Anda di halaman 1dari 10

Praktikum Fitokimia

Identifikasi Senyawa Golongan Glikosida Saponin, Triterpenoid


dan Stereoid (Ekstrak Sapindus rarak DC.)
(Tugas 2)

Disusun Oleh:
Hera Nadila Pertiwi
201610410311014
Farmasi-A
Kelompok 3

Tim Pengampu Praktikum:


Drs. Herra Studiawan, M.Si.,Apt.
Siti Rofida, M.Farm.,Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm.,Apt.

Program Studi Farmasi


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang
2019
Tugas 2. Identifikasi Senyawa Golongan Glikosida Saponin, Triterpenoid Dan Steroid
(Ekstrak Sapindus rarak DC)

2.1 TUJUAN

Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida saponin


triterpenoid dan steroid tanaman.

2.2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman lerak (Sapindus rarak) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara
dan telah lama dikenal di Pulau Jawa. Buah lerak telah dikenal lama dan dipakai sebagai
bahan pencuci pakaian atau rambut. Walaupun penggunaannya sebagai bahan pencuci telah
terdesak oleh penggunaan detergen dari bahan kimia sintetik, senyawa aktif dalam buah lerak
dapat dimanfaatkan di bidang lain. Tanaman lerak berbentuk pohon tinggi mencapai ± 42 m
dan besar dengan diameter batang ± 1 m . Daun bentuknya bundar telur sampai lanset.
Perbungaan terdapat di ujung batang warna putih kekuningan. Bentuk buah bundar seperti
kelereng kalau sudah tua/masak warnanya coklat kehitaman, permukaan buah
licin/mengkilat. Bijinya bundar dan berwarna hitam. Antara buah dan biji terdapat daging
buah berlendir sedikit dan aromanya wangi (Widowati 2003 ).

Gambar biji tanaman lerak.


Adapun klasifikasi tanaman lerak sebagai berikut (USDA 1985) :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Sapindales
Suku : Sapindaceae
Marga : Sapindus
Jenis : Sapindus rarak

Lerak atau juga dikenal sebagai rerek (Jawa Barat) atau lamuran (Palembang) adalah
tumbuhan yang dikenal karena kegunaan bijinya yang dipakai sebagai deterjen tradisional.
Tanaman lerak tersebar di berbagai daerah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Tanaman ini belum dibudidayakan secara luas dan masih terbatas sebagai tanaman
sampingan (Widowati 2003). Budidaya tanaman lerak dapat dilakukan secara generatif
dengan biji. Buah lerak tersusun dalam tandan dengan jumlah 8 – 12 buah, berbentuk bulat
dengan ukuran 2 cm, berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam. Biji yang akan digunakan
untuk perbanyakan harus sudah cukup tua dan sehat. Biji disimpan di tempat teduh dan
dibasahi secara teratur sebelum disemaikan, kemudian biji disemaikan hingga menjadi benih
dan dapat dipindah ke lapangan pada umur 3 bulan (Udarno 2009). Senyawa aktif pada buah
lerak yang sampai saat ini telah diketahui adalah senyawa-senyawa dari golongan saponin
dan sesquiterpene (Wina et al. 2005a). Thalib et al. (1994) menyatakan bahwa daging buah
lerak yang diekstrak dengan heksan dan metanol mengandung saponin sebesar 14.6%,
protein, tanin, fenol dan karbohidrat terlarut.

Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Zat penjerat (fase diam) pada KLT berupa lapisan
tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, pelat plastik atau logam secara merata.
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam
karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena
pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Farmakope Herbal
Indonesia Edisi Pertama, 2009; Abdul Rohman, 2007). Uji senyawa golongan triterpenoid
dan steroid dengan metode KLT dapat diamati dengan menggunakan pereaksi anisaldehida
asam sufat.
Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan beberapa kali
menggunakan beberapa eluen dengan tingkat kepolaran yang berbeda untuk mendapatkan
pelarut yang mampu memberikan pemisahan yang baik serta noda zat warna yang bagus.
Bercak pada plat KLT dimonitor di bawah lampu UV 254 nm dan UV 365 nm. Penentuan
golongan senyawa pada uji KLT dilakukan dengan penyemprotan plat KLT dengan beberapa
pereaksi. Komponen kimia yang yang dievaluasi dari ekstrak meliputi uji alkaloid, fenol,
terpenoid, dan flavonoid dengan menggunakan pereaksi Dragendorff ’s reagent, FeCl3, dan
Vanilin Asam Sulfat, secara berturut-turut. (Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 03 No. 02 |
Mei 2017)
Fase Diam (1)Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase
diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam
hal efisiensi dan resolusinya.Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsidan partisi.
Berikut ini adalah beberapa penjerap fase diam yang digunkanan pada KLT :
Penjerap Mekanisme Sorpsi Penggunaan
Silica gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon,
vitamin, alkaloid.
Silica modifikasi dengan Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa non polar
hidrokarbon
Serbuk selulosa Partisi Asam amnino, nukleotida,
karbohidrat
Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam,
pewarna makanan, alkaloid
Kieselgur Partisi Gula, asam-asam lemak
Selulosa Penukar Ion Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida,
halide dan ion-ion logam
Gel Sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks
logam
β-siklodekstrin Interaksi adsorpsi Campuran enansiomer
stereospesifik
Tabel macam-macam fase diam.
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-
coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah
campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa
petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.
Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara
0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf.
Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar
seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu.
Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-
solut yang bersifat basa dan asam.
(Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB.
Bandung.)
Ekstrak kental yang didapat dari hasil ekstraksi diuji dengan KLT. Fraksi yang
didapat dilakukan pernisahan dengan menggunakan kromatografi kolom. Pemisahan
kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan fase gerak n- Hexan : etil asetat dengan
perbandingan 4 : 1 dan sebagai fase diam digunakan silica gel. Selanjutnya ekstrak kering
yang telah ditambahkan fase diam dimasukkan ke dalam kolom kemudian elusi dengan fase
gerak. Perekasi semprot ketiga yang digunakan adalah anisaldehid asam sulfat. Senyawa ini
sering digunakan sebagai pereaksi semprot untuk mendeteksi adanya senyawa terpenoid,
propilpropanoid, zat pedas, zat pahit, dan saponin pada sampel (Wagner and Bladt, 1996).
Adanya saponin akan memberikan bercak
berwarna biru dibawah sinar tampak setelah disemprot dengan pereaksi ini.

Beberapa keuntungan lain kromatografi planar adalah:


a. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
b. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet.
c. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending),
atau dengan elusi 2 dimensi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3 PROSEDUR KERJA

A. Uji Buih

0,2 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Ditambahkan air suling 10 ml, kocok kuat selama 30 detik.

Tes buih stabil selama 10 menit positif mengandung saponin.

B. Reaksi Warna

1. Preparasi Sampel

0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol

Dibagi menjadi tiga bagian masing-masing 5 ml. Larutan IIA, IIB, dan IIC

2. Uji Liebermann-Burchard

Larutan IIB ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat + 5 tetes H2SO4


pekat.

Amati perubahan warna, dibandingkan dengan Larutan IIA (Blanko).

Jika positif berwarna hijau biru menunjukkan adanya saponin steroid, warna
merah ungu menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan warna kuning muda
menunjukkan adanya saponin triterpenoid atau steroid jenuh.
3. Uji Salkowski

Larutan IIC ditambahkan 1-2ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung


reaksi.

Jika mengandung steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin


warna merah dibandingkan dengan Larutan IIA (Blanko).

C. Kromatografi Lapis Tipis

1. Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid

0,5 gram ekstrak ditambahkan 5 ml HCl 2N.

Di didihkan dan ditutup dengan corong berisi kapas basah selama 50


menit untuk menghidrolisis saponin.

Setelah dingin, ditambahkan ammonia sampai basa (dicek menggunakan


kertas lakmus). Kemudian di ekstraksi dengan 4-5 ml n-heksana sebanyak
2x, uapkan sampai 0,5ml totolkan pada plat KLT.

Fase diam: Kiesel Gel 254

Fase gerak: n-heksana-etil asetat (4:1)

Penampak noda: anasaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)

Jika positif berwarna merah ungu (ungu) untuk anasaldehida sulfat


mengandung adanya sapogenin.
2. Identifikasi terpenoid / steroid bebas secara KLT

Sedikit ekstrak ditambahkan beberapa tetes etanol, aduk ad larut.


Totolkan pada fase diam.

Uji kromatografi lapis tipis

Fase diam: Kiesel Gel 254

Fase gerak: n-heksana-etil asetat (4:1)

Penampak noda: anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)

Jika positif berwarna merah ungu / ungu mengandung adanya terpenoid


/ steroid.
DAFTAR PUSTAKA
Widowati, S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan dalam
Upaya Menunjang Divertifikasi Pangan. Makalah Pribadi pengantar ke Falsafah Sains.
Program Sarjana S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor

[USDA] United State Departementof Agriculture. 2010. USDA National Nutrient Database
for Standart Reference.

Udarno, L. 2009. Lerak (Sapindus rarak) Tanaman Industri Pengganti Sabun. Warta
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri2 (15). Bogor : Badan Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan

Wina E, Muetzel S, Hoffmann E, Makkar HPS, Becker K. 2005. Effect of secondary


compounds in forages on rumen micro-organisms quantified by 16S and 18S rRNA. Anim
Feed Sci Technol. 121:159-174.
THALIB, A., M. WINUGROHO, M. SABRANI, Y. WIDIAWATI,dan D. SUHERMAN.
1994. Penggunaan ekstrak methanol buah lerak (Sapindus rarak DC) untuk menekan
pertumbuhan protozoa dalam rumen J. Ilmu dan Peternakan 7(2):17-21.
Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama, 2009

Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jurnal Sains Farmasi & Klinis | Vol. 03 No. 02 | Mei 2017

Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB.
Bandung

Wagner, H., Bladt, S., 1996, Plant Drug Analysis:A Thin Layer Chromatography Atlas,
Second Edition, 359, 362, 364, New York, Springer.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hal. 419, 425.

Anda mungkin juga menyukai