala WFNS dan
PAASH lebih objektif dibandingkan skala Hunt dan Hess, karena
penilaiannya berdasarkan GCS sedangkan skala Hunt dan Hess bersifat
subjektif berdasarkan gejala dan tanda seperti sakit kepala dan tingkat
kesadaran. Skala PAASH menunjukkan lebih baik daripada WFNS karena
distribusi pengukuran outcomenya lebih baik dengan skala stadium yang
meningkat.40
15
2.2 Vasospasme Serebri
16
adanya dilatasi arteri serebri posterior yang diduga aneurisma intracranial
sebagai sumber perdarahan. Gambaran DIND pertama kali dikenalkan
oleh William Gull pada adab ke 19, yang melaporkan seorang wanita
muda menderita stroke dan pada hari kelima dari sakitnya terjadi
perubahan neurologis, dimana hasil otopsi meunjukkan rupture aneurisma
arteri serebri media. Gambaran vasospasme serebri pertama kali pada
tahun 1920, dimana arteri korteks kelinci berkontraksi setelah mendapat
rangsangan mekanik langsung,
17
16 hari. Penyempitan lumen arteri pada Vasospasme angiografi mulai
terjadi pada hari ke 3 sampai ke 5 setelah SAH, menunjukkan
penyempitan maksimal pada hari ke 5 sampai 14 dan membaik perlahan-
lahan setelah minggu ke 2 dan ke 4. Vasospasme serebri secara klinis
membaik hari ke 12 setelah SAH, dan secara radiografi biasnya membaik
perlahan selama 3-4 minggu.2,10,11
Vasospasme angiografi teridentifikasi 30% sampai 70% dari
gambaran angiogram pada hari ke 7 dari serangan SAH. Vasospasme
simtomatik adalah sindrom iskemik akibat penyempitan arteri serebri yang
ditandai adanya onset konfusi yang tersembunyi dan penurunan
kesadaran diikuti oleh gangguan motoris fokal dan atau gangguan
bicara/bahasa. Waktu timbulnya vasospasme simtomatik bersamaan
dengan vasospasme angiografi, tetapi walaupun 70% penderita
mengalami penyempitan arteri, hanya 20% sampai 30% yang akan
bermanifestasi adanya deficit neurologis atau mengalami kematian setelah
mendapat pengobatan yang tepat.2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Stefan et al (Gambar 5) menunjukkan onset vasospasme serebri
(CVS) dalam 28 hari pertama setelah SAH. Frekuensi CVS antara hari ke-
4 sampai ke- 6 sebanyak 45,2% (CVS dengan lesi DWI 19,4%) dan antara
hari ke 7 dan ke 14 ketika dilakukan MRI dan DSA didapatkan frekuensi
CVS 87,5% (CVS dengan lesi DWI 52,5%).12
Gambar 5. Kejadian dan onset CVS pada 117 pasien. CVS diklasifikasikan menjadi
vasospasme angigrafi berdasar DSA dengan lesi DWI pada MRI dan tanpa lesi DWI. 12
18
2.2.5 Faktor resiko vasospasme serebri
1 22%
2 33%
3 52%
4 53%
5 74%
19
2 Difuse atau lap vertical < 1mm 7 3 0 0
3 Klot terlokalisir dan/atau lap 24 1 23 23
vertical 1mm
4 Klot Intraserebri atau 5 2 0 0
intraventrikel dg difuse atau tanpa
SAH
Stadium Klinis
Frekuensi dan beratnya vasospasme meningkat dengan beratnya
stadium klinis. Stadium klinis biasanya berdasarkan derajat kesadaran
dan disfungsi neurologis. Skala stadium yang paling sering digunakan
untuk mengukur outcome SAH adalah Skala Hunt & Hess (table 6),
World Federation of Neurological Surgeons Scale (WFNSS), Skala
Fisher (Tabel 7) , Glasgow Coma Scale (GCS). Walaupun skala
skala tersebut sebagai predictor baik terhadap outcome pada pasien
dengan SAH, prediksi akurat tentang kecacatan masih kurang tepat,
sebagian karena waktu aplikasi skala sebagai predictor. HHS sendiri
berkaitan dengan outcome, saat dinilai bila terjadi perburukan klinis.
Namun, penilaian GCS dan WFNS pada waktu sebelum terapi sangat
berkaitan signifikan dengan outcome.
20
Volume darah dan frekuensi SAH
Prediktor kedua mengenai kejadian, berat dan distribusi vasospasme
adalah adanya perluasan darah subaraknoid atau klot besar pada
sisterna subaraknoid pada CT scan. Selain volume darah, jumlah dan
beratnya perdarahan berkaitan dengan insiden vasospasme.2
Berdasarkan penelitian Sang Won jung et al menunjukkan volume
SAH sangat berkaitan dengan perkembangan vasospasme, tidak
pada volume perdarahan.37
Ukuran dan Lokasi aneurisma
Bukti klinis yang menunjukkan adanya hubungan lokasi rupture
aneurisma dan insiden vasospasme serebri belum meyakinkan. Fisher
et al menemukan insiden vasospasme tinggi pada arteri serebri
anterior dibandingkan MCA. Sedangkan Graf dan Nibbelink
menemukan 50% carotis interna, 44.7% dengan aneurisma serebri
media dan 35,2% pasien dengan aneurisma karotis anterior
menunjukkan vasospasme localized atau difuse. McGirt et al
menunjukkan pasien dengan rupture aneurisma arteri serebri posterior
beresiko 20 kali berkembang menjadi vasospasme simtopmatik. Studi
oleh Macdonald et al menunjukkan ukuran aneurisma yang lebih
besar berkaitan dengan peningkatan insiden vasospasme, sedangkan
studi lainnya melaporkan tidak ada hubungannya.2
Penggunaan Kokain
Kokain dan metabolitnya berpotensi menginduksi vasokonstriksi arteri
dan menyebabkan hipoperfusi kortek kronis. Howington et al
menunjukkan penggunaan kokain berkaitan dengan 2,8 kali lipat
beresiko berkembang vasospasme pada pasien SAH dibanding
kontrol.2
Sex
Walaupun wanita lebih rentan terjadi pembentukan aneurisma
dibandingkan laki-laki, tidak ada indikasi wanita beresiko tinggi rupture
aneurisma dibanding laki-laki. Beberapa studi menunjukkan tidak ada
21
hubungan perbedaan sex dan meningkatnya resiko atau insiden
vasospasme.
Usia Pasien
Pengaruh usia terhadap vasospasme masih kontroversi.Studi oleh
Torbey et al menunjukkan pasien usia lebih tua memiliki resiko
vasospasme simptomatik lebih rendah dibanding usia muda.
Charpentier et al melaporkan probabilitas kejadian vasospasme
simptomatik menurun pada usia lebih dari 50 tahun. Menurunnya
insiden vasospasme pada usia tua berkaitan dengan akibat
peningkatan usia berkaitan dengan aterosklerosis, yang menyebabkan
gangguan kontraksi dan elastisitas dinding otot arteri kecil dan arteriol.
Dewey et al melaporkan bahwa pasien lebih muda memiliki pembuluh
darah lebih mudah kolaps dan compliant, sehingga terjadi penurunan
CBF yang lebih besar. Sebaliknya pada pasien tua memiliki pembuluh
darah yang lebih rigid sehingga mampu mempertahankan patensi
pembuluh darah kecil dengan tekanan yang sama. Lanzino et al
melaporkan vasospasme simptomatik lebih sering terjadi pada pasien
usia tua. Sedangkan studi lainnya tidak menemukan hubungan usia
dengan resiko vasospasme simptomatik.2
Merokok
Studi oleh Weir et al menunjukkan bahwa merokok sigaret
berhubungan dengan peningkatan insiden vasospasme secara klinis.2
Feigin et al melaporkan bahwa resiko kejadian SAH pada perokok dua
kali lipat dibandingkan bukan perokok.41
Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko SAH 2,5 kali pada studi longitudinal
dan case control, dan 30% lebih berbahaya pada wanita. Peningkatan
hipertensi sebagai faktor independen lain terjadinya vasospasme
setelah SAH. Pasien dengan hipertensi kurang toleran dengan
kejadian iskemia dibandingkan dengan pasien tanpa hipertensi.2
22
Konsumsi Alkohol
23
Gambar 6. Sistem vaskularisasi Otak (system sirkulus Willisi)7
24
Berdasarkan karakteristik morfologi dan histopatologinya , semua
dinding pembuluh darah terdiri dari lapisan intima, media dan adnentitia.
Lapisan intima terdiri dari endotel dan subendotel, lapisan media meliputi
sel otot polos yang dikelilingi jaringan kolagen dan elastin dan lapisan
advensisia merupakan lapisan yang sangat tipis. Lapisan elastika interna
(IEL) berada diantara lapisan intima dan media yang berfungsi sebagai
mechanical strength. 8
25
adalah aneurisma dengan segmen arteri yang dilatasi, memanjang dan
melengkung. Aneurisma ini biasanya berkaitan dengan perubahan
aterosklerosis pada dewasa tua dengan hipertensi. Pada beberapa
pasien, terutama usia muda, aneurisma ini biasanya akibat dari kelainan
struktural pada dinding pembuluh darah tanpa aterosklerosis. Aneurisma
fusiform dapat terjadi pada pembuluh darah serebri utama, tetapi lebih
sering pada system verterobasiler.39
Gambar 8. Ruptur aneurisma dengan pelepasan darah dalam ruang subarachnoid (atas).
Tipe aneurisma (bawah)15
26
Gambar 9.Pelepasan sel darah merah pada SAH meningkatkan resiko vasospasme. 45
27
advensisial. Masing-masing kompartemen berperan penting dalam
mengatur tonus pembuluh darah serebri dan berperan penting terhadap
perubahan fisiologi dan struktural setelah SAH aneurisma.18
Gambar 11. Struktur mikro cerebrovaskuler. Empat kompartemen yang terlibat: (1) ruang
subarachnoid, (2) endotel vaskuler, (3) otot polos vaskuler, (4) saraf advensisial. Masing-
masing kompartemen mengalami perubahan secara fisiologi dan struktural setelah SAH
aneurisma
28
lain akibat lisis eritrosit (bilirubin dan metamoglobin) ke sirkulasi dalam
ruang subaraknoid. Spasmogen ini meningkatkan influk kalsium ke dalam
otot polos vaskuler dan mengubah fungsi miosit yang menyebabkan
vasokontraksi. Influx Ca2+ mempengaruhi konsentrasi Ca2+ intraseluler,
kontraksi sel otot polos, resistensi arteri serebri yang berperan terhadap
terjadinya vasospasme serebri yang terjadi melalui voltage-dependent
Ca2+ channels, terbukanya channel tersebut dipengaruhi oleh membrane
potensial sel otot polos. Ekspresi voltage-dependent Ca2+ channels yang
terjadi setelah SAH, meningkatkan densitas kanal Ca+2, meningkatkan
influk Ca2+ dan vasokonstriksi. Setelah SAH, masuknya Ca2+ ke dalam sel
melalui depolarisasi membrane.3
Oxyhemoglobin menyebabkan supresi voltage-dependent K+
channel (KV) current dalam sel otot polos arteri serebri melalui mekanisme
yang melibatkan tyrosine kinase melalui endositosis kanal. Menurunnya
aktivitas konduksi calcium-activated K+Channels juga berperan terhadap
depolarisasi membrane melalui mekanisme potensial, seperti menurunnya
frekuensi Ca2+ spark dan menurunnya produksi cytochrome P450
metabolite 20-hydroxyarachidonic acid. Kombinasi peningkatan densitas
voltage-dependent Ca2+ channel dan depolarisasi membrane akan
meningkatkan influx Ca dan menyebabkan vasokonstriksi. 3
Oxyhemoglobin juga menyebabkan menurunnya Ca 2+ intraseluler dan
menekan protein syntase sehingga menyebabkan influk Ca2+ ekstraseluler
melalui voltage-independent Ca2+ channels. Hal ini menjelaskan
peningkatan Ca2+ intraseluler setelah SAH.2 kalsium juga mengaktivasi
calmodulin, yang selanjutnya mengaktivasi myosin light chain kinase
(MLCK). Hal ini menyebabkan fosforilasi myosin light chain yang
berinteraksi dengan dan berdegradasi menjadi protein filament tipis yang
menyebabkan kontraksi otot polos vaskuler dan penyempitan lumen.
Fosforilasi Myosin light chain melalui aktivasi MLCK Ca dependent
diterima sebagai jalur utama terjadinya kontraksi vaskuler.2
29
.
Gambar 12. Mekanisme Ca2+ influk terhadap vasokonstriksi pada SAH3
30
Gambar 13. Jalur signaling kontraksi vaskuler.23
31
Pelepasan Produk-produk darah
32
fibrosis. Bahkan Hb meningkatkan asam arakhidonat, superoxide,
endotelin 1, dan IL-1, menurunkan kadar ATP ase otot polos dan beriktan
langsung dan menon aktifkan NO dan GCase.18
Pelepasan produk darah akibat pemecahan eritrosit menyebabkan
efek patologis yang utama, yaitu (1) menginduksi vasospasme kronis
arteri serebri proksimal, (2) mikrosirkulasi, dan (3) menyebabkan
spreading depolarization melalui vasospasme kronis/ penurunan energy,
meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel dan endotelin 1 dan menurunkan
NO, (4) membalik hubungan spreading depolarization dengan cerebral
blood flow, melalui efek langsung (K+, NO), dan tidak langsung melalui
vasosapasme kronis atau penurunan energy. Spreading depolarization
adalah gangguan kebutuhan energi pada homeostasis ion dan
metabolisme energi kortek otak, sebagai respon terhadap kebutuhan
tersebut maka terjadi peningkatan cerebral blood flow pada kondisi
fisiologis, Tetapi, adanya pemecahan produk eritrosit pada tikus, atau
adanya iskemi pada penumbra setelah penyumbatan arteri serebri media,
spreading depolarization merangsang severe acute microarterial spasm
dan spreading ischemia, selaian microarterial dilation dan spreading
hyperemia. Spreading ischemia adalah suatu kondisi tidak adanya
sirkulasi selama beberapa menit atau jam dan menyebabkan perluasan
iskemik pada penelitian tikus 3
33
Gambar 14. Cortical spreading depression pada Vasosapsme serebri3
34
karena SAH berkaitan dengan vasokonstriksi paradoksikal dan hipoksia
jaringan.. Ischemic hypoxia cortical spreading depression dapat
mencetuskan kerusakan otak mengesankan adanya stress metabolic
terhadap penurunan energy otak dan memperburuk kurangnya energy
dan glukosa akibat SAH.15
35
Gambar 16. Signal tranduksi NO dan ET-1.3
NO dan ET-1 adalah regulator antagonis cerebral blood flow yang
diproduksi oleh sel endotel sebagai respon terhadap shear stress, tekanan
transmural, konsentrasi CO2 dan O2, kondisi iskemik dan adanya
hemoglobin (gambar 16). NO dan ET-1 mengatur tonus pembuluh darah
melalui sel otot polos. NO (vasodilator) berikatan kuat dengan heme
(1000x lebih besar daripada oksigen), menstimulasi guanyle l cyclase
menyebabkan peningkatan 3,5 cyclic guanosine monophosphate dan
depolarisasi MLCs, hiperpolarisasi sel otot polos, dan penutupan kanal
Ca+2 menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan CBF. ET-1 pada otot
polos memiliki dua jenis reseptor, ETA, paling banyak pada otot polos
yang menstimulasi konstriksi otot polos (kerja parakrin) dan ETB,paling
banyak di sel endotel, menstimulasi pelepasan NO dan relaksasi otot
polos (kerja endokrin). Stimulasi ET-1 pada ETA menyebabkan
pembentukan diacylglycerol dan inositol 1,4,5-triphosphate, yang
meningkatkan konsentrasi Ca+2 intraseluler secara langsung atau melalui
PKC, menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan CBF.3
36
Gambar 17. Peran nitric oxide pada Vasospasme serebri25
37
didapat dari ikatan dengan O2 dan H2O2 (metHb). MetHb dan oxyHb
bereaksi membentuk ferrylhemoglobin (Fe4+) merupakan agen oksidasi
kuat.
Akumulasi Ca2+ intraseluler dalam neuron melalui voltage-sensitive
dan glutamate-sensitive channels karena hemoglobin ekstraseluler dan
iskemia SAH menghasilkan radikal bebas melalui beberapa jalur pro-
oksidan : phospholipases, xanthine oxidase, dan nitric oxide synthase.
Asam arakhidonat (AA) dilepaskan melalui pemecahan fosfolipid
membrane melalui Phospholipase A2. AA dimetabolisme oleh
cyclooxygenase, lipoxygenase, dan cytochrome P450 yang menghasilkan
O2-. Beberapa studi menunjukkan bahwa sitokrom-450 adalah sumber
penting metabolisme asam arakhidonat dan ROS pada beberapa proses
penyakit, tetapi signifikansinya dalam SAH masih diteliti.3
Xanthine dehydrogenase (XDH) adalah enzim dalam endotel
serebri dan dibutuhkan dalam metabolisme purin menjadi uric acid. XDH
tidak mengahasilkan radikal bebas, tetapi menghasilkan Xantine oxidase
(XO) selama iskemia, hipoksia, dan eksitotoksik oleh protease yang
mengaktivasi Ca2+. XO kembali mengkatalisis oksidasi hipoxantin menjadi
xantin, superoxide, dan hydrogen peroxide. Penghambat XO menurunkan
kerusakan oksidasi pada model kerusakan trauma otak iskemik, dan
beberapa studi menduga adanya peningkatan aktivitas enzim ini setelah
SAH.19
Nitric oxide (NO) adalah suatu radikal bebas yang dihasilkan dari
L-arginin, NADPH, dan oksigen oleh Nitrit oxide synthase (NOS) yang
memiliki tiga bentuk: endothel NOS (eNOS), neuronal NOS (nNOS), dan
inducible NOS (iNOS). n NOS dan iNOS meningkat setelah SAH dan
kadar metabolisme NO* meningkat signifikan setelah SAH.19 Pada model
percobaan, kerusakan oksidatif akibat NO* terjadi 6 jam setelah trauma
dengan yang paling berperan iNOS.19
Kerusakan akibat radikal bebas terjadi akibat interaksi NO * dengan
superoxide (O*) membentuk peroxynitrite (ONOO) yang juga kemudian
38
membentuk hydroxyl radical (OH).NO* dan peroxinitrit adalah radikal
bebas neurotoksik. Menurut penelitian oleh Yang et al didapatkan adanya
peningkatan NO* setelah SAH, menyebabkan penurunan edema otak
secara signifikan, sehingga diduga bahwa NO* bersifat neuroprotekstif
daripada sitotoksik pada trauma otak akut setelah SAH.19
NADPH oxidase adalah suatu enzim ikatan membrane yang
terekspresi dalam neuron. NADPH oxidase berkonstribusi secara
langsung terhadap stress oksidatif dan apoptosis neuron pada hewan
coba tikus setelah SAH. Peningkatan ekspresi NOX dalam vaskularisasi
serebri berkaitan dengan vasospasme radikal bebas yang setelah SAH.
Penghambat NOX pada studi tersebut dapat mencegah kontraksi arteri
serebri dan memperbaiki aliran darah otak (CBF).3
Pada tingkat sel, radikal bebas menyebabkan kerusakan kerusakan
neuron melalui peroksidasi lipid, pemecahan protein dan kerusakan DNA
yang selanjutnya menyebabkan apoptosis sel, trauma endotel,
permeabilitas sawar darah otak (BBB). Peroksidasi lipid pada membrane
sel menyebabkan pembentukan banyak lipid peroxide yang mengubah
fluiditas dan permeabilitas membrane. Oksidasi protein mempengaruhi
fungsi enzim dan reseptor sel.20 Stess oksidatif menyebabkan apoptosis
melalui peningkatan p-53, pelepasan sitokrom c, aktivasi caspase 9 dan
casapase 3. Sel endotel rentan tehadap stress oksidatif dan stress okdatif
dapat merusak BBB pada berbagai trauma CNS, dimana radikal bebas
merusak BBB penting dalam pathogenesis SAH.20
39
Gambar 18. Peran radikal bebas terhadap vasospasme SAH3
Respon inflamasi
Teori yang diduga bereperan terhadap terjadinya vasopasme
setelah SAH adalah respon inflamasi. Respon inflamasi merupakan suatu
respon yang komplek sebagai pertahanan dalam melawan antigen benda
asing.1 Ada dua tipe respon inflamasi yang berperan pada SAH. Pertama,
fenomena inflamasi klasik yang disebabkan trauma, infeksi, atau penyakit
immune, yang kedua terdiri dari inflamasi neurogenik yang disebabkan
oleh pelepasan peptide yang berlebihan, seperti substansi P, dan
calcitonin gene-related peptide dari ujung saraf sensoris trigeminalis.2
Inflamasi neurogenik
Adanya peningkatan konsentrasi subtansi P dan CGRP di dalam
LCS yang tampak setelah SAH. Selain itu disertai pula pelepasan
histamine, 5-hydroxytryptamine, endothelin-1 (ET-1), dan bradykinin.
40
Pelepasan substansi tersebut dapat menggeser protein pembentuk BBB,
suatu sumber barier mekanik dalam sirkulasi sehingga menyebabkan
benyak substansi masuk dalam sirkulasi mengggangu permebilitas
vaskuler dan berpotensi menyebabkan rupture BBB. 2 Inflamasi
neurogenik berlangsung selama pelepasan neuropeptide dan
neuromodulator dari perivascular nerve endings. Berdasarkan studi baru-
baru ini menunjukkan stimulasi ganglion gaseri (ganglion trigeminal)
menyebabkan vasodilatasi serebri pada hewan dan manusia. Dilatasi
pembuluh darah ini dikarenakan pelpasan antidromik neuropeptid Y dan
CGRP.22
Adanya kelelahan (exhaustion) komplit terjadi bersamaan dengan
vasosapasme yang terjadi pada hari ke 2- 3, dan diduga berperan
terhadap pathogenesis vasospasme. Akhir inflamasi neurogenik
selanjutnya terjadi fenomena inflamasi klasik2, 22
Inflamasi klasik
Ekstravasasi darah setelah SAH menyebabkan reaksi kaskade dan
pelepasan berbagai vasoaktif dan faktor proinflamasi dari darah dan
komponen vaskuler ruang subarachnoid yang berperan terjadinya reaksi
inflamasi pada vaskuler serebri, termasuk: (1) hemoglobin akibat lisissnya
eritrosit, (2) aktivasi, ekspresi dan metabolisme lipoxygenases,
cyclooxygenases, dan nitric oxide synthase, (3) ET-1,(4) kerja komponen
protrombotik dan proinflamasi pada endotel, (5)aktivasi platelet, termasuk
produksi platelet-derived growth factor, (6) makrofak dan granulosit
perivaskuler dan intramural dan interaksinya dengan molekul adhesi, dan
(7) sitokin proinflamasi.2
41
Gambar 19. Diagram yang menunjukkan adesi lekosit1
42
permukaan reseptor lekosit), terjadi aktivasi lekosit, yang merupakan
prasyarat terjadinya adesi yang kuat. Adesi yang kuat membutuhkan
interaksi reseptor integrin teraktivasi dan ligan endotel komplemennya.1
Selektin adalah sekelompok tiga reseptor yang terekspresi pada
permukaan lekosit, sel endotel dan platelet dan reseptor adesi utama yang
mengatur capture dan rolling lekosit in vivo dan in vitro. Ada tiga selektin,
meliputi: Leukocte (L) selectin, platelet (P)-selectin dan endothelial (E)-
selectin. L-selectin dan P-selectin berperan dalam proses capture, P- dan
E-selectin mengatur rolling, dan e-selectin mendukung transisi menjadi
ikatan kuat. Reseptor lekosit lain, seperti integrin juga berperan dalam
ikatan lekosit, contohnya lymphocyte function-associated antigen-1 dan
macrophage antigen-1 (Mac-1 [_Mb2; CD11b/CD18]). Molekul adhesi
intraseluler, bagian dari kelompok immunoglobulin (Ig) juga berperan
penting dalam recruitment lekosit, termasuk intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) (CD54), suatu molekul seperti Ig yang
keberadaannya sedikit dalam sel endotel, tetapi akan tampak setelah
dinduksi oleh paparan sitokin inflamasi dan vascular cell adhesion
molecule-1 (VCAM-1). Mekanisme molekuler dan seluler salaing
berkooerdinasi dalam merekriut lekosit pada tempat inflamasi. Capture
dan rolling diatur terutama oleh selektin (L-,P-, dan selektin E), dengan
ikatan kuat pada integrin (Mac-1) dan molekul adhesi intraseluler (ICAM-1,
VCAM-1).1
Sitokin terdiri dari protein hormone yang diproduksi selama fase
aktivasi dan efektor dari respon imun. Beberapa sitokin ditemukan
meningkat pada eksperimental dan atau klinis vasospasme serebri setelah
SAH termasuk tumor nekrosis faktor - (TNF), IL-1, IL-1, IL-6, dan IL -
8. TNF- diproduksi fagosit mononuclear dan sel T dan mengaktivasi
neutrofil dan sel endotel (menyebabkan inflamasi dan koagulasi),
merangsang hipotalamus (menyebabkan demam) dan liver (menyebabkan
reaktan fase akut) dan merangsang proses katabolisme. IL-1 terutama
diproduksi oleh fagosit mononuclear tetapi juga oleh sel lainnya, bekerja
43
pada sel endotel ( menyebabkan inflamasi dan koagulasi), hipotalamus
(menghasilkan demam) dan liver (meningkatkan reaktan fase akut) dan
juga berperan dalam katabolisme. IL-6 dihasilkan oleh fagosit
mononuclear, sel T, dan sel endotel yang merangsang pertumbuhan sel B
matur juga berperan dalam sintesis protein fase akut oleh liver. IL-8
adalah suatu kemokin yang dihasilkan oleh fagosit mononuclear, sel T,
platelet, sel endotel dan fibroblast dan bereaksi terhadap lekosit,
meningkatkan kemotaksis, kemokinesis, adesi dan aktivasi.1
44
dengan waktu dan peningkatan kecepatan aliran darah dalam arteri
serebri basal yang dinilai dengan USG Transcranial Doppler. Pada
percobaan model menunjukkan soluble ICAM-1 meningkat setelah SAH.
Pengobatan dengan antibody monoclonal melawan ICAM-1 dapat
mengor-hambat vasospasme serebri.1
Nuclear factor-B (NF-B), suatu faktor transkripsi yang mengatur
proses dan berperan dalam inflamasi. NF-B juga mengatur perubahan
molekul adesi dan sitokin dan berperan penting dalam vasospasme serea
an pentberperbri. Enzim nucleus poly (ADP-ribose) polymerase (PARP)
juga berperan penting dalam inflamasi dengan mengatur ekspresi molekul
adesi, infiltrasi neutrofil, NF-B, dan menginduksi nitric oxide syntase
(iNOS). Peran lekosit pada vasospasme serebri sudah diteliti. Lekositosis
berkaitan dengan komplikasi iskemik setelah SAH. Studi yang dilakukan
Kubota et al menunjukkan puncak keberadaan sel T dan makrofak terjadi
pada hari ke 2 setelah SAH. Studi yang dilakukan Fassbender et al
mengatakan sel mono nuclear yang teraktivasi dalam LCS pasien
melepaskan endotelin-1 (ET-1) yang paralel dengan reaktan fase akut (IL-
1, IL-6, dan TNF ).1
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Stanislaw dkk menunjukkan
pada kelompok pasien dengan peningkatan manifestasi klinis DINDs dan
vasospasme cerebri pada hari ke 8 sampai ke 15 juga didapatkan
peningkatan signifikan IL-1 pada LCS. IL-1 memberi efek pada sel
endotel dan menginduksi molekul adhesi seperti ICAM-1, yang
menstimulasi infiltrasi neutrofil pada otak dan menyebabkan iskemia. IL-1
juga mengaktivasi produksi NOS dalam makrofag, astrosit dan sel endotel
serebri. Sitokin proinflamasi menginduksi iNOS pada sel glia serebri yang
menyebabkan vasospasme kronik. Pada studi tersebut juga menjelaskan
adanya peningkatan konsentrasi IL-6 dalam LCS pada fase akut
vasospasme, tiga hari pertama setelah SAH21
Igs dan komplemen juga berperan dalam pathogenesis
vasospasme serebri. Beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan
45
kadar Igs dan komplemen dalam serum dan dinding pembuluh darah
selama vasospasme. Studi yang dilakukan oleh Tran Dinh et al
melaporkan peningkatan COX-2 pada sel endotel arteri basiler kelinci
setelah SAH. COX2 dikenal sebagai suatu respon infalamasi yang penting
dan sebagai target pengobatan.1
46
Tabel 9. Urutan waktu perubahan patologi EBI setelah SAH.43
Tabel10.Urutan waktu perubahan fisologi serebri selama 72 jam pertama setelah SAH 43
Gambar 22. Konsep terjadinya trauma otak awal (EBI) setelah SAH 21
47
Gambar 23. Mekanisme Early Brain Injury (EBI) setelah SAH43
48
glutamate N-methyl-D-Aspartate (NMDA) atau D,L--amino-3 hydroxy-5-
methyl-isoxazolpropionic acid (AMPA), atau aktivasi acid-sensing ion
channels (ASICs). Peningkatan kalsium intraseluler mengaktivasi calpain
dan mengatur pemecahan Bid menjadi truncated Bid (tBid). Pada
membran mitokondria tBid berinterkasi dengan protein apoptosis seperti
Bad dan Bax, yang dinetralisir oleh antiapoptosis kelompok protein B cell
leukemia/lympoma 2 (Bcl-2) Bcl-2 atau Bcl-xL. Setelah terjadi
heterodimerisasi protein proapoptosis dengan tBid, mitochondria transition
pore (MTP) terbuka, kemudian melepaskan cytochrome c (Cytc) atau
apoptosis inducing factor (AIF). Saat terlepas dalam sitosol, Cytc
berikatan dengan protein activating factor-1(Apaf-1) dan procaspase-9
menjadi bentuk apoptosome yang mengaktivasi caspase 9 dan caspase 3.
Teraktivasinya caspase-3 cleaves nDNA repair enzymes, seperti poly
(ADP-ribose)polymerase (PARP), menyebabkan kerusakan nDNA dan
apoptosis. Sebaliknya perpindahan AIF ke nukleus berperan dalam
fragmentasi DNA skala besar dan kematian sel pada jalur caspase
independent.Jalur nukleus atau neuronal apoptosis teraktivasi sebagai
respon terhadap kerusakan DNA melalui fosforilasi dan aktivasi p53.49
49
Gambar 26. Signal Cascade ekstrinsik apoptosis setelah iskemik serebri49
Pada jalur apoptosis ekstrinsik (Gambar 26) Fas ligand (FasL)
ekstraseluler berikatan dengan death receptor Fas (FasR) yang merekruit
protein Fas-associated death domain protein (FADD). FADD berikatan
dengan procasspase 8 yang membuat death-inducing signaling complex
(DISC) yang mengaktivasi caspase 8. Caspase 8 berperan dalam
pemecahan Bid menjadi truncated Bid(tBid) yang mengintegrasi jalur
kematian yang berbeda pada apoptosis mitokondria atau langsung
mengaktivasi caspase 3. Pada membran mitokondria, tBid berinterakasi
dengan Bax yang dinetralisir oleh antiapoptosis kelompok protein B cell
leukemia/lympoma 2 (Bcl-2) Bcl-2 atau Bcl-xL. Dimerisasi tBid dan Bax
menyebabkan terbukanya mitochondria transition pore (MTP)
yangselanjutnya melepas sitokrom c (cytc) yang berperan dalam kematian
sel caspase 3 dependent.49
Pada proses apoptosis diketahui peran caspase dependent
cascade menyebabkan iskemia, sedangkan caspase independent
cascade lebih berkaitan dengan neurotoksin yang menyebabkan
apoptosis. Jalur apoptosis yang berperan pada SAH, termasuk jalur
kematian reseptor, p53, jalur caspase dependent dan independent dan
jalur mitokondria. Kematian sel apoptosis dapat terjadi pada baik pada
kortek, subkortek atau neuron hipokampus, dan endotel setelah SAH. Ada
beberapa mekanisme yang terlibat termasuk iskemia global yang terjadi
50
karena peningkatan tekanan intracranial (ICP), gangguan mikrosirkulasi,
toksik darah subaraknoid. Jalur signal intraseluler yang mengatur
apoptosis masih diteliti. Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) adalah
bagian kelompok endopeptidase yang beran mengatur apoptosis.
Mitogen-activated protein kinases termasuk signal extracellular -regulated
kinase, Jun N-terminal kinase (JNK), dan p38 dilaporkan apoptosis pada
otak dan arteri cerebri setelah SAH. JNK tidak hanya menginduksi protein
proapoptosis seperti c-jun, p53, bim dan bax, tetapi juga menghambat
protein anti apoptosis seperti bcl-2 dan bcl- xl.21,23
Adanya dugaan reseptor kematian dalam membran sel yang
bertanggung jawab terhadap kaskade apoptosis setelah SAH, termasuk
TNFR1 dan DR-53 yang bertanggungjawab terhadap signal translasi
melalui membrane sel dan mengaktivasi family TNFR. TNF dan Fas
meningkat setelah SAH, yang mampu mengaktivasi kaskade aktivasi
melalui beberapa mekanisme. Salah satu mekanisme yang penting adalah
reseptor kematian mestabilkan p53 dalam sitosol melalui fosforilasi. P53
diduga bekerja pada jalur caspase dependent dan mitokondria pada SAH
yang menginduksi apoptosis. P53 menginduksi jalur apoptosis mitokondria
melalui famili protein bcl-2, yang terbagi sebagai protein pro apoptosis dan
anti apoptosis, sehingga bcl-2 merangsang pelepasan sitokrom c dari
mitokondria tergantung pada signal dominan, yaitu dominasi pro atau anti
apoptosis. P 53 juga bekerja pada kaskade kaspase independen melalui
prokaspase 8, yang terpecah menjadi kaspase 8, kemudian kembali
terbecah menjadi Bid membentuk truncated bid (t-Bid) yang melepas
sitokrom C dari mitokondria, selanjutnya diatur oleh bcl-2 dan bclxL.
Kombinasi sitokrom C dan apaf membentuk apoptosom yang merekruit
dan terpecah menjadi prokaspase 9.
Apoptosis pada vasospasme serebri selain melibatkan jalur
apoptosis intrinsic dan ekstrinsik, juga melibatkan jalur signaling Rho
kinase (Gambar 27). Subfamili Rho termasuk isoform RhoA, RhoB dan
Rho C, dimana RhoA terutama berada pada neuron. Rho kinase adalah
51
salah satu jenis serine/threonine protein kinase yang diaktivasi oleh RhoA.
Sejumlah studi mengkonfirmasi bahwa jalur signaling Rho Kinase
berperan pada vasospasme serebri setelah perdarahan subarachnoid,
apoptosis sel neuron, inflamasi, regulasi aliran darah serebri, regulasi
fungsi mikrovaskuler otak dan pertumbuhan akson saraf. 50 RhoA/Rho
kinase berperan dalam up regulasi ekspresi dan aktivasi Bax. Bax berada
dan melekat pada mitokondria yang selanjutnya melepas mediator
opoptosis caspase 9 dan aktivasi caspase 3.51
52
nyeri kepala, neck stiffness, adanya konfusi atau penurunan derajat
kesadaran yang mendadak, atau defisit neurologis tanpa penyebab klinis
atau radiologis yang lain. Perburukan neurologis adalah peningkatan dua
poin atau lebih pada skor motoris berdasarkan National Institutes of Health
Stroke Scale (NIHSS) selama 8 jam atau lebih, atau penurunan 2 poin
atau lebih pada Glasgow oma Scale modifikasi.25
Gejala klinis vasospasme biasanya terjadi bertahap, dapat
progresif atau fluktuatif, dengan gejala sebagai berikut:10
1. Gejala non localizing
Hipertensi baru atau hipertensi yang meningkat
Perubahan derajat kesadaran (letargi)
Disorientasi
Meningismus
2. Tanda neurologis fokal dapat terjadi parese nervus kranialis dan
deficit motoris fokal. Selain itu, keluhan dapat merupakan suatu
kelompok sindrom (insiden vasospasme lebih tinggi pada distribusi
ACA daripada MCA)
Sindrom arteri serebri anterior (ACA) : gejala dominasi lobus
frontal (abulia, reflek grasp/sucking, inkontinensia urin,
drowsiness, slowness, delayed responses, confusion, dan
whispering). Infark pada distribusi arteri serebri anterior bilateral
biasanya terjadi karena rupture aneurisma
Sindrom arteri serebri media (MCA) : hemiparese, monoparese,
afasia (atau apractognosia pada lesi hemisfer non dominan
ketidakmampuan menggunakan objek atau melakukan aktivitas
motoris, karena lesi lobus occipital bawah atau lobus parietal,
jenis apraxia idiomotor dan apraxia sensoris).
53
2.2.7.2 Diagnosis Penunjang
Diagnosis vasospasme hanya berdasarkan klinis adanya
perubahan neurologis dapat menyulitkan karena seringkali gejala klinis
tidak tampak dan pemeriksaan dapat dipersulit dengan pengaruh terapi
sedative yang diberikan. Oleh karena itu, diagnosis penunjang sangat
diperlukan dalam deteksi vasospasme serebri. Adapun diagnosis
penunjang yang dapat membantu dalam mendeteksi adanya vasopasme
serebri, antara lain:
54
CT scan kepala dapat memprediksi terjadinya vasospasme serebri
berdasarkan skala Fisher atau skala Fisher modifikasi (Tabel 5).
Skala fisher modifikasi berhubungan lebih kuat dengan terjadinya
vasospasme simptomatik dibandingkan skala fisher aslinya. Resiko
progresifitas perkembangan vasospasme meningkat setiap stadium pada
skala fisher modifikasi. Sebaliknya, menggunakan skala fisher asli, resiko
perkembangan vasospasme paling tinggi pada stadium 3 dan menurun
pada stadium 4.24
Tes diagnosis lainnya yang biasanya dibutuhkan dalam mendeteksi
vasospasme selain CT scan kepala adalah TCD, CT angiografi
(CTA),Digital substraction angiography (DSA), Magnetic resonance
angiography (MRA), dan kadang diperlukan cateter angiography.
55
Peningkatan velositi dapat menunjukkan kompensasi pengingkatan aliran
darah dan bukan menunjukkan penyempitan aliran yang kritis. Pada
kondisi vasospasme proksimal dan distal, tidak tampak ada peningkatan
kompensasi velositi, sehingga dipertimbangkan sebagai false negative.28
Sensitivitas TCD hampir menyerupai angiografi dalam mendeteksi
vasospasme simptomatik, insonasi window yang tidak adekuat
menyebabkan angka false negative yang tinggi dan gagal menilai
perubahan autoregulasi selama manipulasi hemodinamik sehingga
membatasi manfaat TCD.28 Okada et al membandingkan velositi TCD
dengan gejala angiografi dan waktu sirkulasi serebri, TCD menunjukkan
sensitivitas 84% dan spesifitas 89% mendeteksi vasospasme ACM
dibandingkan angiografi. Spesifitas TCD 67% bila dibandingkan DSA.
Walupun TCD dapat mendeteksi tanda vasospasme, TCD sonografi
sendiri tidak begitu akurat karena teknik ini sangat dipengaruhi oleh
kemampuan operator dan hasilnya dapat menyesatkan karena false
negative berkaitan dengan lokasi vasospasme perifer.2 keterbatasan TCD
juga dapat memberi gambaran false positif pada pasien yang mendapat
terapi peningkatan tekanan darah.43
CT angiography (CTA)
CT Angiography biasnya digunakan pada kondisi stroke akut untuk
menilai dengan akurat patensi pembuluh darah dan memfasilitasi seleksi
awal pasien yang dilakukan penanganan stroke yang agresif. CTA juga
digunakan untuk skrining aneurisma intracranial dan menseleksi kasus-
kasus yang akan dilakukan terapi pembedahan aneurisma tanpa DSA.
CTA adalah noninvasive dan dapat dilakukan segera setelah CT
konvensional, manfaat utamanya pada kondisi emergensi yang
membutuhkan keputusan tindakan segera. CTA memiliki sensitivitas 64%
dan spesifisitas 96% dalam menilai lokasi dan beratnya vasospasme
setelah SAH.43
56
Perfusion CT (PCT)
Tehnik PCT menilai hemodinamik perfusi otak, noninvasive, dapat
diulang,dan dapat dilakukan bersama CT/CTA yang dilakukan secara
klasik pada pasien SAH yang diduga vasospasme. PCT menggunakan
perlengkapan CT dengan hanya membutuhkan postprocessing sofrware
yang dapat menggambarkan perfusi otak dalam pengambilan data 5
menit. PCT berperan dalam manejemen awal pasien dewasa dengan
stroke dan gangguan serebrovaskuler lainnya, karena mampu menilai
area infark serebri yang relative dan penumbra iskemia yang terkait.
Pengalaman penggunaan PCT pada vasospasme setelah SAH masih
terbatas.43
57
potentials (SEP), didapatkan hasil bahwa sensitivitas SEP menilai
vasospasme lebih rendah dibandingkan SPECT dan DSA. CT dan SEP
kurang bermanfaat dalam mendeteksi awal vasospasme, tetapi
bermanfaat pada kondisi klinis stadium berat.
58
2.2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding adanya perubahan neurologis lambat yang
mengarah adanya vasospasme setelah SAH, antara lain sebagai
berikut:28
Tabel.12 Diagnosis banding vasospasme
Kategori Penyebab
Metabolik/ sistemik
Elektrolit Hiponatremia/Hipernatremia
Gas darah Hipoxia, hiperkarbia
Sirkulasi Hipotensi, hipovolemia, hemodilusi, low
cardiac output, aritmia
Infeksi Pneumonia, infeksi sistemik lainnya
Iatrogenik Reaksi obat, gangguan ginjal
Lainnya Demam
Neurologis Re bleeding aneurisma, EDH, SDH, IVH,
hidrosefalus, komplikasi perdarahan post
operasi. Edema atau infark, meningitis,
ventrikulitis, seizure, post ictal state
59
Tabel 13. Penatalaksanaan vasospasme serebri18
60
pasien dengan nimodipin intraarteri (0,068-1 mg) menunjukkan
pengobatan tidak efektif bila diberikan setelah onset vasospasme.
Penelitian eksperimental lain menunjukkan efektifitas terapi nimodipin
selektif intraarteri pada model kelinci dengan SAH pada dosis 0,05
mg/kg.31 Pemberian nimodipine intravena lebih berkaitan dengan efek
samping hipotensi.34
Connolly et al pada Guideline majemen aneurisma subaraknoid
hemmorage AHA 2012 menunjukkan bahwa direkomendasikan pemberian
nimodipin oral dosis 60mg setiap 4 jam selama 21 hari dimulai saat
dirawat di ruang intensif pada semua pasien dengan aneurisma SAH
(Class I; Level of Evidence A). Obat ini menunjukkan perbaikkan outcome
neurologis bukan vasospasme serebri, manfaat pemberian calcium
antagonist secara oral atau intravena masih tidak jelas.32,34
Pemberian Nimodipine profilaksis efektif menurunkan resiko
iskemia sekunder dan outcome buruk.33 Tidak ada studi yang dapat
menunjukkan efek pemberian nimodipine terhadap penurunan
vasospasme angiografi. Manfaat nimodipine lebih menampakkan efek
neuroprotekstif daripada efek vasodilatasi. Penggunaan calcium channel
antagonists lainnya seperti nicardipine menurunkan vasospasme
simptomatik tetapi tidak memberi efek terhadap DCI (delayed cerebral
ischemia) dan outcome. Selama prosedur endovaskuler penggunaan
infuse intra arteri nicardipine, nimodipine dan diltiazem menunjukkan
penurunan vasopasme dengan efek menguntungkan terhadap terjadinya
DCI. Tetapi, studi kontrol randomisasi masih diperlukan. (ClassIIb, Level of
evidence B).34
61
perfusi serebri dengan strategi manajemen hemodinamik, yang meliputi
hipertensi sistemik, hemodilusi isovolemik dan hemodilusi hipervolemik
yang disebut dengan Triple H therapy.33
Hipertensi
Hipervolemia
62
berkaitan dengan meningkatnya insiden efek samping medis terutama
edema pulmonum dan iskemik kardia. Pada pasien dengan ginjal intak
dan fungsi jantung yang baik sering tidak mmemungkinkan mencapai
kondisi hipervolemi. Pemberian volume besar cairan koloid atau kristaloid
menyebabkan kondisi poliuri, sering disertai komplikasi gangguan elektrolit
seperti hipokalemi dan hipomagnesemia dan aritmogenik. Poliuria yang
diinduksi oleh Hipervolemi pada pasien SAH disebut cerebral salt
wasting35
Hemodilusi
63
c. Terapi Statin
Statin atau penghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A
(HMGCoA) reductase, berperan mencegah perkembangan vasospasme
serebri. Selain mengahambat sintesis kolesterol, statin juga
dipertimbangkan berperan memperbaiki fungsi endotel, menghambat Rho
kinase, endothelin 1, inflamasi, NADPH oxidase, dan jalur Caveolin-1
pada sel endotel dan otot polos vaskuler.
Berdasarkan penelitian pada hewan coba oleh MCGirt et al
menunjukkan terapi pencegahan dengan simvastatin meningkatkan
diameter arteri serebri media dan menurunkan deficit neurologis dengan
meningkatkan protein eNOS. Simvastatin berpotensi sebagai obat
pencegahan vasospasme setelah SAH. Gao Cheng et al melaporkan
bahwa atorvastatin dapat menghambat apoptosis yang ditandai
penurunan TUNEL positive cell baik pada arteri basiler dan kortek,
menurunkan caspase 3 dan caspase 8 yang meningkat setelah SAH baik
pada tingkat mRNA dan protein. Efek neuroprotektif atorvastatin setelah
SAH berkaitan dengan hambatan jalur caspase dependent pro
apoptosis.29 Suatu studi multisenter fase III pada 1600 pasien SAH:
STASH (Simvastatin in Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage)
menunjukkan manfaat terapi statin pada pasien SAH aneurisma.Penelitian
ini menilai efek pemberian simvastatin dengan dosis 40 mg selama 21 hari
33,34
64
Walaupun studi klinis menunjukkan magnesium aman, tetapi
efektivitasnya belum jelas.34
e. Terapi endothelin-1 antagonist
f. Fasudil
g. Terapi antiplatelet
65
h. Terapi Albumin
j. Erythropoietin
66
Gambar 28. Skema terapi EBI setelah SAH43
67
Pada studi tirilazad dengan 3578 pasien, semua mendapat
nimodipin, 62% mendapat profilaksis dan 23% mendapat terapi
hemodinamik, menunjukkan derajat keseluruhan lebih baik dibandingakn
studi yang tidakmendapatkan nimodipine. Kematian yang terjadi akibat
vasospasme16 % atau hanya 2,5% dari keseluruhan populasi.
Vasospasme simptomatik terjadi sepertiga pasien dan dipertimbangkan
sebagai penyebab kematian separuh dari kasus tersebut. Hal ini
menunjukkan sekitar 67% pasien berkembang menjadi vasospasme
ringan setelah aSAH, 33% berkembang menjadi delayed ischemia dan
separuh darinya mengalami kematian atau mecacatan permanen akibat
vasospasme.28
68
BAB 3
KESIMPULAN
69
REFERAT AKHIR
TINJAUAN NEUROBIOPATOFISIOLOGI
VASOSPASME SEREBRI DAN
PENATALAKSANAANNYA PADA STROKE
PERDARAHAN SUBARAKHNOID SPONTAN
OLEH:
Dr.SHINTA KUSUMAWATI
PEMBIMBING:
SMF/LABORATORIUM NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM.DR.SAIFUL ANWAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2013
70
71