Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Maluku terkenal dengan sumber daya Alam yang melimpah, bukan hanya sumber daya

alam, sumber daya laut yang dimiliki juga beraneka ragam seperti ikan, udang, kepiting,

teripang, kerang mutiara, rumput laut, dan lain-lain. Daerah di Maluku yang memiliki potensi

rumput laut terbesar dan menjadikan rumput laut sebagai komoditas utama adalah Kabupaten

Maluku Tenggara (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; 2012)

Anggur laut yang tersebar di Maluku tenggara salah satu jenisnya yaitu: Caulerpa

racemosa. Masyarakat mengenal-nya dengan sebutan “lat”. Untuk menikmati lat dapat dimakan

sebagai salad, maupun dimasak sebagai sayuran. Lat kaya akan serat, iodium, mineral-mineral

penting lainnya, serta mengandung senyawa fenol yang berperan penting sebagai antioksidan

alami (Tapotubun; 2018).

Antioksidan baik bagi kesehatan dan penting untuk tetap menjaga mutu produk pangan

(Trilaksani; 2003). Antioksidan berasal dari makanan dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu

antioksidan zat gizi dan antioksidan non gizi. Antioksidan Sintesis harus diktonrol dengan baik

penggunaan pada bahan karena fungsi antioksidan dapat menjadi menjadi racun di dalam tubuh

akibat pemakaian yang berlebihan. Sehingga disarankan menggunakan antioksidan alami untuk

menambah asupan antioksidan yang dibutuhkan tubuh. Salah satu bahan pangan yang menjadi

sumber antioksidan alami adalah alga laut (Widyaningsih dkk.; 2017). Antioksidan berfungsi

untuk mengikat radikal bebas dengan meghambat reaksi oksidasinya. Senyawa radikal baru

1
dapat dihasilkan dari radikal bebas yang menyerang beberapa molekul di sekelilingnya dan

terjadi reaksi berantai dan terbentuk senyawa radikal baru (Sadikin; 2008).

Tubuh kita secara alami dapat menghasilkanradikal bebas misalnya pada proses

pernapasan. Radikal bebas terdiri dari berbagai macam spesies oksigen reaktif yang mampu

menyerang membran lipid, asam nukleat, protein dan enzim. Radikal bebas dapat

menghancurkan struktur sel-sel tubuh serta mengubah ukuran dan bentuknya. Kerusakan sel-sel

tersebut dapat mengakibatkan dampak burukbagi kesehatan (Shivaprasad dkk.; 2005).

Aktivitas antioksidan dari suatu senyawa sebagai antioksidan dapat ditentukan,

menggunakan metode DPPH. Salah satu-nya informasi reaktivitas dengan suatu radikal stabil

dapat diketahui dengan metode DPPH. Dalam identifikasi suatu senayawa dapat diketahui pada

panjang gelombang 517 terjadi serapan kuat dan ditandai dengan perubahanan warna mejadi

violet (ungu) gelap (Sunarni; 2005). (Nursandi; 2014), melakukan karakterisasi kimiawi rumput

laut lokal (Caulerpa sp.) dan potensinya sebagai antioksidan. Analisis kualitatif menunjukkan

bahwa ekstrak anggur laut (Caulerpa sp.) mengandung senyawa alkaloid, fenolik, flavonoid, dan

triterpenoid dengan tingkat yang berbeda. Senyawa alkaloid, fenolik, dan flavonoid telah banyak

dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan. (Chew dkk.; 2008) menyatakan bahwa didalam

rumput laut memgandung asam folat,tiamin, dan asam askobat yang berfungsi untuk menangkal

radikal bebas. Rumput laut juga mengandung senyawa caulerpenyne yang dapat menghentikan

terjadinya kanker,tumor,dan Pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas antioksidan ekstrak

anggur laut (Caulerpa racemosa) melalui penentuan aktivitas penangkal radikal bebas DPPH

menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai

antioksidan sangat kuat jika nilai IC50<50 ppm, kuat 50<IC50<100 ppm, sedang 100<IC50<150

ppm, lemah 150 ppm<IC50<200 ppm, dan sangat lemah IC50>200 ppm (Molyneux; 2004).

2
Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan kadar air anggur laut, ekstraksi anggur laut

dilakukan menggunakan metode maserasi ditambahkan etil asetat, kemudian dilakukan uji

fitokimia terhadap ekstrak, yaitu uji fenolik, uji flavonoid, uji tanin, penentuan kandungan total

fenolik, dan penentuan kandungan total flavonoid. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti

tertarik untuk melakukan melakukan penelitian dengan judul “Aktivitas Antioksidan Anggur laut

(Caulerpa racemosa) asal Perairan Kei Kabupaten Maluku Tenggara”.

3
I.2 Permasalahan

Permasalahan pada penelitian ini adalah berapa aktivitas antioksidan anggur laut

(Caulerpa racemosa) asal Perairan Kei Kabupaten Maluku Tenggara?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu menentukan aktivitas antioksidan anggur laut

(Caulerpa racemosa) asal Perairan Kei Kabupaten Maluku Tenggara.

I.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat untuk memberikan informasi kepada

masyarakat umum tentang potensi antioksidan alami dari anggur laut asal perairan Kei, Maluku

Tenggara dan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanaman Anggur Laut

Klasifikasi dari rumput laut Caulerpa racemosa menurut Dawson (1946) dalam

(Soegiarto dkk.; 1978) adalah:

Kingdom : Plantae

Divisi : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Caulerpales

Famili : Caulerpaceae

Genus : Caulerpa

Spesies : Caulerpa racemosa

Kabupaten Maluku Tenggara merupakan penghasil rumput laut khususnya anggur laut

(Caulerpa racemosa) di Provinsi Maluku. Potensi laut yang tinggi ini menyadarkan masyarakat

untuk melestarikan lumbung ikan di perairannya dan meningkatkan pembudidayaan anggur laut

yang bernilai ekonomis tinggi dengan melakukan inovasi dengan daya jual yang tinggi sehingga

target produksi anggur laut dapat ditingkatkan dan dapat bermanfaat secara optimal (Labetubun;

2015).

5
a b c d

Gambar 1. Jenis-jenis Anggur Laut pada Perairan Kei, Maluku Tenggara. a. Caulerpa lentifera b.
Caulerpa racemosa c. Caulerpa serrulata d. Caulerpa taxifolia
Sumber: (Labetubun; 2015)

Anggur laut yang terdapat di Kabupaten Maluku Tenggara hanya 5 jenis, yaitu Caulerpa

lentifera, Caulerpa racemosa, Caulerpa serrulata, dan Caulerpa taxifolia yang tumbuh subur di

perairan Kepulauan Kei dan dapat ditemukan sepanjang tahun. Namun, hanya terdapat 2 jenis

anggur laut yang bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat Maluku Tenggara, tanpa dimasak

yaitu Caulerpa lentifera dan Caulerpa racemosa (Labetubun; 2015). Deskripsi lima jenis anggur

laut yang terdapat di Peraiaran Maluku Tenggara adalah sebagai berikut :

a) Caulerpa lentifera

Anggur laut jenis ini banyak ditemukan pada daerah pasang surut, tumbuh pada dasar

berpasir dan berlumpur. Akar menancap pada subtrat pasir atau menempel pada batu, tetapi

6
sering juga tumbuh epifitik pada sela-sela padang Halimeda opuntia atau menempel pada sela-

sela karang. Caulerpa lentifera dimanfaatkan masyarakat sebagai sayuran dan lalapan dan

tanaman hias pada aquarium untuk ikan hias air laut (Labetubun; 2015).

b) Caulerpa racemosa

Thalus dengan cabang bulat yang merambat dan cabang lurus seperti anggur, tetapi

susunan ranting berbeda. Beberapa cabang atau tangkai padat dengan bentuk bola atau setengah

bola, kadang-kadang tangkai rata, setiap ranting tersusun dari tangkai pendek dan sebuah bola

pada ujungnya. Warna hijau sampai hijau terang. Caulerpa racemosa juga dimanfaatkan

masyarakat sebagai sayuran dan lalapan selain itu, alga jenis ini juga memiliki aktifitas anti

bakteri terhadap tiga jenis bakteri pathogen yang sering menyerang udang windu yaitu

Pseudomonas pavanaceae, Pseudomonas syntata dan Pseudomonas tetralens (Labetubun;

2015).

c) Caulerpa serrulata

Thalus dengan cabang bulat yang merambat dan cabang-cabang lurus tersusun

menyempit, rata, gulungan spiral dan tali seperti daun pakis dengan gerigi yang jelas pada kedua

pinggirnya. Bagian bawah bulat seperti thalus bagian pangkal. Warnanya hijau pucat sampai

hijau gelap, sering warna hijau terang kekuningan pada bagian ujungnya. Tumbuh pada perairan

dangkal dengan akar menancap pada substrat pasir, atau menempel pada pecahan karang atau

batu. Ganggang laut jenis ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat (Labetubun; 2015).

d) Caulerpa taxifolia

Thalus dengan cabang silindris yang merambat dan cabang lurus seperti bulu ayam,

ranting berbentuk benang atau berbentuk bulu ayam dengan ujung bulat dan panjang. Warna

hijau sampai hijau terang. Caulerpa taxifolia bersifat sebagai antioksidan dan ekstrak methanol.

7
Thalus tumbuh menjalar didasar laut (terbenam dalam pasir), berwarna hijau tua, daunnya

menyerupai pakis dan tumbuh secara vertikal. Caulerpa taxifolia sekilas terlihat seperti

Caulerpa sertularoides, perbedaannya terdapat pada bentuk thalus. Batang dari Caulerpa

taxifolia berbentuk pipih dan agak keras bila di bandingkan dengan Caulerpa sertularoides.

Ganggang jenis ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat luas, hanya digunakan sebagai

tanaman hias aquarium untuk jenis ikan air laut (Labetubun; 2015).

Gambar 2. Anggur laut (Caulerpa racemosa)


(Sumber : dokumentasi pribadi)

Caulerpa racemosa disebut sebagai anggur laut karena tumbuh secara bergerombol atau

berumpun. Umumnya jenis alga ini berkembang biak dengan cara perkawinan gamet, persporaan

dan fragementasi thalus atau dikenal dengan vegetatif. Untuk pembuahan-nya gamet jantan

mengguakan cambuk atau flagella untuk membentu pergerakan saat proses pembuahan. Ciri khas

yang dimiliki Caulerpa racemosa yaitu berwarna hijau, dan memiliki thalus dengan stolon,

perakaran yang besar dan berbentuk runcing dan terlihat seperti paku. Juga memiliki ramuli

berdiameter antara 2-4 mm dan panjang hingga 8 cm, yang merupakan percabangan dari organ

8
utama atau stolo. (Dwihandita; 2009). Caulerpa racemosa stersebar luas karena sering tumbuh

dan dijuimpai pada berbagai substrat (Atmadja dkk.; 1996).

Jenis ini tidak tahan pada kekeringan tumbuh pada kedalaman perairan yang pada saat

pasang surut rendah dan masih tergenang air, namun jenis ini sangat kuat melekat pada substrat

karena akarnya kokoh dan bercabang pendek. Komposisi kimia Caulerpa racemosa (Santoso

dkk., 2006) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia Anggur laut (Caulerpa racemosa)


Analisis Kadar (%)
Kadar Abu 2,1±0,2
Kadar air 88,8±0,5
Kadar Protein 1,5±0,2
Kadar Lemak 0,5±0,1
Kadar Serat 7,3±0,5

Kelompok alga laut genus Caulerpa mempunyai senyawa metabolit sekunder yang cukup

banyak. Metabolit yang dihasilkan dari Caulerpa adalah glikogliserolipid dan kelompok enol

atau alkenol. Kandungan lainnya adalah α-1-gliceryl-D-mannoside-4-amonium yang digunakan

sebagai anthelmintik (zat pembunuh cacing), juga alkaloid yang digunakan sebagai penurun

tekanan darah (Faulkner 2001 dalam Suhartini; 2003). Hasil penelitian Aryudhani;

2007)Caulerpa racemosa memiliki komponen non gizi seperti senyawa fenol yang diketahui

sebagai antioksidan. Kemampuan menghambat radikal bebas dari ekstrak rumput laut Caulerpa

racemosa disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak Caulerpa racemosa


Kondisi sampel Jenis pelarut IC50 (ppm) Sifat antioksidan
Metanol 41625,76 Kurang aktif
Segar Etil asetat 1394,88 Aktif
n-heksana 6,25 x 105 Tidak aktif
Metanol 1,02 x 109 Tidak aktif
Kering Etil asetat 152,02 Aktif
n-heksana 3,22 x 109 Tidak aktif

9
II.2 Fitokimia

Dalam tumbuhan terdapat senyawa bioaktif yang memberikan efek kesehatan pada

manusia. Metode ini digunakan karena cara pengerjaannya yang sederhana, cepat, sedikit

menggunakan peralatan, dapat memberikan keterangan keberadaan senyawa dari golongan yang

di uji serta selektif. Selain itu, bagian tumbuhan yang digunakan hanya sedikit yang dibutuhkan

sehingga tidak akan merusak tumbuhan itu secara keseluruhan (Najib; 2018) Golongan senyawa

fitokimia dapat dibagi sebagai berikut:

1. Alkaloid

Alkaloid merupakan kelompok terbesar kandungan kimia sekunder dan sebagian besar

dibuat dari senyawa amonia. Lebih dari 12.000 alkaloid diketahui terdapat pada 20% jenis

tanaman dan hanya sedikit telah dimanfaatkan untuk tujuan pengobatan. Dalam penggunaan

klinis, tanaman dengan turunan alkaloid digunakan sebagai analgesik, relaksan otot, antibiotik,

antikanker, antiaritmia, obat penenang, antipiretik (penurun demam), dan perangsang aditif.

Salah satu contoh senyawa turunan alkaloid adalah kafein yang digunakan sebagai perangsang

aditif, diperlihatan pada gambar 3 (Doughary; 2012).

O
CH3
H3C N
N

O N N

CH3
Kafein

Gambar 3. Struktur senyawa turunan alkaloid

Penentuan golongan senyawa alkaloid secara KLT dapat dilakukan dengan menggunakan fasa

diam yaitu silika gel GF254 dan fasa gerak yaitu Etil asetat: Metanol: Air (100:13:10). Sampel

10
akan dilakukan penyemprotan dengan perekasi Dragendorff, dan memberikan noda yang

berwarna jingga sampai coklat, dan perekasi mayer akan memberikan noda warna putih dan

pereaksi Wagner akan memberikan noda warna coklat sampai kuning (Wagner dkk.; 1996).

2. Flavonoid

Flavonoid adalah kelompok penting dari polifenol yang secara luas terdapat di tanaman.

Lebih dari 4000 flavonoid diketahui ada dan beberapa dari mereka adalah pigmen pada

tumbuhan tingkat tinggi Contoh senyawa turunan flavonoid dari tumbuhan yang penting secara

farmakologi adalah flavonoid yang dapat dilihat pada Gambar 4

OH

HO O

CH3
OH O

Flavanol

Gambar 4. Struktur dasar dari senyawa turunan flavonoid

Penentuan golongan senyawa flavonoid dapat menggunakan serbuk seng (Zn) atau

magnesium (Mg), dan HCl. Senyawa flavonoid dapat ditunjukkan dengan menimbulkan warna

jingga sampai merah (Doughary; 2012).

3. Fenolik (13%)

Fenolik dikenal sebagai komponen kimia yang memberi warna alami pada buah-buahan

dari tanaman. Fenolik mewakili sejumlah antioksidan alami yang digunakan sebagai

nutraceutical, antikanker, pencegah penyakit jantung dan kadang-kadang juga sebagai agen anti-

inflamasi. Salah satu contoh senyawa turunan fenolik adalah asam kafeat yang dapat dilihat pada

Gambar 5.

11
O

HO
OH

HO
Asam Kafeat

Gambar 5. Struktur dasar dari senyawa fenolik

Penentuan golongan senyawa fenolik dapat dilakukan dengan menggunakan fase gerak

yaitu kloroform: metanol (9:1), sedangkan fase diam yaitu silika gel GF254. Senyawa fenolik

dapat ditunjukkan dengan pereaksi semprot FeCl3 yang memberikan bercak warna hijau

kehitaman, hijau atau biru kehijauan pada sinar tampak (Doughary; 2012).

4. Steroid

Steroid merupakan senyawa organik yang memiliki 17 karbon dan tersusun menjadi 4

cincin. Selain itu, steroid mengandung gugus –OH pada C3 dan juga beberapa pada posisi yang

berbeda seperti ikatan rangkap dua C5-C6 serta cincin aromatik. Secara luas steroid terdistribusi

dalam hewan dan tumbuhan. Steroid adalah senyawa bioaktif, beberapa steroid penting yaitu

vitamin D, asam-asam empedu, hormon seks, kortison atau kortisol (Talapatra dan Talapatra;

2015). Contoh senyawa turunan steroid adalah stigmasterol (Gambar 6) yang dapat digunakan

sebagai penghambat tumor (Kasahara dkk.; 1994).


CH3

H3C CH3

CH3
CH3

CH3

HO

Stigmasterol
Gambar 6. Struktur dasar dari senyawa turunan steroid

12
Penentuan golongan senyawa steroid banyak diuji dengan dengan menggunakan reaksi

Lieberman-Burchard (anhidrat asetat-H2SO4) dan terjadi perubahan warna menjadi hijau atau

biru (Harborne; 2006).

5. Saponin

Senyawa glikosida salah satu-nya adalah saponin, salah satu contoh senyawa turunan

saponin adalah asam oleanolat 3-O-β-D-glukuronida (Gambar 7) dari tumbuhan Aralia elata

yang berkhasiat sebagai antidiabetes (Cutler dan Cutler; 1999). Uji saponin yang sederhana ialah

mengkocok ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dalam tabung reaksi dan diamati perubahannya,

jika terbentuk busa tahan lama pada permukaan cairan maka terkandung saponin dalam sampel

(Harborne; 2006).
H3C CH3

O
CH3 H3C

OH OH
O CH3
O
O
OH
H3C CH3
OH H
OH

Asam oleanolat 3-O-β-D-glukuronida

Gambar 7. Struktur dasar salah satu turunan senyawa saponin

6. Tanin

Tanaman obat yang banyak memiliki kandungan tanin digunakan sebagai antiseptik

karena adanya kelompok fenolik dan theaflafin (dari teh) merupakan salah satu con toh senyawa

yang digunakan sebagai antiseptik, diperlihatkan pada Gambar 8 (Doughary; 2012).

13
Theaflavin

Gambar 8. Struktur dasar senyawa turunan tanin

Golongan senyawa tanin dapat ditentukan berdasarkan sifat, yaitu:

a) Tanin dapat mengendapkan protein, sebagai pereaksi digunakan larutan gelatin 1% atau

tannin gelatin-NaCl.

b) Tanin dengan pereaksi FeCl3 memberikan warna biru kehitaman karena terjadi

pembentukkan tanin galat atau perubahan warna hijau kehitaman karena pembentukkan

tannin katekol.

7. Antrakuinon

Senyawa fenolik dan glikosidik memiliki turunan senyawa yaitu Antrakuinon.

Antrakuinon banyak digunakan sebagai zat warna dan obat cuci perut atau laksatif. Salah satu

contoh senyawa turunan antrakuinon adalah aloe emodin dari tumbuhan Cascara seperti

diperlihatkan pada Gambar 9 (Doughary; 2012).


OH O OH

OH

Aloe emodin
Gambar 9. Struktur dasar dari salah satu senyawa turunan antrakuinon
14
Penentuan golongan senyawa antrakuinon secara KLT dapat dilakukan dengan

menggunakan fase diam yaitu Silika gel GF 254 dan fase geraknya yaitu n-Propanol: Etil asetat:

Air (40:40:30). Antrakuinon dapat diketahui jika setelah dilakukan penyemprotan dengan larutan

5% KOH dalam mtanol memberikan noda berwarna ungun kemerahan pada sinar tampak dan

berflouresensi merah dibawah sinar UV 356 nm. Antron memberikan noda berwarna kuning

pada sinar tampak (Wagner dkk.; 1996). Antron merupakan suatu trisiklik aromatik keton yang

dihasilkan dari reduksi antrakuinon dan terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida. Struktur

molekulnya dapat dilihat pada Gambar 10.


O

Gambar 10. Struktur molekul dari antron

Antron sering digunakan dalam uji selulosa dan penentuan kolorometrik dari karbohidrat.

Sama seperti antrakuinon, dalam farmasi antron juga digunakan sebagai laksatif. Namun

stimulasi antron lebih kuat antrakuinon dan itu sebabnya hanya digunakan dalam jumlah sdikit.

Selain itu juga, ada beberapa simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan selama 1 tahun

untuk mengubah senyawa tersebut menjadi antrakuinon (Troy dan Beringer; 2006).

(Asmara; 2015) melakukan penelitian tentang kandungan senyawa fenol anggur laut

segar rebus (Caulerpa sp.) dari perairan Tual, Maluku. Analisis fitokimia dilakukan terhadap

rumput laut Caulerpa sp. segar dan rebus untuk Adanya komponen bioaktif Caulerpa sp.

disajikan pada Tabel 3.

15
Tabel 3. Fitokimia rumput laut Caulerpa sp.

Rumput laut Caulerpa sp. Perubahan warna


Uji
Segar Rebus Segar Rebus
Alkaloid
Mayer - - - -
Wagner - - - -
Dragendroff - - - -
Steroid   Biru Biru
Triterpenoid - - - -
Triterpenoid  - Kuning -
Fenol   Hijau Kebiruan Hijau
hidroquinon
Saponin   Terbentuk busa Terbentuk busa
Tanin - - - -

II.3 Antioksidan

Antioksidan adalah komponen yang mampu melawan proses oksidasi.Reaksi ini akan

mendapatkan rekasi sampingan. Hasil reaksi dapat menghasilkan radikal bebas lain yang siap

menyerang molekul yang lainnya lagi. Radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan

membentuk molekul yang stabil dan reaksinya terhenti (Saurisari; 2006).

Antioksidan dapat berubah menjadi radikal bebas jika salah satu elektron

didonorkan(Dekkers dkk., 1996 dalam (Helwig; 2008). Bersifat tidak stabil sehinga untuk

menjadi reaktif maka atom yang tidak berpasangan harus mencari dan memiliki pasangan

electron untuk membuat senyawa (Kosasih dkk.; 2006).

Radikal bebas akan berlangsung sepanjang hidup yang menjadi penyebab utama dari

proses penuaan sel dan berbagai penyakit degeneratif seperti strok, asma, gangguan paru, hati,

ginjal, diabetes militus, nerogeneratif seperti parkinson dan dementia atau pikun, bahkan radikal

16
bebas dapat juga menyebabkan AIDS. Radikal bebas yang sangat berbahaya antara lain adalah

golongan hidroksil (OH), superoksida (X2), nitrogen monoksida peroksida (NO) dan peroksil

(RO2). Senyawa golongan yang bukan radikal tetapi dengan mudah dapat menjurus ke reaksi-

reaksi radikal bebas antara lain adalah peroksinitrit (ONOO), asam hipoklorit (HOCl), dan

hidrogenperoksida (H2O2) (Silalahi; 2006).

Antioksidan yang memiliki cincin benzena yang tidak jenuh dan gugus hidroksi atau

gugus amino yang pada umumnya mengandung struktur khusus. Menurut (Ketaren; 1986)

penggolongan antioksidan berdasarkan strukturnya adalah:

1. Golongan fenol

Antioksidan yang dimiliki golongan fenol umumnya memiliki intensitas warna yang

rendah atau bahkan tidak muncul warna saat di identifikasi, golongan fenol ini banyak digunakan

karena tidak beracun. Antioksidan dihasilkan dari alam sanatlah besar dibandingkan antioksidan

sintesis yang kecil jumlahnya,dan banyak digunakan untuk bahan pangan yang berlemak.

Adapun contoh antioksidan yang termsuk golongan fenol antara lain: hidrokuinon, gossipol,

piragalol, katekol, resorsinol, dan eugenol.

2. Golongan amina

Antioksidan yang berpotensi tinggi dimiliki golongan amina yang mengandung gugus

amina yang umumnya terikat pada gugus benzena, namun beracun dan ketika direkasikan

dengan ion logam biasanya memunculkan warna yang intensif ketika dioksidasi. Golongan ini

stabil atau tahan panas, ekstraksi dengan dengan kaustik. Antioksidan jenis ini banyak digunakan

dalam industri non pangan, terutama pada industri karet. Beberapa contoh antioksidan ini adalah:

17
N, N’ difenil p-fenilendiamina, difenilhidrazin, difenilguanidin dan difenil amina. Antioksidan

berfungsi untuk melindungi lemak dari peroksidasi oleh radikal bebas.

3. Golongan amina-fenol

Golongan amina-fenol yang umumnya mengandung gugus fenolat dan amina merupakan

gugus fungsional yang menandakan aktivitas antioksidan. Golongan persenyawaan aminofenol

ini banyak digunakan dalam industri petroleum untuk mencegah terbentuknya gum dalam

gasoline. Beberapa contoh dari antioksidan golongan ini yaitu -butil-p-amino-fenol dan N-

sikloheksil-p-amino-fenol.

(Silvia dkk.; 2016) melakukan pengumpulan data base sumber antioksidan alami

alternatif berbasis pangan lokal di Indonesia. Beberapa bahan pangan lokal yang memiliki

kandungan antioksidan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Beberapa bahan pangan lokal yang mengandung antioksidan

No Nama Tumbuhan/Hewan Jenis Antioksidan Referensi


1 Nanas (Ananas Comosud L.) Vitamin C, karotenoid, Hatam dkk., 2013
flavonoid
2 Pepaya (Carica papaya L.) Vitamin C, betakaroten Ramdani dkk.,
2013
3 Pare (Momordica Charantia L.) Flavanoid, lectin, Megawati dkk.,
saponin, polifenol, 2014
vitamin C, glikosida,
cucurbitacin,
momordicin, charantin.
4 Rambutan (Nephelium lappaceum) Antosianin Hutapea dkk., 2014

5 Tomat (Solanum lycopersicum) Vitamin C, flavonoid, Eveline dkk. 2014


Likopen
6 Terong Belanda (Solanum betaceum) Flavonoid, vitamin A, Asih dkk., 2015
vitamin C, vitamin E,
vitamin B6
7 Salak (Salacca zalacca) Alkaloid, polofenolat, Fitrianingsih dkk.,
flavonoid 2014

8 Pisang Goroho (Musa acuminate L.) Flavonoid, saponin, Kurniawan dkk.,

18
tannin 2013
9 Kiwi (Actinidia deliciosa) Vitamin C, flavonoid, Inggrid dan
betakaroten, senyawa Santoso, 2014
Fenolik
10 Lidah Buaya (Aloe vera) Fenolik, flavonoid Baradaran dkk.,
2014

11 Cabai Merah (Capsicum annum L) Vitamin C Budiarti dan


Kurnianingrum,
2015
12 Paprika (Capsicum annum L.) Betakaroten, vitamin C, Warsi dan Guntarti,
vitamin C, vitamin B6 2013
13 Daun sirih merah (Piper crocatum) Flavonoid, polifenol , Kendran dkk., 2013
Tanin
14 Brokoli (Brassica olaracea var. Vitamin C, vitamin E, Sari, 2014
italica) mineral (Ca, Mg, Se,
dan
K)
15 Bawang daun (Allium fistulosum L.) Flavonoid, senyawa Udjaili dkk., 2015
fenolik, tanin
16 Bawang merah (Allium cepa L.) Flavonoid Rahayu dkk., 2015
17 Jagung (Zea Mays L.) Fenolik Saleh dkk., 2012

18 Daun Gambir (Uncaria) Katekin Rahmawati dkk.,


2013

19 Daun kenitu (Chrysophyllum cainito L) Katekin Zulaikhah, 2015

20 Daun sukun (Artocarpus altilis) Flavonoid, fenol Utami dkk. 2015

21 Kentang (Solanum tuberosum) Polifenol Miratunnisa, 2015

22 Seledri (Apium graveolens) Apigenin, quercetrin Labib dkk., 2015

23 Kunyit (Curcuma longa L.) Kurkumin Simanjuntak, 2012

24 Rumput Laut (Sargassumcrassifolium Steroid/triterpenoid,poli Amin, 2015


J. G. Agardh) fenol, saponin
25 Kacang Polong (Pisum sativum) Tanin, senyawa fenolik Amarowicz dan
Troszyñska, 2003
26 Pala (Myristica fragrans) Flavonoid, vitamin C Olaleye dkk., 2006
27 Kopi Robusta (Coffea canephora) Polifenol Beksono, 2014
28 Kacang Hijau (Vigna radiata) Polifenol Kim dkk.,2012
29 Madu (Apis c erana indica) Vitamin C, asam Ratnayani dkk.,

19
organic, 2012
enzim, asam fenolat,
flavonoid, beta-karoten
30 Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Flavonoid Latifah, 2013

31 Udang vaname (Litopenaeus Karotenoid, beta- Ayudiarti, 2014


vannamei) karoten,
Astaxanthin
32 Keong Mata Merah (Cerithidea Selenium Dewi, dkk., 2014
obtuse)

II.4 Metode DPPH

Metode ini sangat banyak digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan . Senyawa

DPPH (2,2-difenil-1-fikrilhidrazil) merupakan senayawa stabil radikal bebas yang dapat bereaksi

dengan atom hidrogen dan membentuk DPPH tereduksi (Simanjuntak dkk.; 2000).

Prinsip pengujian dalam metode ini adalah senyawa yang diduga memiliki

aktivitas antioksidan akan melalui tahapan pengukuran dan penangkapan radikal DPP yang

kemudian dianalisis menggunaakan instrument spektrofotometer UV-Vis untuk mendapatkan

nilai aktivitas IC 50 (Sulandi; 2013). Struktur molekul dari DPPH (Molyneux; 2004) dapat dilihat

pada Gambar 2.

a b
Gambar 3. Struktur molekul DPPH. a. Diphenylpicrylhydrazyl (radikal bebas) b.
Diphenylpicrylhydrazine (non radikal)

Jika larutan yang diduga diduga mengandung antioksidan, ditambahkan DPPH

maka warna larutan yang muncul memiliki intensitas warna rendah dan menurun berdasarkan

konsentrasi dari bahan, maka dapat diketahui bahan gtersebut mengandung antioksidan (Gambar

20
4). Menggunakan IC50 sebagai konsentrasi dari larutan sampel sehingga terjadinya reduksi

aktivitas DPPH 50% dan merupakan paremeter pengujian metode DPPH (Molyneux; 2004).

Jika larutan DPPH ditambahkan pada bahan yang diduga mengandung antioksidan,

intensitas warna larutan DPPH akan menurun sesuai dengan konsentrasi dan daya hambat maka

bahan tersebut mengandung antioksidan(Gambar 4). IC50 (efficient concentration) atau disebut

dengan IC50 (inhibitionconcentration). IC50 merupakan konsentrasi larutan sampel yang akan

menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50% yang merupakan paremeter

pengujian metode DPPH (Molyneux; 2004).

DPPH* + AH DPPH-H + A*

Radikal bebas antioksidan radikal netral baru


Warna keunguan warna kekuningan

Gambar 4. Reaksi pengujian aktivitas antioksidan dengan DPPH (Munifah dan


krisnawang; 2007)

II.5 Metode Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan dengan mencampurkan pelarut kedalam sampel uji dan dapat

dilakuan denhan dua cara ekstraksi yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara panas

(Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 2000).

1. Ekstraksi cara dingin

a. Maserasi

Simplisia yang digunakan untuk ekstraksi dicampur dan diaduk dengan pelarut

pada suhu ruang. Maserasi juga dapat dilakukan secara teknologi yang mememiliki

prinsip dengan metode pencapaian kesetimbangan konsentrasi. Maserasi yang dilakukan

secara kinetik berarti pengadukan dilakukan secara berkelanjutan. Sedangkan remaserasi

21
yaitu penambahan pelarut secara berulang, dimulai dengan penyaringan maserasi

pertama dang seterusnya

b. Perkolasi

Proses ekstraksi dilakukan bertahap yang dimulai dengan tahapan pengembangan

bahan selanjutnya tahapan maserasi yaitu tahap penampungan ekstrak sehingga diperoleh

ekstrak yang jumlahnya lebih dari bahan ekstraksi ini biasanya,ekstraksi ini terjadi pada

temperatur ruangan. Perkolasi sendiri adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut baru

hingga sempurna (exhaustive extraction).

2. Ekstraksi cara panas

a. Refluks

Ekstraksi ini dilakukan dengan titik didihnya, dengan jumlah pelarut yang terbatas

dan selama waktu yang tertentu yang stabil atau konstan karena pendingin balik.

Pengulangan yang dilakukan pada residu hingga 3-5 kali dilakukan hingga poses

ekstraksi berhasil ini

b. Ekstrasi kontinyu dengan alat soxhlet

Ekstaksi ini dilkukan dengan alat khsus sampai ekstraksi berkalnjutan dengan

pelarut yang jumlahnya relatif stabil atau konstan karena adanya pendingin balik.

Ekstraksi ini selalu menggunakan pelarut baru.

II.6 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri ultraviolet merupakan metode analisis berdasarkan kemampuan atom

atau molekul mengabsorpsi dan memancarkan cahaya. Sinar tampak (visible) adalah sinar

polikromatis yang dengan bantuan monokromator misalnya prisma dapat diuraikan menjadi

beberapa sinar monokromatis dengan berbagai panjang gelombang (Wiley dan Sons; 2007).
22
Spektrofotometri Uv-Vis melakukan analisis berbagai jenis sampel baik yang berwarna

maupun tidak, untuk senyawa yang tidak berwarna diukur pada panjang gelombang 200-400 nm,

dan untuk senyawa yang memilki warna pada 200-700 nm. Sel spektrofotometri baku (1x1 cm)

hanya dapat memuat 3 mL larutan sehingga untuk analisis diharapkan menggunakan sampel atau

bahan secukupnya. Adanya orbital ikatan (bonding) atau ikatan anti-bonding menyebabkan hal

ini terjadi karena panjang gelombang yang memiliki perbedaan tingkatan energi orbital yang

terserap (Silverstein dan Bassler; 1962).

Kegunaan utama spektroskopi ini adalah untuk mengidentifikasi jumlah ikatan rangkap

atau konjugasi aromatik. Pelarut yang banyak digunakan untuk spektroskopi UV–Vis adalah

etanol 95% atau etanol absolut karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut

tersebut. (Harborne; 2006).

23
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan selama 5 bulan di Laboratorium Kimia

Organik, Jurusan Kimia, FMIPA Unpatti Ambon.

III.2 Alat dan Bahan

III.2.1 Alat

Alat-alat yang akan digunakan adalah:

1. Seperangkat alat gelas (Pyrex)

2. Mortal dan alu

3. Neraca analitik (Denver Instrument XP-3000)

4. Mikropipet (Eppendorf)

5. Spatula

6. Rotary evaporator (Rotavapor R-215 Buchii)

7. Hot plate (Cimarec 2)

8. Vortex (Scilogex)

9. Spektrofotometer UV-Vis (Apel PD-3000 UV)

10. Oven (Mammert)

III.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan adalah:

1. Anggur laut segar (Caulerpa racemosa)

24
2. 1,1-diphenyl-2-picryhydrazil p.a (E. Merck)

3. Etill asetat p.a (E. Merck)

4. Reagen folin-Ciocalteu p.a (E. Merck)

5. Serbuk Mg p.a (E. Merck)

6. HCl p.a (E. Merck)

7. Natrium karbonat p.a (E. Merck)

8. FeCl3 p.a (E. Merck)

9. AlCl3 p.a (E. Merck)

10. Kuersetin (Sigma)

11. Kertas saring

12. Akuades

III.3 Prosedur Kerja

III.3.1 Pengambilan sampel

Anggur laut (Caulerpa racemosa) dari perairan Kei Kecil, Maluku Tenggara diambil

kemudian dimasukkan ke toples dan ditambahkan air laut, sampel ini dapat bertahan selama

kurang lebih 5-7 hari. Kemudian, sampel dibiarkan dalamtemperatur ruangan, dan dipreparasi.

III.3.2 Preparasi sampel

Anggur laut yang diambil kemudian dibersihkan kotoran seperti dari pasir, batu, dan rumput

laut jenis lainnya. Setelah bersih, anggur laut dicuci dengan air sebanyak 3 kali kemudian

dikeringkan didalam oven pada suhu 90 oC sampai berat konstan, kemudian dihitung kadar air.

25
III.3.3 Pembuatan Ekstrak (Souhoka dkk.; 2019)

Ekstrak sampel dibuat dengan metode maserasi menggunakan pelarut etil asetat. Sampel

sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer selanjutnya ditambahkan pelarut 200 mL etil

asetat hingga sampel terendam. Selanjutnya dimaserasi selama 12 jam. Hasil ekstraksi disaring,

kemudian filtrat diuapkan menggunakan rotavapor. Hasil ekstrak anggur laut yang diperoleh

ditimbang, dan dilakukan uji fitokimia.

III.3.4 Pengujian fitokimia

a. Uji fenolik (Harborne; 2006)

Ekstrak metanol sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 2 tetes FeCl3 1% kemudian dikocok. Uji positif apabila menghasilkan warna

biru pekat.

b. Uji flavonoid (Nafisah dkk.; 2014)

Ekstrak metanol sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 mL HCL 1%. Uji positif apabila menimbulkan

busa dan warna jingga.

c. Uji tanin (Tiwari dkk.; 2011)

Ekstrak metanol sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan dengan 1 mL akuades dan didihkan. Selanjutnya disaring dan filtratnya

ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1% dan dikocok. Uji positif apabila menghasilkan warna

hijau pekat atau biru pekat.

d. Penentuan kandungan total fenolik (Conde dkk.; 1997)

Kandungan total fenolik ditentukan menggunakan metode Folin-Ciocalteau. Fenol

dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm dibuat sebagai kurva standar, kemudian

26
analisis dengan dua kali pengukuran. Sebanyak 0,1 mL ekstrak anggur laut (Caulerpa

racemosa) dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,1 mL reagen Folin-

Ciocalteu 50%. Campuran dihomogenkan menggunakan vortex, kemudian ditambahkan

2 mL larutan natrium karbonat 2%. Selanjutnya larutan disimpan dalam ruang gelap

selama 30 menit. Absorbansi diamati pada panjang gelombang 750 nm. Kandungan total

fenolik dinyatakan sebagai ekuivalen fenol dalam mg/g ekstrak.

M ×V
Kandungan total Fenolik = × FP
W

Keterangan:

M= Konsentrasi fenolik (ppm)


V= Volume sampel (L)
W= Berat sampel (g)
FP= Faktor pengenceran
e. Penentuan kandungan total flavonoid (Alhabsyi dkk.; 2014)

Kuersetin dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm dibuat sebagai kurva standar,

selanjutnya dianalisis dengan dua kali pengukuran. Sebanyak 0,1 mL ekstrak anggur laut

(Caulerpa racemosa) dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL AlCl

2%. Campuran diaduk kemudian absorbansinya diamati pada panjang gelombang 415

nm. Kandungan total flavonoid dinyatakan sebagai ekuivalen kuersetin dalam mg/g

ekstrak.

E× V × FP× 10−6
Kandungan total flavonoid =
W

Keterangan:

E= Ekivalen kuersetin (ppm)


V= Volume sampel (L)
W= Berat sampel (g)

27
FP= Faktor pengenceran

III.3.4 Pembuatan larutan DDPH 40 ppm

Larutan DPPH (40 ppm) dibuat dengan cara menimbang 0,01 g DPPH, kemudian

dilarutkan dalam 250 mL kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas. Larutan segera

digunakan dan dijaga pada temperatur rendah dan terlindung dari cahaya.

III.3.5 Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH

Sebanyak 5 mL larutan DPPH (40 ppm) diamati serapannya pada rentang panjang

gelombang 400-600 nm dengan menggunakan blangko metanol.

III.3.6 Penentuan aktivitas penangkal radikal bebas DPPH (Mulyani dkk.; 2013)

Sebanyak 2 mg ekstrak anggur laut dibuat larutan hingga didapati masing-masing larutan

sampel dengan beberapa konsentrasi yakni 10, 20, 30, 40, 50 dan 100 ppm. Larutan pembanding

kuersetin dibuat dengan konsentrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10; dan 20 ppm. Larutan yang akan diuji

masing-masing dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambah 2 mL larutan DPPH

0,004% (40 ppm) yang telah dibuat, kemudian didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar.

Pengukuran absorban dilakukan pada panjang gelombang 517 nm dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Pengujian dilakukan dengan dua kali pengulangan. Selanjutnya

dihitung nilai nilai IC50 berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh. Semakin kecil nilai IC 50,

semakin tinggi aktivitas antioksidan.

28
29

Anda mungkin juga menyukai