Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM IV

PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI KURKUMIN DARI RIMPANG KUNYIT

I. PENDAHULUAN
I.1 Dasar Teori dan Prinsip Analisis

1.1.1 Kunyit
Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak
memiliki manfaat dan banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Kunyit termasuk ke dalam
famili zingiberaceae merupakan tanaman obat dan bumbu masakan yang banyak digunakan
oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia dan India. Kunyit digunakan dalam berbagai
bidang seperti kesehatan, kuliner, dan kosmetik. Kunyit merupakan jenis rumput – rumputan.
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40 – 100 cm. Memiliki batang semu, tegak,
bulat, membentuk rimpang dengan warna kekuningan dan tersusun dari pelepah daun yang
lunak. Daun tunggal, bentuk bulat telur dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat
(Hartati dan Balittro, 2013).
Klasifikasi tanaman kunyit yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val
(Winarto, 2014)

Senyawa kimia utama yang terkandung di dalam rimpang kunyit adalah kurkuminoid
yaitu campuran dari kurkumin (diferuloilmetan), demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin. Struktur fenolnya memungkinkan untuk menghilangkan radikal
bebas. Minyak atsiri 5,8% terdiri dari a-felandren 1%, sabinen 0,6%, sineol 1%, borneo
0,5%, zingiberen 25%, dan sesquiterpen 53%. Mono- dan sesquiterpen termasuk zingiberen,
kurkumen, α- dan β- turmeron (Depkes RI, 2008).
Kurkumin memiliki nama IUPAC 1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-
diena-3,5-dion, kurkumin juga mempunyai sifat kimia yaitu rumus strukturnya C21H20O6. Sifat
fisika kurkumin yaitu sensitivitasnya terhadap cahaya. Kurkumin akan mengalami
dekomposisi jika terkena cahaya, bentuknya serbuk dan berwarna kuning terang atau kuning
kemerahan, titik lelehnya yaitu 361,40 F (183°C). Selain sifat fisika, kurkumin juga memiliki
sifat kimia yaitu tidak dapat larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan aceton (Kristina et
al., 2010), dan kelarutannya yaitu tidak larut dalam air dan eter tetapi larut dalam alkohol.
Berikut ini adalah gambar struktur dari kurkumin :

Gambar 1.1 Struktur Kimia Kurkumin (Purba dan Martanto, 2009)

Kurkumin memiliki turunan yaitu desmetoksikurkumin. Desmetoksikurkumin memiliki nama


IUPAC (1 E ,6 E )-1-(4-Hydroxy-3-methoxyphenyl)-7 4hydroxyphenyl) hepta-1,6-diene-3,5-
dione. Selain itu, nama lain dari desmetoksikurkumin adalah Curcumin II dan
Monodemethoxycurcumin (Purba dan Martanto, 2009).

Gambar 1.2 Struktur Kimia Desmetoksikurkumin (Purba dan Martanto, 2009)

Selain desmetoksikurkumin, turunan lain dari kurkumin adalah bisdemetoksikurkumin.


Nama IUPAC dari bisdemetoksikurkumin yaitu (1E,6E)-1,7-bis(4-hydroxyphenyl)hepta-1,6-
diene-3,5-dione. Selain itu, senyawa ini memiliki nama lain seperti : Curcumin III, bis(4-
hydroxycinnamoyl) methane, didemethoxycurcumin, dan Bis(p-hydroxycinnamoyl)methane
(Purba dan Martanto, 2009).
Gambar 1.3 Struktur Kimia Bisdesmetoksikurkumin (Purba dan Martanto, 2009)
1.1.2 Maserasi
Maserasi menurupakan berasal dari kata macerare yang artinya merendam, jadi
maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan padat yaitu
direndam menggunakan pelarut bukan air (non polar) atau setengah air, misalnya etanol encer
selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Depkes
RI, 1995). Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari
cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan
dengan konsentrasi tinggi akan terdeak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi
redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara
larutan di dalam sel dan larutan di luar sel (Ansel, 1989). Maserasi biasanya dilakukan pada
temperatur 15o-20o C dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut
(Ansel, 1989).
1.1.3 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara serbuk kering simplisia dimaserasi dengan
pelarut yang sesuai, yang dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder yang terkandung
di dalam serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain maka menggunakan etanol 70%.
Masukkan satu bagian serbuk serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan 10
bagian pelarut. Lalu diaduk dan didiamkan selama satu hari. Setelah satu hari, pisahkan
maserat dengan pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi. Ulangi proses penyarian
sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Kumpulkan semua
maserat, kemudian uapkan dengan penguap vakum atau penguap tekanan rendah hingga
diperoleh ekstrak kental. Hitung rendemen yang diperoleh yaitu persentase bobot (b/b) antara
rendemen dengan bobot serbuk simplisia yang digunakan penimbangan. Rendemen harus
mencapai sekurang-kurangnya sebagaimana ditetapkan pada masing-masing monografi
ekstrak (Depkes RI, 2008).
1.1.4 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan metode pemisahan yang di dasarkan pada pemisahan
daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil
isolasinya. Seberapa jauh komponen itu dapat diserap absorben tergantung pada sifat fisika
komponen tersebut. Prinsip kerja kromatografi kolom perbedaan daya serap dari masing-
masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di
masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap. Senyawa yang
lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar
terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang diserap dari larutan secara sempurna
oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut dengan tanpa
tekanan udara masing-masing zat akanbergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga
terjadi pemisahan dalam kolom (Sastrohamidjojo, 2004). Adapun cara pengemasan kolom
kromatografi ada dua yaitu :
a. Cara basah
Tabung diisi setengahnya dengan silika gel. Lalu silika gel dikeluarkan dari dalam
tabung dan ditimbang. Kolom dibebas lemakan dengan metanol dan menyumbat dengan
kapas agar silika gel tidak menyumbat fraksi. Silika gel dibuat dengan cara menambahkan
eluen hingga terbentuk bubur, kemudian dituangkan ke dalam kolom selama proses
pengendapan kolom diketuk-ketuk tiap sisinya agar tidak terbentuk gelembung ( Diyah dkk.,
2005).
b. Cara kering
Ke dalam kolom dimasukkan silika gel yang dikemas dalam keadaan kering, Lalu
bagian atas ditutup dengan kertas saring, selanjutnya sampel dimasukkan pada bagian atas
kolom yang tersebar merata lalu diletakan kertas saring diatasnya. Kemudian dielusi mulai
dari kepolaran rendah lalu ditingkatkan perlahan-lahan dan kolom dihisap sampai kering pada
setiap pengumpulan fraksi (Mutmainah dkk., 2017).
1.1.5 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik pemisahan komponen-komponenn
campuran suatu senyawa yang melibatkan partisi suatu senyawa diantara padatan penyerap
(adsorben, fasa diam) yang dilapiskan pada pelat kaca atau alumunium dengan suatu pelarut
(fasa gerak) yang mengalir melewati adsorben (padatan penyerap) (Atun, 2014).
Teknik kromatografi biasanya membutuhkan zat terlarut yang terdistribusi antara dua
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan
penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran
partikel dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam
hal efisiensi dan resolusinya, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan
menurunkan resolusinya. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang
melebar dan puncak ganda. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk
selulosa, sedangkan mekanisme yang utama dalam KLT adalah partisi dan adsorpsi. Fase
gerak merupakan pelarut pengembang yang akan bergerak sepanjang fase diam karena
pengaruh kapiler pada pengembangan secara mekanik (ascending) atau karena pengaruh
grafitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang telah dipisahkan pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna, namun lazimnya untuk
identifikasi menggunakan nilai Rf. Nilai Rf adalah jarak yang digerakkan oleh senyawa dari
titik asal dibagi dengan jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal. Nilai Rf untuk
senyawa murni dapoat dibandingkan dengan nilai senyawa standar. Dari kromatogram yang
diperoleh dihitung harga Rf (faktor retardasi) untuk tiap-tiap noda kromatogram dari zat yang
diperiksa sebagai berikut :

Perkiraan identifakasi diperoleh dengan pengamatan dua bercak noda yang tampak
dengan pengamatan harga Rf dan ukuran yang kurang lebih sama. Jika zat yang diperiksa
mempunyai warna, ukuran, dan harga Rf yang hampir sama, maka kedua zat tersebut
kemungkinan adalah sama (Anonim, 1978). Rf pembanding kurkumin adalah 0,62 (Depkes
RI, 2008).

1.2 Tujuan Praktikum


Mahasiswa mampu menerapkan prinsip maserasi dan kolom kromatografi.

II. PROSEDUR KERJA


2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
- Gelas beaker - Kertas saring
- Corong kaca - Kolom kromatografi
- Batang pengaduk - Spektrofotometri UV
- Gelas ukur - Toples kaca
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Chamber
- Cawan porselin
- Batang bambu
- Sarung tangan
- Masker
- Botol vial yang sudah dikalibrasi dengan volume 5 mL
2.1.2 Bahan
- Serbuk kunyit - Etanol 70%
- Etanol 96% - N- Hesana
- Kloroform - Silika gel
- Plat KLT

2.2 Prosedur Kerja


2.2.1 Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae rhizoma
Ditimbang 10 gram serbuk kering Curcumae domesticae rhizoma. Diekstraksi sesuai
dengan pembuatan ekstrak menurut FHI. Ekstrak yang diperoleh diuapkan di atas water bath
menggunakan cawan porselin (yang sudah ditimbang sebelum digunakan) sampai didapat
ekstrak kental. Timbang cawan porselin yang berisi ekstrak kental. Hitung ekstrak kental
yang diperoleh.
2.2.2 Pemisahan dengan Kolom Kromatografi
a. Pembuatan Kolom Kromatografi
Siapkan Eluen (N-Hexana : kloroform : etanol 96% = 45 : 45 : 10). Tuangkan silika
gel ke dalam beker glass (yang sebelumnya telah ditimbang terlebih dahulu), selanjutnya
ditimbang untuk mengetahui bobot silika gel yang digunakan. Tambahkan eluen sambil
diaduk sampai terbentuk campuran seperti bubur. Bubur silika dimasukkan sedikit demi
sedikit dengan pipet ke dalam kolom setinggi 15 cm dengan diameter 1 cm yang telah dialasi
dengan glass wool. Hati-hati jangan sampai terbentuk gelembung / rongga. Diamkan kolom
sampai kolom rapat dan siap digunakan.
b. Pengisian Cuplikan/Sampel ke dalam Kolom
Ekstrak kental yang diperoleh ditambahkan 10 mL etanol 96%, masukkan ke dalam
kolom kromatografi sedikit demi sedikit melalui dinding. Wadah ekstrak dibilas dengan
sedikit eluen, lalu dituangkan kembali ke kolom. Biarkan cairan mengalir ke bawah sampai
terserap semua.
c. Pemisahan
Kolom dielusi dengan eluen sampai keluar eluatnya atur kecepatan elusi kurang lebih
1 mL per 5 menit. Eluat ditampung dalam 5 vial sampai tanda batas (sebanyak 5 mL).
Pekatkan eluat sampai setengah volume.
2.2.3 Identifikasi Kurkumin dengan KLT
Semua fraksi yang telah dipekatkan ditotolkan sebanyak 2 μL (larutan pembanding
kurkumin 0,1% dalam etanol P) pada plat KLT silika gel 60 GF 254 yang telah dicuci dengan
metanol dan diaktivasi pada suhu 1100C selama 30 menit. Masukkan plat KLT ke dalam
chamber (Fase gerak : Kloroform P-Metanol P = 95:5, Rf kurkumin = 0,62), elusi sampai
jarak pengembangan 1 cm dari tepi atas. Angin-anginkan plat selama 10 menit. Amati di
bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Tandai spot/noda dan
hitung Rf masing-masing spot serta tentukan spot yang diduga kurkumin.

Ditimbang 10 gram serbuk kering Curcumae domesticae rhizoma

Dimasukkan serbuk kering Curcumae domesticae rhizoma yang sudah


ditimbang ke dalam wadah terlindung cahaya lalu ditambahkan 100 ml
etanol 70%
III. SKEMA KERJA
3.1 Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae rhizoma
Diaduk dan didiamkan selama 1 hari

Setelah 1 hari, lakukan remaserasi dengan cara ampas disaring lalu


ditambahkan 100 ml etanol 70%, diaduk dan didiamkan selama 1 hari
(Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis
dan jumlah pelarut yang sama)

Diuapkan ekstrak yang diperoleh di atas water bath menggunakan


cawan porselin (yang sudah ditimbang sebelum digunakan) sampai
didapat ekstrak kental

Timbang cawan porselin yang berisi ekstrak kental

Hitung ekstrak kental yang diperoleh


3.2 Pemisahan dengan Kolom Kromatografi
3.2.1 Pembuatan Kolom Kromatografi

Disiapkan Eluen (N-Hexana : kloroform : etanol 96% = 45 : 45 : 10)

Dituangkan silika gel ke dalam beker glass (yang sebelumnya telah


ditimbang terlebih dahulu)

Ditimbang beker glass yang sudah berisi silika gel untuk mengetahui
bobot silika gel yang digunakan

Ditambahkan eluen sambil diaduk sampai terbentuk campuran seperti


bubur

Dimasukkan bubur silika sedikit demi sedikit dengan pipet ke dalam


kolom setinggi 15 cm dengan diameter 1 cm yang telah dialasi dengan
glass wool (hati-hati jangan sampai terbentuk gelembung / rongga)
Diamkan kolom sampai kolom rapat dan siap digunakan

3.2.2 Pengisian Cuplikan/Sampel ke Dalam Kolom

Ditambahkan 10 mL etanol 96% pada ekstrak kental yang diperoleh

Dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit melalui


dinding

Dibilas wadah ekstrak dengan sedikit eluen, lalu dituangkan kembali ke


kolom.

3.2.3 Pemisahan Biarkan cairan mengalir ke bawah sampai terserap semua

Kolom dielusi dengan eluen sampai eluatnya keluar, atur kecepatan


elusi kurang lebih 1 mL per 5 menit

Eluat ditampung
Ditotolkan dalam
semua 5 vial
fraksi yangsampai tanda batassebanyak
telah dipekatkan (sebanyak 5 mL).
2 μL (larutan
pembanding kurkumin 0,1% dalam etanol P) pada plat KLT silika gel 60
GF254 yang telah dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada suhu 1100C
selama 30 menit
Eluat dipekatkan sampai setengah volume

.
Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber (Fase gerak : Kloroform P-
Metanol P = 95:5, Rf kurkumin = 0,62), elusi sampai jarak
3.3 Identifikasi Kurkumin dengan KLT
pengembangan 1 cm dari tepi atas

Plat diangin-anginkan selama 10 menit

Plat diamati di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan


366 nm

Spot/noda ditandai dan Rf masing-masing spot dihitung serta


ditentukan spot yang diduga curcumin
IV. DATA HASIL PENGAMATAN
4.1. Pemisahan dan Identifikasi Kurkumin dari Rimpang Kunyit
a. Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae Rhizoma
b. Pemisahan dengan Kolom Kromatografi
c. Identifikasi Kurkumin Dengan KLT
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Ibrahim, F. Edisi
IV. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Atun, S. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan Alam.
Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8: 53-61.
Depkes RI. 1978. Materia Medika Indonesia Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Diyah, S. S., R. Waris, A. Najib. 2005. Upaya Isolasi Asarone Pada Ekstrak n-Heksan
Rimpang Dringo (Acorus calamus L.) Asal Kabupaten Pinrang. Jurnal Fitofarmaka
Indonesia. 1(1): 6-13.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hartati, S.Y., Balittro. 2013. Khasiat Kunyit Sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jurnal Puslitbang Perkebunan.
19: 5-9.
Kristina, N. N., R. Noveriza, S.F. Syahid, M. Rizal. 2010. Peluang Peningkata Kadar
Kurkumin pada Tanaman Kunyit dan Temulawak. Bogor: Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik.
Mutmainnah, P. A., A. Hakim, L. R. T. Savalas. 2017. Identifikasi Senyawa Turunan Hasil
Fraksinasi Kayu Akar Artocarpus Odoratissimus. Jurnal Pendidikan Penelitian IPA.
3(2): 26-32.
Purba, R. dan Martato, M. 2009. Kurkumin sebagai Senyawa Oksidan. Jurnal Seminar
Nasional Sains dan Pendidikan Sains. 4(3): 607-621.
Sastrohamidjojo, H. 2004.Teknik Pemisahan Kromatografi. Yogyakarta: UGM Press.
Winarto, I. W. 2004. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai