Anda di halaman 1dari 9

JURNAL PRAKTIKUM FITOKIMIA

PRAKTIKUM I

IDENTIFIKASI FLAVONOID

HARI DAN TANGGAL PRAKTIKUM : Sabtu,13 November 2021

KELAS A4C

KELOMPOK C

NI PUTU MITHA MELIANI

DOSEN PENGAMPU :

ASISTEN DOSEN :

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

2021
PRAKTIKUM I

IDENTIFIKASI FLAVONOID

I. TUJUAN
1. Mampu melakukan identifikasi flavonoid baik dengan pereaksi kimia,
KLT yang dilanjutkan dengan pereaksi semprot dan dengan melihat
pergeseran spectrum
II. DASAR TEORI

Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom


karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6 -C3 -C6 , yaitu dua cincin
aromatik yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat
membentuk cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau
sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988).
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6 -C3 -C6 ,
artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan


mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian
tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah,
dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar,
yaitu angiospermae (Markham, 1988)

Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan


tradisional. Hal tersebut disebabkan flavonoid mempunyai berbagai macam
aktivitas terhadap macam-macam organisme (Robinson, 1995). Penelitian
farmakologi terhadap senyawa flavonoid menunjukkan bahwa beberapa
senyawa golongan flavonoid memperlihatkan aktivitas seperti antifungi,
diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida, antivirus dan
menghambat kerja enzim (Geissman, 1962).

Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif


maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam
menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tak
berwarna, tetapi flavonoid yang menyerap sinar UV barangkali penting juga
dalam mengarahkan serangga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk
tumbuhan yang mengandungnya adalah pengaturan tumbuh, pengaturan
fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga
(Robinson, 1995).

Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula


didasarkan kepada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti
dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis, secara
kromatografi satu arah, dan pemeriksaan ekstrak etanol secara dua arah.
Akhirnya, flavonoid dapat dipisahkan dengan cara kromatografi. Komponen
masing-masing diidentifikasi dengan membandingkan kromatografi dan
spektrum, dengan memakai senyawa pembanding yang sudah dikenal.
Senyawa baru yang sudah ditemukan sewaktu menelaah memerlukan
pemeriksaan kimia dan spektrum yang lebih terinci (Harborne, 1996).

Berdasarkan bentuk dari kerangka rantai 3 atom karbonnya, senyawa


flavonoid dapat digolongkan menjadi ( Trease,and Evans, 1978) :

1) Golongan Flavon (Fenil Benzo Piran) Pada flavonoid golongan ini,


rantai 3 atom karbonnya membentuk kerangka senyawa piran dan
senyawanya disebut flavonoid.
2) Golongan Flavon (Fenil Benzo-γ-Piron) Pada flavonoid golongan ini,
rantai 3 atom karbonnya membentuk kerangka piron dan senyawa
disebut sebagai flavonoid.
3) Golongan Flavilium (Fenil Benzo Pirilium) Pada flavonoid golongan
ini, rantai 3 atom karbonnya membentuk kerangka senyawa pirilium
dan senyawa disebut antosian. Dalam kombinasi senyawa flavonoid
sering tersubstitusi oleh senyawasenyawa lain diantaranya gugus
hidroksi (-OH ), metoksi (-OCH3 ), metil (CH3 ), gula dan prenil.
Gugus-gugus substituen tersebut banyak tersubstitusi pada posisi 3, 5,
7, 31 , dan 41 . ,oleh karena itu flavonoid merupakan senyawa polar
dan dapat larut dalam etanol, air, metanol dan butanol.
Struktur berbagai tipe atau golongan flavonoid bervariasi sesuai dengan
kerangka dasar heterosiklik beroksigen yang dapat berupa gama piron, piran
atau pirilium. Kecuali pada auron dan khalkon, siklisasi terjadi antara atom
karbon didekat cincin benzen (B) dan satu gugus hidroksil cincin A. Kelas-
kelas yang berlainan di flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik
oksigen dan juga hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan
(Robinson, 1991).

1. Tanaman Singkong

Adapun klasifikasi tanaman singkong menurut (Prihatman dalam


Wahyu, 2009) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin

Daun singkong memiliki tangkai panjang, helaian daunnya menyerupai


telapak tangan, tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar, tepi daun
rata, dan susunan tulang daunnya menjari. Bentuk singkong bermacam-
macam, namun kebanyakan berbentuk silinder dan meruncing, beberapa
diantaranya bercabang (Bargumono, 2012).

