Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH BIOANALISIS

“ PENGUJIAN EKIVALENSI PADA OBAT-OBAT


HORMONAL”

NAMA ANGGOTA :
1. HANA SAFIRA RIZKI (2017210096)
2. HANNY SUSANTO (2017210097)
3. HUSNAH (2017210099)
4. IKA PERMATA SARI (2017210100)
5. INDAH AULIA SHAFERA (2017210103)
6. INDRI AURALIA (2017210107)
7. JIHAN SAFITRI SYUKUR L. (2017210118)
8. MAULIDA FITRIA (2017210134)
9. NATHANIA WIJAYA (2017210153)
10. NAUFAL DAFFA SETIAWAN (2017210154)

KELOMPOK : 4

KELAS : BIOANALISIS (B)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Bioanalisis.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari makalah ini agar kedepannya
dapat menjadi lebih baik lagi.

Jakarta,Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover............................................................................................................................i

Kata Pengantar............................................................................................................ii

Daftar isi....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................4

1.2 Rumusan masalah........................................................................................6

1.3 Tujuan penulisan..........................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................7

2.1 Uji bioekivalensi..........................................................................................7

2.2 Kriteria obat uji ekivalensi...........................................................................8

2.3 Obat Hormonal............................................................................................8

2.3.1 kontrasepsi Hormonal sistemik...........................................................8

BAB III PENUTUP.......................................................................................................

3.1 Kesimpulan....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

....Badan Pengawas Obat dan Makanan berkewajiban untuk menilai semua


produk obat sebelum dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan selanjutnya
melakukan pengawasan terhadap produk obat tersebut setelah dipasarkan untuk
memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk obat tersebut memenuhi
standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan. Untuk produk obat yang
mengandung zat aktif berupa zat kimia baru ( new chemical entity = NCE)
dibutuhkan penilaian mengenai efikasi, keamanan dan mutu secara lengkap. NCE
ini yang dipatenkan oleh pabrik penemuan disebut juga obat inovator. Sedangkan
untuk produk obat yang merupakan produk “ copy” hanya dibutuhkan standar
mutu yang antara lain berupa bioekivalensi dengan produk obat inovator sebagai
produk pembanding (reference product yang merupakan baku mutu. Dengan
tujuan umum untuk menjamin efikasi, keamanan dan mutu produk obat yang
beredar, dan tujuan khusus yang berupa menjamin produk obat “copy yang akan
mendapat izin edar bioekivalen dengan produk obat inovatornya dan juga untuk
menentukan bioavailabilitas absolut relatif suatu zat kimia baru, serta
bioekivalensi zat tersebut dalam formulasi untuk uji klinik dan dalam produk yang
akan dipasarkan.

Bioavailabilitas merupakan (ketersediaan hanya) Persentase dan kecepatan zat


aktif dalam suatu produk obat yang mencapai / tersedia dalam sirkulasi sistemik
dalam bentuk utuh/ aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari
kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin
Bioavailabilitas absolut: bila dibandingkan dengan sediaa intravena yang
bioavailabilitasnya 100%.

Bioekivalensi Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai


ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian
dengan dosis moral yang sama akan menghasilkan biovailabilitas yang sebanding
sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika

4
bioavailabilitasnya tidak memenuhi kriteria bioekivalen (lihat butir 5.12.2 hal. 18)
maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen.

Ada beberapa ketentuan kriteria untuk dilakukan uji ekivalensi yaitu


diantaranya ialah produk obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo, seperti
produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik, produk obat non-oral dan non
–parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik, Produk obat lepas lambat atau
termodifikasi yang bekerja sistemik, Produk kombinasi tetap untuk bekerja
sistemik, yang paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo,
Produk obat bukan larutan bukan untuk penggunaan non sistemik (oral nasal,
okular, dermal, rektal, vaginal, dsb), dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak
untuk diabsorpsi sistemik). Untuk produk demikian, bioekivalensi harus
ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik, dermatofarmakokinetik
komparatif dan / atau studi in vitro. Pada kasuskasus tertentu, pengukuran kadar
obat dalam darah masih diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat
adanya absorpsi yang tidak diinginkan.

Sementara produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro ( uji
disolusi terbanding) diantaranya ialah Produk obat yang tidak memerlukan studi
in vivo, Produk obat” copy” yang hanya berbeda kekuatan uji disolusi terbanding
dapat diterima untuk kekuatan yang lebih rendah berdasarkan perbandingan profil
disolusi, Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmaseutik ( Biopharmaceutic
Classification System= BCS) dari zat aktif.

