Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

DISUSUN OLEH:
GEO DITA ELVINA EDY PUTRI
(2027024)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES PANCA BHAKTI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2022
A. KASUS/MASALAH UTAMA : ISOLASI SOSIAL
1. Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah kesendirian yang di alami oleh individu dan dianggap
timbul karena orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif atau mengancam
(NANDA – I, 2018 dalam Nugraha, M. B. 2020).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya (Sutejo, 2019).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami individu dan dirasakan
saat didorong oleh keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau
mengancam (Damanik, Pardede & Manalu, 2020).
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Pardede, 2018).

2. Rentang Respon Isolasi Sosial dan Gangguan Kepribadian


Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon
adapatif dan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku. Sedangkan
respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu untuk
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma sosial dalam
budaya setempat. Berikut rentang respon sosial menurut Stuart (2016):

Gambar 1.1 Rentang Respon Isolasi Sosial

a) Respons adaptif
1) Solitude (menyendiri)
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk mengendalikan perilaku mereka
sendiri saat menerima dukungan saat bantuan dari orang yang berarti dan
diperlukan (Stuart,2016). Respon yang dilakukan individu dalam
merenungkan hal yang terjadi atau dilakukan dengan tujuan mengevaluasi
diri untuk kemudian menentukan rencana-rencana (Sutejo, 2019).
2) Otonomi
Kemampuan individu dalam mengendalikan perilaku mereka sendiri,
membangun ikatan afektif yang kuat untuk kepribadian yang matang
(Stuart,2016).
3) Mutualisme atau bekerja sama
Kemampuan individu untuk menerima,membangun ikatan afektif yang
kuat dengan orang lain (Stuart,2016). Kemampuan individu untuk saling
memberi dan menerima dalam hubungan sosial (Sutejo, 2019).
4) Interdependen atau saling ketergantungan
Dalam hubungan antara manusia biasanya mengembangkan keseimbangan
perilaku dependen dan independen (Stuart, 2016).

b) Respons maladaptive
1) Merasa sendiri (kesepian) merasa tidak tahan atau yang lain menganggap
bahwa dirinya sendirian dalam menghadapi masalah, cenderung pemalu,
sering merasa tidak percaya diri dan minder (Muhith, 2015).
2) Menarik diri suatu keadaan di mana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain (Muhith,
2015). Menyendiri Otonomi Bekerjasama Saling tergantung Kesendirian
Menarik diri Ketergantungan Manipulasi Impulsif Narcisisme
3) Tergantungan (Dependen) Seseorang yang gagal mengembangkan
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses, merasa kesulitan yang
beresiko menjadi gangguan depresi dan gangguan cemas sehingga
berkecenderungan berpikiran untuk bunuh diri (Muhith, 2015).
4) Manipulasi perilaku dimana orang memperlakukan orang lain sebagai
objek dan bentuk hubungan yang berpusat di sekitar isuisu kontrol dan
perilaku mereka sulit dipahami (Stuart, 2016). gangguan sosial yang
memperlakukan sebagai objek, dimana hubungan terpusat pada
pengendalian masalah orang lain dan individu cenderung berorientasi pada
diri sendiri, atau sikap mengontrol yang digunakan sebagai pertahanan
terhadap kegagalan atau frustasi yang dapat digunakan sebagai alat
berkuasa atas orang lain (Sutejo, 2019).
5) Impulsif suatu keadaan marah ketika orang lain tidak mendukung ketidak
mampuan untuk merencanakan sesuatu, ketidak mampuan belajar dari
pengalaman dan tidak dapat diandalkan (Stuart, 2016). respon sosial yang
ditandai dengan individu sebagai subjek yang tidak dapat diduga, tidak
dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk belajar
dari pengalaman dan tidak dapat melakukan penilaian secara objektif
(Sutejo, 2019).
6) Narcisme orang dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki harga
diri yang rapuh, mendorong mereka untuk mencari pujian dan kekaguman
secara terus-menerus, penghargaan, sikap yang egosentrik, iri hati dan
marah ketika orang lain tidak mendukungnya (Stuart, 2016). Respon sosial
ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga diri
rapuh, dan mudah marah-marah jika tidak mendapat dukungan dari orang
lain (Sutejo, 2019).

3. Tanda-gejala Isolasi Sosial


Tanda dan gejala isolasi sosial meliputi : kurang spontan, apatis (acuh tak
acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek
tumpul, tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, tidak ada atau kurang
terhadap komunikasi verbal, menolak berhubungan dengan oranglain, mengisolasi
diri (menyendiri), kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya, asupan makan dan
minuman terganggu, aktivitas menurun dan rendah diri (Damanik, Pardede, &
Manalu, 2020).
Menurut Sucizti (2019) tanda dan gejala sebagai berikut :
Subjektif
a) Perasaan sepi
b) Perasaan tidak aman
c) Perasan bosan dan waktu terasa lambat
d) Ketidakmampun berkonsentrasi
e) Perasaan ditolak
Objektif

a) Banyak diam
b) Tidak mau bicara
c) Menyendiri
d) Tidak mau berinteraksi
e) Tampak sedih
f) Ekspresi datar dan dangkal
g) Kontak mata kurang

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predispoisi (pendukung ) terjadi gangguan hubungan yaitu :
Faktor Perkembangan. Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung
dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang
memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
orang tua pengasuh akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa tidak percaya.
a) Faktor Biologis, genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Kelainan struktur otak seperti atrofi, pembesaran vetrikel, penurunan
berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia
b) Faktor Sosial Budaya, faktor sosial budaya dapat menjadi faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam membina hubungan dengan orang
lain, misalnya anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang
lain (Lingkungan sosial) (Muhith, 2015)
c) Faktor Genetik dianggap mempunyai transmin gangguan efektif melalui
riwayat keluarga dan keturunan.

2. Faktor presipitasi
a) Stresor Sosial Budaya, stresor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya
gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain. Misalnya anggota
keluarga yang labil yang dirawat dirumah sakit (Muhith, 2015)
b) Stresor Psikologis, tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Interaksi kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini untuk menimbulkan
berbagai masalah gangguan hubungan (Muhith, 2015)

3. Penilaian stressor
Penilaian terhadap stresor dari seseorang sangat penting. Serangkain
kehilangan atau kehilangan tunggal yang berarti dapat meneyebabkan masalah
dalam menjalin hubungan intim di masa depan. Rasa sakit akibat kehilangan dapat
begitu besar ketika orang tersebut menghindari terlibat dalam hubungan masa
depan dan resiko nya akan lebih menyakitkan. Respons ini lebih mungkin terjadi
jiks orang mengalami kesulitan dengan mencapai tugas perkembangan yang
berkaitan dengan hubungan (Stuart, 2016). Penilaian terhadap sterssor berada
dalam suatu rentang dari adaptif sampai ke maladaptif.
Padakliendenganskizoferniapenilaian stressor yang adaptif merupakan faktor yang
harusselalu di perkuat dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga
kemampuan tersebut membudaya dalam diri klien. Bila penilaian stressor klien
maladaptif maka penilaian tersebut akan menjadi dasar penggunaan terapi
keperawatan dalam melatih disfungsi keterampilan yang dialami klien. Penilaian
terhadap stresor yang di alami klien dengan isolasi social meliputi kognitif,
afektif, fisiologis, perliaku, dan sosial. (Satrio, dkk, 2015).
a) Respon kognitif
Faktor kognitif mencatat kejadian stresfull dan reaksi yang ditimbulkan
secara emosional, fisiologis, serta perilaku atau reaksi sosial. Kemampuan
klien melakukan penilaian kognitif yang dipengaruhi oleh persepsi klien,
sikap terbuka individu terhadap adanya perbubahan, kemampuan untuk
melakukan kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan dan kemampuan
menilai suatu masalah. Pada klien isolasi sosial kemampuan kognitif klien
sangat terbatas klien lebih berfokus pada masalah bukan bagaimana
mencari alternatie pemecahan masalah yang dihadapi (Stuart, dalam Satrio,
dkk, 2015).
b) Respon afektif
Respon afektif terkait dengan ekspresi emosi, mood, dan sikap.Respon
afektif yang ditampilkan dipengaruhi olehketidakmampuan jangka panjang
terhadap situasi yangmembahayakan sehingga mempengaruhi
kecendrungan respon terhadap ancaman untuk harga diri klien. Respon
afektifpada klien isolasi sosial adalah adanya perasaan putus asa,sedih,
kecewa, merasa tidak berhargadan merasa tidakdiperhatikan (Stuart, dalam
Satrio, dkk. 2015).
c) Respon fisiologis
Respon fisiologis terkait dengan bagaimana sistem fisiologis tubuh
berespon terhadap stessor, yang mengakibatkan perubahanterhadap
stressor, sistem neuroendokrin, dan hormonal. Respon fisiologismerupakan
respon neurobiologis yang bertujuan untukmenyiapkan klien mengatasi
bahaya. Perubahan yang dialamioleh klien akan mempengaruhi
neurobiologis untuk mencegahstimulus yang mengancam (Stuart, 2009
dalamSatrio, dkk, 2015).
d) Respon perilaku
Hasil dari respon emosional dan fisiologis. Respon perilaku isolasi sosial
teridentifikasi tiga pelaku yang maladaptif yaitu sering melamun, tidak mau
bergaul dengan klien lain atau tidak mau mengemukakan pendapat, mudah
menyerah dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan atau dalam
melakukan tindakan (Satrio, dkk, 2015).
e) Respon Sosial
Respon sosial Merupakan hasil dari perpaduan dari respon kognitif, afektif,
fisiologis dan perilaku yang akan mempengaruhi hubungan atau interaksi
dengan orang lain. Respon ini memperlihatkan bahwa klien dengan isolasi
sosial lebih banyak memberikan respon menghindar terhadap stressor yang
dialaminya (Satrio, 2015).

4. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan respons sosial yang
maladaptif merupakan upaya untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan
ancaman atau kesepian yang dialami. Namun, cara ini tidak sehat dan sering
memiliki efek yang tidak diinginkan mengarahkan orang – orang menjauh.
Dengan demikian orang tersebut selalu terperangkap dalam konflik mendekat dan
menghindar dari dilema membutuhkan dan menakutkan, mencari hubungan
anatara manusia di satu sisi dan mendorong orang – orang pergi di sisi lain. Orang
manipulatif melihat orang lain sebagai objek. Pertahanan mereka melindungi diri
dari rasa sakit psikologis yang potensial berhubungan dengan hilangnya orang
yang penting dalam hidupnya. Orang dengan ganggua kepribadian antisosial
sering menggunakan pertahanan proyeksi dan pemisahan (Stuart, 2016).
a) Proyeksi Menempatkan tanggung jawab atas peilaku isolasi sosial diluar
diri sendiri
b) Pemisahan Karakteristik dari seeseorang isolasi sosial. Pemisahan adalah
ketidakmampuan untuk mengintegrasikan aspek baik dan buruk dari diri
sendiri dan berbagai objek
c) Identifikasi proyektif Mekanisme pertahanan yang kompleks. Klien
memproyeksikan bagian dari dirinya kepada orang lain, yang sering tidak
menyadari hal tersebut (Stuart, 2016).

5. Sumber koping
Ketika seseorang mengalami masalah dengan hubungan, penting untuk
mengkaji sumber koping seseorang. Bagi sebagian besar orang, ketika salah satu
hubungan yang bermasalah atau hilang, yang lain tersedia untuk menawarkan
dukungan dan jaminan. Mereka yang memiliki jaringan keluarga dan teman –
teman yang luas memiliki banyak sumber daya untuk di manfaatkan. Kadang –
kadang mereka membutuhkan dorongan untuk menjangkau bantuan (Stuart,
2016). Sumber koping merupakan pilihan atau strategi bantuan untuk memutuskan
mengenai apa yang dapat dilakukan dalam menghadapi suatu masalah. Dalam
menghadapi stressor klien dapat menggunakan koping yang dimilikinya baik
internal ataupun eksternal (Satrio, dkk, 2015).
a) Kemampuan Personal
Pada klien dengan isolasi sosial sosial kemampuan personal yang harus
dimiliki meliputi kemampuan secara fisik dan mental. Kemampuan secara
fisik teridentifikasi dari kondisi fisik yang sehat. Kemampuan mental
meliputi kemampuan kognitif, afektif, perilaku sosial. Kemampuan
kognitif meliputi kemampuan yang sudah atau pun yang belum dimiliki
klien didalam mengidentifikasi masalah, menilai dan menyelesaikan
masalah, sedangkan kemempuan afektif meliputi kemampuan untuk
meningkatkan konsep diri kliendan kemampuan perilaku terkait dengan
kemampuan melakukan tindakan yang adekuat dalam menyelesaikan
stressor yang dialami (Satrio, dkk, 2015).
b) Dukungan Sosial
Sumber dukungan isolasi social pada klien dengan isolasi social meliputi
dukungan yang di miliki klien baik yang di dapatkan dari keluarga,
perawat maupun dari lingkungan sekitar klien. Dukungan yang di berikan
dapat berupa dukungan fisik dan psikologis. Dukungan fisik di peroleh
melalui dukungan dan keterlibatan aktif dari keluarga, perawat, dokter
serta tenaga kesehatan lainnya. Untuk mampu memberikan dukungan
sosial kepada klien dengan isolasi social keluarga harus mengenal
masalah, menentukan masalah, dan menyelesaikan masalah ( Satrio, dkk
2015).
c) Aset material
Aset material yang dapat diperoleh meliputi dukungan financial, sistem
pembiayaan layanan kesehatan seperti asuransi kesehatan ataupun program
layanan kesehatan bagi masyarakat miskin, kemudahan mendapatkan
fasilitas dan layanan kesehatan serta keterjangkauan pembiayaan
pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana transportasi untuk mencapai
layanan kesehatan selama dirumah sakit maupun setelah pulang (Satrio,
dkk. 2015).
d) Keyakinan positif
Keyakinan positif adalah keyakinan diri yang menimbulkan motivasi
dalam menyelesaikan segala stressor yang dihadapi. Keyakinan positif
diperoleh dari keyakinan terhadap kemampuan diri dalam mengatasi
ketidakmampuan klien dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar
(Satrio, dkk. 2015).

C. 1. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan
Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep Diri


2. Daftar Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
a) Masalah Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Isolasi Sosial
3. Harga Diri Rendah
4. Gangguan Konsep Diri

b) Pengkajian
Merupakan tahapan awal dan data dasar utama dari proses keperawatandan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status pasien
data yang di kumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual ( Zaini, 2019).
1) Identitas Klien
Identitas ditulis lengkap meliputi nama, usia dalam tahun, alamat,
pendidikan, agama, status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomor
rekam medis dan diagnosa medisnya.
2) Alasan Masuk
Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis
hasilnya, apa yang menyebabkan klien datang kerumah sakit, apa yang
sudah dilakukan oleh klien/keluarga sebelumnya atau dirumah untuk
mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini,
penyebab munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk
mengatasi dan bagaimana hasilnya.
4) Faktor predisposisi
Menanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa
lalu, pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma
masa lalu, faktor genetik dan silsilah orang tuanya dan pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan.
5) Pemeriksaan Fisik
Mengkaji keadaan umum klien, tanda-tanda vital, tinggi badan/ berat
badan, ada/tidak keluhan fisik seperti nyeri dan lain-lain.
6) Pengkajian Psikososial
i. Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya untuk mengetahui
kemungkinan adanya riwayat genetik yang menyebabkan
menurunkan gangguan jiwa.
ii. Konsep Diri Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap
tubuhnya, bagian tubuhnya yang paling/tidak disukai.
(1) Identitas diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi
klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap suatu/posisi
tersebut, kepuasan klien sebagi laki-laki atau perempuan.
(2) Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi,
status, tugas/peran yang harapannya dalam keluarga,
kelompok, masyarakat dan bagaimana kemampuan klien
dalam melaksanakan tugas/peran tersebut.
(3) Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya,
posisi, status, tugas/peran dan harapan klien terhadap
lingkungan.
(4) Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya
dalam hubungannya dengan orang lain sesuai dengan
kondisi dan bagaimana penilaian/ penghargaan orang lain
terhadap diri dan lingkungan klien.
iii. Hubungan Sosial
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien,
bagaimana peran serta dalam kegiatan dalam
kelompok/masyarakat serta ada/tidak hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
iv. Spiritual
Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana persepsi, nilai, norma,
pandangan dan keyakinan diri klien, keluarga dan masyarakat
setempat tentang gangguan jiwa sesui dengan norma budaya
dan agama yang dianut.
v. Status Mental
(1) Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia,
cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan,
ekspresi wajah, kontak mata.
(2) Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien,
apakah cepat, keras. Gagap, inkoheren, apatis, lambat,
membisu dan lain-lain.
(3) Aktivitas motorik (psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu
dicacat dalam hal tingkat aktivitas (latergik, tegang, gelisah,
agitasi), jenis (TIK, tremor) dan isyarat tubuh yang tidak
wajar.
(4) Afek dan emosi
Afek merupakan nada perasaan yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan
berlangsung relatif lama dan dengan sedikit komponen
fisiologis/fisik serta bangga, kecewa. Emosi merupakan
manifestasi afek yang ditampilkan/diekspresikan keluar,
disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung relatif
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa,
kuatir atau gembira berlebihan.
(5) Interaksi selama wawancara
Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak,
bagaimana kontak mata dengan perawat dan lain-lain.
(6) Persepsi sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “apakah anda
sering mendengar suara saat tidak ada orang? Apa anda
mendengar suara yang tidak dapat anda lihat? Apa yang
anda lakukan oleh suara itu. Memeriksa ada/ tidak
halusinasi, ilusi.
(7) Proses pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagaimana alur pikirnya
(koheren/inkoheren), bagaimana isi pikirannya
realitas/tidak.
(8) Kesadaran Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun
atau meninggi.
(9) Orientasi.
Bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat dan
orang.
(10) Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat, seperti: efek
samping dari obat dan dari psikologis.
(11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi,
bagaimana kemampuan berhitung klien, seperti: disaat
ditanya apakah klien menjawab pentanyaan sesuai dengan
yang ditanyakan oleh observer.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dengan faktor berhubungan dan batasan karakteristik disesuaikan dengan
keadaan yang ditemukan pada tiap-tiap partisipan. Topik yang diteliti yakni
kemampuan mengontrol halusinasi dengar (Azizah, Zainuri & Akbar 2016)
1. Harga diri rendah
2. Isolasi social
3. Halusinasi

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Sp1 : Menjelaskan keuntugan dan kerugian mempunyai teman
Sp2 : Melatih klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
Sp3 : Melatih klien bercakap-cakap sambil melakukan kegiatan harian
Sp4 : Melatih berbicara sosial : seperti meminta sesuatu dan sebagainya (Stuart, 2016)

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Apriliani, D, & Herliawati H (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Isolasi Sosial: Menarik Diri Dengan Menerapkan Terapi Social Skill
Trainning. Diss. Sriwijaya university
2. Azizah, L., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku ajar keperawatan kesehatan
jiwa. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
3. Damanik, R. K., Pardede, J. A., & Manalu, L. W. (2020). Terapi Kognitif
Terhadap Kemampuan Interaksi Pasien Skizofrenia Dengan Isolasi Sosial.
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 11(2), 226-235. DOI:
http://dx.doi.org/10.26751/jikk.v11i2.822
4. Hartanto, A. E., Hendrawati, G. W., & Sugiyorini, E. (2021). Pengembangan
Strategi Pelaksanaan Masyarakat Terhadap Penurunan Stigma Masyarakat
Pada Pasien Gangguan Jiwa. Indonesian Journal for Health Sciences, 5(1), 63-
68.
5. Henry Dhany Saputra, Muhammad. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan Isolasi Sosial Di Rsjd Dr. Arif
Zainudin Surakarta. Diss. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 2020
6. Pardede, J. A. (2017). The Implementation of Family Tasks with The
Frequency of Recurrence of Social Isolation Patients. Mental Health, 4(2).
7. Kemenkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas. Jakarta: Kemenkes
RI.
8. Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Correlation of Family Burden of The
Prevention of Recurrence of Schizophrenia Patients. Mental Health, 4(1), 31-
42.
9. Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: Teori dan aplikasi. Penerbit
Andi.
10. Muliani, N. (2017). Penerapan Terapi Keterampilan Sosial Dan Cognitive
Behaviour Therapy Pada Klien Isolasi Sosial Dan Halusinasi. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 6(2), 83- 90.
11. Ni'mah, A. L. (2019). Hubungan Status Mental Dengan Interaksi Sosial Pada
Orang Dengan Isolasi Sosial di Griya Cinta Kasih Jogoroto Jombang
(Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).
12. Nugraha, M. B. (2020). Analisis Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Dengan Masalah Isolasi Sosial (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Pringsewu).
13. Pardede, J. A. (2018). Pelaksanaan Tugas Keluarga Dengan Frekuensi
Kekambuhan Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 6(2)
14. Pardede, J. A., & Ramadia, A. (2021). The Ability to Interact With
Schizophrenic Patients through Socialization Group Activity Therapy.
International Journal of Health Science and Medical Research, 1(1), 06-10.
http://ijhsmr.com/index.php/ijhsmr/article/view/
15. Pardede, J. A., Hamid, A. Y. S., & Putri, Y. S. E. (2020). Application Of
Social Skill Training Using Hildegard Peplau Theory Approach To Reducing
Symptoms And The Capability Of Social Isolation Patients. Jurnal
Keperawatan, 12(3), 327- 340.
Https://Doi.Org/10.32583/Keperawatan.V12i3.78
16. Pardede, J. A., Silitonga, E., & Laia, G. E. H. (2020). The Effects of Cognitive
Therapy on Changes in Symptoms of Hallucinations in Schizophrenic
Patients. Indian Journal of Public Health, 11(10), 257.
17. Putri, N., & Pardede, J. A. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Penderita Skizofrenia Dengan Masalah Isolasi Sosial Menggunakan
Terapi Generalis Sp 1-4: Studi Kasus.
18. Riskesdas (2018) Hasil Utama riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
https://www.kemkes.go.id/resources/
19. Satrio, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Lampung: LP2M
20. Stuart & Laraia. 2015. Principles & Practice of Psychiatric Nursing 7th
edision. St.louise: Mosby
21. Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
22. Stuart, G., Keliat, A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip Praktek Keperawatan
Kesehatan Jiwa (edisi Indonesia). Singapura: Elsever.
23. Suciati, N. M. A. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Tak
Sosialisasi Sesi 2: Kemampuan Berkenalan Untuk Mengatasi Isolasi Sosial
Pada Pasien Skizofrenia (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan
Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan).
24. Sutejo (2019). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
25. WHO, (2021). Schizophrenia. Retrieved from.
https://www.who.int/newsroom/factsheets/%20detail/schizophreni
26. Yusuf, Ahmad Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
27. Zaini, M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di Pelayanan
Klinis dan Komunitas. Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai