DISUSUN OLEH:
1
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah
ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Faktor
Patologis Dan Lingkungan Yang Mempengaruhi Bioavibilitas” yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari penyusun maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesadaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk
saran dan kritiknya. Terima Kasih
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, penulis memiliki tujuan agar mahasiswa/i dapat
memahami serta menguasai materi tentang faktor patologis serta lingkungan yang
mempengaruhi bioavibilitas.
4
1.3. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis menemukan beberapa masalah yaitu tentang
Menjelaskan serta mendefinisikan tentang faktor-faktor patologis dan lingkungan
yang mempengaruhi bioavibilitas.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Larutan obat
Absorbsi
Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan biasanya
merupakan tahap yang paling lambat sehingga menjadi penentu kecepatan terhadap
Studi bioavailabilitas dilakukan terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui
maupun obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk dipasarkan. Dalam menyetujui suatu produk obat untuk
dipasarkan, FDA harus memastikan bahwa produk obat tersebut aman dan efektif
sesuai label indikasi penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus memenuhi
seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian
bioekivalensi untuk semua produk (Shargel et al., 2005). Akibat perkembangan studi
8
generik bioekivalen terhadap produk dagang sehingga produk generik tidak perlu
diberikan secara oral harus diabsorpsi terlebih dahulu sebelum memberikan efek
yang diberikan secara oral akan termetabolisme pada saluran pencernaan dalam
jumlah yang besar sehingga hanya sedikit obat yang dapat mencapai sirkulasi
sistemik. Kebanyakan obat yang diberikan secara oral juga mengalami first-
pass effect sehingga tidak semua obat yang diberikan akan diabsorpsi (Wagner,
1975).
Dosis yang diberikan harus diperhatikan agar konsentrasi obat dalam darah
Bentuk sediaan obat dapat mempengaruhi laju dan jumlah obat yang
d. Faktor fisiologis
Semakin lama obat berada di usus halus, maka semakin banyak obat yang
9
diabsorpsi dengan asumsi bahwa obat stabil pada cairan intestinal
(Proudfoot, 1990).
menunda waktu onset obat. Laju pengosongan lambung juga penting untuk
1990).
Usus halus memiliki luas permukaan area efektif terbesar karena adanya
vili dan mikrovili. Oleh karena itu, mayoritas obat akan diabsorpsi secara
lemah. Sebaliknya, luas permukaan lambung dan usus besar relatif kecil
10
bioavailabilitas obat juga akan menurun (Shargel et al., 2005).
3,5; pH usus halus 5-8 (pH duodenum 5-6, pH ileum 8); pH usus besar 8.
Derajat ionisasi obat dipengaruhi oleh nilai pH. Bentuk tak terion akan
6) Aktivitas enzimatik.
Obat yang diberikan secara oral dan ditujukan untuk sirkulasi sistemik
11
pada saluran pencernaan (Proudfoot, 1990).
empedu), posisi anatomi tubuh dan aktivitas relatif, suhu tubuh, integritas
1.
2.
2.1.
2.2.
Disolusi adalah proses di mana bahan obat padat larut dalam pelarut. Uji
disolusi dapat menentukan bioavailabilitas suatu obat jika terdapat korelasi yang baik
antara uji in vitro dan in vivo. Korelasi in vitro dan in vivo yang dimaksud adalah
obat dalam plasma) dan karakteristik fisika kimia produk obat (Shargel et al., 2005).
Korelasi in vitro dan in vivo ini penting untuk diketahui agar dalam
menentukan bioavailabilitas suatu obat cukup dengan uji in vitro saja, tidak perlu
dengan uji in vivo. Selama ini, uji bioavailabilitas secara in vivo memerlukan waktu
yang lama, biaya yang relatif tinggi, serta terdapat beberapa masalah dalam
adalah laju disolusi. Obat yang masuk ke dalam tubuh dapat diabsorpsi jika sudah
12
dalam bentuk larutan sehingga kecepatan obat untuk larut dari bentuk sediaannya
(laju disolusi) akan menentukan kecepatan dan atau jumlah obat yang terabsorpsi
(Chereson, 1999).
2.4. Obat
atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan
atau bagian badan manusia (Lestari, Rahayu, Rya, Suhardjono, Maisunah, Soewarni,
dkk., 2002).
Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik adalah
WHO. Nama generik berlaku di negara manapun dan boleh diproduksi oleh setiap
industri, sedangkan obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar
atau nama pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari
pabrik yang memproduksinya. Nama dagang adalah nama khas yang dilindungi
hukum yaitu merk terdaftar atau Proprietary Name (Lestari dkk., 2002).
13
14
BAB III
PENUTUP
3.
3.1. Kesimpulan
Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) merupakan persentase dan kecepatan zat aktif
dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut. Bioavailabilitas dapat
diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin.
Terdapat dua macam bioavailabilitas, yaitu bioavailabilitas absolut dan
bioavailabilitas relatif. Bioavailabilitas absolut merupakan perbandingan
bioavailabilitas obat yang diberikan secara ekstravaskular terhadap bioavailabilitas
obat yang diberikan secara intravaskular, sedangkan bioavailabilitas relatif
merupakan perbandingan bioavailabilitas produk obat terhadap pembanding (selain
intravaskular).
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6, 37, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649, 650, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2001a, Professional’s Handbook of Drug Therapy for Pain, 40, Springhouse
Corporation, Springhouse
Anonim, 2001b, The Merck Index, 13th Edition, 10, Merck & Co.Inc., Whitehouse Station,
New Jersey
Anonim, 2004a, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparisons, Missouri
Anonim, 2004b, Pedoman Uji Bioekivalensi, Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2005a, Drug Information for The Health Care Professional, Volume I, 25th Edition,
10, Thomson MICROMEDEX, USA
Anonim, 2005b, The Official Compendia of Standards 2005: The United States
Pharmacopeia 28 - The National Formulary 23, 2411-2412, 2745, United States
Pharmacopeia Convention Inc., USA
16