Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI I

TITRASI OKSIDASI REDUKSI


PENETAPAN KADAR VITAMIN C

OLEH :
KELOMPOK 4
GOLONGAN II
DEWA GEDE PURNAMA PUTRA (1508505047)
DEWA AYU SRI KUSUMA DEWI (1508505048)
R. BAGUS RAKA PRATAMA (1508505050)
I KETUT DUANTARA (1508505051)
DEDE JERRY SARTIKA PUTRA (1508505052)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
TITRASI OKSIDASI REDUKSI

PENETAPAN KADAR VITAMIN C

I. TUJUAN
1.1 Mengetahui metode dalam penetapan kadar vitamin C.

0
1.2 Mengetahui prinsip dari metode yang digunakan dalam penetapan kadar
vitamin C.
1.3 Mengetahui molaritas rata-rata dari larutan standar Na2S2O3 hasil
standarisasi.
1.4 Menetapkan kadar vitamin C dengan menggunakan metode titrasi oksidasi
reduksi.
II. DASAR TEORI
2.1 Asam Askorbat
Asam askorbat atau vitamin C merunpakan senyawa kimia dengan rumus
molekul C6H8O6 dan berat molekul 176,13 g/mol. Asam askorbat berupa hablur
atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi
berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat
teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190 0C. Asam askorbat mudah larut
dalam air, agak sukar larut dalam etanol, dan tidak larut dalam kloroform,
benzena, dan eter (Depkes RI, 1995).

Gambar 2.1. Struktur Asam Askorbat (Depkes RI, 1995)


Vitamin C (asam askorbat) merupakan vitamin yang diperlukan oleh tubuh
untuk membentuk kolagen dalam tulang, tulang rawan, otot, pembuluh darah
dan membantu dalam penyerapan zat besi. Banyak penelitian tentang vitamin C
yang menyebutkan bahwa buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber
vitamin C yang terbesar misalnya buah-buahan seperti jeruk, jambu biji, mangga
dan nanas. Dalam sayur-sayuran banyak terdapat dalam kentang, sawi, kol,
asparagus dan cabe dan (Rahmawati dan Hana, 2016).
2.2 Natrium Tiosulfat
Natrium tiosulfat memiliki rumus kimia Na2S2O3. Bila natrium tiosulfat
berada dalam bentuk anhidrat, berat molekulnya 158,10 g/mol sedangkan dalam
bentuk pentahidratnya, berat molekul natrium tiosulfat sebesar 248,17 g/mol.
Natrium tiosulfat berupa hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar.

1
Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih
darai 33 0C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Natrium
tiosulfat mudah larut dalam air namun tidak larut dalam etanol (Depkes RI,
1995).
2.3 Asam Sulfat
Asam sulfat memiliki rumus kimia H2SO4 dengan berat molekul 98,07.
Asam sulfat memiliki bobot jenis lebih kurang 1,84 g/mL. Senyawa ini berupa
cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna, bau sangat tajam dan korosif.
Asam sulfat dapat bercampur dengan air dan bila dicampurkan dengan etanol
dapat menimbulkan panas (Depkes RI, 1995).
2.4 Kalium Iodida
Kalium iodida memiliki rumus kimia KI dengan berat molekul 166 g/mol.
Kalium iodida berupa hablur heksahedral, transparan atau serbuk butiran putih.
Kalium iodida bersifat higroskopis. Senyawa ini mudah larut dalam air, lebih
mudah larut dalam air mendidih, dan larut dalam etanol (Depkes RI, 1979).
2.5 Kalium Iodat
Kalium iodat merupakan senyawa dengan rumus kimia KIO3 dan berat
molekul 214 g/mol. Kalium iodat berupa serbuk hablur berwarna putih. Kalium
iodat larut dalam air. Senyawa ini stabil dalam penyimpanan yang cukup lama
(Kapantow, dkk., 2013).
2.6 Indikator Kanji
Indikator yang digunakan dalam titrasi menggunakan kompleks triiodida
adalah larutan kanji dengan I3- menghasilkan warna biru intensif. Pada titrasi
langsung dengan I3-titik akhir titrasi ditandai dengan munculnya warna biru
sedangkan titrasi tidak langsung titik akhir titrasi terjadi pada saat warna biru
mulai menghilang. Kepekatan indikator lebih besar dalam larutan yang sedikit
asam daripada dalam larutan netral. Mekanisme pembentukan kompleks iodium

yaitu iodium ditahan pada permukaan -amilosa (Day dan Underwood, 1998).
Keunggulan kanji yang utama adalah bahwa harganya murah. Sedangkan
kelemahannya adalah bersifat tidak dapat larut dalam air dingin, ketidakstabilan
suspensinya dalam air, dengan iod memberi suatu kompleks yang tidak dapat
larut dalam air sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi
(Basset et al, 1994).

