Anda di halaman 1dari 8

Apa beda etanol dengan metanol?

Etanol dan metanol sebenernya masih bersaudara kandung, sama-sama golongan alkohol. Yang
berbeda adalah rumus kimianya, jika etanol adalah C2H5OH, metanol berumuskan CH3OH. Dan
tentu sifat-sifatnya juga ada perbedaan, walaupun juga banyak persamaannya. Etanol bisa
diperoleh dari hasil fermentasi buah-buahan atau gandum, dll, dan banyak dikonsumsi sebagai
minuman beralkohol seperti beer, wine, brandy, dll. Sedangkan metanol, umumnya bukan
dikonsumsi sebagai minuman, karena sifatnya yang lebih beracun, dan dipakai sebagai bahan
bakar. Jika Anda lihat spiritus yang berwarna ungu (ada yang pink ngga ya hehe), itulah
metanol. Diberi warna demikian supaya orang bisa membedakan dan tidak salah dalam
penggunaannya.
Mekanisme kerja Methanol dan Ethanol
Metanol merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, dan merupakan cairan yang mudah
terbakar. Metanol dapat dibuat dengan mereaksikan hidrogen dengan karbon
monoksida atau karbon dioksida.

Apa bahaya metanol bagi kesehatan?


Metanol sangat mudah diserap oleh tubuh melalui berbagai rute pemberian (oral, inhalasi,
topikal, dll). Di dalam hati (liver), metanol akan dioksidasi menjadi formaldehid (formalin)
dengan bantuan enzim alcohol dehydrogenase dan kemudian dimetabolisme lebih lanjut
menjadi asam format oleh enzim formaldehid dehidrogenase. Perubahan dari formaldehid
menjadi asam format sangat cepat, dengan waktu-paruh selama 1-2 menit, sehingga tidak sampai
terjadi akumulasi formaldehid dalam tubuh. Asam format selanjutnya dapat diubah menjadi 10-
formiltetrahidrofolat yang dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi karbon dioksida sebagai
upaya detoksifikasi dari tubuh. Kecepatan perubahan asam format menjadi metabolitnya
tergantung ketersediaan tetrahidrofolat dalam hati. Namun demikian, waktu paruh asam format
di dalam tubuh cukup panjang, yaitu sampai 20-24 jam. Asam format inilah yang akan
menyebabkan berbagai efek toksik pada tubuh.
Ekskresi metanol dari tubuh relatif lambat, dengan waktu paruh (T1/2) selama 24 jam. Manusia
lebih sensitif terhadap efek toksik metanol jika dibandingkan dengan hewan non primata.
Keparahan toksisitas metanol lebih berkaitan dengan derajat kejadian metabolik
asidosisketimbang konsentrasi metanolnya. Hal ini karena ketoksikan metanol ditentukan oleh
kecepatan pembentukan asam format dalam tubuh dan kemampuan hati untuk
mendetoksifikasinya. Minum metanol, walaupun dalam jumlah sedikit, dapat berbahaya dan
menyebabkan gangguan kesehatan serius, meliputi koma, kejang, dan kebutaan, bahkan
kematian. Metanol juga toksik/beracun jika dihirup atau terkena mata, karena dapat merusak
penglihatan. Terdapat variasi signifikan pada manusia mengenai dosis toksik maupun dosis letal
(yg menyebabkan kematian) akibat metanol. Sebuah studi menyebutkan bahwa dosis letal
minimal adalah berkisar 300-1000 mg/kg BB.

Ada lagi yang menyebutkan bahwa dosis letal akibat minum metanol adalah sekitar 15 ml
metanol 40%. Ada lagi yang melaporkan osis letal sebesar 500 ml metanol 40%. Bayangkan deh
dengan mereka yang minum metanol sampai kadar 99% !! Minum sedikitnya 4-10 mL metanol
dapat menyebabkan kebutaan permanen.
Di bawah ini dipaparkan fase-fase efek toksik yang bisa terjadi akibat paparan metanol
Fase pertama adalah Penekanan sistem saraf pusat : Dapat terjadi dalam 30 menit- 2 jam,
intoksikasi dapat terjadi dalam durasi yang lebih pendek daripada intoksikasi oleh etanol
Fase kedua adalah fase laten tanpa gejala, mengikuti depresi sistem saraf pusat : Dalam 48 jam
setelah diminum, pasien mungkin belum menunjukkan tanda-tanda keracunan, walaupun
gejalanya mungkin berbeda secara individual.
Fase ketiga terjadi asidosis metabolik berat: Pada fase ini metanol telah dimetabolisme
menjadiasam format dan menyebabkan metabolik asidosis (meningkatnya keasaman darah),
yang dapat menyebabkan mual, muntah, pusing, dan mungkin sudah mulai ada tanda-tanda
gangguan penglihatan.
Fase keempat adalah toksisitas pada mata, diikuti dengan kebutaan, koma, dan mungkin
kematian: Gangguan visual/penglihatan umumnya terjadi pada 12-48 jam setelah minum, dan
range-nya bervariasi, dari mulai tidak tahan cahaya (fotofobia), kabur atau berkabut, sampai
kebutaan.
Apa yang harus dilakukan jika terkena paparan metanol?
Pertama, tentu harus membersihkan dari dari paparan. Jika terkena pada kulit, segera cuci daerah
yang terkena dengan air hangat dan sabun sedikitnya selama 10-15 menit. Jika terkena paparan
metanol pada mata, maka cuci mata dengan cairan pencuci mata yang umum digunakan,
sedikitnya 10-15 menit. Jika terhirup atau tertelan, segera minta bantuan kesehatan dari dokter
untuk dilakukan usaha-usaha detoksifikasi. Salah satu cara detoksifikasi metanol adalah dengan
menggunakan etanol dan sodium bikarbonat. Etanol memiliki afinitas (kemampuan mengikat)
enzim alkohol dehidrogenase 10-20 kali lebih kuat daripada metanol, sehingga mengurangi
pembentukan asam format sebagai hasil metabolisme metanol. Etanol dapat diberikan secara per-
oral dengan konsentrasi sampai 40%, atau melalui intravena dengan konsentrasi 10% dalam 5%
dekstrosa. Sedangkan sodium bikarbonat digunakan untuk mengurangi metabolik asidosis akibat
asam format.
Sifat-sifat Fisika Etanol
Adapun sifat-sifat fisika etanol adalah sebagai berikut (Perry,1999):
Berat Molekul : 46,07 gr/grmol
Titik Lebur : -112 0C
Titik didih : 78,4 0C
Densitas : 0,7893 gr/ml
Indeks bias : 1,36143 cP
Viskositas : 200C 1,17 cP
Panas penguapan : 200,6 kal/gr
Merupakan cairan tidak berwarna, jernih mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap (Ditjen
POM, 1979)
Sangat mudah larut dalam air, kloroform dan eter (Ditjen POM, 1979)
Sifat-Sifat Kimia Etanol
Etanol selain memiliki sifat-sifat fisika juga memiliki sifat-sifat kimia. Sifat-sifat kimia tersebut
adalah (Perry,1999) :
Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik
Mudah menguap dan mudah terbakar
Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkil halida dan air
CH3CH2OH + HC=CH CH3CH2OCH=CH2 + CO2
Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air
CH3CH2OH + CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O
Dehidrogenasi etanol menghasilkan asetaldehid
Mudah terbakar diudara sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang berwarna biru
muda dan transparan, dan membentuk H2O dan CO2.
Farmakokinetik etanol adalah sebagai berikut:
Absorpsi

Absorbsi oral etanol berlangsung secara cepat di lambung dan usus halus. Kadar puncak plasma
pada keadaan puasa dicapai dalam waktu 30 menit. Karena absorbsi berlangsung lebih cepat
pada usus halus daripada di lambung, penundaan pengosongan lambung dapat memperlambat
absorbsi etanol (Gunawan, 2012). Absorpi etanol dari saluran gastrointestinal selama 30 sampai
60 menit setelah ingesti. Perut menyimpan kurang lebih 20% dengan sisa dari absorpsi dalam
usus halus. Absorpsi etanol dari saluran gastrointestinal dapat diperlambat dengan beberapa
factor meliputi makanan, obat dan kondisi pengobatan yang menghambat pengosongan lambung
(Barile, 2005)

Distribusi
Distribusi berlangsung cepat, etanol tersebar secara merata ke seluruh jaringan dan cairan tubuh.
Volume of distribution (Vd) etanol kira-kira sama dengan total cairan tubuh (0,5-0,7 L/kg). pada
sistem SSP, kadar etanol meningkat secara cepat sebab otak menerima aliran darah yang banyak
dan etanol dapat melewati sawar darah otak (Gunawan, 2012)

Metabolisme

Metabolisme etanol berlangsung terutama di hati dan mengikuti kinetik zero order, artinya
jumlah yang dimetabolisme tetap persatuan waktu lepas dari tinggi rendahnya kadar. Alkohol
mengalami metabolisme presistemik oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH) di lambung dan
di hati. Oksidasi lakohol menjadi asetaldehid dilakukan oleh ADH, katalase, dan sitokrom P450.
Asetaldehid akan diubah secara cepat menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase yang ada di
sitosol dan mitokondria di hati. Penggunaan alkohol secara kronik meningkatkan kapasitas
metabolisme terhadap alkohol sendiri. Terdapat polimorfisme genetik dari ADH dan aldehid
dehidrogenase, variant memperlihatkan kemampuan katabolisme alkohol yang berbeda
(Gunawan, 2012).

Eksresi
Eksresi alkohol lewat paru-paru dan urin. Hanya 2-10% yang dieksresikan dalam bentuk utuh
(Gunawan, 2012). Lebih dari 90% etanol yang dicerna dioksidasi menjadi asetaldehid oleh hati
dan sel mukosa lambung.Dan 5-10% diekskresikan diubah melalui ginjal, paru-paru dan keringat
(Barile, 2005)
Prevalensi Kejadian Toksisitas

Para ahli banyak berpendapat mengenai akibat yang ditimbulkan etanol, diantaranya Dreisbach
(1971) menyatakan bahwa etanol akan menekan sistem saraf pusat secara tidak teratur
tergantung dari jumlah yang dicerna, dikatakan pula bahwa etanol secara akut akan
menimbulkan oedema pada otak serta oedema pada saluran gastrointestinal. Linder (1992)
menyatakan bahwa asetaldehid, yang merupakan senyawa antara alkohol dan asetat, bersifat
patogen jika dikonsumsi secara berlebihan. Lu (1995) menyatakan bahwa hipoksia atau zat
penyebab hipoksia (CO2 dan CO) dapat bersifat teratogen dengan mengurangi O2 dalam proses
metabolisme yang membutuhkan O2. Hal tersebut dapat menyebabkan oedema dan hematoma
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelainan bentuk. Menurut Alfin-Slater dan Aftergood
(1980); Linder (1992), konsumsi alkohol akan menyebabkan meningkatnya kadar laktat dalam
darah. Peningkatan laktat dalam darah dapat menekan ekskresi asam urat dalam urin dan
menyebabkan peningkatan asam urat dalam plasma (Lieber, 1992)

Mekanisme Toksisitas

Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya.
Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Hal tersebut dapat
disebabkan lebih pekanya suatu organ, atau lebih tingginya kadar bahan kimia dan metabolitnya
di organ Toksisitas merupakan sifat bawaan suatu zat, bentuk dan tingkat manifestasi toksiknya
pada suatu organisme bergantung pada berbagai jenis factor. Faktor yang nyata adalah dosis dan
lamanya pajanan. Faktor yang kurang nyata adalah species dan strain hewan, jenis kelamin,
umur, serta status gizi dan hormonal. Faktor lain yang turut berperan yaitu faktor fisik,
lingkungan dan sosial. Di samping itu, efek toksik suatu zat dapat dipengaruhi oleh zat kimia lain
yang diberikan bersamaan. Efek toksik dapat berubah karena berbagai hal seperti perubahan
absorpsi, distribusi, dan ekskresi zat kimia, peningkatan atau pengurangan biotranformasi, serta
perubahahan kepekaan reseptor pada organ sasaran (Lu, 1995).

Adapun mekanisme keracunan dari etanol yaitu (1) depresi SSP merupakan efek utama
keracunan etanol. Etanol memiliki efek aditif dengan depresan SSP lainnya seperti barbiturate,
benzodiazepine, antidepresi dan antipsikotik, (2) Hipoglikemia obat dapat terjadi karena
gangguan gluconeogenesis pada pasien dengan kondisi kehabisan simpanan glikogen, (3)
Keracunan etanol dapat menyebabkan pasien cenderung pada trauma dan kondisi kekacauan
metabolic sering terlihat pada pasien alkoholik (Gunawan, 2007)

Apabila konsentrasi etanol dalam darah 100 mg/dL (0,7 kg etanol murni) cukup untuk
menghambat gluconeogenesis dan menyebabkan hipoglikemia, namun belum menyebabkan
koma dan pada peminum baru, kadar 300 mg/dL sudah dapat menyebabkan oma, namun pada
alkoholik kronik pada 500-600 mg/dL, pasien masih dalam keadaan sadar yang ditandai dengan
gejala muntah, delirium dan depresi SSP (Gunawan, 2007)

Penggunaan alkohol sebagai minuman saat ini sangat meningkat di masyarakat. Pengunaan
alkohol terutama secara kronis dapat menimbulkan kerusakan jaringan hati melalui beberapa
mekanisme seperti melalui induksi enzim dan radikal bebas. Efek terhadap hati akibat
penggunaan alkohol secara akut tampaknya lebih ringan bila dibandingkan dengan pengunaan
alkohol secara kronis, namun data yang pasti belum ada. Alkohol/etanol merupakan zat kimia
yang akan menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh oleh karena akan mengalami proses
detoksifikasi didalam organ tubuh. Hati (liver/hepar) merupakan organ tubuh yang penting untuk
mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna/merugikan tubuh, termasuk alkohol/etanol. Hati
merupakan organ yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat zat-zat kimia atau
melebihi organ-organ lain. Hati memiliki satu kemampuan untuk memetabolisme dan
mengekresi beberapa zat-zat kimia. Meskipun mekanisme yang tepat mengenai pembuangan
toksikan-toksikan dari darah oleh liver masih perlu penelitian lebih lanjut, namun diduga
pengangkutan aktif dan pengikatan ke komponen-komponen jaringan merupakan mekanisme-
mekanisme yang mungkin digunakan oleh liver untuk membuang bahan-bahan toksis dari darah
(Mansur 2008).

Mabuk, inkoordinasi otot, penglihatan kabur, etil alkohol dapat membutakan. Kecepatan reaksi
terganggu, eksitasi, gangguan kesadaran sampai koma. Takikardia dan pernapasan lambat. Kadar
alkohol setinggi 80 mg% akan menyebabkan gambaran mabuk yang jelas. Kadar 300 mg%
berbahaya bagi kehidupan, tetapi toleransi dapat timbul pada individu yang terbiasa minum
alkohol, sehingga penilaian klinis penting sekali. Pada anak-anak dapat terjadi hipoglikemia
berat dan konvulsi (Gunawan, 2012)

Cara Penanganan

Adapun tindakan terapi simtomatik yaitu beri kopi tubruk. Emetik dengan mustard satu sendok
makan dalam air atau garam dapur (Gunawan, 2007). Hal terpenting pada pengobatan
intoksisitas akut alkohol ialah mencegah terjadinya depresi pernapasan yang berat dan
teraspirasinya muntahan. Bahkan dengan kadar alkohol darah yang sangat tinggi, pasien masih
mungkin hidup asalkan sistem pernapasan dan kardiovaskuler dapat ditunjang. Kadar rata-rata
alkohol darah pada kasus yang fatal ialah di atas 400mg%.

Hipoglikemik dan ketosis diatasi dengan pemberian glukosa. Pasien alkoholik yang mengalami
dehidrasi dan muntah-muntah harus diberikan larutan elektrolit. Bila muntah-muntah berat,
sejumlah besar kalsium mungkin dibutuhkan asal fungsi ginjal normal. Perlu diperhatikan akan
adanya penurunan kadar fosfat, yang dapat diperburuk dengan pemberian glukosa. Rendahnya
persediaan fosfat akan memperburuk penyembuhan luka, kelainan neurologik dan meningkatnya
resiko infeksi (Gunawan, 2012).

Penggunaan alkohol menyebabkan terjadinya toleransi dan ketergantungan. Penanganan


ketergantungan alkohol biasanya dilakukan dengan terapi psikososial, ditambah dengan
pemberian obat sebagai penunjang keberhasilan terapi. Obat yang digunakan adalah disufram
dan naitrekson (Gunawan, 2012).

Anda mungkin juga menyukai