OLEH :
KELOMPOK III/AIA
I KOMANG SUARTIKA (161200013)
I PUTU YOGA RIASTAWAN (161200014)
I WAYAN AGUS ASISTA DARMA (161200015)
IDA AYU NADYA ISTADEWANTHI OKA (161200016)
IDA AYU PUNIK APSARI (161200017)
IDA BAGUS ALIT MAHAYANA (161200018)
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2018
ANSIETAS
(KECEMASAN)
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi dari gangguan kecemasan.
2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi gangguan kecemasan.
3. Mengatahui klasifikasi gangguan kecemasan.
4. Mengetahui gejala dan tanda gangguan kecemasan.
5. Mengetahui tatalaksana farmakologi dan non-farmakologi gangguan kecemasan.
b. Pengetahuan
Semakin banyaknya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka
seseorang tersebut akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu dan dapat
mengurangi kecemasan.
c. Stress yang ada sebelumnya
Perubahan pekerjaan tertentu, kekhawatiran akan keadaan keuangan, tempat
tinggal, permasalahan keluarga, perceraian dan permasalahan lainnya membuat
survivor berisiko mengalami kecemasan. Kecemasan ini akan semakin tinggi jika
dukungan yang diperoleh bersifat terbatas.
d. Dukungan social
Tidak adanya sistem dukungan sosial dan psikologis menyebabkan seseorang
berisiko mengalami kecemasan, karena tidak ada yang membantunya dalam
memaknai peristiwa serta menghadapi kenyataan secara lapang dada untuk
membangkitkan harga dirinya.
e. Kemampuan mengatasi masalah (coping)
Kemampuan coping yang buruk atau mal-adaptif memperbesar resiko
seseorang mengalami kecemasan.
f. Lingkungan budaya dan etnis
Setiap informasai yang bersifat baru akan disaring oleh budaya setempat untuk
dinilai apakah informasi tersebut layak atau tidak untuk disampaikan, sehingga
terkadang informasi yang sifatnya penting untuk diketahui tidak dapat disampaikan
tepat waktu dan tepat sasaran yang pada akhirnya dapat berisiko terjadinya
kecemasan pada seseorang yang tidak mengetahuinya.
g. Kepercayaan
Adanya kepercayaan tertentu yang tidak membenarkan perilaku atau informasi
(yang berkaitan dengan menstruasi) dapat berisiko menimbulkan kecemasan karena
seseorang akan timbul persepsi bahwa hal tersebut tidak baik atau merupakan suatu
masalah.
3. Humor
Kemampuan untuk menyerap hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan
stres. Hipotesis fisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan endorfin
ke dalam sirkulasi dan perasaan stres dilenyapkan (Potter & Perry, 2010).
4. Terapi spiritual
Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek positif dalam
menurunkan stres. Praktek seperti berdoa, meditasi atau membaca bahan
bacaan keagamaan dapat meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap
gangguan stressor yang dialami (Potter & Perry, 2006).
5. Aromaterapi
Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak essensial yang
dinilai dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan
psikologis dan gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, nyeri, dan
sebagainya (Watt & Janca, 2008)
VI. Evidence Terkait Kaus Stroke
a. Diazepam diindikasikan untuk terapi kecemasan (ansietas) dalam penggunaan
jangka lama, karena mempunyai masa kerja panjang. Selain itu juga sebagai
sedatif dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas. Selain
sebagai antiansietas, diazepam digunakan sebagai hipnotik, antikonvulsi pelemas
otot dan induksi anastesi. Diazepam juga digunakan untuk preeklampsia dan
eklampsia yang diberikan secara intravena dengan dosis 10 mg (Priyatni, 2016).
