NAMA ANGGOTA :
1. HANA SAFIRA RIZKI (2017210096)
2. HANNY SUSANTO (2017210097)
3. HUSNAH (2017210099)
4. IKA PERMATA SARI (2017210100)
5. INDAH AULIA SHAFERA (2017210103)
6. INDRI AURALIA (2017210107)
7. JIHAN SAFITRI SYUKUR L. (2017210118)
8. MAULIDA FITRIA (2017210134)
9. NATHANIA WIJAYA (2017210153)
10. NAUFAL DAFFA SETIAWAN (2017210154)
KELOMPOK : 4
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2020
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Bioanalisis.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari makalah ini agar kedepannya
dapat menjadi lebih baik lagi.
Jakarta,Maret 2020
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Cover............................................................................................................................i
Kata Pengantar............................................................................................................ii
Daftar isi....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
3.1 Kesimpulan....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
4
bioavailabilitasnya tidak memenuhi kriteria bioekivalen (lihat butir 5.12.2 hal. 18)
maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen.
Sementara produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro ( uji
disolusi terbanding) diantaranya ialah Produk obat yang tidak memerlukan studi
in vivo, Produk obat” copy” yang hanya berbeda kekuatan uji disolusi terbanding
dapat diterima untuk kekuatan yang lebih rendah berdasarkan perbandingan profil
disolusi, Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmaseutik ( Biopharmaceutic
Classification System= BCS) dari zat aktif.
5
1.2 RUMUSAN MASALAH
6
Uji Bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan
sifat dan kerja obat didalam tubuh suatu obat “copy” dibandingkan dengan obat
inovator sebagai pembanding. Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya
mempunyai bioekivalensi farmaseutik dan alternatif farmaseutik dan pada
pemberian dengan dosis yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang
sebanding sehingga efek dalam efikasi maupun keamanan akan sama.
7
produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik, produk obat non-oral dan non
–parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik, Produk obat lepas lambat atau
termodifikasi yang bekerja sistemik, Produk kombinasi tetap untuk bekerja
sistemik, yang paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo,
Produk obat bukan larutan bukan untuk penggunaan non sistemik (oral nasal,
okular, dermal, rektal, vaginal, dsb), dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak
untuk diabsorpsi sistemik). Untuk produk demikian, bioekivalensi harus
ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik, dermatofarmakokinetik
komparatif dan / atau studi in vitro. Pada kasuskasus tertentu, pengukuran kadar
obat dalam darah masih diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat
adanya absorpsi yang tidak diinginkan.
Sementara produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro ( uji disolusi
terbanding) diantaranya ialah Produk obat yang tidak memerlukan studi in vivo, Produk
obat” copy” yang hanya berbeda kekuatan uji disolusi terbanding dapat diterima untuk
kekuatan yang lebih rendah berdasarkan perbandingan profil disolusi, Berdasarkan
sistem klasifikasi biofarmaseutik ( Biopharmaceutic Classification System= BCS) dari zat
aktif.
8
kontrasepsi hormonal baik berupa estrogen saja maupun kombinasi estrogen dan
progesteron (Hartanto, 2004).
Obat-obat hormonal yang salah satunya merupakan dalam bentuk kontrasepsi
hormonal yang mengandung zat aktif wajib Uji Bioekivalensi menurut Peraturan
Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat wajib uji ekivalensi.
Adapun obat kontasepsi hormonal sistemik yang dimaksud antara lain ialah:
1. Desogestrel
2. Estradiol sipionat
3. Ethynil estradiol
4. Levonorgestrel
5. Linestrenol
Adapun Regulasi pemerintah (BPOM atau FDA) mempersyaratkan
dilakukannya uji BA (Bioavailabilitas) dan BE (Bioekivalensi) produk obat.
Menurut Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat
wajib uji ekivalensi menyatakan bahwa:
Obat Copy wajib dilakukan Uji Ekivalensi
Uji Ekivalensi terhadap Obat Copy dilakukan dengan pembanding Obat
Komparator dengan tujuan untuk pembuktian ekivalensi suatu obat Copy
Uji Ekivalensi terdiri atas uji Bioekivalensi atau Uji Disolusi Terbanding 2
Uji bioekivalensi wajib dilakukan untuk obat Copy sesuai dengan kelas
terapi (tertera pada lampiran Peraturan Kepala BPOM tahun 2011 tentang Obat
Wajib Uji Ekivalensi)
Selain obat Copy pada kelas terapi yang sama wajib dilakukan uji disolusi
terbanding
Terhadap Obat Copy pertama dapat dipersyaratkan untuk wajib dilakukan
Uji Bioekivalensi berdasarkan hasil pengkajian Regulasi obat dalam Peraturan
Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat wajib uji ekivalensi
tersebut dimaksudkan untuk menjamin efikasi, keamanan dan mutu suatu produk
obat (obat baru) sebelum dipasarkan.
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
9
Badan Pengawas Obat dan Makanan berkewajiban untuk menilai semua
produk obat sebelum dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan selanjutnya
melakukan pengawasan terhadap produk obat tersebut setelah dipasarkan untuk
memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk obat tersebut memenuhi
standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan. Bioekivalensi Dua produk
obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau
merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis moral yang
sama akan menghasilkan biovailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan
sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Salah satu obat yang wajib diuji
ekivalensinya ialah sebagaimana dimaksud pada peraturan kepala pengawas obat
dan makanan Republik Indonesia yaitu wajib dilakukan untuk Obat Copy dengan
kelas terapi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Salah satunya yang dimaksudkan kedalamnya
ialah obat hormonal, salah satu obat hormonal yang digunakan ialah konstrasepsi
hormonal sistemik seperti Desogestrel, Estradiol sipionat, Ethynil estradiol,
Levonorgestrel, Linestrenol.
Adapun Regulasi pemerintah (BPOM atau FDA) mempersyaratkan
dilakukannya uji BA (Bioavailabilitas) dan BE (Bioekivalensi) produk obat.
Menurut Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat
wajib uji ekivalensi menyatakan bahwa: Obat Copy wajib dilakukan Uji
Ekivalensi , uji Ekivalensi terhadap Obat Copy dilakukan dengan pembanding
Obat Komparator dengan tujuan untuk pembuktian ekivalensi suatu obat Copy, uji
Ekivalensi terdiri atas uji Bioekivalensi atau Uji Disolusi Terbanding 2, uji
bioekivalensi wajib dilakukan untuk obat Copy sesuai dengan kelas terapi (tertera
pada lampiran Peraturan Kepala BPOM tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji
Ekivalensi) .
DAFTAR PUSTAKA
10
1. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.03.1.23.12.11.10217 TAHUN 2011 TENTANG OBAT WAJIB UJI
EKIVALENSI
11