Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FARMAKOLOGI I

PATOGENESIS ARITMIA

Nama : Kiki Ayu Apsari

NIM : 201510410311036

Kelas : SA Farmakologi 1
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Aritmia adalah irama yang bukan berasal dari nodus SA atau irama yang tidak teratur
sekalipun berasal dari nodus SA atau frekwensi kurangdari 60 kali/menit (sinus
bradikardi atau lebih dari 100 kali/menit, serta terdapat hambatan impuls
supra/intraventrikular.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari aritmia?
2. Bagaimana pathogenesis dari aritmia?
3. Apa obat-obat antiaritmia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari aritmia
2. Untuk mengetahui pathogenesis dari aritmia
3. Untuk mengetahui obat-obat anti aritmia
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
infark miokardium. Aritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. Aritmia timbul akibat
perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas
listrik sel. Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung
tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi .Aritmia adalah irama yang
bukan berasal dari nodus SA atau irama yang tidak teratur sekalipun berasal dari nodus
SA atau frekwensi kurangdari 60 kali/menit (sinus bradikardi atau lebih dari 100
kali/menit, serta terdapat hambatan impuls supra/intraventrikular).

2.2 Pathogenesis Aritmia


Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu gangguan pembentukan
impuls dan gangguan penghantaran impuls. Gangguan penghantaran impuls meliputi
gangguan pembentukan impuls disinus, pembentukan sinus diatria (aritmia atrial),
pembentukan impuls dipenghubung AV (aritmia penghubung), pembentukan impuls
diventrikel (aritmia ventrikel). Sedangkan gangguan penghantaran impuls meliputi blok
sino atrial, blok atrio ventrikuler dan blok intra ventrikuler.
Patogenesis yang mendasari terjadinya aritmia adalah:
1. Aritmia karena gangguan pembentukan impuls
a. Automatisitas normal yang berubah
Aktivitas parasimpatik mengurangi kecepatan pembentukan impuls pacemaker
dengan melepaskan acetylcholine (Ach) sehingga terjadi hiperpolarisasi sel melalui
peningkatan konduktansi kanal K (IK-Ach). Selain itu juga mengurangi aktivitas kanal
Ca (ICa-L) dan aktivitas kanal Na funny (If ) sehingga semakin memperlambat
pembentukan impuls. Sebaliknya aktivitas simpatik meningkatkan kecepatan
pembentukan impuls sinus. Katekolamin meningkatkan permeabilitas kanal Ca tipe
L (Ica-L) sehingga aliran ion Ca men
ingkat. Selain itu, terjadi peningkatan arus Na melalui kanal Na funny (If) sehingga
kemiringan fase 4 repolarisasi meningkat.

Gangguan metabolik seperti hipoksia dan hipokalemia dapat menyebabkan


peningkatan automatisasi normal karena terjadi hambatan pompa Na/K sehingga
arus repolarisasi dasar berkurang dan meningkatkan kemiringan depolarisasi
diastolik fase 4. Sementara itu, kondisi degeneratif yang mempengaruhi sistem
konduksi jantung berupa supresi pacemaker sinus menyababkan bradikardi atau
bahkan sinus arrest. Pacemaker laten dapat manifes jika terjadi supresi pada
automatisitas sinus.
b. Pembentukan Impuls Abnormal
Automatisitas Abnormal
Pada kondisi normal sel otot atrial dan ventricular bersifat non pacemaker
sehingga tidak melakukan aktivitas spontan. Kondisi yang menggeser
maximal potential threshold (MDP) sel non pacemaker menuju potensial
threshold memungkinkan pada sel tersebut terjadi automatisitas. Pergeseran
MDP dipengaruhi oleh peranan berbagai perubahan aliran ion, yang akhirnya
menyebabkan depolarisasi terkait penurunan konduktansi kalium.
Automatisitas abnormal dapat terjadi pada kasus peningkatan kadar kalium
ekstrasel, penurunan pH intrasel dan katekolamin yang berlebihan. Pada sel
nonpacemaker yang terkondisikan terdepolarisasi konstan pada -10 sampai -
60 maka dapat timbul potensial aksi spontan atau automatisitas abnormal
(depolarization induced automaticity). Frekuensi intrinsik dari automatisitas
abnormal tergantung pada kondisi potensial membran, semakin besar kondisi
stimulus depolarisasi semakin cepat frekuensi automatisitas. Berbeda dengan
peningkatan automatisitas normal, pada automatisitas abnormal berciri
kurang sensitive terhadap overdrive suppression walaupun pada kondisi
tertentu dapat teramati.
Trigerred activity (TA)
terjadi setelah inisiasi impuls karena afterdepolarisasi (oskilasi potensial
membran selama atau segera setelah potensial aksi). Afterdepolarisasi hanya
terjadi jika ada potensial aksi yang mendahului (sebagai trigger) dan bila
sudah mencapai potensial threshold akan membentuk potensial aksi yang
baru. Hal ini dapat sebagai sumber terpicunya respon baru, menjadi potensial
aksi tersendiri. Berdasarkan kaitan temporal, afterdepolarisasi dideskripsikan
menjadi dua tipe yaitu early after depolarizations (EADs) dan delayed after
depolarizations (DADs). EADs terjadi selama fase 2 dan 3 dari potensial aksi
sedangkan DADs terjadi setelah lengkapnya fase repolarisasi.

Early after-depolarization : depolarisasi sekunder yang terjadi


sebelum repolarisasi selesai, yaitu berawal pada potensial
membrane yang dekat kepada dataran tinggi potensial aksi.
Delayed after-depolarization : depolarisasi sekunder yang
terjadi pada awal diastole yaitu setelah repolarisasi penuh
dicapai.
Trigerred Activity Diinduksi DADs
DADs adalah oskilasi voltase membran yang terjadi setelah lengkapnya
repolarisasi dari potensial aksi yaitu selama fase 4. Oskilasi disebabkan oleh
berbagai kondisi yang meningkatkan konsentrasi Ca intraseluler diastolik
sehingga terjadi overload Ca (Ca mediated oscillation). Jika mencapai
threshold stimulasi tertentu maka dapat memicu pembentukan potensial aksi
baru atau timbul trigerred activity.

Munculnya DADs pertama kali diamati pada serabut Purkinje yang dipapar
kadar toksik digitalis. Inhibisi pompa ion Na/K ATPase menyebabkan
akumulasi Na intrasel yang memicu masuknya Ca melalui mekanisme Na-Ca
exchanger (NCX). Akibatnya terjadi overload Ca intrasel sehingga terjadi
arus masuk sementara ke dalam sel melalui kanal nonspesifik tergantung Ca
(Ca-dependent nonspecific channel) dan terjadilah DADs. Saat ini diketahui
bahwa overload Ca intrasel dapat terjadi selain mekanisme inhibisi pompa
ion Na/K ATPase. Stimulus lain yang menyebabkan overload Ca intrasel
adalah katekolamin, iskemia, hypertofi, hipokalemia dan hiperkalemia.
Trigerred Activity Diinduksi EADs
EADs adalah oskilasi potensial yang terjadi selama plateu potensial aksi
(EADs fase 2) atau selama repolarisasi akhir (EADs fase 3). Kedua tipe dapat
muncul pada kondisi eksperimental yang sama namun secara morfologi
berbeda terkait perbedaan mekanisme ionik yang mendasari. EADs fase 2
tampaknya berhubungan dengan aliran masuk Ca lewat kanal CA tipe L
(ICa-L), sementara EADs fase 3 adalah hasil dari aliran listrik yang terjadi
saat repolarisasi atau karena rendahnya aliran masuk kalium (IKI).

2. Aritmia yang disebabkan kelainan konduksi impuls


a. Impuls Block
Perlambatan atau blok konduksi terjadi ketika impuls yang menjalar gagal untuk
dihantarkan. Berbagai faktor aktif dan pasif pada membran menentukan kecepatan
dan suksesnya konduksi. Misalnya adalah faktor efikasi impuls yang menstimulasi
dan eksitabilitas jaringan dimana impuls dihantarkan. Gap junction berperan penting
dalam cepat dan suksesnya konduksi impuls.