2
2.7 Titrasi Iodometri
Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.
Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan
untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang
lebih besar daripada sistem iodium-iodida. Berbeda dengan titrasi iodimetri yang
mereaksikan sampel dengan iodium (langsung), maka pada iodometri, sampel
yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida (KI) berlebihan dan akan
menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium
thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan banyaknya sampel (Ulfa, 2015).
Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya
pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis, iodium bereaksi
dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai
menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat,
sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat
dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial
yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH
yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau
reduksi dari senyawa (Ulfa, 2015).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
- Gelas beaker
- Gelas ukur
- Labu ukur
- Labu Erlenmeyer
- Pipet volume
- Pipet tetes
- Batang pengaduk
- Mortir dan stamper
- Buret
- Statif
- Ball filler
- Sudip
- Corong gelas

3
- Kertas saring
- Sendok tanduk
- Neraca analitik
- Botol coklat
- Aluminium foil
3.2 Bahan
- Kristal KIO3
- Na2S2O3
- Na2CO3
- Akuades
- KI
- Asam sulfat 0,5 M
- Tablet vitamin C
- Indikator kanji

IV. PROSEDUR KERJA


4.1 Perhitungan dan Prosedur Kerja
4.1.1 Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02 M
- Diketahui :
Molaritas KIO3 = 0,02 M
Volume KIO3 yang dibuat= 500 mL
BM KIO3 = 214 gr/mol
Ditanya :
Massa KIO3 yang ditimbang …….?
Jawab :

0,02 M

Massa =

Massa = 2,14 g.
- Prosedur Kerja
Kristal KIO3 ditimbang sebanyak 2,14 gram, dimasukkan ke dalam
gelas beaker dan ditambahkan akuades secukupnya, diaduk hingga
larut. Larutan KIO3 dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL,
ditambahkan akuades hingga tanda batas 500 mL dan digojog hingga

4
homogen, kemudian dipindahkan ke dalam botol coklat dan dilapisi
dengan aluminium foil.

4.1.2 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 M


- Perhitungan
Diketahui :
Molaritas Na2S2O3 = 0,1 M
Volume Na2S2O3 yang dibuat = 500 mL
BM Na2S2O3 = 248,17 gr/mol

Ditanya :
Massa Na2S2O3 yang ditimbang …….?
Jawab :

0,1 M

Massa =

Massa = 12,4085 g.
0,05 gram Na2CO3 dalam 500 mL larutan standar Na2S2O3, maka
untuk 1000 mL

- Prosedur Kerja
Na2S2O3 ditimbang sebanyak 12,4085 gram dan Na2CO3 sebanyak
0,05 gram, dimasukkan ke dalam gelas beaker dan dilarutkan dengan
akuades secukupnya, diaduk hingga larut. Larutan dipindahkan ke
dalam labu ukur 500 mL, ditambahkan akuades hingga tanda batas
500 mL dan digojog hingga homogen, kemudian dipindahkan ke
dalam botol coklat dan dilapisi dengan aluminium foil.

4.1.3 Pembuatan Indikator Kanji (FI III, hal. 694)

5
Larutkan 500 mg pati P atau pati larut P dengan 5 mL akuades sambil
terus diaduk akuades secukupnya sampai 100 mL.Didihkan selama
beberapa menit, dinginkan, lalu disaring.
4.1.4 Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 M
- Perhitungan
Diketahui:
M H2SO4 = 0,5 M
BM H2SO4 = 98,07 g/mol
V H2SO4 = 500 mL
ρH2SO4 = 1,84 g/mL
Tersedia H2SO4 97% b/b
Ditanya:
Volume H2SO4 97% b/b = …. ?
Jawab:

, dibulatkan menjadi 13,8 mL.


- Prosedur Kerja
Sedikit akuades dimasukkan ke dalam labu ukur 500mL, dipipet 13,8
mL H2SO4 96% b/b dimasukkan ke dalam labu ukur, ditambahkan
akuades hingga tanda batas 500mL, digojog hingga homogen,
kemudian dipindahkan ke dalam botol coklat dilapisi dengan
aluminium foil.
4.1.5 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M
Larutan standar KIO3 0,02 M sebanyak 12,5 mL dimasukkan ke dalam
labu Erlenmeyer, ditambahkan 1 gram KI dan 5 mL H2SO4 0,5 M,
kemudian dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 M hingga larutan
berwarna kuning pucat, ditambahkan 3 tetes indikator kanji, dilanjutkan

6
titrasi hingga warna biru hilang, dicatat volume Na 2S2O3 yang digunakan,
kemudian titrasi diulangi sebanyak 2 kali lagi.
4.1.6 Penetapan Kadar Vitamin C
Ditimbang 3 tablet vitamin C, dicatat berat masing-masing tablet, digerus
hingga halus, ditimbang 25 mg serbuk vitamin C, kemudian dimasukkan
ke dalam labu Erlenmeyer. Ditambahkan 20 mL larutan H2SO4 0,5M dan
10 mL akuades, ditambahkan 1 gram KI dan 12,5 mL larutan standar
KIO3 0,02 M. Dititrasi dengan larutan standar Na 2S2O3 0,1 M hingga
larutan berwarna kuning pucat, ditambahkan 3 tetes indikator kanji,
dilanjutkan titrasi hingga warna biru hilang, dicatat volume Na 2S2O3 yang
digunakan, kemudian titrasi diulangi sebanyak 2 kali lagi dan dihitung %
berat asam askorbat dalam tablet.

4.2 Skema Kerja


4.2.1 Pembuatan Larutan Standar KIO3 0,02 M

4.2.2 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 M

7
4.2.3 Pembuatan Indikator Kanji (FI III, hal. 694)

4.2.4 Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 M

4.2.5 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M

8
4.2.6 Penetapan Kadar Vitamin C

9
V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Tabel Penimbangan

No. Nama Bahan Bobot

1. Standarisasi Larutan Na2S2O3


1,0403 g
I. KI
12,5 mL
KIO3
10 mL
H2SO4
3 tetes
Indikator kanji
1,0411 g
II. KI
12,5 mL
KIO3
10 mL
H2SO4
3 tetes
Indikator kanji
III. KI

10
KIO3 1 ,0713g
H2SO4 12,5 mL
Indikator kanji 0,5 mL
3 tetes
Penetapan Kadar Vitamin C
2.
I. Serbuk Vitamin C 25,4 mg
KIO3 12,5 mL
H2SO4 20 mL
Akuades 10 mL
KI 1,0406 gram
Indikator Kanji 3 tetes
II. Serbuk Vitamin C 25,5 mg
KIO3 12,5 mL
H2SO4 20 mL
Akuades 10 mL
KI 1,0327 gram
Indikator Kanji 3 tetes
III. Serbuk Vitamin C 25,3 mg
KIO3 12,5 mL
H2SO4 20 mL
Akuades 10 mL
KI 1,0046 gram
Indikator Kanji 3 tetes

5.2 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3


Titrasi Larutan Na2S2O3 dengan KIO3 0,1 M
Indikator: Kanji 3 tetes
Tabel 1. Data Pengamatan Standardisasi Na2S2O3

11
Titik akhir titrasi:(I) 14,8 mL; (II)14,9 mL; (III) 14,9 mL
Molaritas Na2S2O3= (I) 0,0898 M; (II) 0,0892 M; (III) 0,0892 M
Molaritas Na2S2O3 rata-rata = 0,0894M

5.3 Penetapan Kadar Vitamin C


Larutan Standar Na2S2O3 yang digunakan: 0,0894 M
Indikator: Kanji 3 tetes
Tabel 2. Data Pengamatan Penetapan Kadar Vitamin C
Volume
Pengamatan Kesimpulan
Na2S2O3 (mL)

merah kecoklatan →kuning Mencapai titik akhir


10 mL
10 – 13,35 mL titrasi
kuning →biru → bening

merah kecoklatan →kuning Mencapai titik akhir


10,1 mL
10,1 – 13 mL titrasi
kuning →biru → bening

merah kecoklatan →kuning Mencapai titik akhir


10,1 mL
10,1 – 13,2 mL titrasi
kuning →biru → bening

Titik akhir titrasi: (I) 13,35 mL; (II) 13 mL; (III) 13,2 mL
Kadar Vitamin C: (I) 106,3 % b/b; (II) 116,6 % b/b; (III) 111,3 % b/b
Kadar Vitamin C rata-rata : (111,4 ± 5,18) % b/b
VI. PERHITUNGAN
6.1 Perhitungan Pembuatan larutan KIO3 0,02 M, 500 mL (untuk 1
golongan)
Diketahui : Molaritas KIO3 = 0,02 M
Volume KIO3 yang dibuat = 500 mL
BM KIO3 = 214 gr/mol
Ditanya : Massa KIO3 yang ditimbang …….?
Jawab :

0,02 M

12
Massa =

Massa = 2,14 gr
6.2 Perhitungan Pembuatan larutan standar Na 2S2O3 0,1 M 500 mL
(untuk 1 golongan)
Diketahui : Molaritas Na2S2O3 = 0,1 M
Volume Na2S2O3 yang dibuat = 500 mL
BM Na2S2O3 = 248,17 gr/mol
Ditanya : Massa Na2S2O3 yang ditimbang …….?
Jawab :

0,1 M

Massa =

Massa = 12,4085 gr

Pengawet Na2CO3:

x = 0,5 gram
6.3 Perhitungan Pembuatan larutan H2SO4 0,5 M 500 mL (untuk 1
golongan)

Diketahui : Molaritas H2SO4 = 0,5 M


Volume H2SO4 yang dibuat = 500 mL
H2SO4 yang tersedia = H2SO4 97% b/b
BM H2SO4 = 98 gr/mol
BJ H2SO4 = 1,84 gr/mL
Ditanya : Volume H2SO4 yang ditimbang …….?
Jawab :
 Molaritas H2SO4 97% b/b

13
= 18,2 M
V H2SO4 97% b/b yang digunakan
VH2SO4 97% b/b x M H2SO4 97% b/b = VH2SO4 x MH2SO4
VH2SO4 97% b/b x 18,2 M = 500 mL x 0,5 M
VH2SO4 97% b/b = 13,729 mL
6.4 Perhitungan Pembuatan Indikator Kanji
Diketahui : 500 mg amilum ditambah 5 mL aquadest hingga larut
kemudian ditambahkan air sampai 100mL (Depkes Ri,
1979).
V Larutan Kanji = 10 mL
Ditanya : Massa amilum yang ditimbang …….?
Jawab :

x =

= 50 mg
6.5 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3 0,1 M
Diketahui : M KIO3 = 0,02 M
V KIO3 = 12,5 mL
V Na2S2O3 I = 14,8 mL
V Na2S2O3 II = 14,9 mL
V Na2S2O3 III = 14,9 mL
Ditanya : Molaritas Na2S2O3 = . . . ?
Jawab :
- Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3 :
KIO3 → K+ + IO3-
KI → K + + I-
- Penyetaraan setengah reaksi :