b. Gamma-aminobutyric acid (GABA) merupakan neurotransmitter yang terlibat
dalam kecenderungan rasa takut atau cemas, merupakan inhibitor utama dari
neurotransmitter pada sistem saraf pusat (SSP) mamalia dan regulator berbagai
proses fisiologis dan psikologis. Neurotransmitter GABA merupakan salah satu
penyebab stress atau kondisi neuropsikiatrik, termasuk ke dalam gangguan
cemas dan depresi. GABA menghambat HPA axis melalui reseptor GABA yang
ekspresinya dipengaruhi oleh corticotrophin- releasing hormone (CRH) di
neuron pada bagian paraventricular nucleus (PVN) di hipotalamus. Kelebihan
sekresi kortisol memengaruhi perkembangan berbagai suasana hati dan juga
berupa gangguan kecemasan, termasuk depresi. Paparan terhadap stres dapat
memodulasi efek inhibitori GABAergic sehingga mengakibatkan terhentinya
sekresi adenocortocotropin hormone (ACTH) dan kortisol (Barliana Melisa.,
et.al 2016).
c. Kecemasan atau ansietas merupakan bentuk gangguan psikologi yang cukup
banyak ditemukan pada remaja di Pekanbaru. Penelitian yang dilakukan pada
pelajar salah satu SMA Negeri di Surakarta juga menunjukkan hasil yang
sama yaitu sebanyak 60% responden mengalami gangguan kecemasan atau
ansietas. Fobia sosial lebih banyak ditemukan pada laki-laki sedangkan pada
fobia yang sederhana gangguan menghindar dan agoraphobia lebih banyak
ditemukan pada remaja perempuan. Sementara cemas perpisahan, gangguan
cemas menyeluruh, dan gangguan panik didapatkan pada kedua jenis
kelamin. Lebih lanjut, gangguan stres pada penelitian ini ditemukan juga
lebih banyak pada pelajar perempuan (41,0%) dibandingkan laki-laki
(28,8%). Sumber stres pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya
sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa cemas ketika sedang
menghadapi masalah sedangkan pada remaja laki-laki cenderung lebih
berperilaku agresif (Masdar Hariatul., et.al, 2016).
VII.2 Bahan
a. Text book (Dipiro, Koda kimbel, DIH)
b. Data nilai normal laboratorium
c. Evidence terkait (journal, sistematik review, meta analisis)
VIII. KASUS
Sodara A, umur 20 tahun, datang ke klinik mengeluhkan kegelisahannya yang
berlebihan dan kesulitan dalam mengendalikan dirinya, terutama pada waktu ujian.
Sehingga sebagai bentuk ketakutannya ia selalu mengulang materi yang telah ia pelajari
berkali-kali. Selain itu dia khawatir tentang hubungan nya dengan pasangannya,
dikarenakan takut kekurangan didirinya diketahui pacarnya. Sodara A juga terkadang
mengalami serangan panik tiba-tiba, namun ini bukan hal yang utama yang terlihat dari
dirinya. Dokter memberinya obat diazepam 5 mg (2 x 1).
IX. DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Assotiation. 2013. Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorder.
Edisi ke-5. USA: American Psychiatric Publishing
Barliana Melisa, Carissa Purabaya, Sri A.F Kusuma, dan Rizky Abdulah. 2016. Polimorfisme
Gen γ-Aminobutyric Acid Type A Receptor Subunit α-6 (GABRA6) dan Gangguan
Kecemasan. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. Vol. 5, No.2, Halaman: 123-131
Beck, Judith S. 2011. Cognitive-Behavior Therapy: Basic and Beyond (2nded). New York:
The Guilford Press.
Cuijpers, Pim; Donker, Tara; Weissman, Myrna M.; Ravitz, Paula; Cristea, Ioana A. 2016.
"Interpersonal Psychotherapy for Mental Health Problems: A Comprehensive Meta-
Analysis". American Journal of Psychiatry. 173 (7): 6807.
doi:10.1176/appi.ajp.2015.15091141. PMID 27032627.
Cuijpers, Pim; Geraedts, Anna S.; van Oppen, Patricia; Andersson, Gerhard; Markowitz,
John C.; van Straten, Annemieke 2011. Interpersonal Psychotherapy for Depression: A
Meta-Analysis". American Journal of Psychiatry. 168 (6): 58192.
doi:10.1176/appi.ajp.2010.10101411.
Gunawan SG, et al. 2007.Farmakologi dan terapi edisi ke-lima. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika