Anda di halaman 1dari 41

BIOSINTESIS NANOPARTIKEL PERAK EKSTRAK ETANOL DAUN

PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN

PROPOSAL

JUAN CARLOS STEVANNO RISTERUW

2017-76-015

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2020
1

LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : BIOSINTESIS NANOPARTIKEL PERAK EKSTRAK
ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI
ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN
NAMA : JUAN CARLOS STEVANNO RISTERUW
NIM : 2017 – 76 – 015

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui oleh :


PEMBIMBING I PEMBIMBING II

NIP. 19680429 199303 2001

MENGETAHUI

KETUA JURUSAN BIOLOGI

Dr. Drs. A. Killay, M. Kes

NIP. 19590812 199103 1002


2

KATA PENGANTAR
Puji syukur di panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah menyertai dan
memberkati penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini dengan
judul Biosintesis Nanopartikel Perak Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica
papaya) Sebagai Antibakteri dan Antioksidan. Proposal ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains (S.Si) pada Program Studi S1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Pattimura Ambon. Penulis menyadari sungguh bahwa penulisan ini masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis hargai untuk
penyempurnaan penulisan ini kedepan. Semoga penulisan ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu biologi.

Ambon, 2020

Penulis
3

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………….. ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………. iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………… iv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… v
DAFTAR TABEL …………………………………………………… vi
BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang ………………………………………………… 1

B. Rumusan Penelitian ….……………………………………….. 2

C. Tujuan Penelitian ………….………………………………….. 3

D. Manfaat Penelitian ……………….…………………………… 3


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

A. Carica papaya L …………………………………………......... 4

B. Manfaat Pepaya Bagi Kesehatan …………………………….... 6

C. Nanopartikel Perak ……………….………………………….... 7

D. Sintesis Nanopartikel Perak …………………………………… 8

E. Antibakteri ……………………………………………………. 9

E. Antioksidan ……………………………………………………. 12

F. Metode 2,2-difenil-1-fikrilhidrazil (DPPH) …………………… 16

G. Eschericia coli ………………………………………………… 18

H. Staphylococcus aureus ………………………………………… 20


BAB III. METODE PENELITIAN 20
4

A. Tipe Penelitian ……………….……………………………….. 20

B. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………... 20

C. Alat dan Bahan ……………………………………………….. 20

D. Prosedur Kerja ……………………………………………..... 21

E. Analisis Data ………………………………………………….. 24

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 25


5

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi zona hambat antibakteri.................................................... 10

Tabel 2. Klasifikasi antioksidan berdasarkan IC50.............................................11

Tabel 3. Perbandingan antioksidan dengan hasil perhitungan IC50...................19

Tabel 4. Beberapa bahan pangan lokal yang mengandung antioksidan............24

Tabel 5. Fitokimia Carica papaya L.................................................................42


6

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Daun papaya (Carica papaya).........................................................10

Gambar 2. Mekanisme penghambatan sintesisi dinding sel bakteri..................11

Gambar 3. Mekanisme penghambatan sintesis protein sel bakteri....................19

Gambar 4. Struktur flavanoid............................................................................24

Gambar 5. Struktur polifenol ............................................................................42

Gambar 6. Struktur molekul DPPH...................................................................42

Gambar 7. Reaksi pengujian aktivitas antioksidan dengan DPPH....................42

Gambar 8. Morfologi Escherichia coli..............................................................42

Gambar 9. Morfologi Staphylococcus aureus...................................................42


7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian nanoteknologi saat ini mengalami perkembangan yang sangat


positif terutama kontribusinya dalam menemukan bermacam material yang
bersifat nanopartikel untuk bahan antibakteri. Nanoteknologi didefinisikan
sebagai desain, karakterisasi, produksi dan penerapan struktur, perangkat dan
sistem dengan mengontrol bentuk dan ukuran pada skala nanometer yang
merupakan penerapan dari nanosains pada berbagai macam partikel (Khare,
Williams, & Gokulan, 2014). Nanosains adalah ilmu dan rekayasa dalam
penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer.
Dalam terminologi ilmiah, nano berarti satu per satu milyar (0,000000001). Satu
nanometer adalah seper seribu mikrometer, atau seper satu juta milimeter, atau
seper satu milyar meter.

Salah satu jenis nanopartikel yang memiliki manfaat yang luas yaitu
nanopartikel perak. Nanopartikel perak memiliki sifat antimikroba dan juga
antioksidan yang dapat digunakan dalam berbagai macam produk kesehatan (Xiu,
Zhang, Puppala, Colvin, & Alvarez, 2012). Keefektifan nanopartikel perak pada
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi, bentuk dan
ukuran nanopartikel perak serta jumlah dan jenis bakteri yang berinteraksi dengan
nanopartikel itu sendiri (Sondi & Salopek-Sondi, 2004). Ukuran partikel yang
semakin kecil menyebabkan keefektifan nanopartikel perak semakin besar, oleh
sebab itu ukuran partikel perak menjadi penting dalam sintesis nanopartikel
perak.

Sumber daya hayati sangat banyak dimanfaatkan untuk mensistesis


nanopartikel. Dibandingkan dengan mikroba penggunaan ektrak tanaman sebagai
agen pereduksi logam relativ lebih singkat, tergantung jenis tanaman dan
8

konsetrasi fitokimianya (Muliadi, Arief, & Khadijah, 2015). Ekstrak tumbuhan


bertindak sebagai reduktor dan agen penstabil dalam sintesis nanopartikel. Sifat
ekstrak tumbuhan mempengaruhi jenis nanopartikel yang disintesis, selain itu,
sumber ekstrak tumbuhan menjadi faktor yang paling penting yang
mempengaruhi morfologi nanopartikel yang disintesis (Mukunthan & Balaji,
2012).

Ektrak etanol daun pepaya (Caricia papaya) memiliki senyawa metabolit


sekunder berupa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, kuinon dan
steroid/triterpenoid (Roni, Maesaroh, & Marliani, 2019). Senyawa-senyawa
metabolit sekunder tersebut memiliki peran sebagai bahan antibakteri dan juga
bahan antioksidan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Biosintesis Nanopartikel Perak Ekstrak
Etanol Daun Pepaya (Carica Papaya) Sebagai Antibakteri dan Antioksidan”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian in adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana karakteristik nanopartikel perak yang disintesis dari ekstrak


etanol daun pepaya (Caricia papaya) ?
2) Bagaimana sifat antibakteri dan sifat antioksidan dari nanopartikel perak
ekstrak etanol daun pepaya (Caricia papaya) ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik nanopartikel perak yang disintesi dari ekstrak


etanol daun pepaya (Caricia papaya)
2. Mengetahui sifat antibakteri dan antioksidan dari nanoparetikel perak
ekstrak ekstrak etanol daun pepaya (Caricia papaya).

D. Manfaat Penelitian
9

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan informasi tentang kemampuan ekstrak etanol daun pepaya


(Caricia papaya) untuk membentuk nanopartikel perak
2. Sebagai bahan informasi tentang sifat antibakteri dan antioksidan dari
nanopartikel perak ekstrak etanol daun pepaya (Caricia papaya).
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Carica papaya L.

Pepaya (Carica papaya L.) termasuk tanaman family Caricaceae yang


memiliki dua kotiledon (dikotil) serta bersifat poligamus. Pepaya adalah tanaman
semi-kayu, biasanya berbatang tunggal dan tersebar di daerah tropis dan subtropis.

Kedudukan tanaman pepaya di dalam klasifikasi botani adalah sebagai


berikut (Zulkarain, 2017):
Fikum : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Brassicales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.

Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh


hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunnya yang bentuk susunanya berupa
spiral pada batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai
yang panjang dan berlubang di bagian tengah. Bentuk buah bulat hingga
memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau
gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning. Daging buah berasal dari
carpela yang menebal, berwarna kuning hingga merah jingga. Bagian tengah buah
berongga. Biji-biji berwarna hitam atau kehitaman dan terbungkus pulp
(Zulkarnain, 2017).
11

Gambar 1. Daun papaya (Carica papaya)


(Sumber : Dokumentasi pribadi)

Pepaya diperbanyak dengan biji, biasanya biji yang digunakan adalah biji
yang berwarna hitam dan biji yang putih dibuang karena bersifat abortus, yakni
tidak mempunyai embrio dan mati sejak buah pentil, sehingga untuk
menghasilkan tanaman pepaya yang sempurna sebaiknya biji yang akan dibiakkan
diambil dari buah pepaya yang telah matang dari pohon (Sunarjono, 2000).

Buah pepaya yang akan diambil bijinya untuk bakal benih harus memenuhi
persyaratan yaitu berasal dari jenis atau varietas unggul, buahnya matang dipohon,
dan bebas dari serangan hama ataupun akibat pemeraman, tidak dianjurkan untuk
diambil bijinya sebagai benih karena akan menghasilkan turunan yang kurang
baik (Putra, 2015).

Daun pepaya merupakan daun tunggal yang berbentuk menyirip


lima,berukuran besar, bergerigi dan mempunyai bagian-bagiantangkai serta
helaian daun. Daun pepaya yang berwarna hijau muda memiliki kandungan
papain lebih tinggi dibandingkan daun pepaya yang bewarna hijau tua. Batang,
daun dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini
mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut
papain. Papain merupakan salah satu jenis enzim hidrolase yang bersifat
proteolitik.. Papain oleh Komisi Enzim Internasional diklasifikasikan ke dalam
12

EC 3.4.22.2 dimana menunjukkan kelas Hidrolase, menunjukkan sub-kelas


amidase, dan menunjukkan sub-sub kelas endopeptidase (Suhartono, 1991).

Daun pepaya mengandung alkaloid, karpain, Vit C, kolin dan mengandung


mineral seperti kalium, kalsium, magnesiu, tembaga, zat besi, zink dan mangan.
Daun pepaya memiliki kandungan kimia berupa alkaloid, triterpenoid, saponin,
steroid, flavonoid, saponin, papain, tannin dan beberapa kandungan lainnya
termasuk enzim papain (Pal dan Mazumder, 2016).

B. Manfaat Pepaya Bagi Kesehatan

Senyawa yang terkandung dalam pepaya memiliki berbagai macam manfaat


dalam kesehatan sebagai berikut:

1. Aktivitas antisicling
Penyakit sel sabit (SCD) hasil dari mutasi hemoglobin di dalam sel darah
merah, di mana asam glutamat di posisi ke-6 digantikan oleh valine. Studi
yang dilakukan Odoula (2006) menunjukkan bahwa ekstrak buah pepaya
mentah memiliki aktivitas anti sel sabit. Dalam penelitian lain yang dilakukan
oleh Imaga (2009), dikatakan bahwa ekstrak daun C. pepaya ditemukan
memiliki aktivitas antisickling yang cukup kuat dan sangat mempengaruhi
proses terjadinya sickling pada dosis yang paling efektif 5 dan 10 mg / ml.

2. Aktivitas anthelmintic
Berbagai macam tanaman dan ekstrak tanaman telah digunakan secara
tradisional untuk pengobatan infeksi cacing termasuk pepaya, yang kaya akan
enzim proteolitik yang dikenal untuk mencerna kutikula nematoda, memiliki
toksisitas yang rendah dan telah digunakan dalam pengobatan tradisional
terhadap nematoda gastrointestinal selama beberapa dekade. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Roy et al (2012) hasilnya menunjukkan bahwa Carica
pepaya memiliki aktifitas anthelmintic yang kuat.
13

3. Aktivitas fungal
Lateks dari C. papaya bersama dengan Flukazanol dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicans dengan mendegradasi dinding sel parsial
karena kurangnya polisakarida di bagian terluar lapisan dinding sel jamur dan
pelepasan kepingan sel. Protein lateks berperan sebagai antifungal dan
konsentrasi protein minimum untuk menghasilkan penghambatan pada
konsentrasi sekitar 138 mg/dl (Giordiani et al, 1997).

4. Aktivitas antibakteri
Benih Carica papaya L. ditemukan memiliki aktivitas bakteriostatik
terhadap beberapa enteropatogen seperti bacillus subtilis, enterobacter
cloacae, escherichia coli, salmonella typhi, staphylococcus, proteas vulgaris,
pseudomonas aeruginosa dan klebsiella pneumonia. Di antara bakteri gram
positif dan gram negatif yang diuji ditemukan bahwa bakteri gram negatif
lebih rentan terhadap ekstrak (Giordiani et al, 1991).

5. Aktivitas antioksidan
Studi tentang Carica pepaya untuk aktivitas antioksidannya, kandungan
fenoliknya menggunakan berbagai bagian pepaya. Total konten fenolik
ekstrak ditentukan dengan metode Folin-Ciocalteu dan aktivitas antioksidan
adalah diuji menggunakan metode DPPH. Total konten fenolik dan aktivitas
antioksidan dari ekstrak sebagai asam galat ekivalen ditemukan tertinggi
dalam ekstrak segar. Berdasarkan penelitian Sugihartini dan Nuryanti (2017),
aktivitas antioksidan yang sangat aktif disebabkan kombinasi zat aktif ekstrak
etanol daun muda pepaya yang mengandung asam askorbat, β-karoten, asam
tocopherol, flavonoid, fenolat, karetenoid, dan derivat asam hidroksinamit.

C. Nanopartikel Perak
Nanopartikel adalah material dengan rentang ukuran 1-100 nm (Lalena et al.,
2008). Ariyanta et al. (2014) menyebutkan bahwa munculnya puncak absorbansi
pada panjang gelombang ±410 nm yang mengindikasikan terbentuknya
nanopartikel perak.
14

Nanopartikel perak telah lama diketahui miliki sifat antimikroba.


Kemampuan antimikroba perak dapat membunuh semua mikroorganisme
patogenik, dan belum dilaporkan adanya mikroba yang resisten terhadap perak
(Ariyanta et al., 2014). Telah dilakukan penelitian aktivitas nanopartikel perak
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli (Ariyanta et al.,
2014).

Dari sifat antimikroba inilah nanopartikel perak dapat digunakan ke dalam


berbagai macam aplikasi seperti kain pembalut luka (Ariyanta et al., 2014), serat
katun (Haryono dan Harmami, 2010) yang berfungsi menghambat pertumbuhan
bakteri, semprotan antiseptik dan pelapis antimikroba untuk perangkat medis yang
mensterilkan udara dan permukaan (Xiu et al., 2012).

Kemampuan antibakteri nanopartikel perak dipengaruhi oleh karakteristik


fisik nanomaterial seperti ukuran, bentuk, dan sifat permukaan. Selain itu, rasio
luas permukaan terhadap volume semakin meningkat dengan semakin kecilnya
ukuran partikel sehingga nanopartikel perak memiliki kemampuan antibakteri
yang lebih kuat (Haryono et al., 2008). Semakin kecil ukuran nanopartikel perak,
semakin besar efek antimikrobanya (Guzman et al., 2009).

D. Sintesis Nanopartikel Perak


Ada dua cara untuk melakukan sintesis nanopartikel:

1. Top-down atau destruktif adalah sintesis nanopartikel dengan cara


pengurangan materi yang berskala besar menjadi materi dengan skala
nanometer. Sintesis dengan cara ini dapat menggunakan metode penggilingan
secara mekanis, nanolitografi, ablasi laser, sputtering, dan dekomposisi termal.
Metode-metode tersebut adalah metode yang paling banyak digunakan untuk
sintesis nanopartikel secara top-down (Ealias et al., 2017).

2. Bottom-up atau konstruktif adalah penggabungan material dari skala atom ke


skala cluster dan dari skala cluster ke skala nanopartikel. Sol-gel, spinning,
chemical vapour deposition (CVD), pyrolysis and biosynthesis adalah metode
15

untuk mensistesis nanopartikel dengan cara bottom-up yang paling banyak


digunakan (Ealias et al., 2017).

Secara umum sintesis nanopartikel dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu
sintesis dengan menggunakan metode fisik, sintesis dengan menggunakan metode
kimia, dan sintesis dengan menggunakan metode biologi (Dhand et al., 2015).

E. Antibakteri

Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antifungal, antiviral,


antiprotozoan, dan antihelminthic. Antibakteri merupakan senyawa yang dapat
mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Antibakteri dapat
dibedakan berdasarkan cara kerjanya, yakni menghambat sintesis dinding sel
(penicillin, monobactam, cephalosporin), menghambat sistesis protein (tetrasiklin,
chloramfenikol, erytrhromycin), kerusakan membran plasma (polymixin B,
amphoterin B, neomycin), penghambatan sintesis asam nukleat (rifamycin,
quinolone, dan fluoroquinolone), atau penghambatan sintesis metabolit esensial
yaitu golongan sulfat (Harti, 2012).

1. Mekanisme kerja senyawa antibakteri

Setiap senyawa antibakteri memiliki mekanisme kerja yang berbeda-beda.


Beberapa cara kerja antibakteri antara lain dengan penghambatan sintesis dinding
sel, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat
(DNA/RNA), atau penghambatan sintesis metabolit esensial (Bauman, 2012).
Senyawa antibakteri yang memiliki sasaran dalam penghambatan sintesis dinding
sel terjadi pada tahap awal sintesis peptidoglikan. Peptidoglikan merupakan
makromolekul yang tersusun dari rantai polisakarida dengan Nacetylglucosamine
(NAG) dan N-acetylmuramicacid (NAM). Antara NAM dan NAM dihubungkan
oleh ikatan silang (cross-link) dan dapat dihambat oleh senyawa antibakteri
sehingga dinding sel bakteri lemah dan lisis. Selain itu, cincin beta-lactam pada
senyawa antibakteri dapat menyebabkan enzim menjadi irreversible sehingga
mengganggu pembentukan peptidoglikan, atau adanya kesamaan bentuk dengan
16

D-alanin yang mengakibatkan sel bakteri kehilangan Dalanin dalam pentapeptida


dari peptida (Irianto, 2006)

Gambar 2. Mekanisme penghambatan sintesisi dinding sel bakteri (Bauman et al.,


2012).

Penghambatan sintesis protein oleh senyawa antibakteri dapat terjadi dengan


beberapa mekanisme seperti merubah bentuk subunit 30S yang menyebabkan
ketidakcocokan pasangan antara antikodon tRNA dengan kodon mRNA;
memblokir situs docking tRNA (A site) pada subunit 30S sehingga mencegah
elongasi protein; memblokir aktivitas enzimatik pada subunit 50S sehingga
mencegah pembentukkan ikatan peptida antara asam amino; mengikat subunit 50S
sehingga mencegah pergerakan ribosom di sepanjang mRNA; asam nukleat
antisense mengikat mRNA sehingga memblokir subunit ribosom; atau dengan
menghambat inisiasi translasi dimana tRNA antikodon harus sejajar dengan
kodon CUG (Bauman, 2012).

Gambar 3. Mekanisme penghambatan sintesis protein sel bakteri (Bauman et al.,


2012).
17

Beberapa aktivitas enzimatik pada bakteri dapat dihambat secara kompetitif


oleh substansi (antimetabolit) yang mirip dengan substrat untuk enzim sehingga
sintesis substrat pada bakteri terhambat dan pertumbuhan terhenti. Contoh
penghambatan kompetitif antara antimetabolit sulfanilamide (golongan sulfa) dan
PABA (para-aminobenzoic acid) pada bakteri. PABA pada beberapa bakteri
merupakan substrat untuk reaksi enzimatik dalam sintesis asam folat, sebagai
vitamin yang berfungsi sebagai koenzim untuk sintesis basa purin dan pirimidin
dalam asam nukleat dan asam amino. Adanya sufanilamide menyebabkan enzim
yang mengubah PABA menjadi asam folat, berikatan dengan antibiotik sebagai
ganti PABA sehingga sintesis asam folat dan pertumbuhan berhenti (Harti, 2012).
Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA) diantaranya
dengan menghambat enzim yang berperan dalam menggulung atau menguraikan
DNA dalam replikasi DNA bakteri (DNA girase), atau dengan mengikat dan
menghambat kerja dari RNA polimerase dalam sintesis RNA dari suatu DNA
template. Selain itu dapat pula dengan menghambat replikasi dan transkripsi
bakteri (Bauman, 2012).
Klasifikasi zona hambat menurut Davis dan Stout (1971) dapat dilihat pada
table berikut:
Tabel 1. Klasifikasi zona hambat antibakteri
No Diameter zona hambat Respon hambat pertumbuhan
1 > 20 Sangat kuat
2 11-20 Kuat
3 5-10 Sedang
4 <5 Lemah

F. Antioksidan

Jika di suatu tempat terjadi reaksi oksidasi dan reaksi tersebut menghasilkan
hasil samping berupa radikal bebas, selanjutnya radikal bebas yang terbentuk ini
akan menyerang molekul-molekul lain di sekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat
menghasilkan radikal bebas lain yang siap menyerang molekul yang lainnya lagi.
Akhirnya akan terbentuk reaksi berantai yang sangat membahayakan. Tetapi bila
terdapat antioksidan, radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan
membentuk molekul yang stabil dan reaksinya terhenti. Selain jenis antioksidan
18

enzimatis, juga dikenal jenis antioksidan non enzimatis. Jenis ini dapat berupa
golongan vitamin seperti vitamin C, A, dan E, golongan mineral seperti selenium
dan seng serta golongan senyawa senyawa fenolik, flavonoid dan karotenoid
(betakaroten, likopen, lutein) dan yang khusus dari hewan yaitu astaxanthin
(Saurisari, 2006). Antioksidan sintetik yaitu yang dibuat dari bahan-bahan kimia
secara sintetis, antara lain butyl hidroksi anisol (BHA), butyl hidroksi toluene
(BHT), terbutil hidroksi quinon (TBHQ), propil galat (PG), dan
nordihidroguairatic acid (NDGA).

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak
stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan. Atom tersebut berusaha untuk memiliki
pasangan elektron, sehingga sifatnya sangat reaktif. Atom ini cenderung mencari
partikel dari molekul lain dan kemudian membuat senyawa baru yan tidak normal.
Partikel atau elektron yang dijadikan pasangan baru itu bisa diambil dari DNA,
membran/selaput sel, membran lisosom (bagian sel yang mengandung enzim
hidrolitik), mitokondria (tempat produksi energi sel), enzim-enzim, lemak, protein
serta komponen jaringan lain (Kosasih dkk., 2005). Pembentukan radikal bebas
dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Penyebab
utama dari proses penuaan sel dan berbagai penyakit degeneratif seperti strok,
asma, gangguan paru, hati, ginjal, diabetes militus, radang usus, penyumbatan
kronis pembuluh darah jantung (jantung koroner), nerogeneratif seperti parkinson
dan dementia/pikun, bahkan radikal bebas dapat juga menyebabkan AIDS.
Radikal bebas yang sangat berbahaya antara lain adalah golongan hidroksil (OH),
superoksida (O2), nitrogen monoksida peroksida (NO) dan peroksil (RO 2).
Sedangkan golongan yang bukan radikal tetapi dengan mudah dapat menjurus ke
reaksi-reaksi radikal bebas antara lain adalah peroksinitrit (ONOO), asam
hipoklorit (HOCl) dan hidrogenperoksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

Radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh kita sendiri maupun
lingkungan. Di dalam tubuh, setiap proses sel normal yang melibatkan oksigen
misalnya pernafasan atau pencernaan akan menghasilkan radikal bebas, maka
radikal bebas dapat berasal dari endogen maupun eksogen yang terjadi melalui
19

sederetan mekanisme reaksi, yaitu pertama pembentukan awal radikal bebas


(inisiasi), lalu perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi) dan tahap
terakhir (terminasi) adalah pemusnahan atau pengubahan menjadi senyawa stabil
dan tak reaktif (Saurisari, 2006).

1. Klasifikasi antioksidan

Hamid dkk (2010), menjelaskan bahwa antioksidan dikelompokkan


menjadi dua yaitu antioksidan primer atau alami dan antioksidan sekunder
atau sintetik.

a. Antioksidan primer atau alami

Antioksidan primer merupakan antioksidan pemutus rantai yang bereaksi


dengan radikal lipid dan mengubahnya ke dalam berbagai produk stabil.
Antioksidan ini sebagian besarnya adalah struktur fenolik.
Pengelompokannya sebagai berikut :

- Antioksidan mineral, merupakan kofaktor antioksidan enzim.


Kekurangan antioksidan ini mempengaruhi metabolisme dari banyak
makromolekul seperti karbohidrat. Contohnya adalah selenium, tembaga,
besi, seng dan mangan.

- Antioksidan vitamin, dibutuhkan untuk fungsi metabolisme tubuh.


Contohnya adalah vitamin C, vitamin E dan vitamin B.

b. Antioksidan sekunder atau sintetik

Antioksidan sekunder berfungsi untuk menangkap radikal bebas dan


menghentikan reaksi berantai seperti butilh hidroksi Anisol (BHA), butylated
hydroxyrotoluene, (BHT), propyl gallate (PG) and metal chelating agent
(EDTA), tertiary butyl hydroquinone (TBHQ), dan nordihydro guaretic acid
(NDGA).
20

2. Jenis antioksidan alami

a. Vitamin C

Vitamin C (asam askorbat) adalah antioksidan monosakarida yang dapat


ditemukan pada tumbuhan dan hewan. Vitamin C adalah komponen yang
dapat mengurangi dan menetralkan oksigen reaktif seperti hidrogen
peroksida.

b. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki kerangka


difenilpropana (C6–C3–C6). Yang termasuk flavonoid di antaranya flavon,
flavonol, flavanon, flavanonol, flavan, flavanol, leukoantosianidin,
antosianidin, auron, kalkon, danisofavon. Flavonoid (Gambar 4)
menunjukkan berbagai macam aktivitas biologis salah satunya mencakup
radikal bebas (Okawa et al., 2001). Flavonoid diketahui berfungsi sebagai
antimutagenik dan antikarsinogenik, selain itu memiliki sifat sebagai
antioksidan, anti peradangan, anti alregi dan dapat menghambat oksidasi LDL
(Low Density Lipoprotein) (Redha, 2010).

Gambar 4. Struktur flavanoid

c. Polifenol

Polifenol (Gambar 5) merupakan produk sekunder dari metabolisme


tanaman. Senyawa antioksidan alami polifenol adalah multifungsional, dapat
berfungsi sebagai pereduksi atau donor elektron, penangkap radikal bebas,
pengkelat logam, dan peredam terbentuknya singlet oksigen.
21

Gambar 5. Struktur polifenol


Molyneux (2004), membuat penggolongan kekuatan antioksidan berdasarkan nilai
IC50 yang dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Klasifikasi antioksidan berdasarkan IC50.


No IC50 (ppm) Klasisfikasi
1 < 50 Sangat kuat
2 50-100 Kuat
3 101-150 Sedang
4 151-200 Lemah

Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang aktivitas antioksidan


dengan hasil perhitungan dan perbandingan nilai IC50 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan antioksidan dengan hasil perhitungan IC50

Hasil perhiyungan
No Peneliti Sampel Golongan
IC50 (ppm)
1 Suhaling S, (2010 Kacang merah 164,44 Lemah
2 Handayani V dkk. (2014) Daun patikala 30,65 Kuat
3 Handayani V dkk. (2014) Bunga patikala 101,84 Lemah
4 Widianingsih (2016) Buah naga 67,42 Kuat
merah
5 Petrina R dkk. (2017) Kulit biji pinang 29,42 Kuat
sirih

Silvia dkk., (2016) melakukan pengumpulan data base sumber antioksidan


alami alternatif berbasis pangan lokal di Indonesia. Beberapa bahan pangan lokal
yang memiliki kandungan antioksidan disajikan pada Tabel 4.
22

Tabel 4. Beberapa bahan pangan lokal yang mengandung antioksidan

No Nama Jenis Antioksidan Referensi


Tumbuhan/Hewan
1 Nanas Vitamin C, karotenoid, Hatam dkk., 2013
(Ananas comosud L.) flavonoid
2 Pepaya Vitamin C, betakaroten Ramdani dkk., 2013
(Carica papaya L.)
3 Pare Flavanoid, lectin, saponin, Megawati dkk., 2014
(Momordica polifenol, vitamin C,
charantia L.) glikosida, cucurbitacin,
momordicin, charantin.
4 Rambutan Antosianin Hutapea dkk., 2014
(Nephelium
lappaceum)
5 Tomat Vitamin C, flavonoid, Eveline dkk. 2014
(Solanum Likopen
lycopersicum)
6 Salak Alkaloid, polofenolat, Fitrianingsih dkk., 2014
(Salacca zalacca) flavonoid
7 Cabai Merah Vitamin C Budiarti dan
(Capsicum annum L) Kurnianingrum, 2015
8 Brokoli Vitamin C, vitamin E, Sari, 2014
(Brassica olaracea mineral (Ca, Mg, Se, dan
var. italica) K)
9 Bawang daun Flavonoid, senyawa Udjaili dkk., 2015
(Allium fistulosum L.) fenolik, tannin
10 Bawang merah Flavonoid Rahayu dkk., 2015
(Allium cepa L.)
Sumber: (Silvia dkk., 2016)

Mahatriny dkk (2014), melakukan penelitian untuk mengetahui kadar air dan
kandungan kimia yang terdapat di dalam ekstrak etanol daun pepaya (Carica
papaya L.) yang diperoleh dari daerah Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali
berdasarkan uji skrining fitokimia. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap,
yaitu yaitu ekstraksi dengan maserasi mengunakan etanol 96%, penetapan kadar
air ekstrak, dan skrining fitokimia. Adanya komponen bioaktif Carica papaya L.
disajikan pada Tabel 5.
23

Tabel 5. Fitokimia Carica papaya L.

Skrining fitokimia Hasil yang diperoleh

Minyak atsiri -

Alkaloid +

Triterpen -

Steroid -

Flavanoid +

Saponin -

Tanin +

Glikosida +

Keterangan: + = Terdeteksi
- = Tidak terdeteksi
Sumber: (Mahatriny dkk, 2014)

G. Metode 2,2-difenil-1-fikrilhidrazil (DPPH)

Metode yang sering digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah


dengan DPPH. Senyawa DPPH (2,2-difenil-1-fikrilhidrazil) adalah senyawa
radikal bebas yang stabil yang dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal
dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Simanjuntak dkk., 2000).
Kelebihan dari metode DPPH adalah sederhana, mudah, cepat dan peka, serta
hanya memerlukan sedikit sampel (Blois, 1958).

Prinsip dari metode uji aktivitas antioksidan ini adalah pengukuran aktivitas
antioksidan secara kuantitatif, yaitu dengan melakukan pengukuran penangkapan
radikal DPPH oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan dengan
24

menggunakan spektrofotometri UV-Vis sehingga dengan demikian akan diketahui


nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50
(Sulandi, 2013). Struktur molekul dari DPPH (Molyneux, 2004) dapat dilihat pada
gambar berikut:

a b
Gambar 6. Struktur molekul DPPH. a. Diphenylpicrylhydrazyl (radikal bebas) b.
Diphenylpicrylhydrazine (non radikal)

Larutan DPPH berwarna ungu menyerap kuat pada panjang gelombang 515
nm. Metode DPPH telah digunakan luas untuk menguji kemampuan sebagai
antioksidan dari suatu senyawa atau komponen dari berbagai sampel berbentuk
padat atau cair (Darmawan dkk., 2004). Jika larutan DPPH ditambahkan pada
bahan yang mengandung antioksidan, intensitas warna larutan DPPH akan
menurun sesuai dengan konsentrasi dan daya hambat bahan yang mengandung
antioksidan, (Gambar 7). Parameter yang digunakan untuk menginterpretasikan
hasil pengujian dengan metode DPPH adalah EC50 (efficient concentration) atau
disebut dengan IC50 (inhibitionconcentration). IC50 merupakan konsentrasi larutan
sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50%
(Molyneux, 2004).
DPPH* + AH DPPH-H + A*

Radikal bebas antioksidan (keunguan) Radikal netral baru (kekuningan)

Gambar 7. Reaksi pengujian aktivitas antioksidan dengan DPPH (Munifah dan


krisnawang, 2007).
25

H. Eschericia coli

Klasifikasi nomenklatur Escherichia coli sebagai berikut :


Kingdom : Bacteria
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli ( Jawetz dkk., 1995)

Gambar 8. Morfologi Escherichia coli (Collier, 1998)

Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup
dalam saluran pencernaan baik manusia maupun hewan yang sehat. Nama bakteri
ini diambil dari nama seorang bacterialogist yang berasal dari Germany yaitu
Theodor Von Escherich, yang berhasil melakukan isolasi bakteri ini pertama kali
pada tahun 1885. Dokter Escherich juga berhasil membuktikan bahwa diare dan
gastroenteritis yang terjadi pada infant adalah disebabkan oleh bakteri
Escherichia coli (Jawetz dkk., 1995).

Escherichia coli merupakan bakteri gram negativ berbentuk batang pendek


yang memiliki panjang sekitar 2µm, diameter 0,7µm, lebar 0.4-0,7µm dan bersifat
anaerob fakultatif. Morfologi bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada gambar 6
bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran
26

filamentous. Tidak ditemukan spora. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasang, dan
dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul. Escherichia coli membentuk
koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Jawetz dkk.,
1995). Biasanya sel ini bergerak dengan flagella petrichous. Escherichia coli
memproduksi macam-macam fimbria atau pili yang berbeda, banyak macamnya
pada struktur dan speksitifitas antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti
rambut appendages di sekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria merupakan
rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang
bersifat adhesi. Hal itu merupakan faktor virulensi yang penting. Escherichia coli
merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe
metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit
banyak di bawah keadaan anaerob (Collier, 1998).

Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 37oC pada media mengandung 1%
pepton sebagai sumber karbon dan nitrogen. Escherichia coli memfermentasikan
laktosa dan memproduksi indol.

I. Staphyllococcus aureus

Menurut Syahrurachman dkk., (2010) klasifikasi Staphylococcus aureus


adalah sebagai berikut :
Kingdom : Eubacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacilliales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
27

Gambar 9. Morfologi Staphylococcus aureus (Jawetz, 2013)

Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat, yang
tersusun dalam bentuk gerombolan tak beraturan seperti buah anggur.Bakteri ini
dapat melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam
pigmen dari warna putih hingga kuning gelap. S.aureus tumbuh dengan sangat
baik pada temperature 25-35⁰C. Koloni pada media padat berbentuk bulat dan
mengkilat. Bakteri ini memiliki 4 karakteristik khusus yaitu factor virulensi yang
menyebabkan penyakit berat pada normal host, factor diferensiasi yang
menyebabkan penyakit berbeda pada tempat, factor persisten yaitu bakteri pada
lingkungan dan manusia membawa gejala carrier, dan factor resistensi terhadap
berbagai antibiotic yang sebelumnya masih aktif. S. aureus menghasilkan katalase
yang mengubah hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen (Jawetz et al, 2001)
dalam (Wasitaningrum, 2009).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram-positif yang berdiameter 0,5-
1,5 µ , tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Pada media biakan, bakteri ini
berbentuk bulat yang terlihat tunggal, berkelompok atau bankan dapat tersusun
seperti rantai beberapa strain dari bakteri ini memiliki kapsul. (Vasanthakumari,
2007).
Bakteri ini pertama kali diamati dan dibiakan oleh Pasteur dan Koch,
kemudian diteliti secara lebih terinci oleh Ogston dan Rosenbach pada era tahun
1880-an. Nama genus Staphylococcus diberikan oleh Ogston karena bakteri ini,
pada pengamatan mikroskopis berbentuk seperti setangkai buah anggur,
sedangkan nama spesies aureus diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan
murni, koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning-keemasan. Rosenbach juga
mengungkapkan bahwa S. aureus merupakan penyebab infeksi pada luka dan
28

furunkel. Genus Staphylococcus dibagi menjadi 32 spesies (Food and Drug


Administration, 2012).
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup Staphylococcus aureus tergantung
pada sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, aktivitas air, pH, adanya oksigen
dan komposisi makanan. Parameter pertumbuhan fisik bervariasi untuk berbagai
strain Staphylococcus aureus. Kisaran suhu untuk pertumbuhan Staphylococcus
aureus adalah 12-44°C, dengan optimum 37°C. Staphylococcus aureus resisten
terhadap pembekuan dan bertahan dengan baik dalam makanan yang disimpan di
bawah -20°C. Namun, kelangsungan hidup berkurang pada suhu -10 sampai 0 oC.
Staphylococcus aureus mudah mati dalam pasteurisasi atau memasak.
Pertumbuhan Staphylococcus aureus terjadi pada pH optimal 7,4. Staphylococcus
aureus adalah anaerob fakultatif sehingga dapat tumbuh di kondisi aerobik dan
anaerobik. Namun, pertumbuhan terjadi pada tingkat yang lebih lambat dalam
kondisi anaerob (Vasanthakumari, 2007).
29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorik. Eksperimen laboratorik


merupakan desain eksperimen yang diatur melalui suatu lingkungan tiruan dengan
kontrol dan juga manipulasi yang diberikan untuk dapat membuktikan adanya
hubungan sebab akibat antara dua variabel yang diminati.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Laboratorium Bioteknologi Jurusan


Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura
Ambon, Laboratorium Kimia Universitas Gadjah Mada, dan Laboratorium Kimia
Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pattimura Ambon, setelah proposal penelitian di seminarkan.

C. Alat dan Bahan

1. Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah :


Hot plate, Beaker gelas, Spatula, Erlenmeyer, Timbangan Analitik, Gelas
Ukur, Penyaring Buchner, Pompa vakum, Rotary evaporation, Botol sampel,
Wrapping plastic, Sentrifuge, Kamera, Colorimeter, Cawan Petri, Jarum ose,
Mikropipet, Tip, Water bath, Oven, Incubator, Laminar air flow, dan Pinset.

2. Alat yang dipakai untuk mengkarakteristik nanopartikel perak :


TEM (Transmission Electron Microscope), FTIR (Fourier Transform Infra
Red), dan UV-VIS Spektrofotometer.

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


Daun pepaya (Caricia papaya), Perak nitrat (AgNO3), Aquades sebagai
pelarut, Kertas saring whattman No. 1, Kertas label, Media Nutrient Broth
30

(medium cair), Media Nutrient Agar (medium padat), Buncen, Alcohol,


Inokulum bakteri E.coli dan S. aureus

D. Prosedur Kerja
1. Preparasi sampel
Daun pepaya (Caricia papaya) diambil dan dibersihkan dari kotoran.
Setelah bersih daun papaya dicuci dengan aquades kemudian ditimbang 25 g
dan dihaluskan menggunakan blender.

2. Ekstraksi sampel
Ekstraksi sampel dibuat dengan metode maserasi menggunakan pelarut
etanol. Sampel yang telah sihaluskan dimasukan ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan pelarut etanol 200 mL hingg sampel terendam. Selanjutnya
dimaserasi menggunakan shaker 12 jam pada suhu ruang. Hasil ekstraksi
disaring menggunakan pompa vakum, kemudian filtrate diuapkan
menggunakan rotary evaporator. Hasil ekstraksi yang diperoleh dalam
keadaan kental kemudian ditimbang. Setelah ditimbang tambahakan etanol
sampai sampel terendam dan diamkan selama 1 malam.

3. Pembuatan larutan perak nitrat


Larutan perak nitrat yang digunakan mempunyai konsentrasi sebesar 1
mM dengan berat molekul adalah 169,87 gr/mol. Perak nitrat 0,0507 g
ditimbang dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 300 mL aquades.
Setelah itu dibungkus menggunaknan alumunium foil dan disimpan di tempat
yang gelap.

4. Sintesis nanopartikel perak


Sintesis nanopartikel dilakukan menggunakan dua bahan yaitu Perak
Nitrat (AgNO3) sebagai bahan penyedia ion perak dan ekstrak etanol daun
pepaya sebagai agen pereduksi. Ekstrak etanol daun papaya dicampur dengan
larutan perak nitrat dengan menggunakan beberapa ratio sehingga
menghasilakan nanopartikel yang ditandai dengan perubahan warna
31

campuran dari kuning muda menjadi kuning kecoklatan. Ratio yang akan
dipakai adalah 1:9, 2:8, 3:7, 4:5, dan 5:5 ratio yang menghasilkan
nanopartikel yang paling stabil (tidak terjadi agregasi) selama minimal 2
minggu setelah dibuat.

5. Karakterisasi Nanopartikel Perak


a. Karakterisasi Optik : UV-Vis Spektrofotometer
Penggunaan UV-Vis Spektrofotometer adalah untuk
mengkarakterisasi sifat optik dari nanopartikel. Alat yang digunakan
adalah UV-Vis Spektrofotometer 1700 pharmaSpec, yang tersedia di
laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas
Pattimura.
b. Karakterisasi Bentuk dan Ukuran Nanopartikel Perak ekstrak etanol daun
pepaya (Caricia papaya)
Untuk mengkarakterisasi bentuk dan ukuran nanopartikel perak
digunakan Elektron mikroskop transmisi (TEM). TEM yang digunakan
tersedia di Laboratorium Kimia Universitas Gadjah Mada. Hasil TEM
tersebut kemudian digunakan untuk menentukan konsentrasi nanopartikel
yang dibuat.
c. Karakterisasi Gugus Fungsi : FTIR
Transform Infra Red (FTIR) digunakan untuk mengetahui senyawa-
senyawa metabolit sekunder pada AgNPs buah singkong yang mereduksi
ion Ag+. Untuk itu digunakan FTIR IR PRESTIGE-21 shimatsu,yang
tersedia di Laboraterium Kimia Universitas Gadjah Mada.

6. Uji sifat Antibakteri Nanopartikel ekstrak etanol daun pepaya (Caricia


papaya)
a. Pembuatan suspense bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
100 ml Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
Ambil tiap jenis bakteri dengan menggunakan jarum ose dari kultur
bakteri yang masih fresh dan dicelupkan ke dalam media Nutrient Broth
tersebut. Tutup Erlenmeyer dengan kapas dan aluminium foil. Letakan
32

gelas Erlenmeyer tersebut diatas shaker dan dishaker selama 12-16 jam.
Encerkan bakteri yang telah ditumbuhkan dengan aquades steril dan
diukur dengan menggunakan spektrofotometer untuk mendapatkan OD
620 antara 0,08-0,13 dengan konsentrasi bakteri sebesar 1x108cfu/ml.

b. Metode difusal disc


Pegujian dilakukan pada permukaan media Nutrien Agar yang
terdapat di dalam petridish. Sebanyak 200 µL suspensi bakteri (1,5 x 10 8
cfu/ml) disebarkan dipermukaan media dengan menggunakan spreader
dan didiamkan sampai mengering. Sebanyak 20 µL Nanopartikel ekstrak
etanol daun pepaya (Caricia papaya) ditetesi pada paper disk kemudian
didiamkan hingga mengering. Setelah paper disk mengering, paper disk
diletakan pada permukaan agar yang telah disebar suspensi bakteri
sebelumnya. Petridish diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam. Setelah
itu, diukur luas zona bening yang terbentuk untuk setiap bakteri. Bakteri
yang digunakan yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dan
dilakukan pengulangan tiga kali.
Sebagai kontrol akan dilakukan juga uji anti bakteri ekstrak ethanol
daun papaya terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Protokolnya sama dengan yang telah dijelaskan di atas kecuali
nanopartikel diganti dengan ekstrak athanol daun papaya.

7. Uji aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH


a. Pembuatan larutan DDPH 40 ppm
Sebanyak 0,01 g DPPH dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL
kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas. Larutan segera
digunakan dan dijaga pada temperatur rendah dan terlindung dari cahaya.
3. Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH
Sebanyak 5 mL larutan DPPH 40 ppm diamati serapannya pada
rentang panjang gelombang 400–600 nm dengan menggunakan blangko
metanol.
33

4. Penentuan aktivitas penangkal radikal bebas DPPH (Mulyani dkk.,


2013)
Sebanyak 1 mL diambil dari masing-masing larutan uji/sampel yang
telah dibuat menjadi larutan dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25, 50, dan
100 ppm dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 mL
larutan DPPH 40 ppm dan 2 ml metanol, kemudian didiamkan selama 30
menit pada suhu kamar. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang
gelombang maksimum (515 nm) menggunakan spektrofotometer UV-
Vis. Pengujian dilakukan dengan dua kali pengukuran. Prosedur yang
sama juga dilakukan pada standar kuersetin.
Persentasi inhibisi/penghambat terhadap radikal DPPH dari masing
masing kosentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :

A 0− A 1
I= x 100 % ……………Pers 1
A1
Keterangan :
I = Persentasi Inhibisi/Penghambat (%)
A0 = Absorbansi Blanko (Pelarut + DPPH)

A1 = Absorbansi Sampel (Pelarut + DPPH + Sampel)


Setelah mendapat persentasi inhibisi dari masing-masing

konsentrasi, aktivitas antioksidan ditentukan dengan menggunakan

persamaan garis dari % inhibisi sebagai sumbu Y dan konsentrasi sampel

sebagai sumbu X (µg/ml). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan IC 50

yaitu konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak

50%. Nilai IC50 dihitiung dengan cara memasukkan nilai 50 ke dalam

persamaan garis sebagai sumbu Y kemudian dihitung nilai X sebagai

konsentrasi IC50.
34

E. Analisa Data
Hasil uji antibakteri yang diperoleh dari pengukuran menggunakan
metode difusal disk kemudian dianalisi secara statistik menggunakan uji T.
35

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanta, H. A., S. Wahyuni, dan S. Priatmoko. 2014. Preparasi Nanopartikel


Perak Dengan Metode Reduksi Dan Aplikasinya Sebagai Antibakteri
Penyebab Infeksi. Indonesian Journal of Chemical Science. 3 (1): 1-6

Bauman, R. W., Machunis-Masuoka, E., & Cosby, C. D. (2012). Microbiology:


With diseases by body system (pp. 278-279). San Francisco: Benjamin
Cummings.

Blois, M. S. (1958). Antioxidant determinations by the use of a stable free


radical. Nature, 181(4617), 1199-1200.

Collier, L. B., & A Sussman, M. (1998). Topley & Wilson's Microbiology and
microbial infections, Vol 3-Bacterial infections.

Darmawan, A., Sundowo, A., Fajriah, S., & Artanti, S. (2004). Isolasi dan
Identifikasi Senyawa Aktif Antioksidan Metode Peredaman Radikal Bebas
DPPH(1, 1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) dari Ekstrak Daun Benalu Cemara
(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.), Uji Aktivitas Antioksidan dan
Toksisitas Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Benalu, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jurnal Kimia Indonesia.

Davis, W. W., & Stout, T. R. (1971). Disc plate method of microbiological


antibiotic assay: I. Factors influencing variability and error. Applied
microbiology, 22(4), 659-665.

Dhand, C., Dwivedi, N., Loh, X. J., Ying, A. N. J., Verma, N. K., Beuerman, R.
W., ... & Ramakrishna, S. (2015). Methods and strategies for the synthesis
of diverse nanoparticles and their applications: a comprehensive
overview. Rsc Advances, 5(127), 105003-105037.
36

Ealias, A. M., & Saravanakumar, M. P. (2017, November). A review on the


classification, characterisation, synthesis of nanoparticles and their
application. In IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng (Vol. 263, p. 032019).

Food and Drug Administration. (2012). Bad bug book, foodborne pathogenic
microorganisms and natural toxins. Gram-positive bacteria. Second edition.
Lampel K, Al-Khaldi S, Cahill S, editors. Silver Spring: Center for Food
Safety and Applied Nutrition of the Food and Drug Administration (FDA),
US Department of Health and Human Services.

Giordani, R., Siepaio, M., Moulin‐Traffort, J., & Regli, P. (1991). Antifungal
action of Carica papaya latex: Isolation of fungal cell wall hydrolysing
enzymes: Die antimyzetische Wirkung von Carica papaya‐Milchsaft:
Nachweis pilzzellwandhydrolysierender Enzyme. Mycoses, 34(11‐12), 469-
477.

Guzman, M.G., Jean D., dan Stephan G. 2009. Synthesis of silver nanoparticles
by chemical reduction method and their antibacterial activity. International
Journal of Chemical and Biomolecular Engineering 2:3

Hamid, A. A., Aiyelaagbe, O. O., Usman, L. A., Ameen, O. M., & Lawal, A.
(2010). Antioxidants: Its medicinal and pharmacological
applications. African Journal of pure and applied chemistry, 4(8), 142-151.

Harti, A. S. (2012). Dasar-dasar mikrobiologi kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika, 10-15.

Haryono, A. dan S.B. Harmami. 2010. Aplikasi Nanopartikel Perak pada Serat
Katun sebagai Produk Jadi Tekstil Antimikroba. Jurnal Kimia Indonesia, 5
(1): 1-6

Haryono, A., Sondari, D., Harnami, S. B., & Randy, M. (2008). Sistesa
Nanopartikel Perak Dan Potensi Aplikasinya. Journal of Industrial
Research (Jurnal Riset Industri), 2(3).
37

Imaga, N. O. A., Gbenle, G. O., Okochi, V. I., Akanbi, S. O., Edeoghon, S. O.,
Oigbochie, V., ... & Bamiro, S. B. (2009). Antisickling property of Carica
papaya leaf extract. African Journal of Biochemistry Research, 3(4), 102-
106.

Irianto, K. (2006). Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2. CV.


Yrama Widya, Bandung.

Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., Brooks, G. F., Butel, J. S., & Morse,
S. A. (1995). Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi
20. EGC, Jakarta.

Jawetz, E., Melnick, J. L., & Adelberg, E. A. (2001). Mikrobiologi Kedokteran:


Edisi XXII. Jakarta: Salemba Medika.

Jawetz, M. Adelberg. 2013. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi, 26.

Kosasih, E. N., Tony, S., & Hendro, H. (2006). Peran Antioksidan pada Lanjut
Usia. Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Jakarta.

Lalena, J.N., D.A. Cleary, E.E. Carpenter dan N.F. Dean. 2008. Inorganic
Materials Synthesis and Fabrication. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.
211-230

Mahatriny, N. N., Payani, N. P. S., Oka, I. B. M., & Astuti, K. W. (2014).


Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) yang
diperoleh dari Daerah Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Jurnal Farmasi
Udayana, 3(1), 279863.

Molyneux, P. (2004). The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl


(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. sci.
technol, 26(2), 211-219.
38

Mukunthan, K. S., & Balaji, S. (2012). Cashew apple juice (Anacardium


occidentale L.) speeds up the synthesis of silver nanoparticles. International
Journal of Green Nanotechnology, 4(2), 71-79.

Muliadi, Arief, A. dan Khadijah (2015) “Biosintensis Nanopartikel Logam


Menggunakan Media Ekstrak Tanaman,” Jurnal Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin, 3(2), hal. 64–72.

Munifah, I., & Krisnawang, H. (2007). Isolation & Antioxidative Assay Of


Several Marine Macroalgae Components Within Ethyl-Acetate
Fraction. Life, 29, 6P.

Oduola, T., Adeniyi, F. A. A., Ogunyemi, E. O., Bello, I. S., & Idowu, T. O.
(2006). Antisickling agent in an extract of unripe pawpaw (Carica papaya):
is it real?. African Journal of Biotechnology, 5(20).

Okawa, M., Kinjo, J., Nohara, T., & ONO, M. (2001). DPPH (1, 1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl) radical scavenging activity of flavonoids obtained from
some medicinal plants. Biological and Pharmaceutical Bulletin, 24(10),
1202-1205.

Pal, A., & Mazumder, A. (2017). Carica papaya, a Magic Herbal


Remedy. International Journal of Advanced Research, 5(1), 2626-2635.

Putra, W. S. (2015). Kitab Herbal Nusantara: Aneka Resep dan Ramuan Obat
untuk Berbagai Gangguan Kesehatan.

Redha, A. (2013). Flavonoid: struktur, sifat antioksidatif dan peranannya dalam


sistem biologis.

Roni, A., Maesaroh, M. dan Marliani, L. (2019) “Aktivitas Antibakteri Biji,Kulit


Dan Daun Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Bakteri Escherichia Coli
dan Staphylococcus Aureus,” Kartika : Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(1), hal. 29.
doi: 10.26874/kjif.v6i1.134.
39

Roy, S. D., Goswami, R., Das, S., Shil, D., Baniya, R., & Haldar, S. (2012).
Pharmacognostic evaluation and anthelmintic activity of leaf and stem
extract of carica papaya. Journal of Pharmacy Research, 5(9), 4763-4766.

Sauriasari, R. (2006). Mengenal dan menangkal radikal bebas. Artikel Iptek


Bidang Biologi Pangan dan Kesehatan.

Silalahi, J. (2006). Makanan fungsional. Kanisius.

Silvia, D., Katharina, K., Hartono, S. A., Anastasia, V., & Susanto, Y. (2016).
Pengumpulan Data Base Sumber Antioksidan Alami Alternatif Berbasis
Pangan Lokal di Indonesia. Surya Octagon Interdisciplinary Journal of
Science and Technology, 1(2), 181-198.

Simanjuntak, P., Parwati, T., Lenny, L. E., Tamat, S. R., & Murwani, R. (2004).
Isolasi dan identifikasi senyawa antioksidan dari ekstrak benalu teh
(Scurrula oortiana (Korth) Danser). Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 2(1), 19-24.

Sondi, I. dan Salopek-Sondi, B. (2004) “Silver nanoparticles as antimicrobial


agent: A case study on E. coli as a model for Gram-negative bacteria,”
Journal of Colloid and Interface Science, 275(1), hal. 177–182. doi:
10.1016/j.jcis.2004.02.012.

Sugihartini, N., & Nuryanti, E. (2017). Formulation Cream of Extract Moringa


oleifera Leave as Antiaging. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin, 29(1), 1-7.

Suhartono, M. T. (1991). Protease, PAU Bioteknologi IPB.

Syahrurachman, A. dkk. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Bina Rupa


Aksara Jakarta.

Vasanthakumari, R. (2016). Textbook of microbiology. Wolters kluwer india Pvt


Ltd.
40

Wasitaningrum, I. D. A. (2009). Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus aureus


dan Escherichia coli Dari Isolat Susu Sapi Segar Terhadap Beberapa
Antibiotik (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Xiu, Z., Q. Zhang, H. L. Puppala, V. L. Colvin dan P. J. J. Alvarez. 2012.


Negligible Particle-Specific Antibacterial Activity of Silver Nanoparticles.
Nano Letters. 12: 4271−4275.

Anda mungkin juga menyukai