Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

KEJANG DEMAM

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:

Denny Andrianto

20120310040

Diajukan kepada:

dr. Intan Rahayu Sp,S

SMF BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

KEJANG DEMAM

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh :

Denny Andrianto

20120310040

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal: 2017

Mengetahui,

Dokter pembimbing,

dr. Intan Rahayu Sp.S

2
BAB I

PENDAHULUAN

duus) Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada


kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium. Kejang terjadi ketika fungsi otak tidak
normal sehingga menyebabkan terjadi perubahan gerakan, perhatian,
dan kesadaran. Kejang demam tidak disertai infeksi susunan saraf
pusat (SSP) atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berumur
6 bulan sampai 5 tahun. Insiden tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam.Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 15 tahun mengalami kejang didahului demam,
ada kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.1,2

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kejang demam didefinisikan oleh The International League Against


Epilepsy (ILAE) sebagai kejang yang terjadi pada anak usia lebih dari 1 bulan
yang disebabkan oleh karena demam dan tidak diakibatkan oleh infeksi
system saraf pusat ,tanpa riwayat kejang saat neonates, atau riwayat kejang
sebelumnya yang tidak diketahui sebabnya.3

B. EPIDEMIOLOGI

Kejang demam sederhana biasanya mempunyai rentang umur antara 6 bulan


hingga 5 tahun. Insiden paling sering terdapat pada usia 2 tahun. Insidensi rata rata
diperkirakan 460/100.000 di dalam kelompok usia 0-4 tahun. Kejang demam yang
paling sering terjadi adalah kejang demam sederhana , kejang demam kompleks
memiliki insidensi 30%. Resiko untuk terjadinya kejang berulang sangat berkaitan
dengan berbagai factor seperti umur yang lebih muda saat terkena kejang demam,
durasi kejang, derajat keparahan demam, riwayat keluarga yang memiliki riwayat
kejang .4

C. KLASIFIKASI
1. Kejang Demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 me- nit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.5

2. Kejang Demam Kompleks

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini 5:

4
1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

D. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat mencetukan demam antara lain:
a. Faktor Demam
Anak dengan demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan
kejang demam 2,4 kali lebih besar dibanding anak yang mengalami
demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam >39 oC memiliki risiko
10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam dibanding
dengan anak yang demamnya <39 oC.
b. Faktor Usia
Anak dengan kejang usia <2 tahun mempunyai risiko bangkitan kejang
demam 3,4 kali lebih besar dibanding yang >2 tahun.
c. Faktor Riwayat Kejang Demam dalam Keluarga
Bila orang tua tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko terjadi kejang demam adalah 9%. Apabila salah satu
orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita kejang demam
mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan 20-22%. Apabila kedua orang
tua mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko
bangkitan meningkat menjadi 59-64%. Kejang demam lebih banyak
diwariskan oleh ibu, dibanding ayah (27% dibanding 7%).7

E. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi


yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang

5
terpenting adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses oksidasi
tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan paru-paru.
Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu
sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran
yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar.
Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar
bersifat ionik. 6

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion
Kalium (K) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-) ,akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan Na+
rendah sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K- ATPase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah
karena adanya : perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang
datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari
sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan. 6

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%.
Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu
tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran
tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan
listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan neurotransmitter sehingga
terjadilah kejang. 6

6
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan


penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya:
infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan
homeostasis air dan elektrolit, dan adanya lesi struktural pada sistem saraf
misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

Anamnesis8
1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan penyebab
intrakranial)
2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun)
4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran
napas, otitis media, gastroenteritis)
5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan
kejang
6. Sifat kejang (fokal atau umum)
7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
10. Trauma
11. Singkirkan penyebab kejang yang lain (seperti diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan Fisik8

1. Temperature tubuh

7
2. Penurunan Kesadaran
3. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
4. Pemeriksaan reflex patologis
5. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruinski I dan II,
Kernique, Laseque (menyingkirkan diagnosis meningitis, encephalitis)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium9
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan
fungsi hati dan ginjal untuk menyingkirkan gangguan metabolisme yang
menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada anamnesis ditemukan
riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan gejala dehidrasi.
2. Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF)9
untuk menyingkirkan diagnosis meningitis encephalitis apabila anak
berusia kurang dari 12 bulan, memiliki tanda rangsang meningeal positif,
dan masih mengalami kejang beberapa hari setelah demam
3.CT Scan cranium 9
pada umumnya tidak diperlukan pada kejang demam sederhana yang terjadi
pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan pada pasien yang
mengalami kejang demam kompleks untuk menentukan jenis kelainan
struktural berupa kompleks tunggal atau multipel.
4.EEG (elektroensefalografi) 9

8
pada kejang demam tidak direkomendasikan karena tidak dapat
mengindentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksikan
terjadinya kejang yang berulang. Namun EEG masih dapat
dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas, seperti kejang
demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam
fokal.

H. PENATALAKSANAAN

Anak yang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan
nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat
juga berlangsung terus atau berulang. Penghisapan lendir dan pemberian
oksigen harus dilakukan teratur, jika perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan
kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat
diturunkan dengan kompret air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik
(asetaminofen oral 10mg/kgBB, 4 hali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kgBB,
4 kali sehari).
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang
demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat.
Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan secara
intramuscular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada anak adalah
0,3mg/kgBB intravena atau dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila
BB <10 kg dan 10 mg bila BB>10 kg.
Bila diazepam tidak tersedia dapat diberikan luminal suntikan
intramuscular dengan dosis awal 30 mg untuk neonates, 50 mg untuk usia 1
bulan 1 tahun, dan 75 mg untuk usia > 1 tahun. Midazolam intranasal (0,2
mg/kgBB) juga aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut pada
anak. Namun efek terapinya maish kurang bila dibanding diazepam intravena.

9
- Di rumah/prehospital
Penanganan kejang di rumah dapat dilakukan oleh orangtua dengan
pemberian diazepam per rektal dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB atau
secara sederhana bila berat badan <10 kg diberikan 5 mg, sedangkan
berat badan >10kg diberikan 10 mg. Pemberian di rumah maksimal 2
kali dengan interval 5 menit. Bila masih kejang bawa pasien ke
klinik/rumah sakit terdekat
- Di rumah sakit
Saat tiba di rumah sakit/klinik, bila belum terpasang cairan intravena,
dapat diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali sambil mencari
akses vena. Sebelum dipasang cairan intevena sebaiknya dilakukan
pengambilan datah untuk pemeriksaan darah tepi, elektrolit, dan gula
darah sesuai indikasi.
Bila terpasang cairan intrevena, berikan fentoin IV dengan dosis
20mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl 0,9% diberikan perlahan lahan
dengan kecepatan pemberian 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi,
dapat diberikan tambahan fentoin IV 10 mg/kgBB. Bila kejang
teratasi, lanjutkan pemberian fentoin IV setelah 12 jam kemudian
dengan rumatan 5-7 mg/kgBB.
Bila kejang belum teratasi, berikan fenobarbital IV dengan dosis
maksimum 15-20 mg/kg dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit.
Awasi dan atasi kelainan metabolik yang ada. Bila kejang berhenti,
lanjutkan dengan pemberian fenobarbital IV rumatan 4-5 mg/kg
setelah 12 jam kemudian.
- Perawatan intensif rumah sakit
Bila kejang belum berhenti, dilakukan intubasi dan perawatan di ruang
intensif. Dapat diberikan salah satu di bawah ini:
o Midazolam 0,2 mg/kgBB diberikan bolus perlahan-lahan,
diikuti infus midazolam 0,01 0,02 mg/kgBB/menit selama
12-24 jam

10
o Propofol 1 mg/kgBB selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5
mg/kgBB/jam dan diturunkan setelah 12-24 jam
o Pentobarbital 5-15 mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan
0,5-5 mg/kgBB/jam

Pengobatan Profilaksis intermitten10


Pengobatan profilaksis intermitten dengan anti konvulsan segera
diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal >38C). Pilihan obat
harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan
fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang.
- Antipiretik11
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
- Anti Kejang11,12
1. Diazepam
Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam atau 5 mg bila BB
<10 kg dan 10 mg bila BB>10 kg pada saat suhu tubuh >38,5C.
Diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam berulang dan
bila diberikan intermitten hasilnya lebih baik karena penyerapannya
lebih cepat. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan
hipotoni.
2. Klonazepam
Dapat digunakan sebagai obat antikonvulsan intermitten dengan
dosis 0,03 mg/kgBB per kali tiap 8 jam selama suhu diatas 38C dan
dilanjutkan jika masih demam. Efek samping klonazepam yaitu
mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi,
dan salivasi berlebihan.
3. Kloralhidrat
Kloralhirat diberikan secara per rektal dengan dosis 250 mg untuk
BB <15kg dan 500 mg untuk BB >15 kg diberikan jika suhu diatas

11
38C. Kloralhidrat dikontraindikasikan untuk pasien dengan
kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung dan gastritis.

Pengobatan jangka panjang/rumatan11

Obat untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital (dosis 4-5


mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproate (dosis 15-40 mg/kgBB/hari
dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif untuk menurunkan risiko
berulangnya kejang. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

1. Fenobarbital
Dosis fenobarbital adalah 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis. Efek
samping dari fenobarbital adalah iritabel, hiperaktif, pemrah dan
agresif. Efek samping terssebut dapat dikurangi dengan menurunkan
dosis.
2. Asam Valproat
Dosis asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis.
Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan
alopesia.

Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang menunjukkan


ciri sebagai berikut (salah satu):
o Kejang lama > 15 menit
o Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang :
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus
o Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:

o Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam


o Kejang demam pada bayi <12 bulan
o Kejang demam lebih dari atau sama dengan 4 kali per tahun

12
Terapi Suportif/Penunjang10,11
- Membuka semua pakaian yang ketat
- Posisikan kepala miring untuk mencegah aspirasi
- Bebaskan jalan nafas untuk menjamin oksigenasi. Jika perlu dilakukan
intubasi atau trakeostomi
- Oksigenasi
- Pemantauan tanda vital: kesadarah, suhu, tekanan darah, laju napas,
laju nadi
- Pemantauan tekanan intracranial : kesadaran, Dolls eye movement,
pupil, pola pernapasan, edema papil
- Cairan intravena diberikan dengan monitoring untuk kelainan
metabolic dan elektrolit
- Analisis gas darah, darah tepi, pembekuan darah, elektrolit, fungsi hati
dan ginjal, bila dijumpai kelainan dilakukan koreksi
- Balans cairan input output
- Tata laksana etiologi
- Edema serebri dapat diberikan manitol 0,5 1,0 mg/kgBB/8 jam

I. KESIMPULAN
Kejang demam didefinisikan oleh The International League Against
Epilepsy (ILAE) sebagai kejang yang terjadi pada anak usia lebih dari 1 bulan
yang disebabkan oleh karena demam dan tidak diakibatkan oleh infeksi
system saraf pusat ,tanpa riwayat kejang saat neonates, atau riwayat kejang
sebelumnya yang tidak diketahui sebabnya.3 Kejang demam sederhana biasanya
mempunyai rentang umur antara 6 bulan hingga 5 tahun. Insiden paling sering
terdapat pada usia 2 tahun. Insidensi rata rata diperkirakan 460/100.000 di dalam
kelompok usia 0-4 tahun. Kejang demam yang paling sering terjadi adalah kejang
demam sederhana , kejang demam kompleks memiliki insidensi 30%. 4

13
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Faktor resiko yang mempengaruhi antara
lain factor demam, factor usia, dan factor riwayat kejang demam pada keluarga.
Kejang demam dapat di diagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga
pemeriksaan penunjang. Anak yang mengalami kejang, prioritas utama adalah
menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Saat ini diazepam merupakan obat pilihan
utama untuk kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja
yang singkat.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Faudi, Tjipta B, Noor W. Faktor Resiko Bangkitan Kejang Demam Pada Anak.
Jurnal Sari Pediatri. 2010; 12(3):142-3.

2. American Academy of Pediatrics. Febrile Seizures: Clinical Practice Guideline


for the Long-term Management of the Child W ith Simple Febrile
Seizures. Pediatrics. 2008; 121(6):1281-6.

3. International Journal of Medical Sciences : Childhood Febrile Seizures:

Overview and Implications. 2007.

4. Hindawi Publishing Corporation Neurology Research International : Febrile

Seizures and Febrile Seizure Syndromes: An Updated Overview of Old and

Current Knowledge . 2015.

5. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi


Ikatan Dokter Anak Indonesia.2006.

6. Munir, B. (2013). Kejang Demam dalam Buku Three in One: Neurologi Dasar:
Sagung Seto

7. Ewanti, A., Widjaja, J.A., Tjandrajani, A., Burhany A.A. (2012). Kejang Demam
dan Faktor yang Mempengaruhi Rekurensi: Jurnal Sari Pediatri 2012;14(1):57-
61.

8. Matondang, CS, Wahidiyat, I, Sastroasmoro, S. (2013). Diagnosis Fisis pada


Anak : Sagung Seto.

9. Subcommitte on febrile seizures, American academy of


pediatrics.Neurodiagnostic evaluation with a simple febrile seizures. Pediatric
2011.

15
10. Deliana, M. (2012). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri,
Vol. 4, No. 2, September 2012: 59 62

11. Pusponegoro, HD., Widodo, DP., Ismael, S. (2006). Konsensus


Penatalaksanaan Kejang Demam : IDAI

12. Natsume J et al. New guidelines for management of febrile seizures in Japan.
Brain Dev (2016)

16

Anda mungkin juga menyukai