Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM ANFISKO

Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Kafein


Menggunakan Metode KLT Video Densitometri

FA 1 MATRIKULASI

Kelompok 1 Gelombang 1 :

Alfina Erma Syafitri (191FF04001)

Ana Hanifawati (191FF04003)

Andang Sugiharto (191FF04004)

Emil Nur Arifah (191FF04005)

Baiq Rimala Purnawija (191FF04008)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2020
I. TUJUAN
- Menentukan kadar dari campuran paracetamol dan kafein dengan metode
KLT video densitometry
- Mengetahui Prosedur penetapan kadar dengan metode KLT video
densitometry
- Melakukan analisis hasil kromatogram yang didapat.

II. PRINSIP
Metode pemisahan KLT dengan prinsip absorbsi dan dilakukan analisis
video densitometry berdasarkan pemindaian optik berlangsung secara
elektronik, menggunakan komputer dengan video digital, sumber cahaya,
monokromator, dan optic yang tepat untuk menerangi plat dan fokus gambar
ke perangkat charge-coupled (CCD) camera video.

III. DASAR TEORI


1. Pengertian KLT-Densitometri
Kromatografi adalah teknik pemisahan zat untuk analisis dan preparat
dengan melarutkan campuran dalam fase bergerak (cairan atau gas), yang
mengalir melalui fase stasioner; zat-zat yang hendak dipisah-pisahkan
harus berinteraksi dengan fase stasioner dengan kuat yang berbeda-beda,
interaksi ini dapat bersifat adsorpsi, partisi, pertukaran ion, pengayakan
molekuler, atau lainnya.Dilihat dari macam fase gerak, dikenal
kromatografi gas dan kromatografi cairan, yang kedua ini dapat berupa
kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapisan tipis,
kromatografi penukaran ion, dan sebagainya. Dahulu cara ini digunakan
untuk memisah-misahkan zat warna sehingga diberi nama demikian
(kromos’warna). (Hadiat, Moedjadi, Nyoman kertiasa, Sukarno,
S.soeporno, 2004).
Penentuan kadar suatu kandungan senyawa obat digunakan untuk
mengetahui banyaknya obat yang dapat terabsoebsi sehingga
menimbulkan efek terapi. Dalam penetapan kadar bahan aktif sering
menggunakan metode KLT-Densitometri. Metode Densitometri memiliki
kelebihan yaitu spesifikasi yang tinggi, hasil yang didapatkan dapat
dipercaya, dapat dilakukan dengan mudah serta cepat, fase gerak yang
dipilih dapat menghasilkan pleksibilitas besar, optimasi pemisahan dapat
dilakukan dengan beragam teknik. Dengan metode KLT-
Densitometri akan divalidasi sehingga memperoleh hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan cukup valid jika semua factor telah terpenuhi.
Analis densitometri di butuhkan standar dan sampel yang cukup murni.
Syarat keberhasilan densitometri adalah penempatan standar dan sampel
yang akurat dan konsisten ke atas lempeng dalam jumlah kecil serta
ukuran bercak yang kecil dan hampir sama.KLT-densitometri merupakan
salah satu dari metode analisa kuantitatif. Penetapan kadar suatu senyawa
dengan metode ini dilakukan dengan mengukur kerapatan bercak senyawa
yang dipisahkan dengan cara KLT. Pada umumnya pengukuran kerapatan
bercak tersebut dibandingkan dengan kerapatan bercak senyawa standar
yang dielusi bersama-sama (Hardjono, 1983).
Metode densitometri mempunyai cara kerja yang sederhana dan cepat.
Pada metode densitometri diperlukan adsorbens dan fase gerak yang
murni. Untuk memperoleh hasil yang baik umum nya digunakan adsorbens
siap pakai yang telah mengalami pra pencucian (Gritter, 1991).
Alat densitometri mempunyai sumber sinar yang bergerak di atas
bercak pemisahan pada lempeng kromatografi yang akan ditetapkan kadar
komponennya. Lempeng digerakkan menyusuri berkas sinar yang berasal
dari sumber sinar tersebut. Bercak yang kecil dan intensif akan
menghasilkan suatu puncak kurva absorbsi yang sempit dan tajam,
sebaliknya bercak yang lebar akan menghasilkan puncak kurva absorbsi
yang melebar dan tumpul (Sudjadi, 1988).
Teknik pengukuran dapat didasarkan atas pengukuran intensitas sinar
yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (reflaktansi)
atau intensitas sinar yang difluoresensikan (fluoresensi) (Mintarsih, 1990).
Pelat yang digunakan untuk KLT pada densitometri sebaiknya
digunakan pelat buatan pabrik, karena pada pelat buatan sendiri fase
diamnya kurang rata, sehingga akan mempengaruhi hasil penelusuran
dengan densitometri, yaitu berupa puncak yang lebar dan kasar. Puncak
yang lebar disebabkan kurang kompaknya fase diam, puncak yang kasar
disebabkan permukaan pelat kurang rata (Mintarsih, 1990).
Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan
interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada
KLT. Interaksi radiasi elektromagnetik dengan noda KLT yang ditentukan
adalah absorpsi, transmisi, pantulan (refleksi) pendar fluor atau
pemadaman pendar fluor dari radiasi semula. Densitometri lebih dititik
beratkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar yang sangat
kecil yang perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT.
Densitometri merupakan metode penetapan kadar suatu senyawa pada
lempeng kromatografi, menggunakan instrumen TLC scanner, pengukuran
dilakukan dengan cara mengukur serapan analit (cahaya yang diukur dapat
berupa cahaya yang dipantulkan atau yang diteruskan), pemadaman
fluoresensi untuk lapisan yang mengandung bahan berfluorsensi analit atau
hasil reaksi analit. Densitometri adalah alat pelacak kuantitatif yang sangat
terkenal. Alat ini dilengkapi dengan spektrofotometer yang panjang
gelombangnya dapat diatur dari 200-700 nm. Alat tersebut dinamakan
TLC Scanner. Teknik penggunaannya didasarkan pada pengukuran sinar
yang diteruskan, diserap dan dipantulkan atau yang dipendarkan. Sinar
yang dipantulkan mengalami hambatan oleh pendukung lempeng dan
keseragaman fase diamnya. Sinar yang dipantulkan dengan arah yang
sudah pasti menuju bercak, maka arah pantulannya sehingga dapat
dipantau jumlah sinar yang diserap. Sinar ini sangat sensitif, maka untuk
setiap senyawa dapat dicari dengan serapan maksimalnya. Susunan optik
densitometer ini tidak banyak berbeda dengan spektrofotometer tetapi pada
densitometer digunakan alat khususyaitu reflection photomultiflier,
sebagai pengganti photomultiflier pada spektrofotometer yang dapat
memperbesar tenaga beda potensial listrik sehingga mampu menggerakkan
integrator. S. LEVI dan R. Reisfeld telah mengangkat metode densitometri
ke tingkat analisis kualitatif ultrmikro. Prinsipnya analisis kuantitatif
dengan metode densitometri hampir sama dengan spektrofotometri.
Persamaan Kubelka – Munk :
I = Io + Is + It
I radio elektromagnetik dengan intensitas semula
Io Yang jatuh pada permukaan lapis tipis yang tidak homogen
dengan arah rambat tegak lurus
Is di serap oleh analit lapis tipis
It sebagian diteruskan.
2. Instrumen
Komponen penting dari densitometer antara lain:
a) Sumber radiasi (Source)
Pengatur panjang gelombang (λ selector), beam spliter, thin layer plate
(end view), detector phototube (transmitance position) Sumber radiasi
ada 3 macam tergantung rentang panjang gelombang dan prinsip
