OLEH:
NOVITA SARI 16.1.200091
PRANADIKA HARDIYANTO 16.1.200092
PUTRI DALEM NUNING STITI 16.1.200093
PUTU AGUS ANDI DHARMA 16.1.200094
PUTU ITA YULIANA WIJAYANTI 16.1.200095
PUTU RYAN MAHARDIKA 16.1.200096
S.A.N. WAHYU ASTIKA DEWI 16.1.200097
VINCENT GUNAWAN 16.1.200098
YUNITA TRIANI 16.1.200099
PUTU ADITYA DHARMA SASTA 16.1.200100
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan
luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari
teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan
hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi
perbaikan makalah ini kedepannya.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang penting sebagai
parameter dalam pengembangan mutu sediaan obat yang didasarkan pada
pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaanya. Uji
disolusi digunakan untuk uji bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji
disolusi berhubungan dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh
(Banakar,1992). Uji disolusi bertujuan untuk memprediksi korelasi
bioavailabilitas in vivo dari produk obat. Uji disolusi penting sebagai (1) petunjuk
untuk pengembangan formulasi dan produk obat, (2) kontrol kualitas selama
proses produksi (3) memastikan kualitas bioekivalen in vitro antar batch dan (4)
regulasi pemasaran produk obat (Allen dkk., 2005).
Uji disolusi terbanding dapat digunakan untuk memastikan kualitas dan
sifat- sifat produk obat dengan perubahan minor dalam formulasi atau pembuatan
setelah izin pemasaran. BPOM memberikan ketentuan untuk uji disolusi
terbanding yaitu dengan melihat nilai f2 (faktor kemiripan) antara produk uji
dengan produk pembanding (BPOM, 2004).
Sediaan metformin hidroklorida dalam bentuk tablet tersedia dalam dua
jenis, yaitu obat generik bermerek dan obat generik berlogo. Banyak pabrik
farmasi yang memproduksi tablet metformin hidroklorida sehingga di pasaran
dapat ditemui berbagai merek dagang metformin hidroklorida dengan kemasan
dan harga yang bervariasi. Perbedaan bahan tambahan (bahan pengisi,
penghancur, pengikat) dan proses produksi dapat menyebabkan perbedaan
kualitas tablet metformin hidroklorida yang dihasilkan, salah satunya adalah profil
disolusi.
2
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari bioavailabilitas dan bioekivalen
2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dari bioavailabilitas dan
bioekivalen
3. Untuk mengetahui uji disolusi dari obat metformin hcl
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioavailabilitas
Bioavailabilitas adalaj persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu
produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/
aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah
terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin
Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah
disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh
FDA untuk dipasarkan. Formula baru dari bahan obat aktif atau bagian terapeutik
sebelum dipasarkan harus disetujui oleh FDA. FDA menyetujui produk obat
untuk dipasarkan bila yakin bahwa produk obat tersebut aman dan efektif sesuai
label indikasi penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus memenuhi seluruh
standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian. FDA
menghendaki studi bioavailabilitas/farmkokinetik dan bioekivalensi dan bila perlu
persyaratan bioekivalensi untuk semua produk obat.
Untuk obat-obat yang tidak terpasarkan, yang tidak memenuhi NDA (New
Drug Application) sebagaimana dinyatakan oleh FDA maka studi bioavailabilitas
in vivo harus dilakukan apabila formulasi obat tersebut dimaksudkan untuk
dipasarkan. Selanjutnya, farmakokinetik esensial dari bahan aktif tersebut juga
harus dikarakterisasikan. Parameter farmakokinetik esensial meliputi laju dan
jumlah absorpsi sistemik, waktu paruh elimnasi, laju ekskresi dan metabolisme
harus ditetapkan setelah pemberian dosis tunggal dan dosis ganda. Data studi
bioavailabiltas ini berguna untuk pengaturan dosis dan membantu pemberian label
obat.
Studi biavailabilitas in vivo juga dilakukan terhadap formula-formula baru
dari bahan obat aktif yan telah mendapat persetujuan NDA dan disetujui untuk
dipasarkan. Studi ini bertujuan untuk menentukan bioavailabilitas dan
karakterisasi farmakokinetik formulasi, bentuk sediaan, garam atau ester baru
terhadap suatu formula pembanding.
