Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL
Dosen pembimbing : Arlina Dhian Sulistyowati, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :
Yolanda Hera Puspita Buana
1902077

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN AJAR 2021/2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan jiwa ,
disusun oleh :

Nama : Yolanda Hera Puspita Buana

Nim : 1902077

Prodi : DIII Keperawatan

Laporan Pendahuluan ini telah disetujui dan disahkan pada :

Hari / Tanggal :

Tempat :

Klaten,
Pembimbing Klinik Mahasiswa,

(Sri Sat Titi H,S.Kep.,Ns.,M.Kep) (Yolanda Hera Puspita Buana)

Pembimbing Akademik

(Arlina Dhian Sulistyowati, S.Kep.,Ns.,M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
ISOLASI SOSIAL

A. KONSEP DASAR ISOLASI SOSIAL


1. Pengertian
Menurut (SDKI, 2017) Isolasi Sosial merupakan ketidakmampuan individu untuk
menjalin hubungan yang erat, hangat, terbuka dan interdependen terhadap orang lain.
Isolasi soaial adalah keadaan di mana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Damaiyanti 2008)
Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Isolasi
sosial merupakan upaya Klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain
(Trimelia, 2011). Isolasi Sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu
dan dirasakan saat didorong oleh keberadaaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif
atau mengancam (Nanda-I, 2012)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan keaadaan seseorang yang
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
karena mungkin merasa ditolak, kesepian dan tidak mampu menjalin hubungan yang
baik antar sesama.

2. Rentang Respon Hubungan Sosial.


Stuart, 2006 dalam Damaiyanti & Iskandar, 2014 menyatakan bahwa manusia adalah
makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina
hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling tergantung
yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu
hubungan.
a. Menyendiri
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di
lingkungan sosialnya dan suatu cara untuk mengevaluasi diri untuk menentukan
langkah selanjutnya. Umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan
b. Otonom
kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan
perasaan dalam hubungan sosial
c. Kebersamaan (Mutualisme)
kemampuan individu dalam hubungan interpersonal yang saling membutuhkan satu
sama lain, mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling Ketergantungan
suatu hubungan saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
e. Kesepian
Kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dengan lingkungannya
f. Menarik Diri (Isolasi Sosial)
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain
g. Ketergantungan (Dependen)
Dependen terjadi apabila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada gangguan hubungan sosial ini
orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.
h. Manipulasi
Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang
lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam
i. Implusif
Individu tidak mampun merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan penilaian yang buruk
j. Narkisisme
Individu narkisme memiliki harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, pencemburu, marah jika orang lain tidak
mendukung.

3. Perkembangan Hubungan Sosial


Menurut Stuart dan Sundden (1998) dikembangkan oleh Mustika Sari (2002).Untuk
mengembangkan hubungan sosial positif, setiap tugas perkembangan sepanjang daur
kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses sehingga kemampuan membina hubungan
sosial dapat menghasilkan kepuasan bagi individu.
a. Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya.
Bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam
menyampaikan kebutuhannya. Konsisten ibu dan anak seperti simulasi sentuhan,
kontak mata, komunikasi yang hanggat merupakan aspek penting yang harus dibina
sejak dini karena akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar.
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain akan
mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri.
b. Pra sekolah
Meterson menamakan masa antara 18 bulan dan 3 tahun adalah taraf pemisahan
pribadi. Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar keluarga
khususnya ibu. Anak mengunakan kemampuan berhubungan yang telah dimiliki
untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. Dalam hal ini anak
membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga. Khususnya pemberian
pengakuan positif terhadap prilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar
onotomi anak yang berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan
interdependen. Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman sekolah,
kurangnya dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak putus
konsisten asa, merasa dari orang tidak tua mengakibatkan mampu dan menarik
frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri
dari lingkungan
c. Anak-anak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri dan mulai
mengenal lingkungan lebih luas, di mana anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya. Pada usia ini anak mulai mengenal berkerja sama, kompetisi,
kompromi Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan dukungan
yang tidak konsisten. Teman dengan orang dewasa di luar keluarga (guru, orang tua,
teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.
d. Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan
sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubunga dengan teman sangat
terganntung sedangkan hubungan dengan orang tua mulai interdependen.
Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua
akan mengakibakan keraguan identitas, ketidakmampuan mengidentfikasi karir dan
rasa percaya diri yang kurang.
e. Dewasa muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan interdependen dengan orang tua
dan teman sebaya. Indvidu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan
saran dan pendapat orang lain, seperti: memilih pekerjaan, memilih karir,
melangsungkan pernikahan.
Kegagalan individu dalam menlanjutkan sekolah, pekerjaan, pernikahan akan
mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa
akan karir.
f. Dewasa tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang
tua, khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran
menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi
tempat menguji kemampuan hubungan interdependen. Kegagalan pisah tempat
tinggal dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan mendapatkan dukungan
dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri,
produktvitas dan kreativitas berkurang, perhatian pada orang lain berkurang.
g. Dewasa lanjut
pada mas individu akan mengalami kehilangan, baik itu kehilangan fisik, kegiatan,
pekerjaan, teman hidup, (teman sebaya dan pasangan), anggota keluarga (orang tua).
Individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu
yang mempunyai perkembangan yang baik dalam menerima kehilangan yang terjadi
dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu
dalam menghadapi kehilangannya

Kegagalan pada masa ini dapat menyebabkan individu merasa tidk berguna, tidak
dihargai dan hal ini dapat menyebabkan individu menarik diri dan rendah diri.

4. Etiologi
Berbgai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptive. Menurut Stuart & Sudden
(2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik mengenai penyebab gangguan yang
mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara
lain yaitu :
a. Faktor Prediposisi
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi,
akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada
yang menderita skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan
berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor Pesipitasi
1) Strssor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat di rumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
2) Stressor Biokimia
a) Teori dopamine : Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah
sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya frenia. MAO
juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c) Faktor endokrin : Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada klien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat

5. Tanda Dan Gejala


Mustika Sari (2002), tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial, yaitu :
a. Kurang spontan
b. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)
d. Afek tumpul
e. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri;
f. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klientidak bercakap-cakap dengan klien
lain atau perawat;
g. Mengisolasi (menyendiri);
h. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain;
i. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar;
j. Pemasukan makanan dan minuman terganggu;
k. Retensi urine dan feses;
l. Aktivitas menurun kurang energi (tenaga)
m. Harga diri rendah
n. Posisi janin saat tidur
o. Menolak hubungan dengan orang lain, KLien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap

6. Batasan Karakteristik
Batasan Karakteristik klien dengan isolasi sosial menurut Nanda-I, (2012), dibagi
menjadi dua, yaitu Objektif dan Subjektif:
a. Objektif
 Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting,
 Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan,
 Afek tumpul,
 Bukti Kecacatan,
 Ada di dalam subkultur,
 Sakit,
 Tindakan tidak berarti,
 Tidak ada kontak mata,
 Dipenuhi dengan pikiran sendiri,
 Menujukkan permusuhan,
 Tindakan berulang,
 Afek sedih,
 Ingin sendirian,
 Tidak komunikatif
 Menarik diri.
b. Subjektif
 Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan.
 Mengalami perasaan berbeda dari orang lain.
 Ketidakmampuan memenuhi harapan orang lain.
 Tidak pecaya diri saat berhadapan dengan publik.
 Mengungkapkan perasaan yang didorong oleh orang lain.
 Mengungkapkan perasaan penolakan.
 Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat.
 Mengungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural yang
dominan

7. Akibat Menarik Diri


a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
b. Resiko Perilaku Kekerasan (Pada orang lain, diri sendiri, lingkungan dan verbal)
c. Defisit Perawatan Diri

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Faktor Prediposisi
1) Faktor Perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial. Tugas perkembangan pada masing-masing tahap tumbuh kenbang ini
memiliki karateristik tersendiri. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan
mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaptif.
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial
maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini
adalah orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dan orang tua. Norma
keluarga yang tidak mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain di luar
keluarga.
2) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Berdasarkan
hasil penelitian, pada penderita skizofrenia 8% kelainan pada stuktur otak, seperti
atrofi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
stuktur limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dan
norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat,
dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku,
dan sistem nilai yang berbeda dan kelompok budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini.
4) Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk
terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial.
Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu suatu keadaan
di mana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
b. Stressor Presipitasi
1) Stressor Sosial Budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor keluarga
seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti
dalam kehidupannya, misalnya dirawat di rumah sakit.
2) Stressor Psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu mengatasi
masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan
(isolasi sosial)
c. Perilaku
Adapun perilaku yang biasa muncul pada isolasi sosial berupa: kurang spontan, patis
(kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspres sedih),
afek tumpul. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, comunikasi verbal
menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat,
mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dan orang lain, tidak
atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar. Pemasukan makanan dan minuman
terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, kurang energi tenaga), harga diri
rendah, posisi janin saat tidur, menolak hubungan dengan orang lain. Klien
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
d. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif termasuk
keterlibatan dalam hubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman,
menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal seperti kesenian,
musik, atau tulisan
e. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering
digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, dan isolasi.
1) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima,
secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atatu
pertentangan antara sikap dan perilaku.
Masalah Keperawatan
a. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi
b. Isolasi Sosial
c. Harga Diri Rendah Kronik
Pohon Masalah

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah
a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah kronik
c. Risiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi

3. Renacana Keperawatan
Pasien Keluarga
No
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi Mendiskusikan masalah yang dirasakan
sosial pasien. keluarga dalam merawat pasien.
2. Berdiskusi dengan klien tentang Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
keuntungan berinteraksi dengan isolasi sosial yang dialami klien beserta
orang lain. proses terjadinya.
3. Berdiskusi dengan klien tentang Menjelaskan cara-cara merawat klien
kerugian berinteraksi dengan orang dengan isolasi sosial
lain.
4.
Mengajarkan klien cara berkenalan
dengan satu orang.
5.
Menganjurkan klien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan
harian.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Melatih keluarga mempraktikkan cara
harian pasien. merawat klien dengan isolasi sosial.
2. Memberikan kesempatan kepada Melatih keluarga mempraktikkan cara
klien mempraktikkan cara merawat langsung kepada klienisolasi
berkenalan dengan satu orang. sosial
3. Membantu klien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian.
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Membantu keluarga membuat jadwal
harian pasien. aktivitas di rumah termasuk minum obat
2. Memberikan kesempatan kepada (discharge planning).
klien mempraktikkan cara Menjelaskan follow up klien setelah
berkenalan dengan dua orang atau pulang.
lebih.
3.
Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti dan Iskandar.2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama


Dermawan Deden, Rusti. 2019. Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan. Jiwa.
Yogyakarta: Gosyen
DepKes,R. 2017. Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Depkes RI
Fitria, Nita,dkk. 2016. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta : Salemba
Medika
Herdman,T.H. 2016. Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Townsend.M.C. 2017. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan & Medikasi
Psikotropic. Edisi 5. Jakarta : Penerbit Buku Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai