DISUSUN OLEH :
DADANG ILHAM MAULANA R.
NIM: 2230010
MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Format asuhan keperawatan, resume dan laporan pendahuluan dengan Febris Konvulsi
di IGD RSUD Karsa Husada Batu, yang Dilakukan Oleh :
NIM : 2230010
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Program Profesi Ners
Departemen Kegawat Daruratan dan Kebencanaan, yang dilaksanakan pada tanggal 28
November 2022 – 04 Desember 2022, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
(.............................................) (.............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
FEBRIS KONVULSI
A. PENGERTIAN
Febris Konvulsi adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(diatas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kronium. Kejang demam adalah
kejang yang berlangsung pada anak antara 3 bulan – 5 tahun yang berlangsungkurang dari 15
menit. Sedangkan menurut Consensus Statement Of Febrile Zeizures (1980) kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan – 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intra kronial atau
penyebab tertentu.
B. ETIOLOGI
Hingga kini belum jelas diketahui. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastra enteritis, dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam tidak begitu
tinggi dapat menyebabkan kejang.
Etiologi kejang tidak dapat ditentukan, hal yg dapat menyebabkan kejang pada
anak yaitu, demam tinggi, vaksinasi, cedera kepala, infeksi virus, hidrosefalus,
displasikortikal dan defek waktu lahir.
1. Kejang demam
2. Infeksi: meningitis, ensefalitis
3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia,
gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan
metabolik bawaan
4. Trauma kepala
5. Keracunan: alkohol, teofilin
6. Penghentian obat anti epilepsi
7. Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik.
Etiologi dari kejang bervariasi dan diklasifikasikan sebagai idiopatik (defek
genetik, perkembangan) dan didapat.Penyebab kejang didapat adalah hipoksemia pada
beberapa kasus yang mencakup insufisiensi vaskular, demam (pada masa kanak-kanak),
cedera kepala, hipertensi, infeki sistem saraf pusat, kondisi metabolisme dan toksik
(seperti gagal ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia), tumor otak, kesalahan
penggunaan obat, dan alergi. Stroke dan kanker metastasis ke serebral menunjukkan
adanya kasus kejang lansia. Adapun juga penyebab kejang secara umum dapat dibagi
menjadi dua yaitu intrakranial dan ekstrakranial.
1) Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat
disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus,
infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.
2) Ekstrakranial
Kejang
PATHWAY KEJANG DEMAM
D. MANIFESTASI KLINIS
Dikenal 2 bentuk kejang demam :
1. Kejang demam sederhana.
2. Kejang demam komplikata.
E. FAKTOR RESIKO
1. Demam
2. Keturunan
3. Perkembangan terlambat
4. Masalah-masalah pada neonatus
5. Anak-anak dalam perawatan khusus
6. Kadar nutrien rendah
Resiko meningkat dengan :
a) Usia dini
b) Cepatnya anak mendapat kejang setelah demam.
c) Temperatur rendah saat kejang
d) Riwayat keluarga kejang demam
e) Riwayat keluarga epilepsi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah cengkop : Glukosa, serum elektrolit, serum kreatinis.
2. Fondostopi
3. Transkeminasi kepala
4. Punksi lumbol terutama pada anak usia < 1 tahun
5. EEG < flektro enchepholo grophy >
VII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Fase Akut Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama
adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak
dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri,
tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian
oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi.2,3,9 Keadaan dan
kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat
diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik2,3,9,10
(asetaminofen oral 10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4
kali sehari).11 Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam
fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat.12 Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal,2,3 jika diberikan intramuskular absorbsinya
lambat.13 Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena
pada kejang demam fase akut,14 tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak
yang lebih kecil.15 Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan
per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat
badan lebih dari 10 kg.2,3,16 Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif
serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah.2,3,9,15 Bila diazepam tidak
tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg
untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1
tahun.2 Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk
mengantisipasi kejang demam akut pada anak.12 Kecepatan absorbsi midazolam ke
aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik;17 Namun efek
terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena.18 Mencari dan
Mengobati Penyebab Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena
faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2
tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur
tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pula kontra
indikasinya.1-3 Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari
penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit.
Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi
oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal
menunjukkan abnormalitas fokal.19 Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam
Berulang Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan
keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang
menetap.2 Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu,2,3,9 • Profilaksis intermittent pada
waktu demam • Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.
VIII. KOMLPIKASI
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya/komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien kejang demam antara lain:
a) Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi
b) Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di
sekitar anak.
c) Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Living-stone (1954) dari golongan kejanh demam sederhana
mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsy dan golongan epilepsy yang diprovokasi
oleh demam 97% menjadi epilepsy. Resiko yang dihadapi anak sesudah menderita
kejang demam tergantung dari factor:
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, disbanding bila hanya ada 1
atau tidak sama sekali factor diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3%.
Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung
lebih dari 30 menit) baik umum / fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal
yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flaksid, tapi setelah 2 minggu timbul
spasitas. Dari penelitian terhadap 431 pasien kejang demam sederhana, tidak terdapat
kelainan pada IQ, tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat
gangguan perkembangan atau kelainan neuroogis akan didapat IQ lebih rendah. Jika
kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan
terjadi 5 kali lebih besar
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Judha & Nazwar (2011) adalah pendekatan sistemik untuk
mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan
pasien tersebut. Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data,
analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data
akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari
pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan
laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara
inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk
memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru
maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat
kabar). Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
1) Data subyektif:
a. Biodata/ Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
(1) Gerakan kejang anak
(2) Terdapat demam sebelum kejang
(3) Lama bangkitan kejang
(4) Pola serangan
2) Data Objektif
A. Keadaan umum
pada anak kejang demam yang sering dijumpai ialah anak sering terlihat
rewel hingga mengalami penurunan kesadaran
B. TTV
Suhu : >38.0ºC
Respirasi : pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit. Pada usia 12
bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
Nadi : biasanya >100 x/menit
C. Berat badan
Pada anak kejang demam biasanya tidak mengalami penurunan berat badan
yang signifikan
D. Kepala
Kepala tampak simetri, dan tidak ada kelainan yang tampak pada kepala
E. Mata
Mata mendelik, skelera tidak ikterik, konjungtifa sering ditemukan anemis.
F. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
G. Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata,
keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri
tekan mastoid.
H. Hidung
penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
I. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
J. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi : gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Palpasi : vokal fremitus kiri dan kanan sama
c) Auskultasi: biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
d) Perkusi : perkusi pada jantung ditemukan pekak
2) Jantung
Pada umumnya akan terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : Ictus cordis di SIC V teraba
c) Perkusi : batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis
kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II
kanan linea parasternalis kanan.
d) Auskultasi : bunyi jantung terdengar tunggal
K. Abdomen
a) Inspeksi : abdomen simetris, umbilikus memusat
b) Auskultasi :bising usus dalam batas normal
c) Perkusi :thympani
d) Palpasi : perut teraba supel
L. Genetalia dan anus
Pada umumnya tidak ditemukan ganggun pada area genetalia
M.Ekstermitas
1) Atas : lengan kaku, tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik.
2) Bawah : tungkai kaku, tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik.
N. Integumen
Kulit pucat dan membiru akral sering teraba dingin.
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Hipertermia
2. Resiko cidera
4. Defisit pengetahuan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
- Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu
Edukasi :
- Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh
ke pasien dan
keluarga
- Anjurkan
bergantain posisi
secara perlahan
dan duduk selama
3. Perfusi perifer Tujuan : Perawatan Sirkulasi
Setelah dilakukan
tidak efektif tindakan (I.02079)
(D. 0009) keperawatan selama Observasi :
3x24 jam Perfusi - Periksa sirkulasi
perifer meningkat perifer(mis. Nadi
Kriteria Hasil : perifer, edema,
1. Denyut pengisian kalpiler,
perifer warna, suhu, angkle
meningkat brachial index)
2. Penyembuhan - Identifikasi faktor
luka resiko gangguan
meningkat sirkulasi (mis.
3. Sensasi Diabetes, perokok,
meningkat orang tua, hipertensi
4. Warna kulit dan kadar kolesterol
pucat tinggi)
menurun - Monitor panas,
5. Edema kemerahan, nyeri, atau
perifer bengkak pada
menurun ekstremitas
Terapeutik :
- Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet
pada area yang cidera
- Lakukan pencegahan
infeksi
- Lakukan perawatan
kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan berhenti
merokok
- Anjurkan berolahraga
rutin
- Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
- Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan
penurun kolesterol,
jika perlu
- Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan
darah secara teratur
- Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
- Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
- Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
- Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
- Informasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Edukasi :
- Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
4. IMPENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika
perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Implementasi terdiri atas melakukan
dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawtan khusus yang digunakan
untuk melakuk an intervensi. (Debora, 2017)
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan.Evaluasi adalah proses berkelanjutan yaitu proses yang digunakan untuk
mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui :
(1) kesesuaian tindakan keperawatan,
(2) perbaikan tindakan keperawatan,
(3) kebutuhan klien saat ini,
(4) perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, dan
(5) apakah perlu menyusun ulang priorotas diagnosa agar kebutuhan klien bisa terpenuhi.
Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilakukan,
evaluasi juga digunakan untuk memeriksa sumua proses keperawatan (Debora, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Dewanto, Gerge, dkk. 2007. Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
Cerdas.
Jakarta : Mizan Digital Publishing
Lumbantobing SM. 1989. Penatalaksanaan mutakhir kejang pada anak. Jakarta : FKUI
Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi 2. PT. Sagung Seto :
Jakarta
Putri, Triloka dan Baidul Hasniah, 2009, Menjadi Dokter Pribadi bagi Anak
Kita,Katahati, Jogjakarta.
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2013, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Graha Ilmu,
Yogyakarta
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Suprajitno.2004.Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi DalamPraktik.Jakarta:EGC