penentuan. Pada umumnya densitometri memberikan rentang
gelombang penentuan 200-630 nm. Lampu Deuterium (D2) dipakai
untuk pengukuran pada daerah cahaya tampak. Untuk penetapan pendar
fluor dan pemadaman pendar fluor dipakai lampu busur Hg bertekanan
tinggi. Sama seperti pada spektorfotometri, pada densitometry juga
dilakukan penentuan transmisi atau adsorpsi dan refleksi pada panjang
gelombang maksimal. Pada penetapan pendar fluor dan pemadaman
pedar fluor juga harus dilakukan pada panjang gelombang dimana
terjadi emisi atau intensitas realitif pendar fluor yang optimal.
b) Monokromator
Monokromator dengan fungsi yang sama seperti pada spektrofotometri
UV-Vis yang diperlukan pada densitometer. Biasanya dipakai
monokromator kisi difraksi 1200 garis/mm. Monokromator adalah alat
yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan
satu panjang gelombang.Monokromator untuk radiasi ultra violet, sinar
tampak dan infra merah adalah serupa, yaitu mempunyai celah (slit),
lensa, cermin dan prisma atau grating. Terdapat 2 macam
monokromator yaitu monokromator prisma Bunsen dan monokromator
grating Czerney-Turney. Fungsi prisma adalah untuk memisahkan sinar
polikromatis dari sumber cahaya menjadi sinar monokromatis. Bila
seberkas cahaya dilewatkan melalui sebuah prisma, maka cahaya
tersebut akandiuraikan menjadi beberapa warna (terdapat berbagai
warna merah, jingga, hijau, biru, dan lain-lain). Beda lintasan (modus
refleksi) :
AB+CD = a(sin (θm) + sin (θi)) (2.1)
Sehingga kondisi untuk puncak maksimum menjadi:
a(sin (θm ) + sin (θi)) = m λ (2.2)
c) Detektor PMT Photo MultiplierTube = Tabung Penggandaan Foto)
Detector PMT merupakan detektor umum yang dipakai pada
densitometer. Prinsip kerja dari PMT adalah permukaan logam katoda
disinari dengan seberkas cahaya dan sejumlah elektron terpancar dari
permukaannya, yang biasa disebut dengan efek fotoelektrik dengan
kondisi hampa udara.
3. Aplikasi KLT-Densitometri
1) Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dengan KLT-Densitometri pada prinsipnya mengacu
kepada nilai Rf (Retardation factor)atau Faktor retardasi yaitu :
membandingkan Rf analit dengan Rf baku pembanding atau
membandingkan bercak kromatogram sample dengan kromatogram
"Reference Standart"yang dikenal dengan : Factro Retensi Relatif (Rx).
Untuk penentuan kualitatif dengan Rs harus dilakukan bersamaan
dengan sample pada pelat yang sama.
2) Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif hampir sama dengan spektrofotometri, penentuan
kadar analit dikorelasikan dengan area bercak pada pelat KLT. Cara
penetapan kadar dapat dilakukan dengan:
 Membandingkan area bercak analit dengan area bercak baku
pembanding yang diketahui konsentrasinya.
Cx = Ax / Ap x Cp
Cx = konsentrasi analit
Ax = area analit
Ap = area baku pembanding
Cp = konsentrasi baku pembanding
 Kurva kalibrasi :
Kurva kalibrasi dibuat dengan cara memplot area bercak terhadap
konsentrasi dari satu seri larutan baku pembanding. Kurva yang
tebentuk harus linear, kemudian dengan persamaan garis regresi dapat
ditentukan kadar analit. Penentuan kadar analit yang dikorelasikan
dengan area noda plat KLT akan lebih terjamin kesahihannya dibanding
metode KCKT atau KGC, sebab area noda kromatogram diukur pada
posisi diam atau “zig-zag” menyeluruh. Korelasi kadar analit pada noda
kromatogram yang dirajah terhadap area tidak menunjukkan garis lurus,
akan tetapi merupakan garis lengkung mendekati parabola
(mulja,1985).

IV. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
1. Plat Silika gel GF254 1. Parasetamol
2. Pipa kapiler volume tris 2. Kafein
3. Chamber 3. Sediaan tablet kombinasi
4. Lampu UV 254 dan 366 nm parasetamol dan kafein
5. Hair dryer 4. Aquadest
6. Lembaran kertas saring 5. Etanol
6. Metanol

V. PROSEDUR
1.Pembuatan larutan baku

Larutan baku
Larutan induk: Larutan baku kerja: Siapkan parasetamol tunggal:
Siapkan 200 mg larutan baku kerja dengan Siapkan larutan baku
parasetamol dan rentang konsentrasi parasetamol 50 mg
100 mg kafein parasetamol 200-800 [200, dalam 50 mL air-etanol
dan larutkan 300, 400, 500, 600, 700] ppm (80:20, v/v). larutan
dalam 100 mL air- dan kafein 100-400 [100, 150, baku ini untuk
etanol (80:20, 200, 250, 300, 350] ppm. mengidentifikasi bercak
v/v). parasetamol.

2.Penyiapan Sampel

encerkan sampai dengan


gerus sampel sediaan
larutan dalam 100 ml rentang konsentrasi
dan timbang sebanyak
air-etanol (80:20 v/v) parasetamol dalam rentang
50 mg
300-500 ppm
3.Penyiapan Fase Gerak

siapkan fase gerak


masukkan dalam masukkan kertas
sebanyak 100 ml
chamber, sehingga saring ke bagian tutup chamber
berupa campuran
tinggi fase gerak pinggir dari dan biarkan
pelarut
dalam chamber chamber dan sampai jenuh
metanol:asam
dalam rentang 0,5- menyentuh ke fase gerak
asetat glasial :
1,0 cm dasar fase gerak
(25:4,3:70,7)

4.Penotolan

6 buah titik tootl pertama


tandai sebanyak 9
(larutan baku kerja), 1
titik penotolan
siapkan plat silika gel buah titik totol untuk baku
menggunakan pencil
dengan ukuran 8x7 cm parasetamol tunggal dan 2
dengan jarak antara
titik totol untuk menotol
titik totol 0,5 c m
sampel

setelah ditotol biarkan pelat


silika gel menguap semua
volume penotolan pelarut dari larutan baku tandai batas atas dari
larutan baku kerja dan kerja dan sampel. dapat pengembangan
sampel sebanyak 2 µl digunkan hairdryer untuk menggunakan pensil
mempercepat proses
pengeringan

Gambar 1. Ilustrasi plat KLT.

5.Pengembangan

keluarkan plat silika


dari chamber dan
masukkan plat yang tunggu samapi larutan
biarkan mengering di
telah ditotol dan pengembang/fase gerak
suhu ruang. untuk
dikeringkan ke dalam sampai ke tanda
mempercepat
chamber batasnya
pengeringan dapat
digunakan hairdryer
6.Penampakan dan Perekaman Bercak

dimasukkan plat
usahakan untuk merekam
silika yang telah
amati bercak dan dalam posisi kamera yang
kering kebawah sinar
rekam dengan kamera stabil/tidak bergoyang dan
UV 258 nm dan 366
fokus ke plat silika
nm

7.Analisa Kromatogram

file gambar yang blok masing-masing


telah direkam, utnuk bercak satu persatu
kromatogram akan menunjukan
selanjutnya dianalisis kemudian analisis
2 puncak
menggunakan hasil kromatogram
software Image J yang diperoleh

ukur nilai pucak hitung nilai regresi


lakukan berulang
untuk memperoleh linier dari
hingga diperoleh
nilai AUC dari konsentrasi dan
AUC larutan baku
masing-masing nilai AUC larutan
dan sampel
puncak baku

hitung penetapan
kadar sampel

8.Pembuatan kurva Kalibrasi

data yang telah dicatat, lalu


dibuat grafik hubungan antara hitung persamaan regresi
AUC dan konsentrasi larutan linier dan koefisien
baku. akan ada dua kurva korelasi dari masing-
kalibrasi yaitu kurva kalobrasi masing kurva tresebut
parasetamol dan kafein

hitung kadar
hitung persentase
parasetamol dan kafein
hitung rata-rata kadar selisih kadar yang
dalam sampel dengan
parasetamol dan kafein diperoleh dengan
menggunakan persamaan
dalam sampel percobaan terhadap
regresi yang telah
kadar etiket
dihitung
VI. HASIL PENGAMATAN

Gambar 1. Hasil penotoloan pada plat KLT


1. Data kurva kalibrasi
PARACETAMOL KAFEIN
No
C (μg/mL) AUC C (μg/mL) AUC
1 200 17159,510 100 1313,062
2 300 19297,924 150 1662,619
3 400 21394,439 200 2048,548
4 500 23108,853 250 2480,447
5 600 24807,844 300 2941,560
6 700 25951,309 350 3399,054
2. Data sampel
AUC PCT AUC KAFEIN
S1 19443,167 1410,104
S2 21194,853 1534,054
3. Kurva Kalibrasi Paracetamol

Kurva Baku Paracetamol


30000
y = 17.772x + 13956
25000 R² = 0.9904

20000
AUC

15000
AUC

10000 Linear (AUC)

5000

0
0 200 400 600 800
C (μg/ml)

4. Kurva kalibrasi Kafein

Kurva Baku Kafein


4000
y = 8.3992x + 417.72
3500 R² = 0.9972
3000

2500
AUC

2000
AUC
1500
Linear (AUC)
1000

500

0
0 100 200 300 400
C (μg/ml)
5. Data-data praktikum
Volume labu ukur : 100 ml
Bobot penimbangan sampel : 50 mg
Bobot rata-rata tablet : 650 mg
Kandungan paracetamol dalam etiket : 500 mg
Kandungan kafein dalam etiket : 65 mg
Persamaan regresi paracetamol : y = 17.772x + 13956
Persamaan regresi kafein : y = 8.3992x + 417.72

6. Penetapan kadar paracetamol


PARACETAMOL
mg sampel % kadar
AUC C C x Volume
Sampel dalam dalam
PCT (μg/ml) (mg)
tablet (mg) etiket
S1 19443.167 308.753 30.875 401.380 80.276
S2 21194.853 407.318 40.732 529.513 105.903
rata-rata 93.089

7. Penetapan kadar kafein


KAFEIN
mg sampel
AUC C C x Volume % kadar
Sampel dalam
KAFEIN (μg/ml) (mg) dalam etiket
tablet (mg)
S1 1410.104 118.152 11.815 153.598 236.304
S2 1534.054 132.910 13.291 172.782 265.819
rata-rata 251.062
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar campuran paracetamol dan
kafein dengan metode KLT video densitometry. KLT densitometry merupakan
bentuk modern dari KLT biasa. Metode analisis instrument ini berdasarkan
interaksi radiasi elktromagnetik dengan analit yang merupakan noda dari KLT.
Alat tersebut juga dilengkapi dengan spektrofotomter yang mempunyai
pancaran sinar pada panjang gelombang 200-700nm. Metode ini dapat
dgunakan untuk analisis kuantitatif dan kualitatif dengan system absorbsi sinar
atau emisi sinar (flourosensi).
Prisip kerja KLT video densitometry adalah pemindaian optic secara
elektronik menggunakan computer dengan video digital, sumber cahaya,
monokromator dan optic yang tepat untuk menerangi plat dan focus gambar
keperangkat change-coupled (CCD) kamera video. Pemilihan metode KLT
video densitometry dalam praktikum karena merupakan metode yang
sederhana, memiliki akuisisi data cepat, dapat digunakan untuk penetapan
kadar pada sampel simultan, peningkatan sensitivitas.
Sampel yang digunakan pada praktikum adalah tablet X yang memiliki
kandungan paracetamol 500mg dan kafein 65 mg. Paracetamol merupakan
turunan dari para aminophenol yang memiliki khasiat sebagai atipiretik,
analgetik dan antivitas anti inflamasi yang lemah. Paracetamol memiliki
kelarutan dalam air, etanol, gliserol, propilenglikol dan alkali hidroksida.
Sedangkan kafein adalah stimulant yang meningkatkan denyut jantung. Kafein
memiliki sifat mudah larut dalam kloroform tetapi sukar larut dalam alcohol,
air dan eter. Kombinasi dari kedua senyawa tersebut dapat digunakan untuk
migren. Berikut struktur kimia dari paracetamol dan kafein :

Gambar 3. Struktur kimia


Gambar 4. Strukur kimia kafein
paracetamol
Pada percobaan ini, dilakukan beberapa tahapan, yaitu pembuatan larutan
baku,penyiapan sampel, penyiapan fase gerak, penotolan, pengembangan,
penampakan dan perekaman bercak, analisa kromatogram, serta pembuatan
kurva kalibrasi. Pertama dilakukan penyiapan larutan baku paracetamol dan
kafein yang dilarutkan dalam methanol dan air. Kemudian diencerkan menjadi
6 seri konsentrasi. Selanjtnya pembanding paractemaol tunggal dibuat dengan
melarutkan 50mg paracetamol dalam 100 ml pelarut campuran air dan
methanol dan ditotolkan pada plat KLT dengan tanda T yang berarti sebagai
paracetamol tunggal pembanding. Pembuatan larutan sampel dilakukan
dengan menimbang sampel sebanyak 50mg, kemudian larutkan dalam 100ml
air methanol dengan perbandingan 80:20 dan sampel diencerkan pada rentang
konsentrasi 300-500 ppm.
Selanjutkan dilakukan penotolan pada plat KLT. Pada percobaan ini plat
KLT yang digunakan adalah plat silica gel yang berukuran 8 x 7 cm. Silica gel
sebagai fase diam yang bersifar polar. Sampel ditotolkan pada plat
menggunakan pipa kapiler volumetric bertujuan untuk penetapan kadar
sehingga semua penotolan memiliki volume yang sama. Volume penotolan
larutan baku dan sampel sebanyak 2μl. Penotolan diberikan jarak masing-
masing titik 0,5 cm. Titik 1 samapi 6 merupakan larutan baku, titik 7 ditandai
dengan T merupakan pembanding paracetamol dan titik 8 dan 9 adalah
sampel. Setelah penotolan selesai keringkan plat dan elusikan pada eluen yang
telah jenuh.
Fase gerak atau elun yang digunakan adalah campuran dari pelarut
methanol, asam asetat glasial dan air dengan perbandingan 25 : 4,3 : 70,7.
Fase gerak dibuat dengan memasukan pelarut tersebut diatas kedalam
chamber. Tinggu hingga ruangan chamber dipenuhi oleh fase gerak dengan
melihat kenaikan pada kertas saring. Tujuan penjenuhan chamber untuk
mengilangkan uap air dan gas lain yang mengisi fase penyerap yang akan
menghalangi laju eluen sehingga proses pengelusian dapat berjalan dengan
cepat. Celupkan plat KLT yang telah ditotolkan larutan baku dan sampel
kedalam chamber yang berisi eluen menggunakan punset.
Plat KLT yang telah dielusikan sempurna, dikeringkan dan noda diamati
pada lampu UV 254 nm dilanjutkan dengan lampu UV 366nm. Penampakan
noda pada lampu UV 254nm, dan 366 nm adalah karena adanya daya tarik
antara sinar UV dan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada
pada noda. Gugus kromofor merupakan gugus fungsi yang memiliki peran
menyebabkan senyawa memiliki warna dan merupakan gugus kovalen tidak
jenuh yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis. Sedangkan
auksokrom merupakan gugus fungsi yang memberikan warna lebih intensif
pada senyawa. Kemudian noda yang tampak diamati dan rekam dengan
kamera.
Analisis rekaman bercak menggunakan Software ImageJ. Hasil yang
diperoleh dalam bentuk kromatogram dan nilai AUC. Pada 6 konsentrasi
larutan baku dari paracetamol dan kafein, nilai AUC berbanding lurus dengan
besar konsentrasi. Semakin besar konsentrasi, maka nilai AUC akan semakin
besar. Nilai tersebut diperoleh persamaan kurva kalibrasi paracetamol y =
17.772x + 13956 dengan nilai r = 0,9904 dan persamaan kurva kalibrasi
kafein y = 8.3992x + 417.72 dengan nilai r = 0,9972. Sampel yang dianalisis
dilakukan dua kali replikasi dengan konsentrasi yang sama. Nilai AUC sampel
peracetamol berturut turut adalah 19443,167 dan 21194,853. Sedangkan nilai
AUC dari kafein adalah 1410,104 dan 1534,054. Dari nilai tersebut dapat
diperoleh kadar dari paracetamol dan kafein dengan persamaan regresi
liniernya. Kadar rata-rata dari peracetamol sebesar 93.089% dan kadar rata-
rata kafein sebesar 251.062%. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, kadar
paracetamol tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari yang tertera
pada etiket, sedangkan kadar kafein tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari
101% terhadap zat yang telah dikeringkan. Kadar yang diperoleh tidak sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan pada monografi masing-masing sampel
kemungkinan karena volume penotolan sampel kurang tepat dan sampel yang
ditotolkan tidak dilakukan pengenceran sehingga kadar yang diperoleh cukup
besar.
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum tentang penetapan kadar campuran paracetamol dan
kafein menggunakan metode KLT video densitometry, kadar paracetamol
yang diperoleh sebesar 93,089% dan kadar kafein yang diperoleh sebesar
251,062%. Kadar yang diperoleh tidak sesuai dengan persyaratan kadar yang
ditetapkan pada monografi masing-masing senyawa.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta.
Gandjar, Ibnu Ghalib dan Abdul Rohman.2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Gritter, J.R., Bobbit, J.M., dan Scharting, A.E., 1991,Pengantar
Kromatografi,diterjemahkan oleh Kosasih Pamawinata, Edisi II, Penerbit
ITB, Bandung.
Hardjono, 1983,Kromatografi, Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat,
UGM, Yogyakarta.
Mintarsih, 1990, Penetapan Kadar Alkaloid Kininda dalam Akar, Batang, dan
Daun Chinchona Succirubra Pavon et Klotzsch dari Daerah Kaliurang
Secara Spektrodensitometri (TLC-Scanner),Skripsi, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Mulja M., Suharman. 1995. Analis Instrumental. Surabaya: Airlangga
University Press.
Stahl, E.1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung
: Penerbit ITB.
Sudjadi, 1988,Metode Pemisahan, cetakan pertama, Penerbit
Kanisius,Yogyakarta.
Touchstone, JC., Rogers, D. 1980. Thin Layer Chromatography Quantitative
Enviromental and Clinical Application. New York: A Willey
Intenscience Publication, John Willey & Sons.

Anda mungkin juga menyukai