kehidupan manusia, baik dari nilai lingkungan, pertanian, ekonomi, pangan, dan
nilai penunjang lainnya. Salah satu nilai penunjang dari tumbuhan ialah
bahan obat ataupun bahan baku obat. Kandungan kimia dari tumbuhan sering
kimia lebih dikenal dengan senyawa kimia aktif. Senyawa kimia aktif ini
penyebaran dan jumlahnya dalam tiap bagian tumbuhan tidaklah sama (Ibrahim,
S., 1988).
kadar toksik dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan
tahun 1985 memprediksi bahwa sekitar 80% penduduk dunia telah memanfaatkan
peringkat kedua setelah Brazil (Mangunjaya, 2006). Hal tersebut menjadi potensi
yang besar untuk pengembangan obat baru. Lebih dari 1000 spesies tumbuhan
metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologis yang beraneka
ragam sehingga memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi
dengan nama kandis di Indonesia atau asam kandih (Sumatera Barat) dan cha
masyarakat pada hampir seluruh bagiannya, seperti batang, kulit batang, daun,
bunga, buah, akar, dan getah. Di Indonesia, buah kering asam kandis umumnya
digunakan sebagai bumbu masak, sedangkan di Thailand air seduhan dari kulit
(Darwati, dkk., 2009). Daun dan buah telah digunakan untuk memperlancar
peredaran darah dan pengencer dahak pada batuk pilek (Panthong, dkk., 2006).
kulit buah asam kandis sebagai bumbu rempah pada masakan rendang, sate
padang, gulai kepala ikan, kari, maupun gulai asam padeh ikan. Di samping itu,
olahan kulit buah tersebut dipercaya sebagai obat penurun kolesterol maupun
Beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa tanaman asam kandis
hampir semua bagiannya seperti pada akar, batang, kulit batang, daun, buah, dan
3
getahnya (Wahyuni, dkk., 2004; Mahabusarakam, dkk., 2005; Shen dan Yang.,
methyl-2-butenyl)-1,5,6-trihydroxy-3-methoxy-4-1(1,1-dimethyl-2 propenyl)-9H-
dkk., 2009), kowanol, kowasanton, dan norkowanin (Na Pattalung, dkk., 1994).
Dari kulit batang asam kandis berhasil diisolasi senyawa xanton tetraoksigenasi
(Dachriyanus, dkk., 2009), dan telah diisolasi juga senyawa rubraxanthone (Lee,
dkk., 1997; Mahabusarakam, dkk., 1983) yang memiliki aktivitas antimikroba dan
antioksidan (Dachriyanus dkk., 2003) dan juga sebagai antikanker terhadap sel
kowaxanton A-E, dan kowanin. Wahyuni, dkk. (2004) juga telah berhasil
Telah dilaporkan ekstrak heksana dan ekstrak kloroform kulit buah asam
kandis memiliki daya hambat potensial terhadap Aspergillus flavus ATCC 46283
(Jena, dkk., 2005). Ekstrak daun dan ranting asam kandis memiliki aktivitas
dkk., 2002).
4
Hingga saat ini, tumbuhan G. cowa masih terus diteliti karena tidak
hanya banyak digunakan secara tradisional tetapi juga menjadi sumber bahan obat
yang potensial. Hampir pada semua bagian tanaman ini sudah diteliti.
bagian kulit batang dan kulit buah yang banyak memberikan informasi terkait
sedikit pula informasi yang didapatkan pada bagian tumbuhan lainnya. Untuk itu,
peneliti ingin mengembangkan sumber senyawa kimia aktif pada salah satu
bagian tumbuhan lainnya yaitu daun. Hal ini dikarenakan ketersediaan daun di
alam sangatlah banyak dan jarang digunakan bila dibandingkan bagian tumbuhan
lainnya sehingga perlu dieksplorasi lebih lanjut. Hasil peneltian sebelumnya, telah
senyawa ini memiliki aktivitas sebagai agen sitotoksik terhadap sel kanker
aktif dari daun G. cowa namun dari fraksi yang berbeda yaitu fraksi heksana. Hal
ini dapat dilakukan karena diklorometana dan heksana memiliki tingkat kepolaran
yang berbeda. Kemudian, peneliti juga ingin menguji bioaktivitas dari hasil isolasi
yang didapatkan.
cara sokletasi ialah agar tercapainya ekstraksi senyawa secara sempurna dengan
5
pelarut yang sesuai sehingga akan didapatkan lebih banyak ekstrak bila
yang dituju dilakukan dengan cara kromatografi kolom yang dimonitor dengan
organoleptis, fisika, kimia, dan elusidasi struktur secara fisikokimia yang meliputi
adalah :
1. Apakah suatu senyawa metabolit sekunder hasil isolasi dari fraksi heksana
2. Bagaimana karakteristik suatu senyawa hasil isolasi dari fraksi heksana daun
3. Bagaimana bioaktivitas suatu senyawa hasil isolasi dari fraksi heksana daun
adalah:
2. Mengetahui karakteristik suatu senyawa hasil isolasi dari dari fraksi heksana
3. Mengetahui bioaktivitas suatu senyawa hasil isolasi dari fraksi heksana daun
hasil isolasi dari fraksi heksana daun Garcinia cowa Roxb. sebagai sumber bahan
2.1.1 Klasifikasi
Tumbuhan Garcinia cowa Roxb. dikategorikan sebagai berikut
(Tjitrosoemo, 1993) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferales
Famili : Guttiferae
Genus : Garcinia
Shan Zhu Zi, Yun Shu (Cina), Kowa Ganboji (Jepang), Kandis (Malaysia),
tersebar di Asia Tenggara dan Cina Tenggara (Song, dkk., 2013). Tumbuhan ini
8
termasuk pohon kecil hingga menengah, bercabang, hijau, tinggi batang 8-20 m
dengan diameter 15-30 cm, dan kadang-kadang 90 cm. Kulit batang berwarna
15 x 2,5-6,0 cm, hijau mengkilap, tebal, meruncing pada kedua ujung daun,
dengan 12-18 pasang tulang daun. Daun muda lembut, berwarna kemerahan
hingga perunggu (Lim, 2012). Bunga uniseksual, bunga uniseksual adalah bunga
betina berwarna kuning orange ditemukan pada akhir cabang dan bunga jantan
berukuran 2,5-6,0 cm, hijau ketika muda, dan kusam, dan kuning ketika masak
merupakan penanda kemotaksonomi untuk genus ini. Studi aktivitas biologis pada
cowa telah dilaporkan. Laporan sebelumnya pada daun segar, buah, dan kulit buah
kering dari G. cowa telah dilaporkan dan ditemukan bahwa (-)-hidroxycitric acid
methyl-2-butenyl)-1,5,6-trihydroxy-3-methoxy-4-1 (1,1-dimethyl-2-propenyl)-9H-
dkk., 2009), kowanol, kowasanton, dan norkowanin (Na Pattalung, dkk., 1994).
(1,1-dimethyl-2-propenyl)-9H-xanthen-9-one; 1,3,6-trihidroxy-7-methoxy-4-
2009).
kowaxanton A-E (Panthong, dkk., 2006). Pada getah berhasil diisolasi lima
Pada kulit, getah, dan akar telah digunakan sebagai agen antipiretik
(Mahabusarakam, dkk., 2005; Pathong, dkk., 2009), sedangkan buah dan daun-
10
bumbu masak. Di Thailand, air seduhan dari kulit batang asam kandis telah
digunakan untuk menurunkan panas. Tanaman asam kandis ini telah digunakan
oleh masyarakat baik berupa kulit batang, batang, buah daun, getah, bunga, dan
akar dalam berbagai bidang. Buahnya dapat dimakan sebagai manisan atau
penyedap masakan atau rempah-rempah. Daun dan buah juga telah digunakan
untuk memperlancar perederan darah dan pengencer dahak pada batuk pilek.
memiliki banyak khasiat baik pada kulit batang, batang, buah, akar, daun, bunga,
(T47D dan MCF-7) dan sel kanker paru-paru (H-460) (Darwati, dkk., 2009;
Wahyuni, dkk., 2015). Getah tumbuhan ini memiliki aktivitas sebagai antimalaria
(Panthong, dkk., 2006). Kulit buah G. cowa Roxb. memiliki efek sitotoksik
Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif, seperti Escherichia coli (Negi,
dkk., 2008) dan dapat menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus flavus ATCC
2.4.1 Ekstraksi
dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu biasanya dalam proses
ekstraksi senyawa organik bahan alam yang biasa digunakan antara lain
Ada beberapa metode ekstraksi sampel bahan alam, antara lain maserasi,
yang bersifat toksik memang harus dihindari, namun pelarut yang akan
yang semakin baik seperti dengan menggunakan vaccum freeze dryers dan
2.4.1.1.1 Maserasi
bahan cukup lama, penyarian kurang sempurna, dan pelarut yang digunakan
2.4.1.1.2 Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna
Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana
silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap
yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000). Perkolasi umunya digunakan
untuk mengekstraksi serbuk kering terutama simplisia yang keras seperti kulit
batang, kulit buah, biji, kayu, dan akar. Penyari yang digunakan umunya adalah
waktu yang dibutuhkan lebih lama dan jumlah penyari yang digunakan lebih
2.4.1.2.1 Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
2.4.1.2.2 Sokletasi
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomassa
ditempatkan dalam dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui
alat ini pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan mengosongkan isinya ke
dalam labu dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut
segar melawati alat ini melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung sangat
efisien dan senyawa dari biomasa secara efektif ditarik ke dalam pelarut karena
2.4.1.2.3 Digesti
metode ini adalah zat aktif yang tersari lebih bnayak dan waktu
2013).
2.4.1.2.4 Infus
RI, 2000). Metode ini digunakan untuk menyari kandungan aktif dari
simplisia yang larut dalam air panas. Penyarian dengan cara ini
menghasilkan sari yang tidak stabil, mudah tercemar oleh bakteri dan
jamur sehingga sari yang diperoleh harus segera diproses sebelum 24 jam.
(BPOM, 2013).
2.4.1.2.5 Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari
30OC) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). Dekok
antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan
akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak
16
kromatotron.
dilapiskan pada plat kaca atau aluminium dengan suatu pelarut (fasa
analisis dengan KLT, sampel dalam jumlah yang sangat kecil ditotolkan
elusi dan urutan kekuatan elusi beberapa pelarut yaitu air > metanol >
etanol > aseton > etil asetat > kloroform > dietil eter > metilen diklorida >
benzena > toluena > karbon tetraklorida > heksan > petroleum eter.
Identifikasi senyawa yang telah terpisah pada lapisan tipis dapat dilakukan
kolom silika gel untuk KLT (10-40 µm). Sebagai eluen digunakan
campuran pelarut dari yang non polar secara bertahap ke yang polar. Hasil
polar.
fraksinasi sampel dalam jumlah besar (10-50 g). Kolom yang digunakan
18
biasanya terbuat dari gelas dengan lapisan berpori pada bagian bawah.
terjadinya proses difusi karena ukuran silika gel yang biasanya digunakan
pada lapisan kromatografi KLT sebagai fasa diam dalam kolom yang halus
campuran pelarut polar dan non polar dengan perbandingan yang sesuai.
memisahkan komponen pada Retention Factor (Rf) kurang dari 0,3 pada
2.4.2.4 Kromatotron
gaya sentrifugal dan gravitasi. Dalam teknik ini digunakan silika gel untuk KLT
kromatografi lainnya, tetapi pemisahan akan berlangsung lebih cepat, oleh karena
ada gaya sentrifugal yang akan mempercepat proses penyerapan pelarut yang
dalam memilih jenis kromatografi, serta ketepatan pemilihan eluen yang sesuai.
ditampung dalam botol atau tabung dan dianalisis dengan lampu UV pada panjang
gelombang 254 atau 356 nm atau disemprot dengan reagen warna. Salah satu
reagen warna yang banyak digunakan antara lain serium sulfat yang dapat
mendeteksi hampir semua senyawa bahan alam, maupun reagen yang khusus
senyawa maupun Rf-nya yang sama digabungkan untuk dianalisis lebih lanjut.
noda tunggal pada beberapa uji KLT dengan menggunakan berbagai variasi eluen
yang berbeda. Adanya noda tunggal pada beberapa uji KLT tersebut menunjukkan
dalam larutan kloroform, kocok dan teteskan 1 ml asam sulfat pekat dengan
hati-hati ditambahkan dari sisi tabung reaksi. Jika berwarna coklat kemerahan
triterpenoid.
c. Uji Wagner (Yodium - kalium iodida dalam) : Beberapa tetes larutan Wagner
5. Uji Saponin (Foam Test) : 0.5 g ekstrak ditambahkan 5 ml air suling dalam
tabung reaksi. Larutan dikocok dengan kuat dan diamati terbentuknya buih
yang stabil. Buih itu dicampur dengan 3 tetes minyak zaitun dan dikocok
lebih mudah daripada elusidasi senyawa hasil isolasi. Oleh karena analisis
isolasi relatif lebih rumit karena struktur molekul yang sangat banyak
genus atau famili yang sama. Biasanya senyawa yang ditemukan dari
diperlukan data sifat fisik seperti kelarutan, titik leleh, maupun jenis
MS.
kompleks baik senyawa hasil sintesis maupun isolasi tidak cukup hanya
menggunakan data spektroskopi UV, IR, 1H NMR, 13C NMR, dan MS,
diketahui karbon yang mengikat proton dan karbon yang tidak mengikat
jarak dua atau tiga ikatan, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
analisis data 1H NMR dan 13C NMR, dengan memperhatikan data massa
3.2.1 Alat
berbagai ukuran, penangas air, labu ukur, pipet gondok, timbangan analitik,
timbangan, vial, botol 100 ml, aluminium foil, gelas ukur, piket ukur, pipa kapiler,
gelas beker, pipet tetes, plat tetes, batang pengaduk kaca, pinset, spatula, corong,
(Biorad/Digilab FTS-45), Spektrometer Varian Inova 13C RMI pada 125 MHz,
Spektromer Varian Inova 1H RMI pada 500 MHz, dan Fisher-John Melting Point
Apparatus.
3.2.2 Bahan
(bayclin), silika gel 60 PF 254 gipshaltig (Merck®), plat silika 60 GF245 nm,
asam klorida pekat, serbuk logam magnesium, larutan besi(III)klorida, asam asetat
kental metanol daun kering G. cowa Roxb. Ekstrak kental metanol diperoleh dari
5 gram daun kering G. cowa Roxb. Pada 5 ml ekstrak kental metanol tersebut
ditambahkan masing-masing 5-10 ml air suling dan kloroform lalu dikocok kuat
dan dibiarkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan air digunakan
untuk uji senyawa flavonoid, fenolik, saponin, dan alkaloid. Lapisan kloroform
Sekitar 1-2 tetes lapisan air pada plat tetes ditambahkan beberapa tetes
asam sulfat pekat dan sedikit serbuk logam magnesium. Terjadinya warna merah
Sekitar 1-2 tetes lapisan air pada plat tetes ditamahkan 1-2 tetes larutan
besi(III)klorida 1%. Bila terbentuk warna biru, berarti terdapat senyawa fenolik.
Lapisan air dalam tabung reaksi dikocok. Apabila terbentuk busa yang
Lapisan air atau lapisan kloroform (2-3 tetes) ditambah 1 tetes asam
sulfat pekat dan 1-2 tetes pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff. Positif
adanya alkaloid bila terbentuk endapan putih dengan pereaksi Mayer atau warna
Lapisan klorofom disaring melalui norit. Hasil saringan dipipet 2-3 tetes
dan dibiarkan mengering pada plat tetes. Setelah kering, ditambahkan 2 tetes asam
asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah berarti
positif adanya terpenoid dan warna biru atau hijau berarti positif adanya steroid.
disortasi basah setelah itu dijemur selama beberapa hari hingga kering. Setelah itu,
sampel yang sudah kering disortasi kering dan dirajang hingga berbentuk seperti
dalam alat soklet lalu dialiri dengan menggunakan pelarut heksana yang
ditampung dengan labu alas bulat dan proses ekstraksi dimulai dengan
soklet tepatnya pada sifon jernih. Ekstraksi dikatakan selesai jika tidak ada lagi
noda pada plat KLT yang dilihat di bawah lampu UV 254 nm pada hasil ekstraksi
terakhir yang diteteskan pada plat KLT atau juga menggunakan reagensia. Setelah
itu, hasil sokletasi berupa ekstrak diuapkan secara in vacuo dengan menggunakan
(KLT) menggunakan plat KLT silika gel 60 GF 254 nm dengan berbagai sistem
fase gerak. Setelah dilihat di bawah lampu UV 254 nm sebagai penampak noda
fase diam silika gel dan fase gerak yang sesuai. Namun biasanya, untuk proses
bertahap, yaitu heksana, DCM, etil asetat, dan metanol. Silika gel disuspensikan
dengan pelarut heksana dan diaduk homogen. Suspensi silika gel dimasukkan ke
dalam kolom kromatografi yang ujungnya telah dilapisi kapas sambil diketuk
dengan melarutkannya dalam heksana dan ditambahkan silika gel sama banyak,
lalu pelarutnya diuapkan dengan rotary evaporator sampai kering sehingga dapat
dikerok dengan spatula. Serbuk hasil preabsorpsi ini ditabur secara merata di atas
suspensi silika dalam kolom kromatografi dan dielusi dengan fase gerak
vial. Tiap fraksi dimonitor dengan KLT dan penampak noda lampu UV 254 nm.
31
Fraksi dengan pola noda yang sama digabung sehingga diperoleh beberapa fraksi.
Pemisahan fraksi dilanjutkan dengan fase diam dan fase gerak yang cocok, yang
dapat dilihat dengan memonitoring KLT fraksi yang akan dipisahkan. Bila fraksi
dan kemudian didesak oleh pelarut yang berbeda kepolarannya tergantung kepada
senyawa hasil isolasi diletakkan di atas lempengan kaca objerk kemudian ditutup
dengan lempengan kaca objek yang lain. Lempengan tersebut diletakkan di atas
alat pemanas pada alat. Kenaikan suhu diatur tiap 1OC per menit, Melalui kaca
pembesar, diamati perubahan fisik senyawa hasil isolasi. Jarak leleh dihitung
Pemeriksaan sifat kimia berupa reaksi kimia senyawa hasil isolasi dengan
pekat, dan reaksi dengan asetat anhidrat dalam suasana asam sulfat pekat.
Senyawa hasil isolasi dilarutkan dalam metanol dan direaksikan dengan pereaksi
dengan plat silika gel 60 GF 254 pada eluen yang sesuai. Pola noda dilihat di
Vis dengan menggunakan konsentrasi senyawa hasil isolasi dalam metanol yang
Agoes, G., 2007, Teknologi Bahan Alam (SF-2) ed. Revisi, Bandung: Penerbit
ITB
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2008, Acuan Sediaan Herbal Vol.4
Edisi 1, Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2013, Pedoman Teknologi Formulasi
Sediaan Berbasis Ekstrak Vol.2, Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan
Makanan
Dachriyanus, Dianita, R., dan Jubahar, J, 2003. Uji Aktivitas Senyawa
Antimikroba dan Antioksidan Senyawa Hasil Isolasi dari Kulit Batang
Tumbuhan Garcinia cowa Roxb., Jurnal Natur Indonesia. 11 (2): 109-114
Dachriyanus, Putri A., dan Rustini, Isolasi senyawa antimikroba dari kulit batang
Garcinia griffithii T. Anders, jurnal matematika dan ilmu pengetahuan
alam, 13(2), 2004, 114-118
Darwati, Bahti, H.H., Dachriyanus, Supriyatna, 2009, Santon Terpenilasi Aktif
Antioksidan dari Kulit Batang Garcinia cowa Roxb. Jurnal Bionatura,
Vol.11, No.2, Hal. 129-136
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV,
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat, Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Harborne, J.B. (2006). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (alih bahasa: Kosasih Padmawinata & Iwang Soediro).
Bandung : Penerbit ITB.
Hardjono Sastrohamidjojo. (2005). Kromatografi. Yogyakarta : Liberty
Harjono Sastrohamidjojo. (2007). Spektroskopi. Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Pavia, D.L, Lampman G.M, Kriz G.S, 2007, Introduction to
spectroscopy, Australia : Brook/Cole
Hostettman, K., Hostettman, M., & Marston, A. (1986). Cara Kromatografi
Preparatif. (Alih bahasa: Kosasih P). Bandung: ITB.
Izzaddin S.A., Rahmani, M., Sukari, M.A., Lee, H., & Ee, G.C.L. 2006, gamma
mangostin and rubraxanthone two potential lead compounds for
anticancer activity against CEM-SS Cell Line. Natural Product Science.
12 (3): 138-143
Jantan I., Pisar M., Idris Md.MS., Taher M., Ali RM., 2002, In vitro Inhibitory
Effect of Rubraxanthone Isolated from Garcinia parvifolia on Platelet-
Activating Factor Receptor Binding, Planta Med. 68L 1133-113
Joseph, G.S., Jayaprakasha, G.K., Selvi, A.T., Jena B.S., Sakariah, K.K., 2005.
Antiaflatoxigenic and Antioxidant Activities of Garcinia Extracts, Int. J.
Food Microbiol., 101, 153-160
Lee H. & Chan H. 1997. 1,3,6-trihydroxy-7-methoxy-8-(3,7-dimethyl-2,6-
octadienyl) xanthone from Garcinia cowa. Phytochemistry. 16: 20038-
20040.
Likhitwitayawuid, W,. Phadungcharoen T., Mahidol C., 1997, 7-O-
Methylgarcinone E from Garcinia cowa, Phytochemistry Vol 45, No.6,
pp. 1299-1301
Likhitwitayawuid, W ., Chanmahasathien, N., Ruangrungsi, Krungkrai J ., 1998,
Xanthones with antimalarial activity from Gracinia cowa, Planta med 64,
281-282
Lim, K.L., 2012, Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants Vol.2, Fruit,
Springer Dordrecht Heidelberg London New York
Mahabusarakam, W., Chairerk, P., Taylor, W.C., 2005, Xanthones from Garcinia
cowa Roxb. latex. Phytochemistry 66 (2005) 1148-1153
Murakami, A., Jiwajiinda, S., Koshimizu, K., & Ohigashi, H. 1995. Screening for
In vitro Antitumor Promoting Activities of Edible Plants from Thailand.
Cancer Lett. 95: 137-146
Na Patallung, P., Thongtheeraparp, W., Wiriyachitra, P., Taylor, W.C., 1994,
Xanthone of Garcinia cowa, Planta Med, 60 (4), 365-368
Na, Z., Song QS, Hu HB., 2013, A new prenylated xanthone from latex of
Garcinia cowa Roxb, Records Nat Prod 7: 220-224
Negi, P.S., Jayaprakasha, G.K., Jena, B.S., 2008, Antibacterial activity of the
extracts from the fruit rinds of Garcinia cowa and Garcinia pedunculata
against food borne pathogens and spoilage bacteria, LWT-Food Sci.
Technol., 41, 1857-1861
Panthong, K., Pongcharoen, S., Phongpaichit, Taylor, W.C., 2006,
Tetraoxygenated xanthones from the fruits of Garcinia cowa,
Phytochemistry 67: 999-1004
Ritthiwigrom, T., Laphookieo, S., Pyne, G., 2013, Chemical Constituents and
biological activities of Garcinia cowa Roxb. Maejo International Journal
of Sciences and Technology. 7 (2) : 212-231
Rullah, K., Dewi, R., Sia, S., Fadli, R., Fatria, D., Teruna, H.Y., Novita, G.,
Wahyuni, F.S., Dachriyanus, Potensi Kandis (Garcinia cowa Roxb)
Sebagai Herbal Antioksidan Alami
Shen, J., Yang, J.H., 2006, Two New Xanthones from the stems of Garcinia cowa,
Chem.Pharm.Bull. 54 (1) 126-128
Shen,J., Tian, Z., Yang, J.H., 2007, The constituents from the stems of Garcinia
cowa Roxb. and their cytotoxic activities, Pharmazie 62: 549-551
Silverstein R.M.; Webster F.X., 1998, Spectrometric, Identification of Organic
Compounds sixth edition,New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta: KANISIUS.
Song, Q., Na, Z., Hu, H., 2013. A new prenylated Xanthone from Latex of
Garcinia cowa Roxb. Academy of Chemistry of Globe Publications Mei
7:3, 220-224
Tjitrosoeomo, G., 1993, Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Trisuwan, K., Ritthiwigrom T., 2012, Benzophenone and xanthone derivatives
from the inflorescent of Garcinia cowa, Arch Pharm Res 35: 1733-1738
Wahyuni, F.S., Byrne L.T., Dachriyanus, Dianita R., Jubahar J., Lajis N.H., 2004,
A new ring-reducted tetraprenyltoluquinone and a prenylated xanthone
from Garcinia cowa, Aust J Chem doi:10.1002/chin.200431179
Wahyuni, F.S., 2009. Isolation, Characterization, adn Preliminary
Pharmacological Evaluation of Constituents of Garcinia cowa Roxb.
Disertasi. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.
Wahyuni, F.S., Shaari, K., Stanslas, J., Lajis, N., Dachriyanus, 2015, Cytotoxic
xanthones from the stem bark of Garcinia cowa Roxb, Journal of
Chemical and Pharmaceutical Research, 7 (1) : 227-23
.
30
Kromatografi
Fraksi-Fraksi
Rekristalisasi
Senyawa X