Anda di halaman 1dari 7

IV.

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan penyelesaian kasus dengan tujuan


praktikum yaitu mengetahui definisi asma, mengatahui patogenesis asma,
mengetahui klasifikasi asma, mengetahui tatalaksana penyakit asma, serta
dapat menyelesaikan kasus terkait Asma secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.

Pada kasus pasien An. S, 8 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan
batuk dan pilek tanpa demam. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan
batuk semakin sering terutama pada malam hari dan nafas berbunyi ngik-ngik
disertai sesak. Berat badan pasien 19 kg dan tinggi badan 100 cm. Pasien
didiagnosis asma dan mendapat terapi intrizin syr 1 x 10 ml dan singulair
sachet 1 x 1.

Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran napas


yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara
spontan maupun dengan pengobatan, terjadi inflamasi saluran nafas dan
peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan (Sundaru,
2001).

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis pada saluran udara di


mana banyak sel dan elemen seluler berperan:khususnya sel mast, eosinofil,
limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan (Dipiro, 2008).

Pada kasus ini, untuk mengetahui lebih mendalam mengenai penyakit


pasien, adapun hal yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan Futher
Information Required (FIR). FIR ini dikumpulkan adalah untuk menentukan
terapi yang efektif dalam mengatasi ataupun mengurangi penyakit pasien,
adapun FIR yang didapatkan yaitu berupa:
1. Apakah keluarga pasien memiliki riwayat asma. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi pasien.
2. Apakah memiliki alergi obat. Hal ini untuk bertujuan untuk menentukan
manajemen terapi untuk pasien.
3. Apakah pasien sudah pernah melakukan pemeriksaan faal paru. Hal ini
untuk bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan asma yang dialami
pasien.
4. Apakah menganggu kegiatan. Hal ini untuk bertujuan untuk menentukan
keparahan pasien.
5. Apakah keluhan pasien masih dirasakan saat mengonsumsi obat. Hal ini
untuk bertujuan untuk mengetahui bagaimana efek terapi obat yang
diberikan.
6. Apakah pasien sebelumnya melakukan aktivitas berat. Hal ini untuk
bertujuan untuk mengetahui penyebab kambuhnya asma pasien.
7. Sejak kapan pasien mengeluhkan batuk dan pilek. Hal ini untuk bertujuan
untuk menentukan kondisi pasien agar dapat menentukan obat yang akan
digunakan.
8. Batuk yang dialami pasien mengeluarjan dahak. Hal ini untuk bertujuan
untuk untuk menentukan manajemen terapi pasien.
9. Kemungkinan penyebab timbul keluhan tersebut. Hal ini untuk bertujuan
untuk mengetahui keparahan asma pasien.
10. Apakah pasien sebelum masuk rs mengonsumsi obat obatan. Hal ini untuk
bertujuan untuk mengetahui riwayat terapi pasien.
11. Apakah pasien mendapatkan alat oksigen sebelum masuk rs. Hal ini untuk
bertujuan untuk untuk mengetahui manajemen terapi yang sudah di
dapatkan oleh pasien sebelumnya.
12. Setelah masuk rs apakah pasien masih serangan asma. Hal ini untuk
bertujuan untuk menentukan kondisi pasien agar dapat menentukan obat
yang akan digunakan.
13. Pada malam hari apakah nafas pasien masih mengi. Hal ini untuk
bertujuan untuk menentukan kondisi pasien agar dapat menentukan obat
yang akan digunakan.
14. Apakah pasien merasakan dada berat. Hal ini untuk bertujuan untuk
mengetahui penyebab kambuhnya asma pasien.
1. ASSASMENT

Subjektif Pasien memiliki keluhan batuk dan pilek tanpa demam. 1


hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan batuk semakin
sering terutama pada malam hari dan nafas berbunyi ngik-
ngik disertai sesak.
Objektif Berat badan pasien 19 kg dan tinggi badan 100 cm. Pasien
didiagnosis asma dan mendapat terapi intrizin syr 1 x 10 ml
dan singulair sachet 1 x 1

Problem Medik Terapi DRP


Asma - Intrizin syr P 1.2 Efek terapi tidak optimal
1 x 10 ml C 1.9 Dibutuhkan indikasi obat
- Singulair yang baru
sachet 1 x I 3.6 Mulai penggunaan obat baru
1

Edvidaence Base Medicine (EBM) Terkait Terapi

Pada kasus diatas, pasien diberikan singulair sachet dan intrizin. Untuk
terapi singulair sachet dan intrizin dihentikan karena memiliki efek terapi
pengobatannya tidak opitimal, maka diberikan terapi saturasi oksigen dan
Ventolin Inhaler, Prednison untuk menangani penyakit asma, dan ambroxol
untuk batuk yang dikeluhkan pasien.

Terapi oksigen adalah perawatan atau treatment yang memberikan pasien


oksigen tambahan yang dibutuhkan oleh tubuh ketika tubuh tidak dapat cukup
oksigen dari udara karena berbagai penyakit dan kondisi (Ratih dkk, 2010).
Kemudian dibantu dengan pemberian obat golongan agonis β2 kerja singkat
yaitu Ventolin Inhaler. Ventolin Inhaler Mempunyai waktu mulai kerja
singkat (onset) yang cepat. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,
pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping
minimal atau tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis β2 yaitu
relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan
mediator dari sel mast dan basophil (Mangunegoro, H., et al. 2004).

Kemudian untuk pengobatan asma diberikan obat golongan kortikosteroid


yaitu Prednisone. Kortikosteroid adalah kelompok obat yang memiliki
aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek
yang sangat beragam yang meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat,
protein dan lipid, efek terhadap keseimbangan air dan elektrolit, dan efek
terhadap pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Namun, secara
umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolisme
karbohidrat dan efek antiinflamasi (Anonim, 2000).

Kortikosteroid adalah salah satu obat antiinflamasi yang poten dan banyak
digunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini diberikan baik yang bekerja
secara topikal maupun secara sistemik (Yunus, 1998). Kortikosteroid
mengurangi jumlah sel inflamasi di saluran napas, termasuk eosinofil, limfosit
T, sel mast dan sel dendritik. Efek ini dicapai dengan menghambat penarikan
sel inflamasi ke saluran napas dan menghambat keberadaan sel inflamasi di
saluran napas. Oleh karena itu, kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi
spektrum luas, sehingga berdampak pada berkurangnya aktivasi inflamasi,
stabilisasi kebocoran vaskular, penurunan produksi mukus dan peningkatan
respon β-adrenergik (Ikawati, 2006)

Pada terapi selanjutnya pasien tidak diberikan intrizin karena sebelumnya


pasien sudah diberikan singulair, dimana obat intrizin dan singulair
merupakan obat golongan antihistamin. Intrizine juga merupakan bukan
pengobatan asma lini pertama yang diberikan pada saat pasien masuk rumah
sakit. Maka pemberian intrizin dihentikkan dan dilanjutkan dengan pemberian
LTRA yaitu singulair (PADI, 2003).

Kemudian diberikan terapi obat dengan golongan mukolitik yaitu


Ambroxol Sirup. Obat golongan mukolitik merupakan obat batuk yang
bekerja dengan cara mengencerkan sekret saluran pernafasan dengan jalan
memecah benang- benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum.
Agen mukolitik berfungsi dengan cara mengubah viskositas sputum melalui
aksi kimia langsung pada ikatan komponen mukoprotein. Obat ini bukanlah
terapi utama pada asma melainkan terapi tambahan untuk mengurangi batuk
yang merupakan salah satu gejala asma yang muncul pada anak (Raharjo, N.,
2004).

2. PLAN

Adapun Plan dari kasus ini, berdasarkan assessment pasien Tn. M


diberikan terapi farmakologi dan non farmakologi sebagai berikut :

1) Terapi Farmakologi

No Terapi Dosis
1 Saturasi Oksigen Bila perlu
2 Ventolin Inhaler 1 x 1ml
3 Prednisone 2mg/kgBB selama 10 hari
4 Ambroxol Sirup 3 x 2,5ml

2) Terapi Non-Farmakologi

Terapi Non-Farmakologi yang dapat dilakukan yaitu (McFadden, 2005):

a) Olahraga secara rutin seperti senam asma untuk latihan pernapasan


b) Menerapkan pola hidup sehat dan pemberian oksigen bil perlu
c) Menghindari dehidrasi dengan banyak minum
d) Mengatur kegiatan fisik
4.3. MONITORING TERAPI

Efektivitas :

1. Memantau faal paru

2. Monitoring batuk berdahak dan bunyi nafas pasien

Efek Samping :

1. Ventolin Inhaler : sakit kepala dan pusing

2. Prednison : mual dan muntah

3. Ambroxol : gangguan pencernaan ringan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. IONI (Informatorium Nasional Indonesia) 2000. Depkes RI:


Jakarta.

Dipiro, J.T., Et Al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach, Seven


Edition. The Mcgraw-Hill Companies, Inc.

Ikawati, Z. 2006. Farmakoterapi Sistem Pernafasan. Pustaka Adipura, Fakultas


Farmasi Universitas Gadjah Mada: Yogykarta.

Mangunegoro, H. Widjaja, A. Sutoyo, DK. Yunus, F. Pradjnaparamita. Suryanto,


E. et al. 2004. Asma Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Mcfadden, E.R. 2005. Asthma. In : Harrison’s Principles Of Internal Medicine
16th Ed. USA: Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Rahajo, N. 2004. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI.


UKK Pulmonologi.

Ratih Oemiati., Marice Sihombing., Qomariah. 2010. Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Penyakit Asma Di Indonesia. Media Litbang
Kesehatan Volume XX.Nomor I.

Sundaru, H. 2001. Asma Bronkial Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Yunus, F. 1998 Manfaat Kortikosteroid Pada Asma Bronkial. Cermin Dunia


Kedokteran, PT Bintang Toedjoe: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai