Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM SEDERHANA (KDS)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak
Pembimbing Klinik: Ibu Danik,S.Kep,Ns
Dosen Pembimbing: Suyami,S.kep,Ns,M.Kep.,Sp.Kep.Anak

Disusun Oleh:

NAMA : AZWIKA MAHIR PRATAMA


NIM : 2002007
RUANG : AMARILIS

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH KLATEN


2022

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan yang berjudul “ Kejang Demam Sederhana (KDS)” telah disahkan dan
disetujui pada:

Hari :

Tanggal :

Wonosari,

Mahasiswa

Azwika Mahir Pratama

Disetujui oleh:

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

……………………. Suyami,S.kep,Ns,M.Kep.,Sp.Kep.Anak
A. Pengertian/Defenisi
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada massa
kanak-kanak (American Academy of Pediatrics,2008;Johnston, 2007). Kejang demam
biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan insiden puncak yang terjadi
pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi pada anak dibawah
6 bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan
terjadi peningkatan risiko pada anak yanga memiliki riwayat kejang demam pada
keluarga. Kejang demam berkaitan dengan demam, biasanya terkait penyakit virus.
Kejang tersebut biasanya jinak, tetapi dapat sangat menakutkan baik bagi anak maupun
keluarga. Pada sebagian besar kasus, prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi
tanpa adanya infeksi intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Pada tahun 1980
sebuah konferensi konsensus (The Consensus Development Panel on Febrile
Convulsions) yang diadakan oleh National Institutes of Health mendefinisikan kejang
demam sebagai kejadian kejang yang terjadi pada masa anak-anak yang biasanya terjadi
antara umur tiga bulan dan lima tahun yang dikaitkan dengan kenaikan suhu tubuh tanpa
adanya bukti infeksi SSP. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi
SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bila demam disebabkan proses
intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam.
Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa
suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. Terjadinya bangkitan
kejang demam bergantung pada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat (Wegman,
1939 ; Prichard dan McGreat, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-
Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam
diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox
(1949) berpendapat bahwa 41,2 % anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang
sedangkan pada anak normal hanya 3 %.

B. Etiologi
Pencetus terjadinya febril convulsion menurut Wulandari, Dewi & Erawati (2016)
1. Aspek genetik
Mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan kejang demam, 25
hingga 50% anak-anak dengan kejang demam memiliki setidaknya anggota
keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
2. Infections
1) Bacteria:kelainan pernapasan (respiratory disorders), radang tengggorokan
(faringitis), amandel (tosil), serta infeksi telinga (otitis media).
2) Virus : cacar, campak, dan virus pemicu dbd (dengue).
3) Fever : febrile convulsion sering bangkit pada saat 24 jam awal sakit fever
atau saat mengalami high fever.
4) Metabolic disorders: Hipoglikemia, electrolyte disturbance (Na dan K)
misalnya terhadap penderita yang memiliki riwayat diarrhe sebelumnya.
5) Trauma
Faktor febrile conulsion juga dapat dipengaruhi oleh problem saat neonatus,
kadar natrium serum rendah, dan faktor resiko berulangnya kejang demam
(Kakalang et al., 2016). Febrile convulsion sendiri sering terjadi pada anak laki-
laki, riwayat keluarga, peningkata suhu bada saat terjadinya demam, penyebab
utama demam, masa kehamilan, kadar kalsium darah rendah, komplikasi saat
lahiran, anemia hipokromik mikrositik dan defisiensi seng (sharawat et al, 2016).

C. Manifestasi Klinis
Menurut Wulandari & Erawati (2016) tanda dan gejala dari kejang demam adalah
sebagai berikut:
a. Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3-4%
b. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak laki-laki
c. Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di luar
susunan saraf misalnya otitis media akut, bronkitis.
d. Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik.
e. Takikardia: Pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 per menit.
Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam dibagi menjadi dua yaitu
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.

Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan :

-kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang dari 15 menit.
-Frekuensi 1 kali dalam 24 jam
-Kejang tidak bersifat fokal
-Kejang berlangsung singkat
Pada kejang demam kompleks biasanya:
-Kejang bersifat fokal atau parsial
-Lama kejang lebih dari 15 menit.
-Frekuensi kejang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana dikatakan memiliki faktor risiko yang kecil untuk menjadi
epilepsi di kemudian hari. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko untuk menjadi epilepsi antara
lain kejang yang atipikal, riwayat keluarga epilepsi awal kejang demam kurang dari umur 6
bulan, dan adanya kelainan neurologis. Insiden untuk menjadi epilepsi ini sekitar 9% ketika
terdapat beberapa faktor risiko dan hanya 1% pada anak tanpa faktor risiko 2.

D. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (KA) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NaA) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl"). Akibatnya konsentrasi ion KA dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi NaA rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular


2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit / keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otam meningkat.
E. Pathways
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah, glukosa darah,
elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin (The Barbara, 2011).
2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2010).
3. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
4. Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
5. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.

G. Penatalaksanaan Medik
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari
penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering berulang
dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara pengobatan
profilaksi :
1) Profilaksi intermitten pada waktu demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat badan
≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap pasien
menunjukan suhu 38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan secara oral
dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.
Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian obat
rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukan ciri
sebagai berikut:
a) Kejang lama > 15 menit.
b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi mental,
Hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.

Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk


fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

H. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan
orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi
setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami kejang
dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks biasanya mengalami
penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan anaknya
berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam
yang dialami anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau
virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntahnya.
f. Pengetahuan keluarga
Pemahaman penyakit dan perawatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya anak rewel
b. TTV
1) Suhu : >38,0⁰C
2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
3) Nadi : >100 x/menit
c. BB
Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
d. Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang
bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa hidung
berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama
c) Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
2) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah kanan
jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan,
batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Lemas dan datar, kembung
l. Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m. Ekstermitas :
1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
3. Aktivitas kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
4. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS:
9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

5. Penilaian kekuatan otot


Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan 4
tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5

I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.
3. Risiko aspirasi dibuktikan dengan gangguan menelan.
4. Risiko jatuh dibuktikan dengan penurunan tingkat kesadaran.

J. Intervensi Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI


1. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab
proses penyakit. selama ....x24 jam hipertermia
diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
termoregulasi membaik 3. Monitor kadar elektrolit
dengan kriteria hasil: 4. Monitor haluaran urin
1. Suhu tubuh 5. Monitor komplikasi akibat
membaik 36,2˚C – hipertermia
37,2˚C 6. Sediakan lingkungan yang
2. Suhu kulit membaik dingin
3. Kulit merah 7. Longgarkan atau lepaskan
menurun pakaian
4. Kejang menurun 8. Basahi dan kipasi permukaan
5. Konsumsi oksigen tubuh
meningkat 9. Berikan cairan oral
6. Pucat menurun 10. Ganti linen setiap hari atau
7. Takikardi menurun lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis
11. Lakukan pendinginan
eksternal
12. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
13. Berikan oksigen jika perlu
14. Anjurkan tirah baring
15. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
efektif berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor frekuensi, irama,
dengan gangguan selama ...x24 jam kedalaman, dan upaya napas
neurologis. diharapkan pola napas 2. Monitor pola napas (seperti
membaik dengan kriteria bradipnea, takipnea,
hasil: hiperventilasi, Kussmaul,
1. Dispnea menurun Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
2. Penggunaan otot 3. Monitor kemampuan batuk
bantu napas menurun efektif
3. Frekuensi napas 4. Monitor adanya produksi
membaik 22 – 34 sputum
x/menit 5. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
11. Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil
pemantauan
13. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
14. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. Risiko aspirasi Setelah dilakukan Pencegahan Aspirasi
dibuktikan dengan tindakan keperawatan 1. Monitor tingkat kesadaran,
gangguan menelan. selama ...x24 jam batuk, muntah dan
diharapkan tingkat kemampuan menelan
respirasi meningkat 2. Monitor status pernafasan
dengan kriteria hasil: 3. Monitor bunyi nafas, terutama
1. Mual muntah setelah makan/ minum
menurun 4. Periksa residu gaster sebelum
2. Status menelan memberi asupan oral
membaik 5. Periksa kepatenan selang
nasogastric sebelum memberi
asupan oral
6. Posisikan semi fowler (30-45
derajat) 30 menit sebelum
memberi asupan oral
7. Pertahankan posisi semi
fowler (30-45 derajat) pada
pasien tidak sadar
8. Pertahanakan kepatenan jalan
nafas (mis. Tehnik head tilt
chin lift, jaw trust, in line)
9. Pertahankan pengembangan
balon ETT
10. Lakukan penghisapan jalan
nafas, jika produksi secret
meningkat
11. Sediakan suction di ruangan
12. Hindari memberi makan
melalui selang gastrointestinal
jika residu banyak
13. Berikan obat oral dalam
bentuk cair
14. Anjurkan makan secara
perlahan
15. Ajarkan strategi mencegah
aspirasi
16. Ajarkan teknik mengunyah
atau menelan, jika perlu
4. Risiko jatuh Setelah dilakukan Pemantauan Risiko jatuh
dibuktikan dengan tindakan keperawatan, 1. Identifikasi defisit kognitif
penurunan tingkat diharapkan tingkat jatuh atau fisik pasien yang dapat
kesadaran. menurun dengan kriteria meningkatkan potensi terjatuh
hasil: di lingkungan tertentu
1. Jatuh dari tempat 2. Identifikasi perilaku dan
tidur menurun faktor yang mempengaruhu
2. Jatuh saat duduk risiko jatuh
menurun 3. Identifikasi riwayat jatuh
3. Jatuh saat 4. Identifikasi karakteristik
dipindahkan lingkungan yang dapat
menurun meningkatkan potensi jatuh
5. Monitor keterampilan,
keseimbangan, dan tingkat
kelelahan dengan ambulasi
6. Monitor kemampuan untuk
pindah dari tempat tidur ke
kursi dan sebaliknya
7. Periksa persepsi
keseimbangan, jiak perlu
8. Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
9. Dokumentasikan hasil
pemantauan
10. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
11. Infromasikan hasil
pemantauan, jika perlu

K. Implementasi Keperawatam
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,  dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien,
keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina, 2002).
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu
masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah
ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.

L. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani,
2009). Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2011).
DAFTAR PUSTAKA

Andretty Rezy P. 2015. Hubungan Riwatar Kejang Demam Dengan Angka Kejadian eplilepsi di
Dr.Moewardi. Universitas Muhammadiah Surakarta

Arief, R. F. (2015). Penatalaksanaan Kejang Demam. 42(9), 658–661.


Arifuddin Adhar. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam. Jurnal Kesehatan
Tadulako, 2(2), 61.
Fida & Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika .

Harjaningrum, A. 2011. Smart Patient: Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas. Jakarta: PT.
Linggar Pena Kreativa.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2016). Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit
Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 1.
Munir Badrul. 2015, Neurologi Dasar. Cetakan pertama, Universitas Brawijaya Malang, Sagung
Seto. Jakarta
Rahayu, S. 2015. Model Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Pengatahuan Tentang
Pengelolaan Kejabg Demam Pada Ibu Balita Di Posyandu Balita. Politeknik Kesehatan
Surakarta

Riandita, A. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Deman Dengan
Pengelolaan Demam Pada Anak. Jurnal Media Medika Muda

Suriadi, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak.Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan(Ist ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
https://www.scribd.com/doc/261455797/patofisiologi-kejang-demam

Anda mungkin juga menyukai