Setelah bioavaibilitas dan dan parameter- parameter farmakokinetik dari
bahan obat aktif diketahui, aturan dosis dapat diajukan untuk mendukung
4
pemberian label obat. Studi klinik berguna untuk menentukan keamanan dan
efikasi produk obat. Studi bioavailabiltas berguna dalam menetapkan produk obat
dalam kaitan pengaruh obat terhadap farmakokinetik obat sedangkan studi
bioekivalensi berguna untuk membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari
berbagai produk obat. Produk-produk obat yang dinyatakan bioekivalen
menunjukan bahwa efikasi produk-produk obat tersebut dianggap sama.
Area di bawah kurva konsenrasi obat-waktu (AUC) berguna sebagai
ukuran jumlah total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai sirkulasi
sistemik. AUC tergantung pada jmlah total obat yang tersedia, FD0 dibagi tetapan
laju eliminasi, K dan volume distribusi Vd.
F adalah fraksi dosis yang terabsorpsi setelah pemberian intra vena. F
sama dengan satu, karena seluruh dosis terdapat dalam sirkulasi sistemik. Oleh
karena itu, obat dianggap tersedia sempurna setelah pemberian intra vena. Setalah
pemberian obat secara oral F dapat berbeda mulai dari harga F sama dengan nol(
tidak ada absorpi obat) samapai F sama dengan satu ( absorpsi obat sempurna).
A. Bioavailabilitas Relatif
Bioavailabiltas relatif adalah ketersediaan suatu produk obat dalam
sistemik dibandingkan dengan suatu standar yang diketahui. Fraksi dosis suatu
produk oral yang tersdia secara sistemik sukar dipastikan. Formula standar yang
biasa digunakan berupa larutan obat murni. Bioavailabilitas relatif dari dua
produk obat yang diberikan pada dosis dan rute pemberian yang sama dapat
diperoleh dengan persamaan berikut:
pembanding yang telah diketahui. Fraksi tersebut dapat dikalikan 100 untuk
memberi prosen avaibilitas relatif. Jika dosis yang diberikan berbeda, suatu
koreksi untuk dosis dibuat, seperti dalam persamaan berikut :
Availabilitas relatif =
urin
5
B. Bioavailabilitas Absolut
Bioavailabilitas absolut dapat diukur dengan membandingkan AUC
produk yang bersangkutan setelah pemberian oral dan intra vena. Pengukuran
dapat dilakukan sepanjang Vd dan K tidak bergantung pada rute pemberian.
Bioavailabilitas absolut yang menggunakan data plasma dapat ditentukan sebagai
berikut :
Bioavailabilitas absolut =
Bioavailabilitas absolut =
6
2.2 Bioekivalen
Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi
farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan
dosis moral yang sama akan menghasilkan biovailabilitas yang sebanding
sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan. Jika
bioavailabilitasnya tidak memenuhi kriteria bioekivalen maka kedua produk obat
tersebut disebut bioinekivalen.
Alasan utama dilakukannya studi bioekuivalensi karena produk obat yang
dianggap ekivalen farmasetik tidak memberi efek terapetik yang sebanding pada
penderita. Dalam suatu studi bioekuivalen, satu formulasi obat dipilih sebagai
standar pembanding dari formulasi obat lain. Standar pembanding hendaknya
mengandung obat aktif terapetik dalam formulasi yang paling banyak berada
dalam sistemik (yakni larutan atau suspensi) dan dalam jumlah yang sama seperti
formulasi lain yang dibandingkan. Pembanding hendaknya diberikan dengan rute
yang sama seperti formulasi yang dibandingkan kecuali kalau suatu rute lain atau
rute tambahan diperlukan untuk menjawab masalah farmakokinetik tertentu.
Sebagai contoh, jika suatu obat aktif sangat sedikit berada dalam sistemik
setelah pemberian oral, maka obat dapat dibandingkan baik setelah pemberian
oralmaupun intravena. Bila suatu larutan atau suspense obat tidak tersedia, standar
pembanding dapat berupa suatu formulasi yang sedang dipasarkan yang telah
diakui oleh NDA yang secara ilmiah mempunyai data keamanan dan efikasi yang
sudah terbukti. Produk obat pembanding hendaknya merupakan produk yang
diterima olef profesi kesehatan dan mempunyai sejarah penggunaan klinik yang
panjang. Formulasi pembanding biasanya produk “innovator” atau produk dari
pabrik yang pertama memproduksi obat tersebut.