Umumnya blok konduksi impuls terjadi pada frekuensi impuls yang tinggi
sebagai akibat dari recoveri yang tidak lengkap dari kondisi refraktori. Ketika
suatu impuls berikutnya sampai pada jaringan yang masih dalam periode
refraktori maka impuls tidak dapat dihantarkan atau dihantarkan dengan
aberasi. Hal ini merupakan mekanisme khas yang menjelaskan beberapa
fenomena seperti blok konduksi berkas cabang dari denyut premature,
fenomena Ashman selama atrial fibrillation (AF) dan acceleration dependent
aberration. Bradikardia atau deceleration dependent block diduga
disebabkan berkurangnya eksitabilitas pada interval diastolik yang panjang
dengan berkurangnya amplitude potensial aksi. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi konduksi, termasuk frekuensi, tonus otonom, obat (misal Ca
channel blocker, digitalis, adenosine/adenosine trifosfat) atau proses
degeneratif (dengan mengubah fisiologi jaringan dan kapasitas untuk
konduksi impuls).

b. Kemaknaan Re-entry
Ketika impuls normal dari nodus sinoatrial telah menjalar ke seluruh ventrikel maka
ventrikel akan masuk ke periode refraktori. Selanjutnya impuls akan berhenti dan tidak
akan menjalar lebih jauh lagi. Apabila terdapat serabut otot tertentu yang tidak
teraktivasi saat inisial impuls menjalar (misal damaged area), maka bagian tersebut
dapat lebih dullu mengalami recoveri eksitabilitasnya sebelum impuls menghilang.
Akibatnya bagian tersebut dapat berperan sebagai penghubung untuk terjadinya
reeksitasi di area lain yang sebelumnya terdepolarisasi saat penjalaran impuls inisial
tetapi telah recoveri. Reentry terjadi ketika impuls yang menjalar gagal menghilang dan
kemudian mereeksitasi jantung yang telah selesai periode refraktorinya. Karena terjadi
penjalaran berulang impuls yang kembali lagi ke tempat asal untuk mereaktivasi, maka
fenomena ini disebut reentry, reentrant excitation, circus movement, reciprocal/echo
beats, atau reciprocating tachycardia.
Reentry dibagi menjadi dua kelompok yaitu anatomical/classic reentry dan functional
reentry. Pada anatomical reentry terdapat struktur anatomi yang terlibat sedangkan pada
functional reentry terdapat hambatan fungsional tanpa kelainan struktur. Reentry adalah
mekanisme aritmia yang paling sering dijumpai di klinis.
Anatomical Reentry
Reentry dapaat terjadi saat impuls mempropagasi melalui lebih dari satu jalur
antara dua titik di dalam jantung dan jalur tersebut mempunyai
sifatelektrofisiologis yang heterogen. Sindrom Woff-Parkinson-White
(WPW), yang disebut sebagai suatu eksperimen alami. Pasien WPW
memiliki jalur-jalur tambahan diantar atrium dan ventrikel. Pada tiap
depolarisasi nodus sinus, impuls dapat mengeksitasi ventrikel melalui
struktur normal (nodus AV) atau melalui jalur tambahan. Namun, sifat
elektrofisiologis nodus AV dan jalrjalur tambahan ini berbeda: jalur
tammbahan terdiri atas jaringan berespons cepat, sedangkan nodus AV
terdiri atas jaringan berespons-lambat. Oleh karena itu, pada denyut atrium
yang premature, penghantaran dijalur tambahan dapat gagal, sehingga
penghantaran nodus AV terus berlangsung (meskipun perlahan) dan
kemudian melalu system His-Purknje, tempat impuls yang mempropagasi
tersebut bertemu dengan ujung ventrikel pada jalur tambahan, ketika jalur ini
telah bersifat responsif kembali. Kemungkinan jalur tambahan menjadi
responsif kembali ikut meningkat seiring dengan melambatnya penghantaran
di nodus AV. Saat impuls masuk kembali ke atrium , impuls tersebut
selanjutnya dapat masuk kembali ke ventrikel melalui nodus AV, masuk
kembali ke atrium melalui jalur tambahan, dan seterusnya. Reentry tersebut
ditentukan oleh (1) adanya suatu sirkuit dengan anatomi tertentu, (2)
keragaman refrakteran di daerah-daerah sirkuit tersebut,dan (3) penghantaran
lambat disalah satu bagian dari sirkuit. Reentry anatomis tertentu yang
serupa sering muncul didaerah nodus AV (takikardi reentrant nodus AV) dan
di atrium (flutter atrium). Istilah takikardia supraventrikel paroksismal
(PSVT) mencakup reentry AV dan reentry nodus AV, yang keduanya
memiliki sifat-sifat klinis serupa. Dalam beberapa kasus tersebut, kini
identifikasi dan peniadaan bagian-bagian kritis jalur reentry (atau focus
automatis) secara nonfarmakologis dapat dilakukan, sehingga pasien dapat
sembuh dan menghindari kebutuhan terapi obat jangka panjang. Prosedur ini
dilakukan melalui kateter yang dimaskkan lebih jauh ke bagian jantung.
Pemulihannya tidak memerlukan waktu lama.
Reentry Fungsional
Reentry dapat terjadi walaupun tidak ada jalur yang jelas. Misalnya,
perubahan pada penggabungan sel-sel setelah infark miokardial aku pada
anjing menyebabkan takikardia ventrikel reentry (VT) yang sirkuitnya tidak
hanya bergantung pada cedera pascainfark tetai juga pada sifat penghantaran
jaringan jantung kearah longitudinal yang cepat atau kearah melintang yang
lambat Jika iskemia atau gangguan elektrofisiologis lain menyebabkan
timbulnya suatu daeerah ventrikel yang penghantarannya lambat, impuls
yang keluar dari daerah tersebut akan menemui miokardium lainnya dalam
keadaan dapat eksitasi ulang, sehingga fibrilasi dapat terjadi. Fibrilasi atrium
atau ventrikelmerupakan contoh reentry fungsional (atau model siklus
terkemuka): sel-sel mengalami eksitasi ulang segera setelah repolarisasi
yang cukup untuk memungkinkan sejumlah saluran Na+ pulih dari keadaan
tidak aktif. Pada keadaan ini, baik pola aktivasi terorganisasi maupun aktivasi
kontraksi tekoordinasi tidak muncul.
2.3 Mekanisme Kerja Obat Antiaritmia
Suatu aritmia dapat diakibatkan oleh berbagai mekanisme; misalnya, denyut
automatis atau picuan yang dapat menyebabkan aritmia reentry yang berlanjutan
pada pasien yang memiliki potensi sirkuit reentry. Obat dapat bersifat antiaritmia
dengan mensupresi mekanisme inisiasi atau dengan mengubah sirkuit reentrynya.
Namun, ada beberapa kasus, obat juga dapat mensupresi inisiator tetapi tetap
meningkatkan reentry.
Obat dapat memperlambat ritme automatis dengan mengubah salah satu
dari tempat penentu pelepasa pemacu spontan: potensial diastolic maksimum ,
kemiringan fase 4, potensial nilai ambang, atau durasi potensial aksi. Blok saluran
Na+ atau Ca2+ biasanya menyebabkan berubahnya nilai ambang, blok saluran K+
jantung akan memperpanjang potensial aksi, adenosin dan asetilkolin dapat
meningkatkan potensialdiastolic maksimum, dan antagonis reseptor -adrenergik
(-bloker) dapat mengurangi kemiringan fase 4.
Obat antiaritmia dapat memblok aritmia karena DAD atau EAD melalui
dua mekanisme utama: (1) penghambatan terjadinya pascadepolarisasi atau (2)
gangguan pada arus masuk dalam (biasanya melluui saluran Na+ atau Ca2+ yang
merupakan penyebab terjadinya lonjakan.
2.4 Penggolongan Obat Antiaritmia
1. Obat Antiaritmia Kelas I
Obat-obat kelas I dapat dibagi menjadi 3 kelompok sesuai efeknya
pada lamanya potensial aksi .
a. Obat-obat kelas IA: Obat ini memperlambat tingkat kenaikan
tingkat potensial aksi, sehingga memperlambat konduksi, dan
memperpanjang potensial aksi dan meningkat periode refrakter
efektif ventrikel. Obat-obat kelas
a. Kuinidin
Dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aritmia, yang
kemudian menjadi fibrilasi ventrikel yang fatal. Karena
potensi toksik kuinidin, kalsium antagonis seperti verapamil
semakin banyak menggantikan obat ini dalam klinik.
Mekanisme kerja: mengikat pada kanal natrium yang terbuka
dan tidak aktif dan mencegah aliran natrium masuk, sehingga
memperlambat upstroke yang cepat selama fase 0. Obat ini
juga mengurangi slope depolarisasi spontan fase 4.
Penggunaan dalam terapi: Kuinidin digunakan dalam
pengobatan berbagai macam aritmia, termasuk sambungan
atrial, AV dan takiaritmia ventikular. Kuinidin digunakan juga
untuk mempertahankan ritme sinus setelah kardioversi arus
langsung dan flutter atau firilasi atrium dan mencegah
takikardia ventricular yang sering terjadi.
Efek samping: terjadinya aritmia, mual, muntah, diare, dosis
besar dapat menginduksi gejala kinkonisme (sakit kepala,
tinnitus, penglihatan kabur, psikosis, disorentasi).
b. Prokainamid
Kerja: derivate anastesi prokain. Mempunyai kerja sama
dengan diperoleh dari kuinidin
Efek samping: Pada penggunaan kronis dapat menyebabkan
terjadinya efek obat yang tinggi termasuk sindrom
menyerupai LE . dapat menimbulkan asistole atau induksi
aritmia ventrikel. Efek samping obat pada SSP adalah depresi,
halusinasi dan psikosis.
c. Disopiramid
Kerja: mempunyai kerja yang serupa dengan kuinidin.
Disopiramid menghasilkan efek inotropic negative yang lebih
besar dari efek lemah yang dikeluarkan kuinidin dan
prokainamid. Disopiramid menyebabkan vasokontriksi.
Digunakan untuk pengobatan aritmia ventrikel sebagai pilihan
lain dari prokainamid dan kuinidin
Efek samping : mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur
dan konstipasi.
b. Obat-obat Kelas IB: mempunyai sedikit efeke terhadap kecepatan
depolarisasi, tetapi dapat mengurangi lama potensial potensial
aksi dengan memperpendek repolarisasi. Obat ini dapat
berinteraksi cepat dengan kanal natrium.
a. Lidokain
Efek: suatu anastesi local, memperpendek repolarisasi fase 3
dan mengurangi lama potensial aksi. Lidokain menekan
aritmia yang disebabkan oleh otomatisasi abnormal.
Penggunaan dalam terapi: berguna untuk aritmia ventrikel
yang timbul karena iskemia miokard seperti terjadi selama
infark miokard. Tidak memperlambat konduksi dank arena itu
, mempunyai efek yang kecil pada aritmia atrial atau
sambungan AV.
Efek samping: ngantuk, bicara terganggu, parestesi, agitasi,
kebingungan dan konvulsi, aritmia jantung dapat juga terjadi.
b. Meksiletin dan tokainid
Bekerja sama denga lidokain. Diberikan secara oral.
Meksiletin digunakan untuk pengobatan jangka panjang
aritmia ventricular yang ada hubungan dengan infark miokard
sebelumnya. Tiokainid digunakan untuk pengobatan
takiaritmia ventricular. Tokainid mempunyai toksisitas paru
yang dapat menyebabkan fibrosis paru.
c. Obat-Obat Kelas IC: menekan denan jelas kecepatan peningkatan
