Makalah
Disusun Oleh:
Destiana Ramadhanti (3335170077)
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dahulu kala cuka dihasilkan oleh
berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari
pembuatan bir atau anggur. Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah
dimulai sejak lama. Pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos
menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna,
misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris , yaitu suatu zat hijau campuran dari
garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan
sapa , sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa
mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus.
Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat
Romawi
Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir Ibnu Hayyan menghasilkan asam asetat
pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari
distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius
menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan
terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan
asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya
sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre Adet akhirnya
membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat
anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon
disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan
klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui elektrolisis
menjadi asam asetat.
2
Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh
dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan
kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam
asetat. (G.Rionugroho H.2012)
BAB II
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organic yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris
C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dengan bentuk CH3COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Asam asetat murni (asam asetat glacial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan meniliki
Asam asetat meerupakan salah satu produk industri yang banyak dibutuhkkan di
Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang dapat
diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit nenas, pulp kopi, pulp
coklat, dan air kelapa. Hasil fermentasi asam asetat sering disebut sebagai vinegar yang
berarti sour wine. Vinegar berasal dari bahasa Prancis, vindiger (vin=wine, digger=sour).
Definisi vinegar menurut Food and Drugs (FDA) USA, vinegar adalah jus apel yang
difermentasikan menjadi alkohol dan difermentasikan lebih lanjut menjadi asam asetat. Pada
saat ini cuka atau vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah anggur, apel, nira kelapa,
malt dan gula. Gula yang dipakai adalah sukrosa dan glukosa, dimana pembuatannya
melibatkan proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat secara berimbang. Komposisi
3
vinegar tergantung dari bahan baku, proses fermentasi menjadi alkohol dan fermentasi
alkohol menjadi asam cuka, pengeraman, serta penyimpanan.
Bahan-bahan baku yang digunakan untuk membuat asam asetat adalah sebagai berikut.
Pembuatan asam asetat dari air kelapa dilakukan dengan cara fermentasi dengan
menggunakan inokulum Acetobacter aceti dan ditambahkan dengan sedikit alkohol. Dalam
proses fermentasi asam asetat, diperlukan adanya aerasi. Hal ini dikarenakan proses
fermentasi yang berjalan adalah proses fermentasi aerobik sehingga bakteri memerlukan
oksigen agar dapat mengurai air kelapa menjadi alkohol. Setelah alkohol terbentuk, proses
fermentasi berlanjut pada pembentukan asam asetat. Proses ini berlangsung paling lama
sebelas hari.
Pembuatan asam asetat dari pulp cokelat (kakao) dilakukan dengan cara
malakukan fermentasi pulp kakao menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae dengan
penambahan urea dan sukrosa. Penambahan sukrosa dan urea ini dimaksudkan agar
pembentukan etanol menjadi lebih maksimal. Setelah etanol terbentuk, fermentasi kemudian
dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu fermentasi etanol menjadi asam asetat oleh bakteri
Acetobacter aceti.
Asam asetat adalah cairan tak berwarna dengan rumus kimia CH3COOH.
Memiliki titik leleh 16.5°C (289.6 ± 0.5 K) (61.6°F) dan mendidih pada 118.1°C (391.2 ±
0.6 K) (244.5°F), kerapatan 1,049g/mL pada 25oC dan flash point 39oC dan massa molar
60.05 g/mol . Dalam konsentrasi tinggi, asam asetat bersifat korosif, memiliki bau tajam dan
dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat
seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat
4
asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya
adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan
konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1. Asam asetat
bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas
hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat
diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa.
Contohnya adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir
semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:
Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa
kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk
memproduksi monomervinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat
5
juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat
lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.
Asam asetat dapat dihasikan dari senyawa C2H5OH (etanol) atau buah-buahan yang
mengandung senyawa tersebut melalui proses oksidasi biologis yang menggunakan
mikroorganisme. Etanol dioksidasikan menjadi acetaldehid dan air. Asetaldehid dihidrasi
yang kemudian dioksidasikan menjadi asam asetat dan air.
Mekanisme pembentukan asam asetat yaitu: Bakteri asam asetat dapat menggunakan
oksigen sebagai penerima elektron, urutan reaksi oksidasi biologis mengikuti pemindahan
hidrogen dari substrat etanol, enzim etanol dehidrogenase dapat melakukan reaksi ini karena
mempunyai system sitokrhom yang menjadi kofaktornya. Bakteri-bakteri asam asetat,
khusunya dari genus Acetobakter adalah mikroorganisme aerobik yang mempunyai enzim
intraselular yang berhubungan dengan sistem bioksidasi mempergunakan sitokhrom sebagai
katalisatornya.
Reaksi
oksidasi
6
Mekanisme Reaksi Katalis
Katalis Carbonylation terdiri dari dua komponen utama yaitu rhodium kompleks yang
larut dan iodida promotor. Hampir setiap sumber Rh dan I- akan bekerja dalam reaksi ini
karena akan dikonversi menjadi katalis [Rh (CO)2I2]- di bawah kondisi reaksi. Struktur
Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor dan
direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi
methanol menjadi metil iodide:
Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus
katalis rhodium yang terpisah. Ditangki ini bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm-
60 atm. Asetil iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan
CH3COOH dan HI.
7
Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol
menjadi MeI yang akan masuk dalam proses reaksi dan melanjutkan siklus. Sedangkan
asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurinian untuk dipisahkan dari pengotor
yang mungkin ada seperti asam propionate. Pemurnian dilakukan dengan cara destilasi.
SKALA INDUSTRI
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di Texas City.
Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang rendah. Bahan dasar
dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah methanol. Prinsip pembuatannya
ialah methanol direaksikan dengan gas CO menghasilkan asam asetat difasilitasi katalis
rhodium. Sebelumnya pembuatan asam asetat dengan teknik BASF dapat dilakukan dengan
menggunakan katalis iodinepromotedkobalt, namun kurang efektif dalam hal biaya karena
katalis ini bekerja pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2. Sedangkan katalis rhodium
bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2. Katalis rhodium menghasilkan asam asetat
sampai 99% sedangkan katalis iodinepromotedkobalt hanya sekitar 90 % saja. Mekanisme
kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap, mekanisme reaksinya dapat dilihat
pada gambar berikut :
8
Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
Pertama methanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida. Setelah
itu, metal iodide masuk dalam tangki reactor bereaksi sengat katalis kompleks iridium
dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I- akan keluar dari kompleks
9
digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I] (gambar. 3), struktur ini
kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan dengan CH3
(gambar 4). Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I-
di sekitar kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan bereaksi
kemudian dihidrolisis menghasilkan asam asetat (CH3COOH) dan asam halida (HI). Dimana
HI yang terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan methanol membentuk
Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam asetat yang terbentuk belum
murni. Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor maka dilakukan destilasi.
Salah satu contoh dari bakteri asam asetat adalah Acetobacter. Di bawah ini akan
dijelaskan klasifikasi ilmiah Acetobacter, yakni sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Order : Rhodospirillales
Genus : Acetobacter
A.cerevisiae A.orientalis
A.estunensis A.pasteurianus
A.liquefaciens A.pomorum
A.malorum A.tropicalis
10
A . ni tr og en if ig ens A.Xylinus
- Bakteri asam asetat berbentuk batang pendek yang mempunyai panjang 2 mikron
dengan permukaan dinding yang berlendir.
- pH pertumbuhan optimal bakteri ini adalah 6,0 dengan kisaran pH 5,0 – 7,0 dan
etanol yang ada akan dioksidasi menjadi asam asetat pada pH 4,5.
- Mekanisme fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua yaitu fermentasi alcohol
dan fermentasi asam asetat.
Asam asetat merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau asam yang tajam.
Asam asetat mempunyai berat jenis 1,049 dan titik didih 118,10C pada tekanan 1 atm. Daya
larut yang dimiliki sebanding dengan air, alcohol, gliserol, eter pada suhu kamar. Asam
asetat tidak dapat larut pada karbon disulfat.
Pembuatan asam asetat secara fermentasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu fermentasi
alcohol dan fermentasi asam asetat oleh bakteri asam asetat pada larutan yang mengandung
alcohol.
Fermentasi asam asetat sangat tergantung pada kadar alcohol substrat dan aerasi.
Bila kadar alcohol 14% atau lebih maka akan terbentuk suatu lapisan zooglea yang dapat
mengakibatkan sukarnya proses oksidasi sehingga tidak semua alcohol dapat teroksidasi
11
menjadi asam asetat. Bila kadar alcohol kurang dari 2% maka ester dan asam asetat yang
terbentuk akan teroksidasi menjadi asam, air, dan karbon dioksida. Pada substrat dari air
kelapa alcohol yang baik tidak lebih dari 6% dengan aerasi sekurang-kurangnya 0,08 vvm.
Mekanisme fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua, yaitu fermentasi alkohol dan
fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol, mula-mula gula yang terdapat pada
bahan baku diubah oleh khamir menjadi alkohol dan CO2, yang berlangsung secara
anaerob. Setelah alcohol dihasilkan maka segera dilakukan fermentasi asam asetat, dimana
bakteri asam asetat akan mengubah alkohol menjadi asam asetat secara aerob. Setelah
terbentuk asam asetatmaka fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi fermentasi
lebih lanjut oleh bakteri pembusuk, yang dapat menimbulkan kerusakan. Secara teoritik dari
1 g glukosa akan dihasilkan 0,5 g etanol yang kemudian akan diubah menjadi 0,67 g asam
asetat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi asam asetat antara lain
adalah sebagai berikut :
Suhu
pH
Konsentrasi inokulum
Kecepatan aerasi
Konsentrasi etanol
Dll
12
2.10 Aplikasi Bakteri Asam Asetat
Acetobacter aceti. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang
mengoksidasi alkohol sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang
menyebabkan tapai yang melewati dua hari fermentasi akan menjadi berasa masam.
Penelitian menggunakan bahan kimia bermutu tinggi (pure analysis) buatan E. Merk
Darmstadt dan Bacto, meliputi : pepton, ekstrak khamir, glukosa, agar-agar, CaCO3, etanol
dan aquades. Bahan baku air kelapa diperoleh dari pasar tradisional. Biakan murni bakteri
yang digunakan adalah Acetobacter aceti FNCC 0016 (IFO 3283), yang berasal dari
Laboratorium Mikrobiologi P.A.U. Pangan dan Gizi Universitas Gajah mada Yogyakarta.
Bahan analysis berupa Aquades, larutan NaOH 0,1 N, dan larutan pp 1%.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi : autoklaf, oven, kompor, panci,
erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, timbangan, saringan, gelas ukur, stirrer magnetik,
13
stalagmit, sentrifuge, lampu bunsen, kolom bio-oksida yang dibuat dari pipa PVC dengan
diameter kolom 4,8 cm, 5,8 cm, 7,0 cm dengan tinggi kolom 25,35 dan 45 cm.
RANCANGAN PENELITIAN
Faktor I : Tinggi partikel dalam kolom (T),terdiri dari 3 level. T1 = 16 cm, T2 = 25 cm, T3
= 34 cm.
Faktor II : Kecepatan Aerasi (A), terdiri dari 3 level. A1 = 0,06 vvm, A2 = 0,007 vvm, A3 =
0,008 vvm.
SKALA LABORATORIUM
PELAKSANAAN PENELITIAN
Pembuatan Media
Miring
Pembuatan
14 Inokulum
Aerasi
Analisis
Bahan-bahan pembuatan media cair untuk aktifasi meliputi: pepton 4 g/l, glukosa 10
g/l, yeast extract 10 g/l, etanol 20 ml/l. Bahan bahan tersebut dicampur dan dilarutkan dalam
air suling panas, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15-20
menit.
c. Pembuatan Inokulum
Kultur murni Acetobacter aceti yang telah diremajakan dan diinkubasi selama 48 jam
dipindah dalam erlenmeyer yang berisi media cair aktivasi sebanyak 100 ml secara aseptis.
Kultur dalam media cair aktivasi tersebut diaduk dengan menggunakan stirrer magnetik pada
suhu ruang selama 48 jam, selanjutnya digunakan sebagai inokulum.
15
Penentuan kecepatan aerasi yaitu 0,06 vvm, 0,007 vvm dan 0,008 vvm merupakan
faktor perlakuan dari penelitian yang dilakukan. Aerasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
mikroba akan O2 pada konsentrasi tertentu sesuai dengankharakteristik mikriba yang
digunakan yaitu Acetobacter aceti. Aerasi atau aliran udara yang dibutuhkan berasal
dari air pump yang disaring menggunakan larutan NaOH pekat agar udara yang mengalir
tidak mengandung mikrobia, gas CO2 dan CO. Aliran udara tersebut dihubungkan
dengan menggunakan pipa plastik ke kolom biooksidasi. Penentuan kecepatan aerasi
dilakukan dengan menghitung volume udara per satuan waktu untuk volume larutan
pada medium yang difermentasikan. Pada pendahuluan dengan sistem batch dilakukan
untuk mencari kecepatan aliran substrat yang ditambahkan pada kultur kontinyu dan
menentukan rentang yang optimum pada masing- masing perlakuan, yang akan dugunakan
untuk penelitian lanjutan.
Tahapan yang dilakukan untuk penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut : air
kelapa yang berasal dari pasar Dinoyo, sebelum digunakan disaring terlebih dahulu,
kemudian dimasak pada suhu 70oC selama 5 menit dan didinginkan. Setelah dingin
dimasukkan dalam kolom bio-oksidasi sebanyak 450 ml, yang telah berisi partikel (kerikil)
dengan diameter yang relatif sama •} 1 cm secara aseptis. Kolom bio-oksidasi yang telah
berisi air kelapa yang telah berisi air kelapa kemudian ditambahkan inokulum Acetobacter
aceti sebanyak 10% dari total volume substart dan ditambahkan alkohol dengan kadar 6%
v/v dan selanjutnya difermentasi selama 2 minggu dengan kecepatan aerasi 0,05, 0,06 dan
0,07 vvm dengan tinggi partikel dalam kolom 20 cm.
16
kecepatan aerasi sebanyak 3 level 0,06, 0,07, 0,08 vvm dengan volume penambahan substrat
pada kolom bio-oksidasi sebanyak 38,15 ml/hari atau 1,59 ml/jam.
ANALISIS KEPUTUSAN
Di dalam melihat hubungan antar regresi dengan respon di atas dengan penguraian
perlakuan ke dalam komponen linier, kudratik dan seterusnya hingga komponen berderajat
K, maka penentuan derajat hubungan dapat ditentukan melalui uji pengaruh perlakuan yang
diuraikan ke dalam komponen-komponen regresi melalui analisis ragam. Jika pada analisa
tersebut ternyata komponen linier, kuadratik dan kubik (misalnya) nyata pada taraf α = 0.01
atau α = 0,05, maka derajat-derajat tersebut yang kita gunakan pada persamaan regresi
untuk respon tadi (Yitnosumarto, 1993). Apabila dari persamaan yang diperoleh tidak
menunjukkan respon maksimum/optimum dalam hal ini respon bersifat linier, berarti
perlakuan yang dicobakan masih memberikan kenaikan atau penurunan yang proporsional.
Di dalam mendapatkan kondisi optimum maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan perlakuan yang berbeda dengan selangperlakuan yang didasarkan pada persamaan
regresi yang diperoleh dari penelitian yang pertama. Langkah selanjutnya adalah mencari
perlakuan mana yang berbeda nyata satu sama lain dalam mencari perlakuan yang
memberikan hasil paling tinggi terhadap parameter yang dicobakan, salah satunya dengan
menggunakan uji BNT.
Nilai rata-rata jumlah asam asetat yang terbentuk berkisar antara 0.44 sampai dengan
1,12 g per hari. Jumlah asam asetat yang terbentuk per hari, terendah diperoleh dari
kombinasi perlakuan tinggi partikel dalam kolom 16 cm dan kecepatan aerasi 0,06 vvm dan
jumlah asam asetat yang terbentuk (per hari) tertinggi diperoleh dari tinggi partikel dalam
kolom 34 cm dan kecepatan aerasi 0,08 vvm. Hasil analisis permukaan respon dengan
menggunakan model regresi polynomial diketahui dari ASR model ortogonal polynomial
(Lampiran 8b), diperoleh persamaan : Y = 0,65 + 0,55 X1 + 0,36 X2. Hasil ASR
menunjukkan bahwa perlakuan tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan aerasi
memberikan pengaruh nyata dan kombinasi/interaksi dari keduanya tidak berpengaruh nyata.
17
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organic yang
dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai
senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan
sebagai bahan untuk memproduksi monomervinil asetat (vinyl acetate monomer,
VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida
asetat dan juga ester.
Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi asam asetat antara
lain adalah sebagai berikut : Suhu, pH, Konsentrasi inokolum, kecepatan aerasi,
dan konsentrasi etanol.
Adapun bakteri yang digunakan dalam fermentasi Asam asetat, yaitu :
Acetobacter aceti. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang
mengoksidasi alkohol sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada
ragi tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati dua hari fermentasi akan
menjadi berasa masam, Acetobacter xylinum Bakteri ini digunakan dalam
pembuatan nata de coco. Xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang
dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang
dipermukaan substrat. Beberapa bakteri asam asetat seperti Acetobacter xylinum,
A. aceti, A. pasteurianus, dll berperan dalam pembuatan kombucha atau yang
18
lebih akrab dikenal dengan jamur teh, atau jamur dipo adalah fermentasi teh
menggunakan campuran kultur bakteri dan khamir sehingga diperoleh citarasa
asam dan terbentuk lapisan nata.
DAFTAR PUSTAKA
Tyasning, R. 2006. Pengaruh Pengadukan, Aerasi dan Konsentrasi Etanol Pada Pembuatan
AsamAsetat Dengan Metoda Kultur Terendam. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia.
Universitas Lampung.
Irnia Nurika dan Nur Hidayat dari fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
20