7
2.3 Dasar Penetapan Bioavailabilitas
8
5. Sifat-sifat fisikokimia sebagai berikut
a. Bahan obat aktif memiliki kelarutan rendah dalam air (misalnya,
kurang dari 5 mg / mL).
b. Laju disolusi dari satu atau lebih produk tersebut lambat (misalnya,
kurang dari 50% dalam 30 menit saat diuji dengan metode umum
yang ditetapkan oleh FDA).
c. Ukuran partikel dan / atau area permukaan bahan obat aktif sangat
penting dalam menentukan ketersediaan hayati tersebut.
d. Bentuk struktural tertentu dari bahan obat aktif (misalnya, bentuk
polimorfik, solvates, kompleks, dan modifikasi kristal)
membubarkan buruk, sehingga mempengaruhi penyerapan.
e. produk obat yang memiliki rasio tinggi eksipien untuk bahan aktif
(misalnya, lebih besar dari 5:1).
f. bahan aktif Tertentu (misalnya, hidrofilik atau hidrofobik eksipien
dan pelumas) baik mungkin diperlukan untuk penyerapan bahan
obat aktif atau setengah terapeutik atau dapat mengganggu
penyerapan tersebut.
g. Bahan obat aktif, setengah terapi, atau prekursor diserap sebagian
besar dalam segmen tertentu dari saluran pencernaan atau diserap
dari situs lokal.
h. Tingkat penyerapan bahan aktif obat, setengah terapi, atau
prekursor adalah miskin (misalnya, kurang dari 50%, biasanya
dibandingkan dengan suatu dosis intravena), bahkan bila diberikan
dalam bentuk murni (misalnya, dalam larutan).
i. Ada metabolisme cepat dari separoh terapeutik dalam dinding usus
atau hati selama proses penyerapan (orde pertama metabolisme),
sehingga tingkat penyerapan yang luar biasa penting dalam efek
terapi dan / atau toksisitas dari produk obat.
j. Terikat pada molekul terapi dengan cepat dimetabolisme atau
dikeluarkan, sehingga pembubaran cepat dan penyerapan
dibutuhkan untuk efektivitas.
9
k. Bahan obat aktif atau setengah terapeutik tidak stabil di bagian
tertentu dari saluran cerna dan membutuhkan pelapis khusus atau
formulasi (misalnya, buffer, pelapis usus, dan coating film) untuk
memastikan penyerapan yang memadai.
l. Produk obat pada kinetika tergantung dosis pada atau dekat rentang
terapeutik, dan tingkat dan tingkat penyerapan yang penting bagi
bioekivalensi.
6. Sifat-sifat farmakokinetik sebagai berikut :
a. Bahan obat aktif, bagian terapetik atau prekursornya diabsorbsi
dalam jumlah besar pada bagian tertentu saluran cerna atau
diabsorbsi pada suatu tempat terbatas.
b. Derajat absorbsi bahan aktif, bagian berkhasiat atau prekursornya
kecil (misal lebih kecil dari 50% dibandingkan terhadap suatu dosis
intravena) begitu pula bila diberikan dalam bentuk murni (misal
bentuk larutan).
c. Terjadinya metabolism cepat dari bagian terapetik di dalam dinding
usus atau hati selama proses absorbsi biasanya tidak berpengaruh
terhadap efek terapetik dan atau tosisitas produk.
d. Bagian terapetik dimetabolisme atau diekskresi secara
cepat,sehingga pelarutan dan absorbsi yang cepat diperlukan untuk
kefektifannya.
e. Bahan obat aktif atau bagian terapetik tidak stabil dalam bagian
tertentu saluran cerna dan memerlukan penyalutan atau formulasi
tertentu (misal, dapar, salut enteric dan salut film) untuk
memastikan absorbsi yang cukup.
f. Produk obat yang mengikuti kinetika yang bergantung dosis (dose-
dependent kinetics) dalam atau dekat rentang terapetiknya, dan laju
serta jumlah absorbsi mempengaruhi bioekivalensi.
10
2.5 Uji Disolusi
Uji disolusi adalah penetapan jumlah atau persentasi zat aktif dari suatu
sediaan padat yang terlarut pada suatu waktu tertentu dalam kondisi baku yaitu
pada suhu, kecepatan pengadukan dan komposisi media tertentu. Uji disolusi
merupakan suatu parameter penting dalam pengembangan produk dan
pengendalian mutu obat. Kecepatan disolusi yang dinyatakan dalam persen per
satuan waktu, adalah suatu karakteristik mutu yang penting dalam menilai mutu
obat yang digunakan peroral untuk mendapatkan efek sistemik.
11
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Metode Penelitian
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 macam tablet
metformin hidroklorida generik bermerek 500 mg (A dari pabrik X sekaligus
sebagai produk inovator dan B dari pabrik Y) dan 3 macam tablet metformin
hidroklorida generik berlogo 500 mg (C dari pabrik Y, D dari pabrik Z, dan E dari
pabrik T), metformin hidroklorida murni, KH2PO4, NaOH, dan aquadest.
B. Alat
Alat yang digunakan adalah alat uji disintegrasi (Erweka ZT 502), alat uji
disolusi (Erweka DT 700), alat uji kekerasan (Hardness Tester), spektofotometer
(Hitachi U-2810, dan neraca analitik (OHAUS Carat Series)
12
3.3 Hasil Dan Pembahasan
1. Keseragaman Ukuran
Keseragaman diameter dan ketebalan tablet sangat mempengaruhi kualitas
tablet yang lain. Diameter tablet akan mempengaruhi kekerasan, kerapuhan,
waktu hancur, dan disolusi. Secara umum, tablet dengan luas permukaan kontak
yang lebih besar dengan medium disolusi akan terdisolusi lebih cepat serta
memiliki waktu hancur yang cepat pula. Hasil uji keseragaman ukuran dapat
dilihat pada Tabel I. Data dari hasil uji yang diperoleh menunjukkan bahwa
produk D memiliki diameter tablet paling besar dan produk A memiliki ketebalan
tablet paling besar.
Keterangan:
A = Produk Inovator
B = Obat Generik Bermerek
C = Obat Generik Berlogo
D = Obat Generik Berlogo
E = Obat Generik Berlogo
13
Hasil uji kekerasan menunjukkan bahwa produk yang diuji memiliki
kekerasan yang beragam. Produk A, D, dan E memiliki kekerasan yang relatif
hampir sama. Namun, untuk produk B dan C kekerasannya sangat tinggi. Secara
teoritis, kekerasan yang semakin tinggi akan menyebabkan waktu hancur semakin
lama dan disolusi akan semakin lambat. Hal ini disebabkan karena semakin
sulitnya penetrasi air ke dalam tablet akibat dari tablet yang terlalu keras sehingga
pori akan semakin kecil.
Hasil uji waktu hancur yang diperoleh menunjukkan bahwa semua produk
yang diuji memenuhi persyaratan monografi (waktu hancur kurang dari 15 menit).
Dari data waktu hancur, terlihat bahwa walaupun produk B dan C memiliki
kekerasan yang sangat tinggi (keras) namun waktu hancurnya lebih cepat
dibandingkan ketiga produk yang lain dengan kekerasan yang lebih kecil.
Fenomena ini bertentangan secara teoritis pada umumnya. Akan tetapi, hal ini
sekaligus membuktikan bahwa formula (eksipien) dan cara memformulasi juga
akan sangat berpengaruh pada kualitas tablet yang dihasilkan. Produk B dan C,
walaupun memiliki kekerasan yang tinggi namun dengan pemilihan bahan pengisi
dan penghancur serta metode formulasi yang tepat akan menghasilkan produk
yang berkualitas.
Keterangan:
A = Produk Inovator
B = Obat Generik Bermerek
C = Obat Generik Berlogo
D = Obat Generik Berlogo
E = Obat Generik Berlogo
14
3. Disolusi Terbandingkan Tablet Metformin Hidroklorida
Hasil uji disolusi dari beberapa produk tablet metformin hidroklorida
seperti tercantum pada tabel III dan gambar 1. Data hasil uji disolusi
menunjukkan bahwa semua produk yang diuji memiliki profil disolusi yang
memiliki pola yang mirip, kecuali produk D. Profil disolusi tersebut khas untuk
pola profil disolusi produk tablet immediate release. Pada menit-menit awal
jumlah obat yang terdisolusi naik dengan cepat karena tablet mengalami
disintegrasi yang diikuti dengan disolusi. Selanjutnya terjadi peningkatan yang
perlahan karena obat yang belum terdisolusi tinggal sedikit.
Produk E memiliki jumlah obat yang terdisolusi yang paling besar
dibandingkan dengan produk yang lain. Hal ini disebabkan karena produk E
memiliki kekerasan yang lebih rendah dibandingkan produk A, B, dan C,
sehingga memungkinkan terjadinya penetrasi air yang lebih cepat ke dalam tablet
untuk selanjutnya terjadi disolusi. Perbedaan profil disolusi antar produk
disebabkan karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan, sumber
bahan aktif yang berbeda, dan proses produksi yang juga berbeda dari masing-
masing pabrik. Pengecualian terjadi pada produk B dan C yang memiliki profil
disolusi yang sangat identik karena berasal dari pabrik yang sama, cuma berbeda
namanya saja.
Berdasarkan nilai Q30 yang diperoleh dari produk A, B, C, D, dan E
berturut – turut adalah 105,84%; 103,71%; 102,58%; 81,46%; dan 104,04%, hasil
tersebut memenuhi persyaratan nilai Q30. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV
(1995) dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang 80% dari jumlah yang
tertera dalam etiket.
Profil disolusi dari berbagai produk obat dibandingkan dengan
menggunakan nilai f2 yang ditunjukkan melalui tabel IV. Nilai f2 =50 atau lebih
besar menunjukkan kesamaan atau ekivalensi 2 profil disolusi, yang berarti
kemiripan profil disolusi ke– 2 produk.
Tabel IV memperlihatkan bahwa produk generik bermerek (B) dan
generik berlogo C, D, dan E memiliki nilai f2 kurang dari 50, sehingga dapat
dikatakan bahwa profil disolusi keempat produk tersebut tidak identik dengan
produk inovator (A). Profil disolusi seluruh produk generik berlogo (D dan E)
15
tidak identik dengan generik bermerek (B) karena memiliki nilai f2 berturut –
turut 38,52 dan 37,82 (kurang dari 50). Hal tersebut menunjukkan bahwa produk
obat generik bermerek dan generik berlogo yang berasal dari pabrik yang berbeda
memiliki kualitas yang berbeda pula. Disolusi terbanding tablet metformin
hidroklorida generik berlogo dengan generik bermerek yang berasal dari pabrik
yang sama memiliki kemiripan (produk B dan C). Hasil uji nilai f2 yang diperoleh
menunjukkan bahwa antara produk generik bermerek B dengan produk generik
berlogo C memiliki nilai f2 yang > 50 (83,58) yang berarti memiliki kemiripan
profil disolusi. Kedua produk tersebut (produk B dan C) berasal dari pabrik yang
sama. Hal tersebut dimungkinkan karena baik produk generik bermerek B dengan
produk generik berlogo C dibuat dengan formula dan metode formulasi yang
sama karena satu pabrik, tetapi berbeda pada nama dan desain kemasan.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu
produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/
aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah
terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin. Dua produk obat disebut
bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan
alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis moral yang sama akan
menghasilkan biovailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam
hal efikasi maupun keamanan. Jika bioavailabilitasnya tidak memenuhi kriteria
bioekivalen maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen. Metode Uji
disolusi adalah penetapan jumlah atau persentasi zat aktif dari suatu sediaan padat
yang terlarut pada suatu waktu tertentu dalam kondisi baku yaitu pada suhu,
kecepatan pengadukan dan komposisi media tertentu. Dalam data jurnal hasil uji
disolusi menunjukkan bahwa semua produk yang diuji memiliki profil disolusi
yang memiliki pola yang mirip, kecuali produk D.
17
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V. Jr., Popovich, N. G., and Ansel, H.C., 2005, Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Form and Drug Delivery System, Eight Edition, Lippincot
Williams and Wilkins, Philadelphia, 154-162, 238-239.
IAI, 2012, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta, 655- 656.
Jun Li, Yong Jin, Ting-Yu Wang, Xiong-Wen LV, Yuan-Hal Li, 2007, Relative
bioavailability and bioequivalence of metforphin hydrochloride extended-
released and immediatereleased tablets in healthy Chinese volunteers,
European Journal Of Drug Metabolism And Pharmacokinetics, 32 (1) 21-
28
Shargel, L., and Kanfer, I., 2005, Generic Drug Product Development : Solid
Oral Dossage Form, Marcel Dekker Inc, New York, 187.
Syukri Y., Uji Sukmawati., Disintegrasi Dan Disolusi Tablet Furosemida Dari
Berbagai Produk Generik Dan Produk Paten Yang Beredar. FMIFA
Universitas Islam Indonesia.
18