Daun singkong yang dimakan sebagai sayuran atau sebagai ramuan,


merupakan sumber protein yang baik. Daun singkong ini pada gilirannya
juga menyediakan vitamin dan mineral per 100 gram yaitu: kalsium 165
mg, zat besi 2,0 mg , protein 6,3 mg, lemak 1,2 mg, karbohidrat 13,0 mg,
posfor 54 mg, vitamin A 11000 mg, vitamin B 0,12 mg dan vitamin C 275
mg. Kandungan gizi daun singkong termasuk baik, terutama kandungan
protein dan beta karotennya yaitu sebesar 6,8 gram dan 3.300 mcg bila
dibandingkan dengan kandungan protein dan beta karoten pada sawi yang
hanya 2,3 gram dan 1.940 mcg dalam 100 gram bahan. Di Indonesia yang
jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 mencapai 34,96 juta jiwa, daun
singkong merupakan solusi alternatif untuk mengatasi kekurangan gizi
(Ayu, 2002).

Kromatografi menyangkut metode pemisahan yang didasarkan atas


distribusi diferensial komponen sampel diantara dua fase, yaitu fase diam
(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Fase diam dapat berupa
cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben)
sedangkan fase gerak dapat berupa cairan yang disebut dengan eluen atau
pelarut (Alimin dan Irfan, 2007). Kromatografi lapis tipis (KLT)
merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis. KLT adalah teknik pemisahan zat dengan menggunakan
adsorben (fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang disalutkan
(dilapisi) pada permukaan bidang datar berupa pelat aluminium, lempeng
kaca, atau pelat plastik. Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase
gerak tertapis melewati adsorben (Deinstrop, 2007). Berbeda dengan
kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di
dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang
seragam pada permukaan bidang datar didukung oleh lempeng kaca, plat
alumunium atau plat plastik. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup
sederhana yaitu sebuah bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan
lempeng KLT. Dengan optimasi metode dan menggunakan instrumen
komersial yang tersedia, pemisahan yang efisien dan kuantifikasi yang
akurat dapat dicapai (Wulandari,2011).
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat

- Timbangan analitik - Lampu UV


- Beaker glass - Tabung reaksi
- Gelas ukur - Chamber
- Corong - Kolom
- Magnetic stirrer - Vakum
- Penangas air - Batang pengaduk

2. Bahan

- Serbuk simplisia - HCl


- Kertas saring - Aquadest
- Methanol - Silica gel 2546
- Etanol - Etil asetat
- Kloroform - AlCL3

IV. PROSEDUR KERJA

Serbuk simplisia ditimbang 2,0g, masukkan ke dalam Erlenmeyer


50mL

Ekstraksi dengan 20mL methanol sambil digojog 10 menit

Pisahkan sari dari bagian yang tidak terlarut dengan penhyaringan


melalui kertas saring

Ulangi ekstraksi dengan 20mL methanol baru, saring dan kumpulkan


sari yang diperoleh

Sari yang diperoleh dibagi dua bagian sama banyak


Sari II dimasukkan labu hidrolisis, ditambahkan 3 tetes HCl 2N

Hidrolisis selama 30 menit dengan suhu 80°C

Dinginkan, tambahkan 5mL aquadest, masukkan ke corong pisah

Lakukan partisi dengan 15mL etil asetat

Kumpulkan fraksi etil asetat, uapkan

KLT

KLT

Fase diam : Lempeng silika 60 F254


Fase gerak :
1. Klorom-methanol-air (28:12:1)
2. Toulen-aseton (1:1)
3. Kloroform-methanol-air (80:18:2)

Peraksi semprot : 5% Alumunium klorida dalam methanol

DAFTAR PUSTAKA
Bargumono. 2012. Budidaya Tanaman Singkong. Halaman 4-25.

Deinstrop, E. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography. 2nd ed. Weinheim:


Wiley-VCA.
Geissman, T. A. 1962. The Chemistry Of Flavonoid Counpound, Hal 51.
Pergamon Press. Oxford.

Harborne, J. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, Cetakan Kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. Dan I. Soediro.
Bandung: Penerbit ITB.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Diterjemahkan Oleh


Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB: Bandung.

Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Obat Tinggi. Diterjemahkan


Oleh Kokasih Padmawinata. Bandung: ITB.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi Vi, Hal 191-
216. Diterjemahkan Oleh Kosasih Padmawinata. ITB: Bandung.

Trease,G.E And Evans, W.C. 1978. Pharmacognosy 19 Th, Edition II. Baillera
Tindall: London.

Wulandari, L. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus


Presindo.

Anda mungkin juga menyukai