Studi bioekivalensi(BE adalah studi bioavailabilitas (BA) komparatif yang


dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi antara produk uji (suatu produk obat
“ copy” ) dengan produk obat inovator/pembandingan. Caranya dengan
membandingkan profil kadar obat dalam darah atau urin antara produk-produk
yang dibandingkan pada subyek manusia. Karena itu desain dan pelaksanaan studi
BE harus mengikuti Pedoman Cara Uji klinik yang Baik (CUKB,) termasuk harus
lolos kaji Etik.

5
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan uji Bioekivalensi


2. Apa saja pembagian produk obat berdasarkan uji ekivalensi
3. Apa yang dimaksud obat hormonal dan pembagian obat hormonal yang
wajib diuji ekivalensi.

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Pembaca dapat memahami dan mengerti pengertian uji bioekivalensi dan


manfaatnya
2. Pembaca dapat mengetahui berbagai kriteria obat yang wajib dilakukan uji
ekivalensi
3. Pembaca dapat mengetahui mengenai obat hormonal wajib uji ekivalensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UJI BIOEKIVALENSI

6
Uji Bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan
sifat dan kerja obat didalam tubuh suatu obat “copy” dibandingkan dengan obat
inovator sebagai pembanding. Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya
mempunyai bioekivalensi farmaseutik dan alternatif farmaseutik dan pada
pemberian dengan dosis yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang
sebanding sehingga efek dalam efikasi maupun keamanan akan sama.

Uji bioavailabilitas dan bioekivalensi (BABE) mensyaratkan pelaksanaan


sesuai dengan pedoman praktek laboratorium yang benar (Good Laboratory
Practice) dan pedoman cara uji klinik yang baik (Good Clinical Practice). Setiap
laboratorium pengujian, untuk menyusun proposal uji BABE diharuskan
melakukan penelitian dan kajian pustaka, karena dalam pedoman uji bioekivalensi
tidak menentukan produk yang harus diuji maupun inovator atau komparatornya
demikian pula dengan metode yang digunakan, uji BA-BE umumnya
menggunakan matriks darah dan pengukuran kadar obat dengan Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT), sedangkan urin dapat digunakan apabila kadar obat
yang utuh dalam urin lebih besar dari 40%.

Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyaiekivalensi


farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik danpada pemberian dengan
dosis molar yang sama akan menghasilkanbioavailabilitas yang sebanding
sehingga efeknya akan sama, dalamhal efikasi maupun keamanan. Adapun
rancangan dan pelaksanaan uji bioekivalensi ialah harus mengikuti pedoman Cara
Uji Klinis yang Baik (CUKB), protokol harus lolos uji kajian ilmiah dan kajian
etik sebelum penelitian dimulai, protokol harus mendapatkan persetujuan dari
BPOM sebelum penelitian dimulai.

2.2 KRITERIA OBAT UJI EKIVALENSI

Ada beberapa ketentuan kriteria untuk dilakukan uji ekivalensi yaitu


diantaranya ialah produk obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo, seperti

7
produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik, produk obat non-oral dan non
–parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik, Produk obat lepas lambat atau
termodifikasi yang bekerja sistemik, Produk kombinasi tetap untuk bekerja
sistemik, yang paling sedikit salah satu zat aktifnya memerlukan studi in vivo,
Produk obat bukan larutan bukan untuk penggunaan non sistemik (oral nasal,
okular, dermal, rektal, vaginal, dsb), dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak
untuk diabsorpsi sistemik). Untuk produk demikian, bioekivalensi harus
ditunjukkan dengan studi klinik atau farmakodinamik, dermatofarmakokinetik
komparatif dan / atau studi in vitro. Pada kasuskasus tertentu, pengukuran kadar
obat dalam darah masih diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat
adanya absorpsi yang tidak diinginkan.

Sementara produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi in vitro ( uji disolusi
terbanding) diantaranya ialah Produk obat yang tidak memerlukan studi in vivo, Produk
obat” copy” yang hanya berbeda kekuatan uji disolusi terbanding dapat diterima untuk
kekuatan yang lebih rendah berdasarkan perbandingan profil disolusi, Berdasarkan
sistem klasifikasi biofarmaseutik ( Biopharmaceutic Classification System= BCS) dari zat
aktif.

2.3 OBAT HORMONAL

2.3.1 Kontrasepsi Hormonal Sistemik


Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi yang paling banyak digunakan
wanita di negara-negara maju. Para wanita menggunakannya untuk mencegah
kehamilan. Setiap tahun pasangan menikah pada usia subur semakin meningkat,
diketahui dari data website resmi pemerintah Kabupaten Wonogiri pada tahun
2010 jumlah pasangan menikah usia subur sebanyak 218.125 pasangan.
Kecenderungan peningkatan pasangan menikah usia subur akan berdampak
pada peningkatan angka kelahiran dan kepadatan penduduk yang nantinya bila
tidak diatur akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup suatu
keluarga, sehingga akan bertolak belakang dengan program pemerintah yaitu
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Tata laksana untuk
mengatasi permasalahan tersebut sangat diperlukan, termasuk dalam penggunaan

8
kontrasepsi hormonal baik berupa estrogen saja maupun kombinasi estrogen dan
progesteron (Hartanto, 2004).
Obat-obat hormonal yang salah satunya merupakan dalam bentuk kontrasepsi
hormonal yang mengandung zat aktif wajib Uji Bioekivalensi menurut Peraturan
Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat wajib uji ekivalensi.
Adapun obat kontasepsi hormonal sistemik yang dimaksud antara lain ialah:
1. Desogestrel
2. Estradiol sipionat
3. Ethynil estradiol
4. Levonorgestrel
5. Linestrenol
Adapun Regulasi pemerintah (BPOM atau FDA) mempersyaratkan
dilakukannya uji BA (Bioavailabilitas) dan BE (Bioekivalensi) produk obat.
Menurut Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat
wajib uji ekivalensi menyatakan bahwa:
 Obat Copy wajib dilakukan Uji Ekivalensi
 Uji Ekivalensi terhadap Obat Copy dilakukan dengan pembanding Obat
Komparator dengan tujuan untuk pembuktian ekivalensi suatu obat Copy
 Uji Ekivalensi terdiri atas uji Bioekivalensi atau Uji Disolusi Terbanding 2
 Uji bioekivalensi wajib dilakukan untuk obat Copy sesuai dengan kelas
terapi (tertera pada lampiran Peraturan Kepala BPOM tahun 2011 tentang Obat
Wajib Uji Ekivalensi)
 Selain obat Copy pada kelas terapi yang sama wajib dilakukan uji disolusi
terbanding
 Terhadap Obat Copy pertama dapat dipersyaratkan untuk wajib dilakukan
Uji Bioekivalensi berdasarkan hasil pengkajian Regulasi obat dalam Peraturan
Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat wajib uji ekivalensi
tersebut dimaksudkan untuk menjamin efikasi, keamanan dan mutu suatu produk
obat (obat baru) sebelum dipasarkan.
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

9
Badan Pengawas Obat dan Makanan berkewajiban untuk menilai semua
produk obat sebelum dipasarkan, memberikan izin pemasaran, dan selanjutnya
melakukan pengawasan terhadap produk obat tersebut setelah dipasarkan untuk
memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk obat tersebut memenuhi
standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan. Bioekivalensi Dua produk
obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau
merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis moral yang
sama akan menghasilkan biovailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan
sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Salah satu obat yang wajib diuji
ekivalensinya ialah sebagaimana dimaksud pada peraturan kepala pengawas obat
dan makanan Republik Indonesia yaitu wajib dilakukan untuk Obat Copy dengan
kelas terapi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Salah satunya yang dimaksudkan kedalamnya
ialah obat hormonal, salah satu obat hormonal yang digunakan ialah konstrasepsi
hormonal sistemik seperti Desogestrel, Estradiol sipionat, Ethynil estradiol,
Levonorgestrel, Linestrenol.
Adapun Regulasi pemerintah (BPOM atau FDA) mempersyaratkan
dilakukannya uji BA (Bioavailabilitas) dan BE (Bioekivalensi) produk obat.
Menurut Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2011 tentang obat
wajib uji ekivalensi menyatakan bahwa: Obat Copy wajib dilakukan Uji
Ekivalensi , uji Ekivalensi terhadap Obat Copy dilakukan dengan pembanding
Obat Komparator dengan tujuan untuk pembuktian ekivalensi suatu obat Copy, uji
Ekivalensi terdiri atas uji Bioekivalensi atau Uji Disolusi Terbanding 2, uji
bioekivalensi wajib dilakukan untuk obat Copy sesuai dengan kelas terapi (tertera
pada lampiran Peraturan Kepala BPOM tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji
Ekivalensi) .

DAFTAR PUSTAKA

10
1. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.03.1.23.12.11.10217 TAHUN 2011 TENTANG OBAT WAJIB UJI
EKIVALENSI

11

Anda mungkin juga menyukai