potensial aksi membrane, dan menimbulkan penghambatan
konduksi yang mencolok tetapi mempunyai efek yang kurang
selama potensial aksi membran atau periode refrakter efektif
ventricular. Obat terikat lambat pada kanal natrium.
a. Flekainid
Efek: menekan upstroke fase 0 dari serabut parkinje dan
miokard. Menyebakan konduksi yang sangat lambat pada
semua jaringan jantung, dengan efek minor pada lam potensial
aksi refrakter. Otomatisasi berkurang dengan peningkatan nilai
ambang potensial, bukan penurunan depolarisasi fase 4.
Penggunaan terapi: untuk pengobatan aritmia ventricular
refrakter. Berguna menekan kontraksi ventricular premature.
Mempunyai efek inotropic negative dan dapat memperberat
gagal jantung kongestif.
Efek samping: pusing, penglihatan kabur, sakit kepala dan
mual. Dapat memperberat aritmia yang sudah ada, yang akan
menimbulkan takikardia ventricular yang bebahaya yang
resisten terhadap pengobatan.
b. Propafenon
Memperlambat konduksi dalam seluruh jaringan otot jantung
dan dianggap sebagai obat antiaritmia spectrum luas.
2. Obat Antiaritmia Kelas II
Termasuk antagonis -adrenergik. Obat ini mengurangi depolarisasi
fase 4, sehingga memerlukan otomatisasi, memperpanjang konduksi
AV, menurunkan denyut jantung dan kontraksi. Berguna untuk
pengobatan takiaritmia yang disebabkan oleh karena peningkatan
aktivasi simpatik. Juga berguna untuk fibrilasi dan flutter atrium, dan
takikardia reentry nodus AV
a. Propanolol
Mengurangi terjadinya kematian aritmia mendadak setelah infark
miokard (penyebab kematian paling sering untuk kelompok
pasien ini). Angka normalitas dalam tahun pertama dikurangi oleh
propranolol. Sebagian mampu mencegah terjadinya aritmia
ventricular.
b. Metroprolol dan Pindolol
Propanolol adalah antagonis -adrenergik yang paing banyak
digunakan pada pengobatan aritmia jantung. Namun, obat-obat
khusus , seperti metoprolol mengurangi resiko bronkospasme,
dan obat-obat dengan aktivitas agonis parsial seprti pindolol dapat
mengurangi frekuensi gagal jantung.
c. Esmolol
Obat penyakit kerja singkat, digunakan untuk pemberian IV
pada aritmia akut yang terjadi selama pembedahan atau situasi
gawat darurat.
3. Obat-Obat Antiaritmia Kelas IV
Obat ini menghambat kanal kalium dan karenanya mengurangi arus
kalium keluar selama repolarisasi sel jantung. Obat ini
memprepanjang lama potensial aksi tanpa mengganggu depolarisasi
fase 0 atau potensial membran istirahat. Obat ini memperpanjang
periode refrakter efektif.
a. Sotalol
Cara kerja: menghambat arus kalium keluar yang cepat, yang
dikenal dengan pengoreksi lambat. Blokade ini memperpanjang
repolarisasi dan lama potensial aksi, sehingga memperpanjang
periode refrakter efektif.
Penggunaan terapi: Penyekat digunakan untuk terapi jangka
panjang. Penyekat mempunyai kemampuan yang baik untuk
menekan denyut ektopik dan menurunkan kebutuhan oksigen
miokard. Mempunyai antifrilasi yang kuat, terutam miokard yang
iskemik. Lebih efektif untuk mencegah aritmia ulangan dan dalam
penurunan mortalitas lebih baik daripada imipramine, meksiletin,
prokainamid propafenon, dam kuinidin pada pasien dengan
takikardia ventricular tetap.
Efek samping: mempunyai efek samping akut atau jangka panjang
terendah. Dengan invertal QT yang memanjang akibat semua
obat, sindrom torsade depointes, adalah efek samping berbahaya,
terlihat pada 3-4% pasien.

