Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KIMIA BAHAN ALAM LAUT

“Pengumpulan sampel, ekstraksi simplisia dan penapisan fitokimia”

Kelompok 1

Angela Maria Christy 516 19 011 250

Anugrah Pratiwi 513 19 011 078

Damaris 516 19 011 120

Isna Asnawati 513 19 011 075

Kelas : Konversi D 2019

DOSEN PENGAMPU : Hesty Setiawaty, S.Farm., M.Si

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan izinnya kita

masih di beri kesempatan dalam menyelesaikan penyusunan makalah yang

berjudul “Pengumpulan sampel, ekstraksi simplisia dan penapisan fitokimia”.

Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata

kuliah “Kimia Bahan Alam Laut”. Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin

dalam penyusunan makalah ini dengan memberikan gambaran secara deskriptif

agar mudah di pahami.

Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka dari itu penyusun memohon saran dan arahan yang sifatnya

membangun guna kesempurnaan makalah ini, di masa akan datang dan penyusun

berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Makassar, 10 April 2020

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2

1.3 Tujuan................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Koleksi Sampel/Pengumpulan sampel................................................ 3

2.2 Ekstraksi Simplisia.............................................................................. 8

2.3 Penapisan Fitokimia............................................................................ 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 23

3.2 Saran ................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketersediaan simplisia dimaksud harus diiringi dengan sejumlah

informasi yang berhubungan dengan simplisia dimaksud. Kegiatan untuk

memperoleh simplisia yang akan dikaji disebut dengan koleksi sampel.

Koleksi sampel membutuhkan sejumlah keterampilan dan pengetahuan agar

sampel yang diperoleh memenuhi syarat perlakuan dan informasi.

Persiapan simplisia sangat penting dalam memperoleh data yang akurat

dan interpretasi yang dapat diandalkan. Prosedur tankontaminasi,

pengeringan, dan penyimpanan simplisia perlu diperhatikan dengan cermat.

Masing-masing prosedur persiapan simplisia memberikan peluang untuk

meningkatkan akurasi dan keadalan hasil analisis.

Ekstraksi adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh

cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi

serbuk. Cahaya langsung preparat farmasi tertentu yang dibuat dengan proses

ektraksi yakni dengan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan

mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang

diinginkan larut.

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu

penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.

1
Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna

dengan menggunakan suatu pereaksi warna.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa dan bagaimana koleksi sampel/pengumpulan sampel ?

2. Apa dan bagaimana ekstraksi simplisia ?

3. Apa dan bagaimana penapisan fitokimia ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui koleksi sampel/pengumpulan sampel

2. Untuk mengetahui ekstraksi simplisia

3. Untuk mengetahui penapisan fitokimia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Koleksi sampel/Pengumpulan sampel

Persiapan simplisia sangat penting dalam memperoleh data yang akurat

dan interpretasi yang dapat diandalkan. Prosedur tankontaminasi,

pengeringan, dan penyimpanan simplisia perlu diperhatikan dengan cermat.

Masing-masing prosedur persiapan simplisia memberikan peluang untuk

meningkatkan akurasi dan keandalan hasil analisis.

1. Voucher Sampel

Voucher sampel atau penyimpanan simplisia sampel atau

herbarium sangat penting untuk pemahaman kita tentang organisme

dimaksud. Voucher sampel berfungsi sebagai :

a. Media referensi untuk identifikasi organisma;

b. Sumber data untuk penelitian tentang taksonomi dan distribusi

organisma;

c. Catatan sejarah lokasi organisma, dan kontribusi kolektor ke ilmu

pengetahuan terkait;

d. Repositori data terkait laporan ilmiah yang diterbitkan;

e. Sumberdaya pendidikan untuk belajar mengenali spesies simplisia dari

daerah;

f. Dokumentasi yang akurat dan permanen tentang informasi organisma

sehingga menambah kredibilitas data yang dikumpulkan dalam survei

terkait.

3
2. Koleksi Simplisia

Koleksi sampel bahan alam melibatkan dua kegiatan, yaitu

mengumpulkan simplisia dan merekam informasi yang berhubungan

dengan organisma tersebut. Pengetahuan tentang simplisia yang akan

dikoleksi. Koleksi yang dilakukan memberi kontribusi terhadap

pengetahuan tentang taksonomi organisma atau sejarah alam. Hal ini juga

dapat menunjukkan kemungkinan variasi dalam kondisi habitat yang

berbeda. Rekam informasi habitat dengan akurat dan konsisten, terlebih

bila koleksi sampel di daerah tertentu yang jauh dan sulit dijangkau, ketika

mengumpulkan simplisia.

a. Peralatan pengumpul

Peralatan yang diperlukan untuk memperoleh simplisia sangat

tergantung pada jenis organisma yang akan dikumpulkan.

Peralatan dasar

 Notebook lapangan untuk merekam habitat dan informasi lokasi.

 Pulpen dan spidol permanen.

 Topografi peta dan informasi lokasi (GPS).

 Altimeter untuk mengukur ketinggian.

 Sarung tangan kebun mengambil simplisia.

 Kantong plastik untuk menyimpan simplisia.

 Label tahan air untuk menandai simplisia.

 Sekop untuk menggali umbi atau akar atau infauna.

 Gunting bunga untuk memotong bagian simplisia.

4
 Pisau untuk memotong simplisia.

 Jaringan kantong untuk wadah memasukkan simplisia.

 Peralatan snorkeling atau scuba-diving.

b. Teknik pengumpulan

Di lapangan, berhati-hati ketika memilih organisma untuk koleksi.

Jangan mengumpulkan spesies yang langka atau terancam punah.

Ambil beberapa foto close-up (dengan penggaris atau benda lain untuk

skala) menunjukkan organ organisma dan komponen yang diperlukan

untuk identifikasi. Tentukan banyaknya bahan organisma yang

dibutuhkan, pilih varietas individu organisma untuk koleksi. Koleksi

simplisia dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut :

 Pilih simplisia dalam kondisi baik, bebas dari kerusakan yang

disebabkan oleh serangga dan/atau penyakit.

 Pilih simplisia sesuai dengan keperluan.

 Mengumpulkan simplisia yang cukup kuantitasnya.

 Perlu penanganan khusus terhadap beberapa karakteristik yang

berguna untuk identifikasi.

 Pelajari karakteristik ini dan catat informasi dengan segera.

 Segel plastik wadah dengan benar untuk mencegah kebocoran atau

kehilangan simplisia atau bagian simplisia dalam perjalanan.

 Tempatkan semua simplisia spesies tunggal dari satu tempat

menjadi satu tas koleksi.

 Tulis nomor koleksi pada tas koleksi.

5
c. Penanganan di lapangan

Simplisia yang telah dikumpulkan harus segera mungkin ditangani

menghindari kerusakan jaringan organisma atau terjadi rekasi

enzimatik yang akan mempengaruhi hasil akhirnya. Penanganan yang

umum dilakukan adalah menempatkan simplisia dalam kantung plastok

bersegel, lalu mengeluarkan udara dari kantung plastik tersebut dan

segel. Kantung-kantung plastik tersebut ditempatkan di tempat dingin.

d. Rekaman data

Koleksi sampel tanpa data yang menyertainya tidak ada gunanya

untuk ilmu pengetahuan. Catatan data dan observasi lapangan dalam

sebuah notebook lapangan direkam dengan format yang konsisten,

jelas, dan dapat dibaca. Jenis data yang direkam akan tergantung pada

koleksi. Biasanya termasuk nomor koleksi, tanggal, nama kolektor,

lokasi (lintang dan bujur) dan habitat informasi (elevasi, kelembaban

tanah, kedalaman air, vegetasi terkait). Pengamatan tentang keunikan

masing-masing organisma yang dikumpulkan harusn dicatat.

3. Persiapan simplisia

Persiapan sampel sangat penting dalam memperoleh data analisis

yang akurat dan dapat dipercaya. Prinsip dasar yang harus dipegang adalah

bahan simplisia harus bersih dan bebas dari zat-zat asing, dan menghindari

simplisia dari kerusakan yang disebabkan oleh enzim. Homogenasi atau

dekontaminasi dan pengeringan simplisia sering dilakukan untuk

menangani persoalan dimaksud.

6
a. Penyimpanan

Penyimpanan simplisia harus meminimalkan kerusakan dan

menjaga keutahan simplisia untuk tidak lanjut kegiatan analisis.

Simplisia biasanya disimpan dalam wadah penyimpanan plastik kedap

air, atau ditempatkan dalam kondisi didinginkan (4ºC) sampai analisis

dilakukan.

Penyimpanan sampel dalam cairan dapat dengan cara fiksasi atau

pengawet. Fiksasi menggunakan larutan formalin, sedangkan pengawet

menggunakan larutan alkohol 70%. Sampel yang telah difiksasi dapat

diawetkan dengan cara mengganti larutan formalin dengan larutan

alkohol 70%.

b. Pentahapan simplisia

Ada sejumlah tahapan dijalankan untuk mendapatkan senyawa

biologis aktif, yaitu : ekstraksi, pemurnian kromatografi, dereplikasi,

elusidasi struktur dan pengujian biossay. Simplisia diekstrak dengan

berbagai cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan

keperluan. Tahap berikutnya, isolasi dijalankan untuk memperoleh

senyawa baru menggunakan berbagai teknik kromatografi baku. Isolasi

ini biasanya dipandu oleh biossay untuk aktifitas antikanker,

antimikroba, antivirus, atau anti-inflamasi dalam upaya memperoleh

senyawa baru berbioaktif tertentu. Elusidasi struktur molekul senyawa

dimaksud dilakukan dengan bantuan UV-vis, IR, MS, dan NMR.

2.2 Ektraksi Simplisia

7
Ekstraksi adalah mengeluarkan metabolit pertama dan kedua dari sel

jaringan organisma dengan menggunakan pelarut. Selama ekstraksi, pelarut

berdifusi ke dalam sel jaringan simplisia dan melarutkan senyawa dengan

polaritas yang sama. Produk yang diperoleh dari ekstraksi berupa campuran

metabolit dalam keadaan cair atau setengah padat dalam bentuk bubuk kering.

1. Persyaratan ekstraksi

Teknik-teknik umum ekstraksi simplisia meliputi maserasi, infus,

perkolasi, pencernaan, rebusan, soxhletasi, ekstraksi berfermentasi,

ekstraksi arus terbalik, ekstraksi gelombang mikro, ekstraksi sonikasi.

Saat ini telah dikembangkan sejumlah teknik ekstraksi yang sifatnya

khusus untuk menarik senyawa tertentu saja dari sel jaringan simplisia.

Untuk memperoleh ekstrak yang maksimal, aspek kualitas dan kuantitas

perlu diindahkan dalam penanganannya, yaitu :

a. Aspek kualitas; aspek ini meliputi bagian jaringan simplisia yang

digunakan sebagai bahan awal, pelarut yang digunakan untuk

ekstraksi, kadar air, luas permukaan simplisia, dan prosedur ekstraksi.

b. Aspek kuantitas; aspek ini mencakup jenis ekstraksi, waktu ekstraksi,

suhu, sifat pelarut, pH pelarut, konsentrasi pelarut, rasio pelarut

terhadap sampel, dan polaritas pelarut.

2. Pemilihan pelarut

Keberhasilan mendapatkan senyawa bioaktif dari simplisia

sebagian besar ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dalam proses

ekstraksi. Sifat pelarut yang perlu mendapat perhatian dalam ekstraksi

8
adalah toksisitas rendah, kemudahan penguapan pada suhu rendah, efek

pengawetan, dan kemampuan pelarut untuk memisahkan metabolit.

Faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah

fitokimia yang akan diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang

akan diekstraksi, kemudian penanganan ekstrak, toksisitas pelarut dalam

proses bioassay, potensi bahaya kesehatan dari ekstrak. Pelarut-pelarut

yang umum digunakan dalam prosedur ekstraksi adalah :

a. Air

Air digunakan untuk mengekstrak simplisia dengan aktivitas

antimikroba. Namun, ekstrak simplisia dari pelarut organik

memberikan aktivitas antimikroba lebih konsisten dibandingkan

dengan ekstrak air.

b. Aseton

Aseton melarutkan banyak komponen hidrofilik dan lipofilik. Aseton

dapat bercampur dengan air, dan memiliki toksisitas rendah terhadap

bioassay. Aseton umum digunakan untuk studi antimikroba dimana

keberadaan senyawa fenolik diperlukan. Senyawa fenolik, tanin dan

saponin yang menunjukkan bioaktif antimikroba banyak diperoleh

dari ekstrak yang diekstrak dari pelarut aseton.

c. Etanol

Etanol (umum lebih mengenalnya dengan nama alkohol) lebih banyak

melarutkan polifenol (fenolat) dibandingkan dengan pelarut air. Ini

berarti etanol lebih efisien menjebol dinding sel yang bersifat tankutub

9
dan menyebabkan polifenol keluar dari sel. Kuantitas senyawa

flavanoid lebih banyak diperoleh bila diekstraksi dengan pelarut

etanol 70% dibandingkan pelarut etanol murni. Hal ini disebabkan

penambahan air 30% menyebabkan polaritas etanol meningkat, dan

menyebabkan etanol lebih mudah menembus membran sel untuk

mengekstrak bahan intraseluler. Metanol lebih polar dari etanol.

Namun, metanol memiliki sifat sitotoksik sehingga tidak cocok

dipakai untuk ekstraksi jenis metabolit tertentu karena dapat

menyebabkan hasil yang salah.

d. Kloroform

Senyawa tanin dan terpedoid banyak diperoleh dari ekstrak yang

diekstraksi dengan pelarut kloroform, baik secara tunggal maupun

secara berurutan dengan pelarut heksana, kloroform dan methanol.

Senyawaan tannin dan terpenoid terkonsentrasi pada fraksi kloroform.

e. Eter

Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan

asam lemak.

f. Diklorometana

Ekstrantan ini digunakan untuk ekstraksi selektif terpenoid.

3. Metode ekstraksi

10
Beberapa metode ekstraksi simplisia yang umum digunakan dalam

bahan alam untuk memperoleh zat yang diinginkan dipaparkan berikut ini

a. Homogenisasi simplisia

Homogenisasi simplisia dalam pelarut merupakan metoda ekstraksi

yang umum digunakan. Simplisia, baik kering maupun basah, digiling

dalam blender untuk memperoleh ukuran yang lebih kecil. Simplisia

yang telah halus tersebut ditempatkan dalam suatu wadah, kemudian

tuangkan pelarut ke dalam wadak dimaksud, dan biarkan selama 24

jam, lalu campuran disaring. Filtrat yang diperoleh dikeringkan

dengan pengawa putar. Residu yang diperoleh disimpan dan botol

untuk perlakuan selanjutnya.

b. Ekstraksi berseri

Metoda ini melibatkan penggunaan pelarut berturu-turut dengan

polaritas yang semakin meningkat dalam ekstraksi. Mula-mula

menggunakan pelarut tankutub, lalu pelarut semikutub, dan terakhir

dengan pelarut kutub untuk mengambil senyawa dalam simplisia.

Metoda ini juga digunakan untuk mengambil metabolit dalam

simplisia berdasarkan meningkatnya konstanta dielektrika pelarut

sebagaimana tertera pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Konstanta dielektrika beberapa pelarut

11
Konstanta Konstanta
Pelarut dielektrika Pelarut dielektrika
(20ºC) (20ºC)
Pentana 1,8 Etil Asetata 6,0
Heksana 1,9 Asa Asetat 6,2
Sikloheksana 2,0 Diklorometana 9,1
Benzenaa 2,3 Piridina 12,3
Toluen 2,4 Asetona 20,7
Dietil Eter 4,3 Metanol 32,6
Dimetil Asetonitril
4,7 37,5
Sulfoksida
Kloroform 4,8 Air 78,5
a
Konstanta dielektrika diukur pada suhu 25ºC
Sumber : Sanker et al., 2006

c. Soxhletasi

Soxhletasi digunakan unuk mengambil senyawa tertentu saja yang

kelarutannya terbatas dalam suatu pelarut tanpa melarutkan senyawa

yang tidak diinginkan dari dalam simplisia. Jika senyawa yang

diinginkan memiliki kelarutan yang tinggi dalam pelarut, filtrasi

sederhana dapat digunakan untuk memisahkan senyawa yang

diinginkan tersebut dari zat yang tidak larut. Keuntungan dar metoda

ini adalah pelarut yang digunakan didaur ulang dalam sistem tanpa

penambahan kuantitasnya. Metoda ini tidak dapat digunakan untuk

senyawa tidak tahan panas karena dapat menyebabkan degradasi.

d. Maserasi

Metoda ini dilakukan dengan menempatkan bubuk atau pulp

simplisia dalam suatu wadah, lalu pelarut ditambahkan ke dalam

wadah tersebut. Campuran diaduk-aduk hingga waktu tertentu.

Metode ini paling cocok digunakan dengan pemisahan berdasarkan

polaritas pelarut.

12
e. Rebusan

Metode ini digunakan untuk ekstraksi metabolit yang tahan panas.

Metoda ini dilakukan dengan cara merebus simplisia dalam air selama

15 menit, lalu didinginkan, dan disaring. Filtrat yang diperoleh

selanjutnya ditangani dengan pemisahan berdasarkan polaritas pelarut.

f. Infus

Metoda ini merupakan modifikasi metoda maserasi dimana waktu

yang digunakan untuk kontak antara simplisia dengan pelarut air lebih

pendek dan pelarutnya boleh air panas atau air dingin.

g. Pencernaan

Metoda ini juga merupakan modifikasi metoda maserasi dimana

sedikit panas diberikan selama proses ekstraksi.

h. Perkolasi

Metoda ini membutuhkan wadah yang bagian samping bawahnya ada

keran buka tutup (wadah ini disebut perkulator). Simplisia dibungkus

dengan kertas saring, dan ikat longgar bungkusan tersebut. Sisakan

benang untuk menggantung bungkusan nantinya. Bungkusan simplisia

dibasahi dengan pelarut secukupnya, dan ditempatkan dalam wadah

perkulator. Usahakan ujung benang yang bebas berada di luar

perkulator melalui tutupnya. Biarkan simplisia yang telah dibasahi

pelarut selama 4 jam. Setelah waktu tercapai, bungkusan simplisia

digantung dalam wadah perkulator dengan cara menarik ujung benang

yang bebas ke atas. Pelarut dituang hingga beberapa sentimeter di atas

13
permukaan bungkusan, lalu tutup dan biarkan selama 24 jam. Setelah

batas waktu tercapai, filtrat dikeluarkan dari perkulator dengan

perlahan-lahan melalui keran buka tutup hingga tersisa sepertiga

volume sebelumnya. Pelarut ditambahkan lagi ke dalam perkulator

hingga beberapa sentimeter di atas permukaan bungkusan simplisia,

dan dibiarkan 24 jam. Perlakuan seperti ini diulangi hingga tiga kali.

Filtrat yang diperoleh dari setiap kali perkulasi digabung, dan

dievaporasi dengan pengawa putar.

i. Sonikasi

Metoda ini menggunakan perangkat ultrasonik dengan frekuensi mulai

dari 20 kHz sampai 2000 kHz. Pada frekuensi tersebut, kemampuan

menembus dinding sel oleh pelarut meningkat dan menghasilkan

lubang sehingga isi sel keluar. Metoda ini dilaporkan memberikan

efek merusak dari energi ultrasound (lebih dari 20 kHz) pada

konstituen aktif simplisia melalui pembentukan radikal bebas yang

mengakibatkan perubahan dalam molekul dimaksud.

2.3 Penapisan Fitokimia

14
Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang memproduksi

makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Produksi makanan ini diolah

oleh klorofil dalam kloroflas dengan bantuan sinar matahari. Tumbuhan

adalah sumber makanan baik manusia maupun hewan. Bahan makanan itu

ada yang berupa metabolit pertama dan ada yang berupa metabolit kedua.

Metabolit pertama berfungsi untuk kelangsungan hidup, dan metabolit kedua

berfungsi untuk pertahanan diri. Untuk memproduksi zat racun. Zat racun ini

digunakan oleh manusia sebagai bahan obat-obatan. Untuk mengetahui

kandungan senyawa yang ada dalam metabolit kedua itu, penapisan kimianya

perlu dilakukan. Pada mulanya, penapisan kandungan kimia dilakukan pada

ekstrak yang berasal dari tumbuhan. Oleh karena itu, metoda ini disebut

penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia bertujuan untuk mendeteksi ada atau

tidak adanya tanin, flavanoid, saponin, alkaloida, steroid, fenolat dan

glikosida dalam suatu ekstrak tumbuhan.

1. Metode penapisan

Penapisan fitokimia untuk semua ekstrak dilakukan berdasarkan

metoda baku yang telah disepakati oleh pakar bahan alam.

a. Deteksi isoprenoida

 Uji Cu asetat. Ekstrak dilarutkan dalam air, lalu ditambahkan

dengan 3-4 tetes larutan tembaga asetat 0,1 M. Pembentukan warna

hijau zamrud menunjukkan adanya diterpenoida.

 Uji Salkowski. Ekstrak dilarutkan dengan kloroform, dan disaring.

Filtrat ditetesi dengan beberapa tetes larutan asam sulfat pekat, lalu

15
goyang-goyang, dan diamkan. Adanya triterpenoida ditandai

dengan munculnya warna kuning keemasan.

 Uji Liebermann-Burchard. Ekstrak dilarutkan dengan kloroform,

dan disaring. Filtrat ditetesi dengan beberapa tetes asam asetat

anhidrat, lalu rebus, dan dinginkan. Larutan asam sulfat

ditambahkan pada larutan yang telah dingin tersebut. Adanya

fitosterol ditandai dengan pembentukan cincin cokelat diantara dua

lapisan.

 Uji Trim-Hill. Ekstrak dilarutkan dengan larutan HCl 1%, dan

saring. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Trim-Hill. Pembentukan

larutan berwarna merah menunjukkan adanya terpenoida.

b. Deteksi alkaloida

Masing-masing ekstrak dilarutkan dalam asam klorida encer dan

disaring. Filtrat digunakan untuk uji berikut :

 Uji Mayer. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Mayer. Pembentukan

endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloida.

 Uji Wagner. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Wagner. Pembentukan

endapan yang berwarna cokelat atau kemerah-merahan

menunjukkan adanya alkaloida.

 Uji Dragendroff. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Dragendroff.

Pembentukan endapan merah menunjukkan adanya alkaloida.

 Uji Hager. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Hager. Pembentukan

endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloida.

16
c. Deteksi Flavanoida

 Uji perekasi basa. Ekstrak dilarutkan dengan beberapa tetes

larutan NaOH 0,1 M. Pembentukan warna kuning cerah, yang

menjadi pudar dengan penambahan asam encer, menunjukkan

adanya flavanoida.

 Uji Pb asetat. Ekstrak dilarutkan dengan beberapa tetes larutan

timbal asetat 0,1M. Pembentukan endapan berwarna kuning

menunjukkan adanya flavanoida.

 Uji shinoda. Ekstrak dilarutkan dalam etanol, dan saring. Filtrat

ditambahkan dengan 3 potong kecil pita Mg dan beberapa tetes

larutan HCl pekat. Pemunculan warna dari merah muda atau merah

menunjukkan adanya flavanoida. Warna yang muncul

mengindikasikan kelompok flavanoida, yaitu warna jingga hingga

merah menunjukkan adanya flavon, warna merah hingga merah tua

menunjukkan adanya flavonoid, merah tua hingga merah ungu

menunjukkan adanya flavon.

d. Deteksi fenol

Uji Bes (III) klorida. Ekstrak dilarutkan dengan beberapa tetes larutan

besi (III) klorida 0,1M. Pembentukan warna hitam kebiruan

menunjukkan adanya fenol.

e. Deteksi tanin

17
Uji Gelatin. Larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl ditambahkan

ke dalam ekstrak. Pembentukan endapan berwarna putih menunjukkan

adanya tanin.

f. Deteksi glikosida

Ekstrak dihidrolidid dengan larutan HCl encer. Larutan tersebut

digunakan untuk uji berikut :

 Uji Modifikasi Borntrager. Ekstrak ditetesi dengan larutan FeCl3

0,1M, lalu direndam dalam air mendidih selama 5 menit. Campuran

didinginkan dan diekstraksi dengan pelarut benzena. Perlu

diperhatikan penambahan volume pelarut benzena setara dengan

volume campuran. Lapisan benzena dipisahkan dan ditambahkan

larutan amonia. Pembentukan warna merah jambu muda dilapisan

amonia menunjukkan adanya glikosida anthranol.

 Uji legal. Ekstrak ditetesi dengan larutan natrium nitroprusid dalam

piridin dan natrium hidroksida. Pembentukan warna merah muda

hingga warna merah darah menunjukkan adanya glikosida jantung.

 Uji Keller-Kiliani. 50 mg ekstrak dilarutkan dalam 2 mL

kloroform, lalu tambahkan larutan H2SO4 1M hingga membentuk

lapisan. Pembentukan cincin berwarna cokelat antara dua lapisan

menunjukkan adanya gula deoksi dalam glikosida jantung.

g. Deteksi saponin

18
 Uji buih. Ekstrak diencerkan dengan 20 mL air suling dalam gelas

kimia bervolume 50 mL. Gelas kimia tesebut digoyang-goyang

selama 15 menit. Pembentukan 1 cm lapisan busa menunjukkan

adanya saponin.

 Uji busa. 0,5 gram ekstrak digoyang-goyang dengan 2 mL air.

Adanya saponin ditandai dengan bertahannya busa yang dihasilkan

selama sepuluh menit.

h. Deteksi protein dan asam amino

 Uji protein. Ekstrak dilarutkan dengan beberapa tetes asam nitrat

pekat. Pembentukan warna kuning menunjukkan adanya protein.

 Uji Cu sulfat. Ekstrak dilarutkan dengan larutan NaOh 10% lalu

ditambahkan larutan CuSO4 0,1%. Pembentukan warna ungu atau

pink menunjukkan adanya protein.

 Uji ninhidrin. Ekstrak dilarutkan dengan larutan ninhidrin yang

baru disiapkan, lalu direbus beberapa menit, dan dibiarkan dingin.

Pembentukan warna ungu menunjukkan adanya protein.

 Uji ninhidrin. Ekstrak dilarutkan dengan 0,25% pereaksi

ninhidrin, lalu direbus selama beberapa menit. Pembentukan warna

biru menunjukkan adanya asam amino.

i. Deteksi karbohidrat

Masing-masing ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air suling dan disaring.

Filtrat digunakan untuk uji berikut :

19
 Uji Molisch. Filtrat ditetesi dengan 2 tetes larutan α-naftol (yang

dilarutkan dalam etanol) dalam tabung reaksi. Pembentukan cincin

ungu dan pada pertemuan dua lapisan menunjukkan adanya

karbohidrat.

 Uji Benedict. Filtrat ditetesi dengan pereaksi Benedict, dan

dipanaskan sesaat. Pembentukan endapan berwarna merah orange

menunjukkan adanya gula preduksi.

 Uji Fehling. Filtrat dihidrolsis dengan larutan HCl encer.

Kemudian larutan tersebut dinetralkan dengan penambahan larutan

basa NaOH, dan dipanaskan dengan pereaksi Fehling A dan B.

Pembentukan endapan berwarna merah menunjukkan adanya gula

pereduksi.

 Uji Barfoed. Ekstrak dilarutkan dalam air, lalu saring. Beberapa

mL perekasi Barfoed ditambahkan ke filtrat, lalu panaskan.

Pembentukan endapan berwarna kemerah-merahan menunjukkan

adanya monosakarida.

j. Deteksi resin

 Uji kekeruhan. 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 10 mL air, lalu

dikocok selama 15 menit. Pembentukan kekeruhan menunjukkan

adanya resin.

 Uji asetat anhidrat. Ekstrak dilarutkan dalam methanol. 5-10 mL

asetat anhidrat 0,1M ditambahkan ke dalam filtrat, lalu dipanaskan,

dan didiamkan. 0,5 mL asam sulfat ditambahkan ke dalam larutan

20
yang telah dingin tersebut. Pembentukan warna ungu terang yang

berubah menjadi warna merah menunjukkan adanya resin.

2. Pembuatan Pereaksi

Beberapa pereaksi fitokimia dipersiapkan dengan cara sebagai

berikut :

a. Perekasi Liebernmann-Burchard. 1 mL asam sulfat pekat

dicampurkan dengan 20 mL asetat anhidrat. Larutan diaduk hingga

merata.

b. Pereaksi Trim-Hill. 10 mL asam asetat ditambahkan dengan 1 mL

CuSO4 anhidrat 10% dalam air dan 0,5 mL HCl pekat. Larutan diaduk

hingga merata.

c. Pereaksi Dragendroff. Dua macam larutan disiapkan. Pertama, 0,6

gram Bi(NO3)2 dilarutkan dalam 10 mL air suling, lalu tambahkan 2 mL

HCl pekat, dan aduk. Kedua 6 gram KI dilarutkan dalam 10 mL air

suling, dan aduk. Larutan pertama dan kedua dicampur dengan 7 mL

HCl pekat dan 15 mL air suling. Larutan diaduk hingga merata.

d. Pereaksi Mayer. 1,35 gram HgCl2 dan 5 gram KI dilarutkan dalam 30

mL air suling, lalu aduk. Air suling ditambahkan lagi hingga volume

100 mL.

21
e. Pereaksi Wagner. 1,27 gram I2 dan 2 gram KI dilarutkan dalam 30 mL

air suling. Lalu aduk. Air suling ditambahkan lagi hingga volume 100

mL.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan materi diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Persiapan simplisia sangat penting dalam memperoleh data yang akurat

dan interpretasi yang dapat diandalkan.

2. Ekstraksi adalah mengeluarkan metabolit pertama dan kedua dari sel

jaringan organisma dengan menggunakan pelarut. Selama ekstraksi,

pelarut berdifusi ke dalam sel jaringan simplisia dan melarutkan senyawa

dengan polaritas yang sama.

3. Penapisan fitokimia bertujuan untuk mendeteksi ada atau tidak adanya

tanin, flavanoid, saponin, alkaloida, steroid, fenolat dan glikosida dalam

suatu ekstrak tumbuhan.

3.2 Saran

Berikut saran kami dari penulisan makalah ini adalah perlu dilakukan

pendalaman pengetahuan mengenai penyiapan sampel, ekstraksi simplisia,

dan penapisan fitokimia karena pengetahuan ini dapat berguna terutama bagi

mahasiswa farmasi yang bidang mencakup pembuatan sediaan obat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Angel MV, 1993 Conservation Biology 7:760

Baker JT, 1984 Modern drug research: The potential and the problems of marine

natural product. Dalam: Natural Products and Drug Development, (Eds).

Krogsgaard-Larsen PK, Brogger CS, Kofod H, Munksgaard, Copenhagen:

hlm 145-163.

Bhakuni DS, Dhar ML, Dhar MM, Dhawan BN, Gupta B, Srimal RC, 1971

Indian J. Exp, Biol., 9:91.

Bowles JM, 1986 The Plant Press, 4:74.

Bruneton J, 1995 Pharmacognosy, Phytochemistry; Medicinal Plants. Springer-

Verlag, Berlin.

Cannell RJP, 1998 How to approach the isolation of a natural product, dalam

Natural Product Isolation, 1st ed. (Cannel RJP, ed). Humana Pess, New

Jersey.

Das K, Tiwari RKS, Shrivastava DK, 2010 J. Med. Plants Res., 4:104.

Dhawan BN, Patnaik GK, Rastogi RP, Singh KK, Tandon JS, 1977 Indian J. Exp.

Biol., 15:208.

Edoga HO, Okwu DE, Mbaebie BO, 2005 Afr j. Biotechnol., 4:685.

Eloff JN, 1998 J. Ethnopharmacology, 60:1.

Evans WC, 2002 Thease and Evan’s Pharmacognosy, 15th ed. Cambridge

University Press. London.

Farnsworth NR, 1966 Biological and Phyrochemical Screening of Plants. John

Wiley and Sons, England.

24
Geraci JR, Lounbury VJ, Yates N, 2005 Msrine Mammals Ashore : A Field Guide

For Stranding (2nd ed), National Aquarium Baltimore, Baltimore:382 hlm.

Goswami SC, 2004. Zooplankton methodology, collection & identification –a

field manual, National Institute of Oceanography, Goa : 16 hlm.

Musman M Dr. 2013. Kimia Bahan Alam Laut, Syiah Kuala University Press.

Banda Aceh.

25

Anda mungkin juga menyukai