Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun pada


manusia. Pada manusia yang menderita miastenia gravis, ditemukan kelainan pada
neuromuscular junction akibat defisiensi dari acetylcholine receptor (AchR).1

Kemudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan


fungsi dari AchR serta interaksinya dengan antibodi AchR, telah dianalisis dengan
sangat hati-hati, dan mekanisme dimana antibodi AchR mempengaruhi transmisi
neuromuskular ini diakibatkan adanya hubungan antara konsentrasi, spesifisitas, dan
fungsi dari antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia gravis.2

Pembuktian etiologi auto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa


glandula timus mempunyai hubungan yang erat. Pada 80 % penderita Miastenia
didapati glandula timus yang abnormal. Kira-kira 10 % dari mereka memperlihatkan
struktur timoma dan pada penderita-penderita lainnya terdapat infiltrat limfositer pada
pusat germinativa glandula timus tanpa perubahan di jaringan linfositer lainnya.
Kelainan di glandula timus seperti ini juga dijumpai pada penderita dengan lupus
eritematous sistemik, tirotoksikosis, miksedema, penyakit addison dan anemia
hemolitik eksperimental pada tikus.3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

1
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-
menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Dan bila penderita
beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit
ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR)
sehingga AchR di neuromuskular juction berkurang.1

2.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi penderita dengan Miastenia gravis di Amerika Serikat pada tahun


2004 diperkirakan mencapai 20 per 100.000 penduduk. Prevalensi pasti mungkin
lebih tinggi karena kebanyakan kasus Miastenia gravis tidak terdiagnosis. Insiden
Miastenia gravis mencapai 1 dari 7500 penduduk, menyerang semua kelompok umur.
Penelitian epidemiologi telah menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi
penyakit Miastenia gravis dan angka kematian yang meningkat di atas umur 50 tahun.
Pada umur 20-30 tahun Miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita.
Sementara itu diatas 60 tahun lebih banyak pada pria (perbandingan ratio wanita dan
pria adalah 3:2).1

2.3 PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, di neuromuscular junction, asetilkolin (ACh) disintesis


diterminal saraf motorik dan disimpan di dalam vesikel-vesikel. ketika potensial aksi
merambat sepanjang saraf motorik dan mencapai terminal saraf tersebut, Ach dari
150-200 vesikel dilepaskan dan melekat pada AChR yang banyak terdapat pada
postsynaptic folds membuka berbagai salurann di AchR sehingga memungkinkan
masuknya berbagai kation terutama Na sehingga menimpulkan depolarisasi end plate
serabut otot dan yang pada akhirnya menimbulkan kontraksi otot. Proses ini secara
cepat berakhir dengan cara hidrolisis ACh oleh asetilkolinesterase (AChE) yang
banyak terdapat pada synaptic folds.1
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline
Receptor (AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline (ACh) yang tetap
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada

2
jumlah normal akan mengakibatkan AChE menghancurkan sebagian besar ACh
sebelum molekul ini memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan reseptor dan
menyebabkan potensial aksi. Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan
karena proses auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies,
yang dapat memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Pasien dengan
Myasthenia gravis akan membuat blocking antibody, dimana akan menumpuk pada
membrane otot reseptor dan mencegah masuknya molekul AcH sehingga membrane
post sinaps menjadi lebih rata dan transmisi neuromuskular menjadi tidak efisien
sehingga kontraksi otot melemah.1,4
Eti0patogenesis proses autoimun pada Miastenia gravis tidak sepenuhnya
diketahui, walaupun demikian diduga kelenjar timus turut berperan pada patogenesis
Miastenia gravis. Sekitar 75 % pasien Miastenia gravis menunjukkan timus yang
abnormal, 65% pasien menunjukan hiperplasi timus yang menandakan aktifnya
respon imun dan 10 % berhubungan dengan timoma.1

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Penyakit Miastenia gravis ditandai dengan adanya kelemahan dan kelelahan.


Kelemahan otot terjadi seiring dengan penggunaan otot secara berulang, dan semakin
berat dirasakan di akhir hari. Gejala ini akan menghilang atau membaik dengan
istirahat. Kelompok otot-otot yang melemah pada penyakit miastenis gravis memiliki
pola yang khas. Pada awal terjadinya Miastenia gravis, otot kelopak mata dan gerakan
bola mata terserang lebih dahulu. Akibat dari kelumpuhan otot-otot tersebut, muncul
gejala berupa penglihatan ganda (melihat benda menjadi ada dua atau disebut
diplopia) dan turunnya kelopak mata secaara abnormal (ptosis).

3
Gambar 1. Ptosis Pada Miastenia gravis GeneralisataA. Kelopak mata tidak simetris,kiri lebih rendah dari kanan.

Miastenia gravis dapat menyerang otot-otot wajah, dan menyebabkan


penderita menggeram saat berusaha tersenyum serta penampilan yang seperti tanpa
ekspresi. Penderita juga akan merasakan kelemahan dalam mengunyah dan menelan
makanan sehingga berisiko timbulnya regurgitasi dan aspirasi. Selain itu, terjadi
gejala gangguan dalam berbicara, yang disebabkan kelemahan dari langit-langit mulut
dan lidah. Sebagian besar penderita Miastenia gravis akan mengalami kelemahan otot
di seluruh tubuh, termasuk tangan dan kaki. Kelemahan pada anggota gerak ini akan
dirasakan asimetris. Bila seorang penderita Miastenia gravis hanya mengalami
kelemahan di daerah mata selama 3 tahun, maka kemungkinan kecil penyakit tersebut
akan menyerang seluruh tubuh. Penderita dengan hanya kelemahan di sekitar mata
disebut Miastenia gravis okular. Penyakit Miastenia gravis dapat menjadi berat dan
membahayakan jiwa. Miastenia gravis yang berat menyerang otot-otot pernafasan
sehingga menimbuilkan gejala sesak nafas. Bila sampai diperlukan bantuan alat
pernafasan, maka penyakit Miastenia gravis tersebut dikenal sebagai krisis Miastenia
gravis atau krisis miastenik. Umumnya krisis miastenik disebabkan karena adanya
infeksi pada penderita Miastenia gravis.1
Secara umum, gambaran klisnis Miastenia yaitu:
Kelemahan otot yang progresif pada penderita
Kelemahan meningkat dengan cepat pada kontraksis otot yang berulang
Pemulihan dalam beberapa menit atau kurang dari satu jam, dengan istirahat

4
Kelemahan biasanya memburuk menjelang malam
Otot mata sering terkena pertama (ptosis, diplopia), atau otot faring lainnya
(disfagia, suara sengau)
Kelemahan otot yang berat berbeda pada setiap unit motorik
Kadang-kadang , kekuatan otot tiba-tiba memburuk
Tidak ada atrofi atau fasikulasi

> Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), Miastenia gravis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

> Kelas I > Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat menutup mata,
dan kekuatan otot-otot lain normal

> Kelas II > Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular

> Kelas IIa> Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya, juga
terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

> Kelas IIb> Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.
Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan
dibandingkan kelas IIa.

> Kelas III > Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-
otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang.

> Kelas IIIa> Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan.

> Kelas IIIb> Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya
secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-
otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.

> Kelas IV> Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam
derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan
dalam berbagai derajat.

> Kelas IVa> Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-
otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat
ringan.

> Kelas IVb> Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya

5
secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.

> Kelas V > Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

> Untuk menilai tingkat respon terhadap terapi dan prognosis, Osserman membuat
klasifikasi klinis sebagai berikut :6

Kelompok I Miastenia Okular : hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan
diplopia. Sangat ringan dan tidak ada kasus kematian (15-20 %)
Kelompok II Miastenia umum:
1. Miastenia umum ringan : progres lambat, biasanya pada mata , lambat laun
menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena,
respon terhadap terapi obat baik angka kematian rendah (30 %)
2. Miastenia umum sedang : progres bertahap dan sering disertai gejala-gejala
okular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya otot-otot rangka dan
bulbar. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien
terbatas, tetapi angka kematian rendah (25 %)

Kelompok III Miastenia umum berat :

1. Fulminan akut : progres yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan
bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya
penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini,
persentase thymoma paling tinggi. Respon terhadap obat buruk dan angka
kematian tinggi. (15%)
2. Miastenia Berat lanjut : timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-
gejala kelompok I atau II. Respon terhadap obat dan prognosis buruk. (10 %)
2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis Miastenia gravis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang khas, tes antikolinesterase, EMG, serologi untuk antibodi
AchR dan CT-Scan atau MRI toraks untuk melihat adanya timoma.1,3,5
1. Anamnesis
Adanya kelemahan/ kelumpuhan otot yang berulang setelah aktivitas dan
membaik setelah istirahat. Tersering menyerang otot-otot mata (dengan manifestasi:
diplopi atau ptosis), dapat disertai kelumpuhan anggota badan (terutama triceps dan
ekstensor jari-jari), kelemahan/kelumpuhan otot-otot yang dipersarafi oleh nervi

6
cranialis, dapat pula mengenai otot pernafasan yang menyebabkan penderita bisa
sesak.
2. Tes klinik sederhana:
a) Tes watenberg/simpson test : memandang objek di atas bidang antara kedua
bola mata > 30 detik, lama-kelamaan akan terjadi ptosis (tes positif).
b) Tes pita suara : penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan
menghilang secara bertahap (tes positif).
3. Uji Tensilon (edrophonium chloride)
Endrofonium merupakan antikolinesterase kerja pendek yang memperpanjang
kerja acetilkolin pada nerumuscular juction dalam beberapa menit. Untuk uji tensilon,
disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena selama 15 detik, bila dalam 30 detik tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8-9 mg tensilon secara intravena.
Segera setelah tensilon disuntikkan kita harus memperhatikan otot-otot yang
lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan adanya ptosis. Bila
kelemahan itu benar disebabkan oleh Miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera
lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat
seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat. Efek sampingnya dapat
menyebabkan bradikardi dan untuk mengatasinya dapat digunakan atropin.
4. Uji Prostigmin (neostigmin)
Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara
intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin 0,8 mg). Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh Miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis,
strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
5. Laboratorium
Anti striated muscle (anti-SM) antibody
Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 85% pasien yang menderita
timoma dalam usia kurang dari 40 tahun.Sehingga merupakan salah satu tes yang
penting pada penderita Miastenia gravis. Pada pasien tanpa timoma anti-SM Antibodi
dapat menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun.

Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies


Hampir 50% penderita Miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR
Ab negatif (Miastenia gravis seronegatif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-
MuSK Ab.
Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu
Miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 70%-95% dari penderita
Miastenia gravis generalisata dan 50% - 75 % dari penderita dengan Miastenia okular
murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada

7
pasien timoma tanpa Miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR
antibody.
6. Test Single Fiber Electromyography (EMG)
Serabut otot dirangsang dengan impul elektrik, bisa juga mendeteksi gangguan
syaraf ke transmisi otot. EMG mengukur potensi elektrik dari sel-sel otot. Serat-serat
otot pada MG dan juga pada penyakit neuromuskular lainnya, tidak memberi respon
yang baik pada rangsangan elektrik yang berulang-ulang dibanding dengan otot-otot
pada individu yang normal. Akan nampak gambaran frekuensi yang rendah (2-4 Hz);
stimulasi berulang akan menghasilkan penurunan amplitudo dari evoked motor
response. Test ini memiliki kesensitifan hingga 95 % secara sistem dan 84 % pada
MG ocular, membuat test ini menjadi yang paling sensitif untuk penyakit ini.
7. Chest x-ray (foto roentgen thorak)
Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak,
thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.
- Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya
thymoma ukuran kecil, sehingga perlu dilakukan chest Ct-scan dan MRI untuk
mengidentifikasi thymoma pada semua kasus Miastenia gravis, terutama pada
penderita dengan usia tua.
2.6 PENATALAKSANAAN
a. Acetilkolinesterase Inhibitor

Dapat diberikan piridostigmin bromida (mestinon) 30-120mg/3-4jam/oral.


Dosis parenteral 3-6mg/4-6jam/iv tiap hari akan membantu pasien untuk mengunyah,
menelan, dan beberapa aktivitas sehari-hari. Pemberian antikolinesterase akan sangat
bermanfaat pada Miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Anticholinesterase
memperkenankan asetilkolin untuk tinggal pada persimpangan neuromuskular lebih
lama dari biasanya sehingga dengan begitu, lebih banyak tempat penerima yang bisa
diaktifkan. Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase
sehingga asetilkolin tak segera dihancurkan. Akibatnya, aktivitas otot dapat
dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90 % dari kekuatan dan daya tahan
semula. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi
parasimpatis, termasuk kontraksi pupil, kolik, diare, saliva berlebihan, berkeringat,
lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan.1,6

b. Kortikosteroid

8
Dapat diberikan prednison dimulai dengan dosis awal 10-20 mg, dinaikkan
bertahap (5-10mg/minggu) 1x sehari selang sehari, maksimal 120 mg/6jam/oral,
kemudian diturunkan sampai dosis minimal efektif. Bisa digunakan untuk menekan
reaksi tidak normal dari sistem imun yang terjadi pada MG. Efek sampingnya dapat
berupa: peningkatan berat badan, hiperglikemia, osteopenia, ulkus gaster dan
duodenum, katarak.6

c. Imunosupresif (Azatioprin)

Dapat diberikan dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari/oral selama 8 minggu


pertama. Efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama
berupa gangguan saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan leukopenia.6

d. Plasma Exchange (PE)

PE paling efektif digunakan pada situasi dimana terapi jangka pendek yang
menguntungkan menjadi prioritas. Dasar terapi PE adalah pemindahan anti-asetilkolin
secara efektif. Respon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi. Terapi ini
digunakan pada pasien yang akan memasuki atau sedang mengalami masa krisis.1,6

e. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)

Immunoglobulin (IVIg) dimasukkan ke dalam pembuluh darah terkadang


digunakan juga untuk mempengaruhi fungsi atau produksi dari antibodi yang tidak
normal. Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgBB/hari pada 5 hari pertama,
dilanjutkan 1 gram/kgBB/hari selama 2 hari.6

f. Timektomi

Timektomi umumnya dianjurkan pada pasien umur 10-55 tahun dengan


Miastenia gravis generalisata. Timektomi diindikasikan pada terapi awal pasien
dengan keterlibatan ekstremitas bawah dan bulbar.6

2.7 KOMPLIKASI

Salah satu faktor yang membingungkan dalam mengobati pasien dengan


myasthenia gravis adalah bahwa dosis obat yang tidak cukup atau kekurangan
asetilkolin (yaitu, krisis miastenia) dan dosis obat yang berlebihan atau kelebihan dari
asetilkoin (yaitu, krisis kolinergik) dapat hadir dalam cara yang sama. Kedua krisis

9
miastenia dan krisis kolinergik dapat menyebabkan bronkospasme dengan mengi,
bronchorrhea, kegagalan pernapasan, diaphoresis, dan sianosis.9

A. Krisis Miastenik

Krisis miastenia adalah komplikasi miastenia gravis dengan gejala kelemahan


otot yang semakin buruk sehingga menyebabkan gagal napas. Krisis miastenia
merupakan gawat darurat dibidang saraf yang sangat penting, serius namun reversible,
yang didapatkan pada 20-30% penderita dalam satu tahun pertama. Kebanyakan
penderita memiliki faktor predisposisi yang merangsang terjadinya krisis. Hal yang
paling sering adalah infeksi saluran napas.7

Krisis miastenia dapat juga diidentifikasi sebagai keadaan eksaserbasi yang


memicu gagal pernapasan yang memerlukan ventilasi mekanis. Diagnosis krisis
miastenia harus dicurigai pada semua pasien dengan gagal pernafasan, terutama
mereka dengan etiologi tidak jelas.9

Sekitar 15-20% penderita miastenia gravis akan mengalami krisis miastenia,


biasanya pada tahun pertama timbulnya gejala. Krisis miastenia dapat menjadi
manifestasi awal dari miastenia gravis pada 20% penderita. Perempuan lebih banyak
mengalami krisis miastenia dibandingkan laki- laki. Umur rata- rata penderita yang
mengalami krisis miastenia adalah 59 tahun dengan angka kematian akibat krisis
miastenia saat ini adalah sebesar 5%.7

Faktor Pencetus Krisis Miastenia


Krisis miastenik biasanya dicetuskan oleh kontrol yang buruk pada penyakit,
pengobatan miastenia bulbar (steroid dan antikolinesterase), obat-obatan, infeksi
sistemik yang melibatkan saluran pernafasan, aspirasi, dan pembedahan. Pencetus lain
yang diketahui pada krisis miastenia refraktori adalah stres emosional, lingkungan
yang panas, peningkatan suhu tubuh yang mendadak, dan hipertioridism, dengan
penyakit tiroid autoimun sering dikaitkan dengan miastenia gravis.8

Krisis miastenia dapat timbul karena beberapa faktor. Penyebab paling sering
adalah infeksi pernapasan. Dalam suatu studi didapatkan 38% penderita miastenia
gravis mengalami krisis miastenia akibat infeksi pneumonia. Saat terjadi krisis
miastenia, dapat ditemukan hipoksemia, hiperkapnea atau keduanya. Disfungsi otot
orofaring dapat menjadi manifestasi utama pada beberapa penderita. Pada penderita

10
dengan riwayat miastenia gravis, adanya perburukan gejala klinis seperti kelemahan
progresif otot ekstrimitas, ptosis palpebra, gangguan otot orofaring dan sulit menelan
yang bersamaaan dengan adanya gangguan pernapasan dapat membantu
mengidentifikasi risiko terjadinya krisis miastenia. Hasil analisa gas darah pada
penderita krisis miastenia biasanya menunjukkan hiperkarbia terlebih dahulu sebelum
hipoksemia.7

Pengobatan Krisis Miastenik


Prinsip pengobatan ditujukan pada mereka yang mengalami kegagalan
pernafasan pada umumnya. Krisis miastenik dipandang sebagai eksaserbasi sementara
yang reda dalam beberapa hari atau minggu. Tujuan terapi adalah untuk
mempertahankan fungsi vital dan untuk menghindari atau mengobati infeksi sampai
pasien pulih dari krisis. Terapi utama miastenia gravis adalah short-term
immunotherapy, baik plasmapheresis maupun IVIG. Untuk menentukan apakah
plasma exchange atau terapi IVIG sebenarnya memperpendek durasi krisis akan
membutuhkan uji coba terkontrol, tapi itu belum dilakukan. Meski begitu, perawatan
intensif paru sekarang begitu efektif bahwa krisis miastenik hampir tidak pernah fatal
dan banyak pasien masuk ke remisi setelah pemulihan dari krisis.10

Terdapat 2 terapi farmakologis yang tersedia untuk krisis miastenik, yakni


immunoglobulin intravena (IVIg) dan pertukaran plasma (PE). IVIg biasanya
diberikan 400mg/kg setiap hari selama 5 hari. Pasien harus disapih terhadap adanya
IgA defisiensi untuk mencegah anafilaksis terhadap IVIg. Efek samping yang paling
sering terjadi adalah sakit kepala. Komplikasi lain termasuk demam, mual,
ketidaknyamanan, kemerahan, lemah, dan nyeri. Efek samping yang lebih serius
adalah meningitis aseptik, hipertensi, aritmia jantung, trombositopenia, stroke, infark
jantung, dan emboli paru.8
Untuk PE, 5 kali penggantian (1 volume plasma atau 3-4 L setiap penggantian)
biasanya dilakukan selama 10 hari. Cairan pengganti umumnya adalah larutan normal
salin atau albumin. Komplikasi PE yang biasanya terjadi adalah demam,
gejala hipokalemia (umumnya parestesia), penurunan sementara
tekanan darah, dan takikardia. Efek samping yang lebih serius
namun lebih jarang terjadi termasuk aritmia, infark miokardial, dan
hemolisis. Respon terhadap pengobatan biasanya terjadi setelah 2

11
hari dengan PE dan setelah 4-5 hari dengan IVIg. Bila respon yang
terjadi tidak adekuat atau tidak ada respon sama sekali, PE bisa
diberikan setelah IVIg dan IVIg bisa diberikan setelah PE. Beberapa
studi menunjukkan bahwa pemberian PE lebih efektif dibandingkan
IVIg pada penderita krisis miastenik, namun kemungkinan terjadinya
komplikasi juga lebih tinggi pada penggunaan PE, seperti infeksi dan
instabilitas jantung.8
Kortikosteroid diberikan bersama dengan IVIg dan PE. Prednisone dosis
tinggi (60-100 mg per hari atau 1-1.5 mg/kg/hari) dapat dimulai bersamaan dengan
IVIg atau PE, karena prednisone mulai bekerja setelah 2 minggu, di mana efek PE dan
IVIg mulai berkurang. Pemberian kortikosteroid secara oral lebih dipilih, dan inisiasi
pemberian prednisone dapat ditunda sampai pasien telah diekstubasi bila pasien
mununjukkan perbaikan yang cepat setelah pengobatan dengan IVIg atau PE. Ketika
pasien sudah menunjukkan perbaikan klinis, dosis prednisone dapat dikurangi, dan
secara gradual dikonversi ke alternate-day dosing. Efek samping paling sering adalah
penampakan Chusingoid., katarak, dan peningkatan berat badan. Infeksi, diabetes
yang tidak terkontrol, dan osteoporosis merupakan kontraindikasi relatif dalam
penggunaan kortikosteroid.8

B. Krisis Kolinergik

Krisis kolinergik yaitu respons toksik akibat kelebihan antikolinesterase. Hal


ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum dengan dosis yang
berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan.
Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis
yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali. Status hiperkolinergik
ditandai dengan miosis dan sindrom SLUDGE (salivation, lacrimation, urinary
incontinence, diarrhea, gastrointestinal upset dan hypermortility, emesis). Namun,
temuan ini tidak pasti hadir.9,11

Sebagai akibat dari krisis kolinergik, otot berhenti menanggapi pemboman


ACh, menyebabkan flaccid paralysis, kegagalan pernafasan, tanda-tanda dan gejala
seperti keracunan organofosfat. Gejala lain termasuk peningkatan berkeringat, air liur,
bronkial sekresi bersama dengan miosis. Krisis ini dapat ditutupi oleh penggunaan
atropin bersama dengan inhibitor antikolinesterase untuk mencegah efek samping.

12
Flaccid paralysis akibat krisis kolinergik dapat dibedakan dari myasthenia gravis oleh
penggunaan obat edrophonium (Tensilon). Jika dengan pemberian edrophonium
respon pasien dengan krisis kolinergik dapat memperburuk kelumpuhan. tetapi dapat
memperkuat otot dalam kasus myasthenia gravis. Beberapa unsur krisis kolinergik
dapat diobati dengan obat antimuskarinik seperti atropin.11

Perbedaan gejala krisis miastenia dan krisis kolinergik

Krisis miastenia Krisis kolinergik


1. Meningkatnya tekanan darah 1. Menurunnya tekanan darah
2. Takikardia 2. Bradikardia
3. Gelisah 3. Gelisah
4. Ketakutan 4. Ketakutan
5.Meningkatnya sekresi bronkhial, air 5.Meningkatnya sekresi bronkhial ,air
mata dan keringat mata dan keringat
6. Kelemahan otot umum 6. Kelemahan otot umum
7. Kehilangan refleks batuk 7. Kesultan bernapas, menelan dan bicara
8. Kesulitan bernafas, menelan dan bicara 8. Mual, muntah
9. Penurunan output urine 9. Diare
10.Kram abdomen.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K, Marcellus Simadibrata, Setiati, S.


2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. W. Arie, Adnyana; et all. 2013. Diagnosa dan Tata Laksana Miastenia Gravis.
Denpasar: Bagian Ilmu Penyakit saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
3. Mardjono M, Sidharta P. 2014. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
4. Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. In: Taut
Neuromuskular. 6 th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

5. Baehr, M; Frotscher, M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,


Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi 4.Jakarta : EGC.

6. Ilmu Penyakit Saraf. 2014 Bahan Ajar Miasthenia Gravis. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

14
7. Amalia, R. Rasmin, M,. 2016. Gagal Napas pada Penderita Miastenia Gravis.
Surabaya: Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas
Universitas Airlangga, RSUP Dr. Soetomo.

8. Primananda, A. 2012. Diagnosa dan Tatalaksana Krisis Miastenia. Denpasar:


Bagian Ilmu Penyakit saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

9. Goldenberg WD, Kulkarni R. Emergent Management of Myasthenia Gravis.


Medscape 2016. [cited: February 7th, 2017]. Available from: http://emedicine.
medscape.com/article/793136-overview.

10. Houston, H., Rowland, L. P. 2015. Merritts Neurology. 13rdedition. USA:


Lippincott Wiliams & Wilkins Publishers.

11. Margolis, S. 2001.The John Hopkins Guidline to Medical Test. USA: Remedy
Health Media.

15

Anda mungkin juga menyukai