b. Bretilium
Efek elektrofisiologi tidak langsung atau langsung, yang paling
jelas adalah memerpanjang periode refraksi dan meningkatkan
intesitas arus listrik yang diperlukan untuk menuimbulan fibrilasi
ventricular dalam sistem His-Purkinje
Penggunaan terapi: dicadangkan untuk aritmia ventricular yang
sangat berbahaya terutama fibrilasi ventrikel ulangan atau
takikardia.
Efek samping: Hipotensi postural
c. Amiodarol: mengandung yodium dan ada hubungan langsung
tiroksin.mempunyai efek kompleks yang memperlihatkan kerja
obat kelas I,II,II dan IV. Efek dominannya adalah perpanjangan
lama potensi aksi dan refrakter. Mempunyai aktivitas antiangina
dan antiaritmia
Penggunaan terapi: efektif dalam pengobatan supraventikular
refrakter yang hebat dan antiaritmia ventikular. Penggunaan klinik
terbatas karena toksisitas.
Efek samping: fibrumo pulmonar, intoleransi saluran cerna,
tremor, ataksia, pusing, hiper- atau hipotiroid, erupsi kulit.
4. Obat-Obat Antiaritmia Kelas IV
Penyekat kalsium. Mengurangi arus masuk yang dibawa kalsium,
menyebabkan penurunan kecepatan depolarisasi spontan fase 4 dan
memperlambat konduksi yang terdapat dalam jaringan yang
bergantung pada arus kalsium seperti nodus AV. Meskipun kanal
kalsium yang sensitif voltase terdapat di berbagai jaringan, efek
utama penyekat kanal kalsium adalah otot polos vascular dan jantung.
a. Verapamil dan Diltiazem
Kerja: Kalsium masuk sel melalui saluran sensitif voltase dan
saluran yang diatur reseptor yang dikendalikan oleh pengikatan
antagonis, seperti ketakolamintterhadap reseptor membrane.
Penyekat kanal kalsium seperti verapamil dan diltiazem lebih
efektif terhadap kanal yang sensitif voltase, yang menyebabkan
penurunan arus masuk lambat yang menimbulkan ontraksi
jantung. Verapamil dan diltiazem terikat pada saluran depolarisasi
yang terbuka, sehingga menghindarkan repolarisasi sampai
disosiasi obat dari saluran tersebut. Obat ini bersifat use-
dependent yaitu menghambat denyut jantung yang cepat, karena
pada jantun yang normal, kanal kalsium harus mempunyai waktu
untuk repolarisasi , dan obat yang terdekat berdisosiasi dengan
kanal sebelum pulsus konduksi berikut. Dengan arus masuk yang
disebabkan kalsium, verapil dan diltiazem memperlambat
konduksi dan memperpanjang periode refrakter efektif dalam
jaringan yang tergantung pada arus kalsium seperti nodus AV.
Obat-obat ini efektif untuk mengobati aritmia dan harus
disebarkan ke jaringan jantung yang tergantung kalsium.
Penggunaan terapi: lebih efektif terhadap disritmia atrial daripada
disritmia ventricular. Obat-obat ini berguna untuk pengobatan
takikardia supraventrikular re-entry dan mengurangi detak
ventrikular pada flutter atrium dan fibrilasi. Selain itu, obat-obat
ini digunakan untuk mengobati hipertensi.
Efek samping: mempunyai sifat inotropik negatif dan karena itu,
kontraindikasi pada pasien dengan fungsi jantung dengan depresi.
Kedua obat dapat juga menyebabkan penurunan tekanan darah
yang disebabkan oleh vasodilatasi perifer.
5. Obat-Obat Antiaritmia Lain
a. Digoksin
Memperpendek periode refrakter pada sel-sel miokard atrium dan
ventrikel, dan memperpanjang periode refrakter efektif dan
mengurangi kecepatan konduksi dalam serat purkinje. Digoksin
digunakan untuk mengatur kecepatan respons ventrikel pada
fibrilasi atrial dan flutter atrium. Pada konsentrasi toksik, digoksin
menyebabkan detak ventricular ektopik yang mungkin
menyebabkan takikardia ventricular dan fibrilasi.
b. Adenosin
Adenosin adalah nukleosid alamiah, tetapi dengan dosis tinggi
obat menurunkan kecepatan konduksi, memperpanjang periode
refrakter, menurunkan otomatisme nodus AV. Adenosin IV
adalah obat pilihan untuk menghilangkan takikardia
supraventrikular akut. Obat ini mempunyai toksisitas rendah,
tetapi menyebabkan muka merah, nyeri dada dan hipotensi.
Adenosin bekerja sangat cepat (sekitar 15 detik)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aritmia merupakan kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan sistem
konduksi jantung. Aritmia didefinisikan sebagai gangguan pembentukan dan atau
penghantaran impuls. Aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu gangguan
pembentukan impuls dan gangguan penghantaran impuls. Gangguan irama jantung
atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium.
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman. 2007. Dorland's illustrated medical dictionary. Philadelphia,
PA: Saunders.
Mohrman D, Heller L .2006. Cardiovascular Physiology 6th ed McGraw Hill.
Gaztaaga L, Marchlinski FE, Betensky BP. 2012. Mechanisms of cardiac arrhythmias.
Rev Esp Cardiol.
Mycek J. Mary, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta. Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai