Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA TENTANG

ISOLASI SOSIAL

Disususun oleh kelompok 2:


1. Intan suryaning pratiwi
2. Dwiki Gasnis p
3. Hamriani
4. Anggita L
5. Okta Novianti
6. Septiansah
7. Asria Wowa

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA


YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami pamjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Keperawatan Jiwa Pada Isolasi Sosial
(Menarik Diri)

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan


masih mempunyai banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami
agar tulisan ini dapat diterima dan nantinya dapat berguna bagi semua
pihak. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 17 September 2020

Penyusun

ii
ISOLASI SOSIAL
1. Definisi Isolasi Sosial

Isolasi sosial merupakan suatu keadaan yang mana


individu tersebut mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak dapat melakukan interaksi dengan orang yang
ada di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidakmampu membina hubugan yang
berartidengan orang lain (Keliat, Akemat,&Nurhaeni2015)

Isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu


usaha menghindari interaksi individu dengan orang lain.
Individu tersebut merasa bahwa ia kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi
perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalannya. Orang lain yang
manifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian, dan sanggup membagi pengalaman dengan orang
lain (Depkes RI 2006 dalam Dermawan& Rusdi, 2013).
Menurut Muhith (2015) isolasi sosial adalah suatu keadaan
dimana seorang individu yang menemukan kesulitan
dalam berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain
secara langsung yang bersifat sementara ataupun menetap.

2. Etiologi

Setiap individu memiliki potensi untuk terlibat dalam


hubungan sosial, pada berbagai tingkat hubungan, yaitu
hubungan intim yang biasa hingga ketergantungan. Keintiman
pada tingkat ketergantungan dibutuhkan individu dalam
menghadapi dan mengatasi kebutuhan dalam kehidupan sehari-
hari. Individu tidak mampu memenuhi kebutuhannya tanpa
adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Maka dari itu,
hubungan interpersinal perlu dibina oleh setiap individu.

3
Namun, hal tersebut akan sulit dilakukan bagi individu yang
memiliki gangguan isolasi sosial (Sutejo, 2017).

Gangguan isolasi sosial dapat terjadi karena individu


merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mamp
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Sutejo,
2017).

Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu


perasaan negatif terhadap diri sendiri,hilang kepercayaan
diri,merasa gagal mencapai keinginan,yang di tandai dengan
adanya perasaan malu terhadap diri sendiri,rasa bersalah
terhadap diri sendiri,gangguan hubungan sosial,merendahkan
martabat,percaya diri kurang,dan juga dapat mencederai
diri(Abdul muhit,2015)

1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi(pendukung) terjadi


gangguan hubungan sosial yaitu:

a. Faktor perkembangan, kemampuan membina hubungan


yang sehat tergantung dari pengalaman selama proses
tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki
tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena
apabila tugas perkembangan ini tidak dapat di penuhi akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya
stimulasi,kasih sayang,perhatian,dan kehangatan dari orang
tua/pengasuh akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa tidak percaya.

b. Faktor biologis, genetik merupakan salah satu faktor


pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak seperti
atropi,pembesaran ventrikel,penurunan berat dan volume

4
otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.

c. Faktor sosial dan budaya, faktor sosial budaya dapat


menjadi faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
membina hubungan dengan orang lain, misalnya anggota
keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang
lain(lingkungan sosialnya).

2. Stressor Presipitasi

a. Stressor sosial budaya, stressor sosial budaya dapat


menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga
yang labil yang di rawat di rumah sakit.

b. Stressor psikologis, tingkat kecemasan yang berat akan


menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah diyakini akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan
(menarik diri).

3. Rentang Respon Hubungan Sosial

Dalam hubungan antara manusia biasanya mengembangkan


keseimbangan perilaku dependen dan independen, yang
digambarkan sebagai saling ketergantungan. Seseorang yang
interdependen dapat memutuskan kapan untuk bergantung pada
orang lain dan kapan harus mandiri. Seseorang yang interdependen

5
dapat membiarkan orang lain tergantung atau mandiri tanpa perlu
mengontrol perilaku orang tersebut.

Semua orang bertanggung jawab untuk mengendalikan


perilaku mereka sendiri saat menerima dukungan dan bantuan dari
orang yang berarti dan diperlukan. Respons sosial adaptif mencakup
kemampuan untuk mentoleransi kesendirian dan ekspresi otonomi,
kebersamaan, dan saling ketergantungan.Membangun ikatan afektif
yang kuat dengan orang lain sangat penting untuk pengembangan
kepribadian yang matang (Stuart, 2016).

Perilaku hubungan interpersonal dapat diwakili pada


rangkaian rentang dari interaksi interdependen yang sehat sampai
kondisi di mana mereka tidak terlibat dalam kontak nyata dengan
orang lain. Pada titik tengah kontinum, seseorang mengalami
kesepian, penarikan, dan ketergantungan. Akhir kontinum maladaptif
meliputi perilaku manipulasi, impulsif , dan narsisme. Seseorang
dengan rentang ini sering memiliki riwayat masalah hubungan dalam
keluarga, ditempat kerja, dan arena sosial (Keliat, 2016).

RENTANG RESPONS SOSIAL

Respons adaptif Respons


maladaptif

Menyendiri Kesendirian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisme
Keadaan saling tergantung

6
Stuart (2016), respon individu menyelesaikan suatu hal dengan
cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Respon ini
meliputi:

a. Menyendiri (Solitude)

Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk


merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.

b. Otonomi

Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan


menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan social.

c. Kebersamaan (Mutualisme)

Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal


dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.

d. Saling ketergantungan (intedependen)

Intedependen merupakan kondisi saling ketergantungan


antarindividu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.

e. Kesepian

Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan


terasing dari lingkungannya.

f. Isolasi sosial

Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan


kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang
lain.

g. Ketergantungan (Dependen)

7
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlukan
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang
lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.

Stuart (2016), respon maladaptif adalah respon individu


dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang bertentangan
dengan norma agama dan masyarakat.

Respon maladaptif tersebut antara lain:

a. Manipulasi

Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat


pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek.
Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.

b. Impulsif

Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu,


tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan,
dan penilaian yang buruk.

c. Narsisme

Pada individu narsisme terdapat harga diri yang rapuh,


secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian, sikap egosentrik, pencemburu, arah jika orang lain tidak
mendukung.

4. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial

Tanda dan gejala pada pasien dengan masalah isolasi sosial


menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), dibagi
menjadi dua, yaitu objektif dan subyektif:

8
a. Gejala dan Tanda Mayor

1) Subjektif

a) Merasa ingin sendiri

b) Merasa tidak aman di tempat umum

2) Objektif

a) Menarik diri

b) Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang


lain atau lingkungan.

b. Gejala dan Tanda Minor

1) Subjektif

a) Merasa berbeda dengan orang lain

b) Merasa asyik dengan pikiran sendiri

c) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas

2) Objektif

a) Afek datar

b) Afek sedih

c) Riwayat ditolak

d) Menunjukkan permusuhan

e) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain

f) Kondisi difabel

g) Tindakan tidak berarti

h) Tidak ada kontak mata

i) Perkembangan terhambat

j) Tidak bergairah/lesu.

9
c. Kondisi Klinis Terkait

1) Penyakit Alzheimer

2) AIDS

3) Tuberkolosis

4) Kondisi yang menyebabkan gangguan mobilisasi

5) Gangguan psikiatrik (Depresi mayor dan skizofrenia).

5. Penatalaksanaan
Menurut Eko Prabowo (2014) penatalaksanaan untuk klien dengan
isolasi sosial terbagi menjadi:
a. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis, klien akan mendapatkan
terapi somatik/ organobiologi. Terapi somatik/
organobiologi merupakan terapi yang diberikan pada
pasien gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptive.
Terapi somatik/ organobiologi terbagi menjadi:
1) Terapi Farmakologi
Dalam terapi ini ada tiga jenis obat yang
digunakan untuk klien isolasi sosial yaitu :
a) Clorpromazine (CPZ)
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya nilai norma sosial bercaya berat
dalam fungsi mental: waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku aneh atau tidak
terkendali.
b) Haloperidol (HP)

10
Untuk sindrom psikosis berdaya berat dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-
hari.
c) Trihexy Phenidyl (THP)
Untuk segala jenis penyakit parkinson,
termasuk paksa ensepalitis dan idiopatik, sindrom
parkinson akibat obat misalnya reserpin dan
fenotiazine.
2) Electri Convulsive Theraphy (ECT)
Menurut Dermawan, dkk (2013) menyebutkan
bahwa Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang
lebih dikenal dengan elektroshock adalah suatu terapi
psikiatri yang menggunakan energi shock listrik
dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan
untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak
berespon kepada obat psikitari pada dosis terapinya.
ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist
Italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930.
Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat
terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3
kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang
klonik yang dapat memberi efek terapi (Therapeutic
Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang
yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang
kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan.
Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat
ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan.
Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT
dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived

11
Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi
yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis.
3) Terapi Okupasi
Terapi okupasi adalah bentuk layanan
kesehatan kepada masyarakat atau pasien yang
mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan
menggunakan latihan atau aktivitas mengerjakan
sasaran yang terseleksi (okupasi).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Psikoterapi
Upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa
adanya, memotivasi klien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah,
sopan dan jujur kepada klien.
2) Rehabilitasi
a) Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi
yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama
dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau
petugas kesehatan jiwa. Terapi ini bertujuan
memberikan stimulus bagi klien dengan gangguan
interpersonal .
Menurut Keliat (2016) Terapi aktivitas
kelompok dibagi empat :
(1) Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau
persepsi
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
stimulasi persepsi dilaksanakan dengan melatih

12
klien mempersepsikan stimulus yang
disediakan atau stimulus yang pernah dialami.
Aktivitas yang dilaksanakan berupa stimulus:
membaca artikel/ majalah/ buku/ puisi,
menonton acara TV (merupakan stimulus yang
disediakan), stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses
persepsi klien yang maladaptif atau
destruktif (misalnya kemarahan, kebencian,
putus hubungan, pandangan negatif terhadap
orang lain, dan halusinasi).
(2) Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensoris
TAK stimulasi sensori adalah TAK
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus
pada sensoris klien. Biasanya klien yang tidak
mau mengungkapkan komunikasi verbal
akan terstimulasi emosi dan perasaannya, serta
menampilkan respon. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah:
mendengarkan musik, melukis, menyanyi,
menari.
(3) Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas
TAK orientasi realitas klien
diorientasikan pada kenyataan yang ada di
sekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang
ada di sekeliling klien atau orang yang dekat
dengan klien, dan lingkungan yang pernah
mempunyai hubungan dengan klien. Aktivitas
dapat berupa orientasi orang, waktu, tempat,
benda yang ada di sekitar, dan semua kondisi
nyata.

13
(4) Terapi aktivitas kelompok sosialisasi
TAK sosialisasi dilaksanakan dengan
membantu klien melakukan sosialisasi dengan
individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi
dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan
massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi
dalam kelompok.
b) Terapi Lingkungan
Manusia tidak dapat dipastikan dari
lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus
psikologi seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan
memberikan dampak baik pada kondisi fisik
maupun kondisi psikologis seseorang.

14
A. KONSEP ASUHAN KEPETAWATAN ISOLASI SOSIAL
a. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa factor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien.
Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat
isi pengkajian meliputi:
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tangggal MRS , informan, tanggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat
klien.
2. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen
3. Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang
tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus
dioperasi ,kecelakaan, dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena
sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba)
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri
sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatif tentang
tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan
keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit ,
proses menua , putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai
diri,dan kurang percaya diri.
c. Hubungan Sosial
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti
dalam masyarakat.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah
6. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata ,kurang dapat
memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan
orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
7. Kebutuhan persiapan pulang.
a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan
dan merapikan pakaian.
c. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar
rumah
e. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar
8. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi (Clorpromazine,
Haloperidol, Trihexy Phenidyl), ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan
rehabilitas.
b. Masalah Keperawatan
Isolasi sosial : menarik diri
c. Rencana Keperawatan
Pasien
SP I p
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

2
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
SP II p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
orang
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian
SP III p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian
Keluarga
SP I k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial
SP II k
1. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada psien isolasi social
SP III k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
d. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dari standar asuhan yang keperawatan profesioal
yangdilakukan oleh perawat, implementasi dilakukan klien,keluarga, dan komunitas
berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat. Dalam melakukan implementasi
intervensi, perawat dapat menggunakan intervensi yang dirancang luas untuk
mencegah penyakit, meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan
fisik dan mental (Damaiyanti & Iskandar, 2014).
e. Evaluasi

3
Proses untuk mengetahui apakah tindakan terhadap klien mengalami
keberhasilan/ peningkatan. Evaluasi dapat yang dapat kita ambil pada klien isolasi
sosial menurut Damaiyanti & Iskandar (2014) sebagai berikut :
1. Klien mampu menyebutkan apa yang dialami.
2. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian mempunyai teman.
3. Klien mampu menyebutkan cara berkenalan.
4. Klien mampu memperagakan cara berkenalan denganperawat lain.

4
DAFTAR PUSTAKA

Larasati,Fadilah Tami.2020. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN


FOKUS STUDI ISOLASI SOSIAL Di RSJ Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG
(http://repository.poltekkes-smg.ac.id/js/pdfjs/web/viewer.html?file=../../../repository//KTI
%20FADILAH%20TAMI%20LARASATI%20P1337420517060.pdf ) akses 9 September 2020

Cahyani, Made Arya Yunda (2018) GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PEMBERIAN


TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI UNTUK MENGATASI PERILAKU
ISOLASI SOSIAL PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJ PROVINSI BALI 2018.  Diploma
thesis, Jurusan Keperawatan 2018 (http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1147/2/BAB
%202.pdf ) akses 9 September 2020

Carpenito, lynda Juall. 1998. Buku saku buku kedokteran EGC : jakarta.
www.scribd.com/doc/99585850/Presentasi-Jiwa-Poltekkes-Surakarta

MAHENDRA, ERSA (2019) ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL : PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH UTAMA
ISOLASI SOSIAL DI RUMAH PENITIPAN KLIEN GANGGUAN JIWA MITRA SAKTI
KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019. Diploma thesis, Poltekkes
Tanjungkarang. (http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/354/3/BAB%20II.pdf ) di akses 9 September
2020

WACHIDAH, NUR ZAHROTUL (2017) ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


SKIZOFRENIA PARANOID DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL “MENARIK DIRI” DI
RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA (http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/245/1/kti%20nur.pdf ) di akses 11 September 2020

Anda mungkin juga menyukai