14
Reduksi : IO3- → I3-
Oksidasi : I- → I3-

Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e- → I3- + 9H2O X1


Oksidasi : 3I- → I3- + 2e - X8
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e- → I3- + 9H2O
Oksidasi : 24I- → 8I3- + 16e-
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3- + 9H2O
IO3 + 8I- + 6H+ → 3I3- + 3H2O..........(a)
- Reaksi Na2S2O3 dengan I3- :
Na2S2O3 → 2 Na+ + S4O62-
Reaksi yang terjadi :
Reduksi : I3- → 3I-
Oksidasi : S2O32- → S4O62-

- Penyetaraan setengah reaksi :


Reduksi : I3- + 2e- → 3I-
Oksidasi : 2S2O32- → S4O6 2- + 2e-
2S2O32- + I3- → S4O62- + 3I- ...............(b)

- Reaksi keseluruhan (a dan b)


IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3- + 3H2O X3
2S2O32- + I3- → S4O62- + 3I- X 8
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3- + 9H2O
16S2O32- + 8I3- → 8S4O62- + 24I-
3IO3- + 16S2O32- + 18H+ → 8S4O62- + I3- + 9H2O

- Mol KIO3 = M KIO3 x V KIO3


= 0,02 M x 12,5 mL
= 0,25 mmol

15

koefisien S2 O 3
- Mol Na2S2O3 = -
x mmol KIO3
koefisen IO 3

16
= x 0,25 mmol
3
= 1,33 mmol

mol Na 2 S 2 O 3
- Molaritas =
V Na 2S2 O 3
a. Titrasi I ( V Na 2S2O3 = 14,8 mL)
1,33 mmol
M Na 2S 2 O 3 = 14,8 mL

= 0,0898 M
b. Titrasi II ( V Na 2S2O3 = 14,9 mL)
1,33 mmol
M Na 2S 2 O 3 = 14,9 mL

= 0,0892 M
c. Titrasi III ( V Na 2S2O3 = 14,75 mL)
1,33 mmol
M Na 2S 2 O 3 = 14,9 mL

= 0,0892 M

M1  M2  M3
- Molaritas rata-rata Na2S2O3 =
3
0,0898M  0,0892M  0,0892M
=
3
= 0,0894 M

- Standar Deviasi Na2S2O3

Titrasi M (x) Mrata-rata ( x ) (x- x ) (x- x )2


I 0,0898 M 0,0894 M 4 x 10-4 16 x 10-8 M
II 0,0892 M 0,0894 M -2 x 10-4 4 x 10-8 M
III 0,0892 M 0,0894 M -2 x 10-4 4 x 10-8 M
∑(x- x ) = 24 x 10-8
2

16
Standar Deviasi =

24 x10 -8

2
= 3,464 x 10-4
Jadi, M rata-rata larutan Na2S2O3 adalah 0,0894 M ± 3,464 x 10-4 M
6.6 Penetapan Kadar Vitamin C
Diketahui : M KIO3 = 0,02 M
V KIO3 = 12,5 mL
M Na2S2O3 = 0,0894 M
BM C6H8O6 = 176,13 gram/mol
Massa tablet I = 351,9 mg
Massa tablet II = 349,2 mg
Massa tablet III = 350 mg
Massa serbuk yang ditimbang I = 25,4 mg
Massa serbuk yang ditimbang II = 25,5 mg
Massa serbuk yang ditimbang III = 25,3 mg
V Na2S2O3 I = 13,35 mL
V Na2S2O3 II = 13 mL
V Na2S2O3 III = 13,2 mL
Serbuk KI I = 1,0406 gram
Serbuk KI II = 1,0327 gram
Serbuk KI III = 1,0046 gram
Ditanya : Kadar Vitamin C . . . . . ?
Jawab :
- Reaksi Pembentukan I3- oleh KI dan KIO3 :
KIO3 → K+ + IO3-
KI → K + + I-
- Penyetaraan setengah reaksi :
Reduksi : IO3- → I3-
-
Oksidasi :I → I3-
Reduksi : 3IO3 + 18H + 16e- → I3- + 9H2O [x1]
- +

Oksidasi : 3I- → I3- + 2e- [x8]


- + - -
Reduksi : 3IO3 + 18H + 16e → I3 + 9H2O
Oksidasi : 24I- → 8I3- + 16e-
- - +
3IO3 + 24I +18H → 9I3- + 9H2O
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3- + 3H2O ... (persamaan 1)
- Reaksi C6H8O6 dengan I3- :
Reduksi : I3- + 2e- → 3I-
Oksidasi : C6H8O6 → C6H6O6 + 2H+ + 2e-
C6H8O6 + I3 → C6H6O6 + 3I- + 2H+… (persamaan 2)
-

17
- Reaksi keseluruhan (persamaan 1 dan persamaan 2) :
IO3- + 8I- +6H+ → 3I3- + 3H2O [x3]
-
C6H8O6 + I3 → C6H6O6 + 3I- + 2H+ [x8]
3IO3- + 24I- +18H+ → 9I3-+ 9H2O
8C6H8O6 + 8I3- → 8C6H6O6 + 24I- + 16H+
3IO3- + 8C6H8O6 + 2H+ → 8C6H6O6 + I3- + 9H2O

- Reaksi antara Na2S2O3 dengan I3- :


Na2S2O3 → 2Na+ + S2O32-
Reduksi : I3- + 2e- → 3I-
2-
Oksidasi : 2S2O3 → S4O62- + 2e-
2S2O32- + I3- → S4O62- + 3I-
- Reaksi Titrasi :
2S2O32- + I3- → S4O62- + 3I-
3IO3- + 8C6H8O6 + 2H+ → 8C6H6O6 + I3- + 9H2O
8C6H8O6 + 2S2O32- + 3IO3- + 2H+ → 8C6H6O6 + S4O62-+ 3I- + 9H2O

- Mol KIO3 = M KIO3 x V KIO3


= 0,02 M x 12,5 mL
= 0,25 mmol

- Dari reaksi antara KI dan KIO3 :


koefisien I3 -
mol I3- awal = -
x mmol KIO 3
koefisen IO 3

3
= x 0,25 mmol
1
= 0,75 mmol

- Mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3 :


koefisien I3 -
= x mmol Na2S2O3
koefisen S2O3 2 -
1
= x M Na2S2O3  V Na2S2O3
2
a. Titrasi I
1
mol I3- = x M Na2S2O3  V Na2S2O3
2

18
1
= x 0,0894 M  13,35 mL
2
= 0,5967 mmol

b. Titrasi II
1
mol I3- = x M Na2S2O3  V Na2S2O3
2
1
= x 0,0894 M  13 mL
2

= 0,5811 mmol

c. Titrasi III
1
mol I3- = x M Na2S2O3  V Na2S2O3
2
1
= x 0,0894 M  13,2 mL
2
= 0,59004 mmol
- Mol I3- yang bereaksi dengan vitamin C :
a. Titrasi I
mol I3- = mol awal – mol I3- yang bereaksi dengan
Na2S2O3
= 0,75 mmol – 0,5967 mmol
= 0,1533 mmol

b. Titrasi II
mol I3- = mol awal – mol I3- yang bereaksi dengan
Na2S2O3
= 0,75 mmol – 0,5811 mmol
= 0,1689 mmol
c. Titrasi III
mol I3- = mol awal – mol I3- yang bereaksi dengan
Na2S2O3
= 0,75 mmol – 0,59004 mmol
= 0,15996 mmol
- Mol C6H806 (dari reaksi I3- dengan C6H806) :
C6H806 + I3- → C6H6O6 + 2H+ + 3I-

19
=

koefisien C6H806
x mmol I3 - yang bereaksi dengan C6H806
koefisen I3 -
1
= x mmol I3 - yang bereaksi dengan C6H806
1
a. Titrasi I
mol C6H806 =

1
x mmol I3 - yang bereaksi dengan C6H806
1
1
= x 0,1533 mmol
1
= 0,1533 mmol
b. Titrasi II
mol C6H806 =

1
x mmol I3 - yang bereaksi dengan C6H806
1
1
= x 0,1689 mmol
1
= 0,1689 mmol
c. Titrasi III
mol C6H806 =

1
x mmol I3 - yang bereaksi dengan C6H806
1
1
= x 0,15996 mmol
1
= 0,15996 mmol

- Massa C6H806 dalam serbuk yang ditimbang :


massa = mol x BM
a. Titrasi I
massa = 0,1533 mmol x 176,13 mg/mmol
= 27,000729 mg dalam 25,4 mg
b. Titrasi II
massa = 0,1689 mmol x 176,13 mg/mmol
= 29,748957 mg dalam 25,5 mg
c. Titrasi III
massa = 0,15996 mmol x 176,13 mg/mmol
= 28,173754 mg dalam 25,3 mg
- Kadar Vitamin C dalam serbuk :

20
a.Titrasi I

= 106,3021 % b/b
b. Titrasi II

= 116,6626 % b/
c.Titrasi III

= 111,3587 % b/b

 Kadar Vitamin C rata-rata


KadarI  KadarII  KadarIII
Kadar rata-rata =
3
106,3021  116,6626  111,3587
=
3
= 111,4411 % b/b
- Standar Deviasi (SD)
%b/b rata- (x- x )
Titrasi %b/b (x) rata (x- x )2
(x)
I 106,3021 111,4411 -5,13902 26,4095
II 116,6626 111,4411 5,221476 27,26382
III 111,3587 111,4411 -0,08239 0,006788
(x- x )2 =
53,6801

Standar Deviasi =

21
53,6801

2

= 5,180739 % b/b
SD
Standar Deviasi Relatif = x 100%
M rata - rata
5,180739
= 111,4411  100%  4,648858%

Jadi, kadar rata-rata Vitamin C dalam serbuk adalah 111,4411% b/b ±


5,180739% b/b
- Kadar Vitamin C dalam tablet :
a. Titrasi I

Kadar =

351,9 mg
= 25,4 mg x 27,000749 mg
= 374,077 mg/tablet

b. Titrasi II

Kadar =

349.2 mg
= 25,5 mg x 29,748357 mg
= 407,3857 mg/tablet
c. Titrasi III

Kadar =

350 mg
= 25,3 mg x 28,13754 mg
= 389,7555 mg/tablet
- Kadar Vitamin C dalam tablet %b/b :
a. Titrasi I

= 106,3021 % b/b
b. Titrasi II

22
= 116,6626 % b/b
c.Titrasi III

= 111,3587 % b/b

KadarI  KadarII  KadarIII


Kadar rata-rata =
3
106,3021 %  116,6626 %  111,3587 %
=
3
= 111,4411 % b/b

- Perolehan Kembali atau % Recovery


Diketahui :
Massa I = 374,077 mg
Massa II = 407,3857 mg
Masaa III = 389,7555 mg
Massa pada kemasan = 1 tablet Vitamin C = 250 mg
Ditanya :
% Recovery = …?
Jawab :

a. % Recovery =

= 149,6308 %

b. % Recovery =

= 162,9543 %

23
c. % Recovery =

= x 100 %

= 155,9022 %
Jadi, % recovery rata-rata dari sampel yang ditimbang adalah:
149,6308 %  162,9543 %  155,9022%
=
3

= 156,1624%

- Standar Deviasi (SD)


%b/b rata- (x- x )
Titrasi %b/b (x) rata (x- x )2
(x)
I 149,6308 156,1624 -6,53159 42,66165
II 162,9543 156,1624 6,791887 46,12973
III 155,9022 156,1624 -0,2602 0,067706
(x- x )2 =
88,85908

Standar Deviasi =

88,85908

2

= 6,665549 % b/b
SD
Standar Deviasi Relatif = x 100%
M rata - rata
6,665549
= 156,1624  100%  4,268344%

Jadi, kadar rata-rata Vitamin C dalam tablet adalah 156,1624% b/b ±


6,665549% b/b.
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam
sediaan tablet vitamin C. Penetapan kadar vitamin C dalam praktikum kali ini

24
menggunakan metode titrasi redoks, yaitu titrasi iodometri (titrasi tidak langsung).
Vitamin C merupakan senyawa yang mudah mengalami oksidasi sehingga kurang
baik bila dilakukan dengan metode titrasi langsung dengan standar iodida karena
dibutuhkan sejumlah besar larutan iodida dengan konsentrasi tinggi untuk
menghasilkan kompleks I3-, oleh sebab itu dilakukan penetapan kadar vitamin C
dengan titrasi tidak langsung (iodometri) (Basset, J., 1994). Titrasi reduksi
oksidasi atau yang lebih dikenal dengan titrasi redoks merupakan titrasi yang
melibatkan perpindahan elektron dengan menghitung jumlah mol elektron yang
dipindahkan dalam proses (antara titran dan analit) (Cairns, 2004). Sedangkan
metode secara tidak langsung yang melibatkan iodium digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar
daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada praktikum ini diawali dengan menyiapkan beberapa larutaan yang
dibutuhkan dalam titrasi iodometri. Larutan-larutan tersebut meliputi larutan KIO 3
0,02 M, larutan H2SO4 0,5 M, larutan Na2S2O3 0,1 M dan indikator kanji. Larutan
KIO3 digunakan sebagai larutan baku primer yang digunakan untuk
menstandardisasi larutan baku sekunder Na2S2O3 . Larutan kalium iodat (KIO3)
memiliki berat ekivalen yang kecil (35,67) sehingga kesalahan penimbangan akan
menyebabkan kesalahan yang cukup berarti, sehingga saat penimbangan massa
KIO3 yang ditimbang harus benar-benar tepat (Basset dkk, 1994). Larutan Na2S2O3
merupakan larutan yang akan digunakan sebagai pentiter atau titran dalam titrasi
iodometri. \ Larutan Na2S2O3 yang digunakan dapat diperoleh dalam kemurnian
tinggi, tetapi selalu terdapat ketidakpastian akan kandungan airnya karena sifatnya
yang efloresen (lapuk-lekang). Hal ini menyebabkan larutan Na2S2O3 tidak dapat
digunakan sebagai standar primer (Basset dkk, 1994). Sehingga sebelum
digunakan larutan Na2S2O3 harus distandarisasi terlebih dahulu dengan baku
primer KIO3. Larutan Na2S2O3 memiliki sifat mudah terurai bila bereaksi dengan
CO2 disertai dengan pembentukan belerang (Basset dkk, 1994). Reaksi penguraian
yang terjadi adalah sebagai berikut :

25
Na2S2O3 + CO2 + H2O NaHCO3 + NaHSO3 + S(s)

Penguraian juga dapat disebabkan oleh kerja bakteri misalnya Thiobacillus


thioparus (Basset dkk, 1994). Bakteri tersebut dapat menggunakan belerang pada
metabolismenya membentuk SO32- dan belerang koloidal. Sehingga dalam
pembuatan larutan Na2S2O3 perlu ditambahakan zat pengawet berupa Na2CO3
untuk meghindari kerja bakteri yang dapat menyebabkan terurainya Na2S2O3
(Underwood, 1981). Larutan Na2S2O3 disimpan dalam botol gelap karena cahaya
dapat mempercepat peruraian (Basset dkk, 1994).
Dalam pembuatan larutan H2SO4 0,5 M, terlebih dahulu dimasukkan
akuades secukupnya dalam labu ukur, setelah itu ditambahkan dengan H 2SO4
sesuai perhitungan. Hal ini dimaksudkan agar panas yang dihasilkan pada
pengenceran asam sulfat tidak membuat beaker glass pecah akibat “thermal
shock” (Khopkar, 1990). Larutan indikator kanji dibuat dengan melarutkan pati
(tepung kanji) dalam akuades, kemudian dididihkan. Pendidihan dilakukan untuk
melarutkan kanji karena pati atau amilum tidak dapat larut dalam air pada suhu
kamar atau air dingin (Depkes RI, 1995).
Dalam proses standarisasi Larutan Na2S2O3 digunakan sebagai titran
dalam titrasi iodometri untuk menentukan kadar vitamin C. Natrium tiosulfat atau
Na2S2O3 yang digunakan merupakan senyawa yang berada dalam bentuk
pentahidrat (Na2S2O3.5H2O). Larutan Na2S2O3 distandarisasi menggunakan larutan
baku primer KIO3 dengan penambahan KI dan penambahan larutan H2SO4. Tujuan
dari penambahan KIO3 adalah sebagai sumber dari iod yang dapat diketahui
kadarnya dalam titrasi. Sedangkan penambahan KI dimaksudkan sebagai sumber
iod berlebih. Iod dibuat berlebih karena sifat dari iod yang sangat mudah menguap
sehingga perlu adanya sumber iod lain agar iod yang terbentuk tidak menguap
sepenuhnya dengan pembentukan ion triiodida (I3-) (Basset dkk., 1994).
Penambahan larutan H2SO4 bertujuan untuk menciptakan suasana asam pada
larutan. Suasana asam diperlukan karena iod yang dihasilkan dari KIO 3 dan KI
tidak dapat digunakan dalam medium netral atau medium dengan keasaman
rendah. Selain itu pada suasana asam, oksidasi ion iodida berlangsung lebih cepat

26
(Day dan Underwood, 1981). Hal ini terjadi karena pada suasana asam, potensial
reduksi iodat meningkat tajam akibat meningkatnya konsentrasi H + dalam larutan
sehingga iodat ini direduksi secara lengkap oleh iodida (Basset dkk., 1994).

Proses titrasi pertama dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari


merah kecoklatan (pekat) menjadi warna kuning pucat. Larutan yang berwarna
kuning pucat ini diasumsikan bahwa reaksi telah berjalan secara ekuivalen dan
yang tersisa hanyalah iod berlebih yang memberikan warna kuning pucat. Pada
saat ini larutan tersebut ditambahkan dengan 3 tetes indikator kanji hingga larutan
berubah warna menjadi biru. Keunggulan kanji yang utama adalah harganya yang
murah, sedangkan kelemahannya kanji bersifat tidak larut dalam air. Penambahan
indikator kanji harus dilakukan pada saat larutan akan mencapai titik akhir titrasi
karena kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air
(Khopkar, 1990). Hal ini ditandai dengan adanya butiran-butiran kecil yang
terbentuk ketika indikator kanji diteteskan ke dalam larutan kuning muda tersebut.
Larutan biru tersebut kembali dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga menjadi tak
berwarna atau bening. Hal ini dilakukan untuk mereaksikan iod yang bersisa
dengan Na2S2O3 sehingga dapat diketahui total iod yang terbentuk. Berikut reaksi
keseluruhan yang terjadi pada standardisasi Na2S2O3.

IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3- + 3H2O |×3|


2- - 2- -
2S2O3 + I3 → S4O6 + 3I |×8|
_____________________________________ +
3IO3- + 16S2O32- + 18H+ → 8S4O62- + I3-+ 9H2O
Titrasi standardisasi Na2S2O3 dilakukan sebanyak tiga kali. Hal ini
dimaksudkan agar didapat hasil yang lebih presisi dengan membandingkan dan
merata-ratakan hasil dari ketiga titrasi yang dilakukan dan mencari simpangan
bakunya. Volume Na2S2O3 yang digunakan pada titrasi berturut adalah 14,8 mL;
14,9 mL; dan 14,9 mL, sehingga molaritas Na2S2O3 yaitu 0,0894 M ± 3,464 x 10-4
M
Larutan Na2S2O3 yang telah distandardisasi telah dapat digunakan sebagai
larutan baku sekunder dalam penetapan kadar vitamin C dengan metode

27
iodometri. Sampel yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C kali ini
adalah tablet vitamin C. Larutan-larutan yang digunakan dalam penetapan kadar
vitamin C sama seperti larutan-larutan yang digunakan dalam standardisasi
Na2S2O3, tetapi terdapat perbedaan urutan pengerjaan terhadap sampel. Penetapan
kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan 3 tablet vitamin C yang
ditimbang terlebih dahulu satu per satu kemudian digerus dan ditimbang sebanyak
30 mg Masing-masing sampel merupakan tablet vitamin C 100 mg yang telah
digerus halus terlebih dahulu kemudian ditimbang 25 mg dan dimasukkan ke
dalam masing-masing erlenmeyer. Ke dalam erlenmeyer ditambahkan 10 mL air
untuk melarutkan vitamin C karena vitamin C mudah larut dalam air (Depkes RI,
1995), 20 mL larutan H2SO4 0,5 M dikocok homogen sehingga vitamin C yang
berada dalam sampel terlarut secara merata. Kemudian ditambahkan 12,5 ml
larutan KIO3 dan 1 gram KI dan dikocok hingga homogen. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya,penambahan asam sulfat bertujuan untuk menciptakan
suasana asam karena oksidasi ion iodide berlangsung pada suasana asam cepat
(Underwood, 1981) dan untuk menciptakan iodida berlebih, penambahan KIO3
dan KI adalah untuk memperoleh iod berlebih. Iod berlebih ini yang nantinya
akan bereaksi dengan vitamin C dan setelah bereaksi sempurna dengan vitamin C,
akan ada iod yang bersisa dan bereaksi dengan Na 2S2O3. Banyaknya volume
Na2S2O3 yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan
setara dengan banyaknya sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
Titrasi penetapan kadar vitamin C dilakukan untuk masing-masing
sampel, sehingga jumlah titrasi yang dilakukan adalah 3 kali titrasi. Erlenmeyer
yang telah berisi campuran vitamin C dan reagen dititrasi dengan Na2S2O3 sampai
berwarna kuning pucat. Pada larutan kuning pucat tersebut ditambahkan beberapa
tetes indikator kanji hingga larutan berwarna biru tua. Pada dasarnya, iod sudah
dapat berfungsi sebagai indikatornya sendiri, tetapi dalam pengujian penentuan
titik akhir titrasi dibuat menjadi lebih peka dengan penambahan indikator kanji
(Basset dkk., 1994). Sebagai indikator, kanji yang merupakan suatu polisakarida
yaitu amilum bereaksi dengan iod (yang nantinya dilepaskan dalam reaksi
oksidasi-reduksi) membentuk kompleks berwarna biru kuat yang dapat terlihat

28
pada konsentrasi iod yang sangat rendah. Kompleks biru gelap atau biru kuat
tersebut disebabkan oleh molekul-molekul iodine yang tertahan di permukaan β–
amilase dari amilum (Basset dkk., 1994). Larutan tersebut dititrasi kembali hingga
warna biru tua tersebut hilang atau menjadi bening. Pada saat ini, semua iod telah
habis bereaksi baik dengan vitamin C maupun Na2S2O3.
Pada proses titrasi, IO3- akan mengoksidasi I- membentuk ion triiodida
(I3-). Kemudian I3- akan bereaksi dengan asam askorbat. I 3- yang tidak bereaksi
dengan asam askorbat (I3- yang tersisa) dititrasi dengan Na2S2O3.
Volume Na2S2O3 yang diperoleh dalam titrasi adalah 13,35 mL; 13 mL; dan
13,2 mL. Jumlah vitamin C dapat diketahui dari perhitungan mol I3- yang bereaksi
dengan vitamin C. Mol I3- ini diperoleh dari mol I3- awal dikurangi mol I3- yang
bereaksi dengan Na2S2O3. Dari hasil penetapan kadar 3 sampel vitamin C, didapat
kadar vitamin C dalam sampel sebesar 111,4411% b/b ± 5,180739% b/b dengan
persen perolehan kembali yaitu 156,1624%. Hasil ini menunjukkan
ketidaksesuaian jumlah Vitamin C yang disarankan per tablet yaitu tidak kurang
99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6 (Depkes RI, 1995). Hal ini
kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya massa Vitamin C yang hilang saat
digerus dan terdapat Vitamin C yang telah bereaksi dengan O2 di udara akibat
wadah penyimpanan Vitamin C kontak dengan udara saat diambil dari wadah
untuk ditimbang.

VIII. KESIMPULAN
8.1 Vitamin C atau asam askorbat dapat ditetapkan kadarnya dalam tablet
dengan metode titrasi redoks yaitu iodometri.
8.2 Prinsip dari iodometri yaitu metode analisis secara tidak langsung yang
digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial oksidasi lebih besar daripada sistem iodium-iodida.
8.3 Dari proses standarisasi larutan Na2S2O3 diperoleh molaritas rata-rata
larutan Na2S2O3 adalah 0,0894 M ± 3,464 x 10-4 M.
8.4 Hasil perhitungan kadar vitamin C yang diperoleh adalah 111,44 % b/b
yang merupakan kadar rata-rata dari pengulangan tiga kali titrasi dengan
standar deviasi yaitu 5,18 % b/b, standar deviasi relatifnya yaitu 4,64 %,

29
kadar vitamin C rata-rata dalam tablet yaitu 111,44 % b/b , dan persentase
perolehan kembalinya yaitu 156,90 % dengan standar deviasi 6,665549 %
b/b dan standar deviasi relatifnya 4,268 %

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., R.C. Denney., G.H. Jeffery., dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel :
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC.

Cairns, D. 2004. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Day, R.A. dan Underwood A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta : Penerbit Erlangga.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka


Pelajar.

Kapantow, A. N., Fatimawali, dan A. Yudistira. 2013. Identifikasi dan Penetapan


Kadar Kalium Iodat dalam Garam Dapur yang Beredar di Pasar Kota
Bitung dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS. Pharmacon. Vol. 2(1) :
91.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Rahmawati, F. dan C. Hana. 2016. Penetapan Kadar Vitamin C pada Bawang


Putih (Allium sativum) dengan Metode Iodimateri. CERATA Journal Of
Pharmacy Science. Vol. 1(1) : 14.

Ulfa, A. M. 2015. Penetapan Kadar Klorin pada Beras Menggunakan Metode


Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistik. Vol. 9(4) : 197-198.

30
31

Anda mungkin juga menyukai