Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

MENINGITIS

PEMBIMBING :
dr. Julintari Bidramnanta, Sp.S

DISUSUN OLEH :
Ghina Adiyarianni
030.11.114

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 NOVEMBER 17 DESEMBER 2016

DAFTAR ISI
Daftar isi ...............................................................................................................................1
BAB I

Pendahuluan ..................................................................................................2

BAB II

Tinjauan Pustaka ...........................................................................................3

Daftar Pustaka ......................................................................................................................21

BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada sistem saraf pusat ( SSP ) dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu
terutama yang melibatkan meninges ( meningitis) dan terbatas pada parenkim ( ensefalitis ).
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu piamater ( Lapisan dalam), arachnoid ( Lapisan tengah)
dan duramater ( lapisan luar ).
Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada selaput
pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang yang dikenal sebagai
meninges.1,2 Penyebab paling umum dari meningitis adalah infeksi virus yang biasanya dapat
sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan yang spesifik.3,4 Namun, meningitis juga dapat
disebabkan oleh bakteri dan jamur yang merupakan bentuk yang jarang dan umumnya hanya
terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.4
Penyakit ini kebanyakan terjadi pada usia ekstrem <5 tahun dan >60 tahun, rumah
padat penduduk, sosioekonomi rendah, dan keadaan atau penyakit sepertifraktur basis kranii,
pungsi atau anastesi lumbal, operasi/tindakan bedah saraf, terpapar manusia yang terkena
meningitis tanpa profilaksis, diabetes mellitus, insufisiensi adrenal atau ginjal,
immunosuppression, HIV, spelenktomi atau anemia sickle cell, alcoholism, sirosis hepatis,
keganasan, sinusitis, 5,6
Gejala yang paling umum dari meningitis yaitu demam, sakit kepala yang berat dan
terus menerus, kaku leher terutama ketika mencoba untuk menyentuh dagu ke dada, muntah,
kebingungan, penurunan tingkat kesadaran dan kejang.7
Komplikasi dapat bervariasi tergantung tingkat keparahan dari seseorang dan dapat
bersifat sementara atau permanen. Semakin parah infeksi meningitis semakin besar
komplikasi yang didapatkan. Komplikasi lebih sering terjadi pada meningitis yang
disebabkan oleh bakteri dari pada meningitis yang diakibatkan oleh virus. 8Begitu besarnya
kerugian yang diakibatkan oleh meningitis, sebagai dokter umum harus dapat mendiagnosa
lebih awal dari meningitis guna mencegah komplikasi yang lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada selaput pelindung
yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang yang dikenal sebagai meninges (radang
pada arachnoid dan piamater). Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi dari cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.1
Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut
sebagai pachymeningitis (jarang) dan leptomeningitis yang lebih umum dan didefinisikan
sebagai peradangan pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.9Penyebab paling umum
dari meningitis di Amerika Serikat adalah infeksi virus yang biasanya dapat sembuh
sepenuhnya tanpa pengobatan yang spesifik.5,6Namun, meningitis juga dapat disebabkan oleh
bakteri yang dapat menyebabkan kematian atau kerusakan otak dan meningitis jamur
merupakan bentuk yang jarang dari meningitis dan umumnya hanya terjadi pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.6
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak meningitis dibagi menjadi dua
golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan
jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab
yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau
meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus
meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.10
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.2.1 Lapisan selaput otak/meningens
Otak dan sumsum tulang belakang dibungkus oleh selubung meninges. Lapisan
luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya yaitu leptomeninx, dibagi
menjadi arachnoidea dan piamater. Lapisan-lapisan tersebut yaitu :
1.Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu
lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi
otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan
ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan
3

dura). Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium, membentuk
periosteum, dan tempat perluasan pembuluh darah, lapisan dalam menjadi dura spinalis.
2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea dengan dura terpisah oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium
subdural. Cavum subarachnoidalis dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa
yang membentuk anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga yang saling
berhubungan. Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam
sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea).
Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior, liquor
cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara
relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut
menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut
cisterna arachnoidea.
3. Piamater
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan
jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak.2

Gambar 2.1 Lapisan selaput otak


4

2.3 EPIDEMIOLOGI
Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan etiologi dan hubungannya dengan
sumber pelayanan medis. Insiden ini lebih tinggi di negara-negara berkembang karena
kurangnya akses pelayanan untuk pencegahan, seperti vaksinasi. Di negara-negara
berkembang, kejadian meningitis dilaporkan 10 kali lebih tinggi daripada di negara-negara
maju.
Meningitis mempengaruhi semua ras. Di Amerika Serikat, orang kulit hitam
memiliki resiko lebih tinggi dari orang kulit putih dan orang Hispanik. Hampir 4100 kasus
dengan 500 kematian yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, meningitis bakteri terus
menjadi sumber signifikan dari morbiditas dan mortalitas. Kejadian tahunan di Amerika
Serikat adalah 1,33 kasus per 100.000 penduduk.
Tingkat fatalitas kasus keseluruhan pada orang dewasa adalah 34 %. Di antara agen
bakteri yang menyebabkan meningitis, S pneumoniae dikaitkan dengan salah satu kematian
tertinggi 19-26 % .4
Insidens aseptic meningitis 10,9 kasus per 100.000 penduduk. Hal ini terjadi pada
segala usia, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama selama musim panas. Tidak
ada perbedaan ras dilaporkan. Aseptic meningitis cenderung terjadi 3 kali lebih sering pada
laki-laki daripada perempuan.Virus adalah penyebab utama meningitis aseptik. Enterovirus
terdapat di seluruh dunia, kebanyakan infeksi enterovirus terjadi pada individu yang lebih
muda dari 15 tahun, dengan tingkat serangan tertinggi pada anak-anak yang lebih muda dari 1
tahun.
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat
lebih nyata pada bayi. Pada meningitis bakteri 3,3 kasus per 100.000 penduduk laki-laki
dibandingkan 2,6 kasus per 100.000 penduduk perempuan. Namun, untuk meningitis yang
disebabkan oleh virus kejadian pria dan wanita sama.
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah,
lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), Penyakit
meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara
maju. Insidensi tertinggi terjadi didaerah yang disebut dengan the African Meningitis belt,
yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara.
Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000
penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik. Di daerah Malawi, Afrika pada
5

tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenza 20-40 per
100.000 penduduk.5
2.4 PATOFISIOLOGI
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita.Saluran nafas merupakan port dentre utama pada penularan penyakit ini. Bakteribakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresisekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan
serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada
selaput otak.3,5
Agen penyebab dapat masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen atau
langsung menyebar dari kelainan nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan
jantung (endocarditis), selain itu perkontuinatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat
selaput otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus,
penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman (meningokok, pneumokok, streptokok,
hemofilus influenza) dalam ruang subarachnoid menyebabkan radang pada pia dan
arachnoid, CSS dan system ventrikulitis.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi,
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri
dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema
serebral dan peningkatanTIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri
sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-

Friderichssen) sebagai akibat terjadinyakerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang
disebabkan oleh meningokokus.3
2.5 KLASIFIKASI MENINGITIS
2.5.1 MENINGITIS BAKTERI
Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta)
adalah suatu infeksi cairan likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan
piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula
spinalis.6
Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang susunan
saraf pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian dan kecacatan. Diagnosis
yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri. Penyebab
meningitis purulenta yang tersering adalah Haemophilus influenza, Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus grup B , Listeria monocytogenes , dan Neisseria meningitides.
Etiologi
1. Dewasa: Neisseria meningitides, Streptococcuspneumoniae
2. Orang tua : Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Listeria monocytogenes.6
DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 17 hari. Terdapat
trias meningitis yaitu : Demam tinggi menggigil mendadak, kaku leher, perubahan status
mental. Gejala lainnya antara lain fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, nyeri kepala.6,7
Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda rangsang meningeal
- Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri sehingga dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada. Kaku kuduk yang disebabkan oleh iritasi selaput otak
tahanan didapatkan ketika menekukan kepala, sedangkan bila kepala hiperekstensi
dan rotaasi kepala dapat dilakukan dengan mudah. Sedangkan pada kelainan lain

(myositis otot kuduk, artritis servikalis, tetanus) biasanya rotasi dan hiperekstensi
-

kepala terganggu.
Pemeriksaan tanda Lasegue
Pasien berbaring terlentang diluruskan kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai
diangkat lurus dan difleksikan pada persendian panggul. Tungkai sisi sebelahnya
harus dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal dapat mencapai sudut 70
derajat sebelum timbulnya rasa nyeri atau tahanan, bila sudah terdapat nyeri atau
tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka dapat dikatakan Lasegue positif.
Tanda Lasegue juga ditemukan pada keadaan ischilagia, iritasi akar lumbosacral

atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal).


Pemeriksaan tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, lalu difleksikan paha pada persendian panggul sampai
membuat sudut 90. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian
lutut. Biasanya dapat dilakukan ekstensi hingga sudut tangan 135 antara tungkai
bawah dan tungkai atas. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135 yang disertai nyeri dan adanya tahanan. Seperti pada tanda
Lasegue, tanda Kernig positif terjadi pada keadaan iritasi meningeal dan iritasi
akar lumbosacral atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal). Pada meningitis

tanda Kernig positif bilateral sedangkan HNP Lumbal Kernig positif unilateral.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila

pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai.


Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi paha pada sendi panggulm
sedangkan tungkai satunya lagi dalam keadaan ekstensi. Tanda Brudzinski II

positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi pada sendi panggul kontralateral.8
b. Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset
c. Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis
d. Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis,
pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis).

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium


-

Lumbal pungsi : Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan


Likuor : Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua,
Tekanan meningkat>180 mmH20, Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai
8

10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dLdapat>1.000


mg/dL, Glukosa menurun < 40% dari GDS. Pada sediaan dengan methylene blue
-

(+), dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.


Pemeriksaan darah rutin : Lekositosis, LED meningkat.
Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit

darah
Radiologis : Foto polos paru, CT-Scan kepala. 3

PENATALAKSANAAN
Meningitis merupakan penyakit gawat darurat oleh sebab itu pasien harus menginap
di rumah sakit untuk pengobatan dan perawatan intensif. Pastikan jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi pasien baik. Penderita juga diberikan antibiotika yang tepat dan cepat sesuai dengan
penyebabnya dan dosis yang tinggi.
1. Bila usia pasien 50 tahun dengan Meningitis bakterialis yang disebabkan oleh S.
Pneumoniae, N Meningitidis, L Monocytogenes diberikan terapi Cefotaxime 2gr/6 jam
maksimal 12 g/hari atau Ceftriaxone 2gr/12 jam + Ampicilin 2gr/4 jam/iv
(200mg/kg/BB/IV/hari), Cloramphenicol 1gr/6 jam + Trimetroprim/sulfametoxazole 20
mg/kgBB/hari diberikan selama 10-14 hari
2. Bila usia pasien >50 tahun dengan Meningitis bakterialis yang disebabkan oleh S.
Pneumoniae, H. Influenzae, Species Listeria, Pseudomonas aeroginosa, N Meningitidis
diberikan terapi Cefotaxime 2gr/6 jam maksimal 12 g/hari atau Ceftriaxone 2gr/12 jam +
Ampicilin 2gr/4 jam/iv (200mg/kg/BB/IV/hari) diberikan selama 10-14 hari.20

PENCEGAHAN
- Terdapat beberapa vaksin untuk mencegah penyebab pathogen meningitis dibawah
ini yaitu : Neisseria meningitidis (meningococcus), Streptococcus pneumoniae
-

(pneumokokus), dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib).


Antibiotik Profilaksis disarankan untuk seseorang yang memiliki kontak dengan
pasien meningitis meningokokus dan jika salah satu anggota keluarga yang

terinfeksi Hib berat


Memiliki perilaku hidup sehat, seperti tidak merokok dan menghindari asap
rokok, banyak istirahat, dan tidak kontak dekat dengan orang yang sakit. Terutama
untuk kelompok rentan yaitu bayi, orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan
yang lemah.6

2.5.2 MENINGITIS TUBERCULOSA


Meningitis tuberculosis (TB) termasuk meningitis yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosa masih banyak ditemukan di Indonesia
karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat
komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis
tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen,
melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung
tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.3
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer, morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tinggi dan prognosanya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 TB
primer yang tidak diobati.10
10

PATOFISIOLOGI
BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi


Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional dan hematogen. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi

11

TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu.
Penyebaran hematogen yang tersering yaitu penyebaran hematogen tersamar (occult
hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai
berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, paru itu sendiri. Di berbagai lokasi tersebut,
kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan
kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON.
Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat 5
mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB
tulang, dan lain-lain.11
Meningitis tuberculosis terjadi sekunder dari proses tuberculosis primer yang diawali
dengan terbentuknya tuberkel-tuberkel kecil ( beberapa millimeter sampai sentimeter) di
otak, selaput otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama
infeksi. Kemudian tuberkel tadi melunak dan pecah kemudian langsung masuk ke ruang
subarachnoid atau ventrikel. Masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi
hipersensitivitas dan selanjutnya akan menimbulkan reaksi radang yang paling banyak yaitu
di basal otak. Eksudat yang terbentuk dapat menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia
dan menyerang jaringan dibawahnya sehingga disebut Meningo-ensefalitis. Eksdudat dapat
menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen Magendi, foramen Luscha yang mengakibatkkan
terjadinya hidrosefalus, edema papil dan peningkatan tekanan intracranial. Kelainan pada
pembuluh darah berupa kongesti, peradangan, dan penyumbatan sehingga dapat
mengakibatkan infark otak terutama bagian korteks, medulla oblongata, ganglia basalis.3
Secara patologis, ada tiga keadaan yang terjadi pada meningitis tuberculosis yaitu :
1. Arachnoiditis proliferative
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentuka masa fibrotik yang
melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di
leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis
otak. Secara mikroskopik eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis
12

perkijuan. Pada stadium lebih lanjut eksudat akan mengalami organisasi dan mengeras serta
mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf
yang paling sering terkena adalah saraf cranial VI,III,IV, II dan VII.
2. Vaskulitis dengan thrombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi
membrane basalis atau berada didalam parenkim otak. Hal ini menimbulkan radang obstruksi
dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang menyebabkan sekuele neurologis bila
pasien selamat. Apabila infark terjadi didaerah sekitar arteri cerebri media atau arteri carotis
interna maka akan timbul hemiparesis namun apabila terkena bilateral maka akan terjadi
quadriparesis. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta arteri karotis
interna. Vena selaput otak akan mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi serta akan
menimbulkan thrombosis dan oklusi sebagian atau total. Mekanisme flebitis tidak jelas
diduga akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan infiltrasi sel
mononuclear dan perubahan fibrin.
3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan
mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan LCS. Adapun perlengketan yang terjadi dalam
kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.25
DIAGNOSIS
Pada anamnesis didapatkan gejala sesuai dengan stadium yaitu :
1

Stadium prodromal
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal yang berlangsung 2 minggu

sampai 3 bulan. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat
kenaikan suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Keluhan dapat berupa nyeri
kepala, malaise, anoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan.
2

Stadium transisi
Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala

diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh tubuh
mulai menjadi kaku dan opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
ubun-ubun menonjol, kesadaran makin menurun, terdapat gangguan nervi kranialis antara
lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat timbul gejala defisit neurologi
fokal berupa hemiparase, hemiplegi dan rigiditas deserebrasi. Pada funduskopi dapat
13

ditemukan atrofi N.II dan khoroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang berwarna kuning
dengan ukuran setengah diameter papil.
3

Stadium terminal
Stadium terminal gejala didapatkan yaitu suhu tidak teratur dan semakin tinggi akibat

gangguan regulasi diensefalon. Terdapat gangguan pernafasan yaitu Cheyne Stokes atau
Kussmaul, gangguan miksi dapat berupa inkontinensia uri atau retensi uri, kesadaran makin
turun hingga koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dalam 3 minggu jika tidak
diberikan pengobatan sebagaimana mestinya.3,5,10
Pemeriksaan fisik
-

Tanda rangsal meningeal


Kelumpuhan saraf otak lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII sering dijumpai

Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.
Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan
hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak
adekuat.
-

Pungsi lumbal :
Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom
Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3.
Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan

polimorfonuklear.
Protein meningkat di atas 100-200 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35

mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal


Glukosa menurun < 50-60% GDS
Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc (+)
Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan

dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.


Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman

Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan).


Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat menunjukkan

lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus.
Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.
Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan
perlambatan gelombang irama dasar.5
14

TERAPI
Regimen : RHZE / RHZS23
Nama Obat
INH

DOSIS
Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari

Anak : 20 mg/kgBB/hari

+ piridoksin 50 mg/hari
Streptomisin

20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

Etambutol

25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama


Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

Rifampisin

Dewasa : 600 mg/hari

Anak 10-20
mh/kgBB/hari

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason


untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan
otak.
Steroid diberikan untuk:

Menghambat reaksi inflamasi

Mencegah komplikasi infeksi

Menurunkan edema serebri

Mencegah perlekatan

Mencegah arteritis/infark otak


Indikasi:

Kesadaran menurun

15

Defisit neurologist fokal


Dosis:
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu
selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.5,10

PENCEGAHAN
Vaksinasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap meningitis TB.
Peningkatan berat badan dibandingkan umur berhubungan dengan penurunan resiko dari
penyakit ini. 10
2.5.3 MENINGITIS VIRAL
Meningitis viral merupakan jenis meningitis yang paling umum. Meningitis viral
memiliki gejala yang lebih ringan daripada meningitis bakteri dan dapat sembuh sepenuhnya
tanpa pengobatan yang spesifik dalam waktu 7-10 hari.2,3
Meningitis viral atau meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari
berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks dan
herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan cairan
cerebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks cerebri,
white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis
sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme sel,
sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme neurotransmitter,
dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan
neurologis.
ETIOLOGI
Etiologi tersering adalah enterovirus sebanyak 46%, diikuti dengan herpes simplex virus tipe
2 sebanyak 31%, varicella zoster virus sebanyak 11%, dan herpes simplex virus tipe 1
sebanyak 4%.13
DIAGNOSA
Anamnesis : gejala yang lebih ringan daripada meningitis bakteri
Pemeriksaan fisik
-

Tanda rangsal meningeal

Pemeriksaan penunjang
-

Karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis meningitis viral:


16

Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x 109/L darah
telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan
aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung
sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral.
Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana
mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel;

hal ini merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.


Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari
normal hingga setinggi 200 mg/dL.8

TERAPI
Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi
suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral spesifik
mungkin diperlukan.
Pada pasien dengan defisiensi imun (seperti agammaglobulinemia), penggantian
imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus. Untuk Herpes
simplex meningitis manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10
mg / kg IV q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak
menganjurkan terapi antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis. CMV meningitis
diberikan Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h)
dan foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg / kg q24h IV)
digunakan untuk CMV meningitis pada host yang immunocompromised.
HIV meningitis diberikan terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk
pasien dengan meningitis HIV yang terjadi selama sindrom serokonversi akut.8
2.5.4 MENINGITIS JAMUR
Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang ditemukan,
namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, seperti orang dengan infeksi
HIV atau kanker. Penyebab paling umum dari meningitis jamur untuk orang dengan sistem
kekebalan yang lemah adalah Cryptococcus . Penyakit ini adalah salah satu penyebab paling
umum dari meningitis di Afrika.14
DIAGNOSA
GEJALA KLINIS
17

Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti akibat
infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis atau sebagai
meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama observasi (paling kurang
empat minggu).
Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam, nyeri
kepala, lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologis. Sering kali hanya
satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada gejala awal.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan seperti
laboratorium cairan cerebrospinal. Gambaran cairan cerebrospinal infeksi Cryptococcus sama
dengan meningitis tuberculosa. Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan Cryptococcus
dalam cairan cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India, kultur dalam media sabouraud dan
berdasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan. Jamur ini juga dapat dikultur dari urine,
darah, feses, sputum, dan sumsum tulang. Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan
cairan cerebrospinal dapat menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine, darah, feses,
sputum, dan sumsum tulang.
Karakteristik LCS yang ditemukan pada meningitis jamur

10-500 sel/mm3 (dengan dominasi limfosit)

Peningkatan kadar protein

Penurunan kadar gula biasanya sekitar 15-35 mg

Kultur bakteri yang negatif membedakan dengan meningitis bakterial8

TERAPI
Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan hasil yang baik. Amfoterisin B
diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai sepuluh
minggu, tergantung dari perbaikan klinis dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah
normal. Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5-flurocytosine 150 mg/Kg per hari (dalam
empat dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.13
2.6 PROGNOSIS
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama
penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua
mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan
18

kematian. Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis


purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian,
keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita
mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.
Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh
umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal
dalam waktu 6-8 minggu. Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala
klinis yang lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki
prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan
pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Shmaefsky, B. Meningitis (Deadly Diseases and Epidemics),
Menaker, J. Journal of Emergency Medicine, July 2005.
2. Mann K, Jackson MA. Meningitis. Pediatr Rev. Dec 2008;29(12):417-29
3. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jilid 5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press ;
2011.hlm.161-168,183-185.
4. World Health Organization. Control of Epidemic Meningococcal Disease. WHO Practical
Guidelines. http://www.who.int/csr/resources/publications/meningitis/whoemcbac983.pdf
Accessed November 20, 2016.
5. NHS. Complication of Meningitis. Available at :
http://www.nhs.uk/Conditions/Meningitis/Pages/Complications.aspx. Accessed
November 20, 2016.
6. CDC. Meningococcal Disease. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable
Diseases, 13th Edition : 2005.
7. Centers for disease control and prevention. Bacterial Meningitis. Available at :
http://www.cdc.gov/meningitis/bacterial.html. Accessed November 20, 2016.
8. Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis.
America Family Physician. Vol 82 (12). 2010.
9. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Badan
Penerbit FK UI;2013.hlm 17-20.
10. Meningitis Tuberkulosa. Available
at :http://www.tbindonesia.or.id/2014/04/21/meningitis-tuberkulosa/. Accessed
November 20, 2016.
11. Werdhani R. Patofisiologi, diagnosis dan klasifikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga.
12. Medscape. Tuberculous Meningitis. Available at :
emedicine.medscape.com/article/1166190-overview. Accessed November 20, 2016.
13. Logan S, Macmahon E. Viral Meningitis : A Clinical Review. BMJ. Vol 336 (p3640) : 2008.
14. Centers for disease control and prevention. Meningitis fungal. Available at :
http://www.cdc.gov/meningitis/fungal.html. Accessed November 22, 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai