Anda di halaman 1dari 18

I.

Tujuan Percobaan
 Mengisolasi kurkumin dari rimpang kunyit dengan cara pemanasan
atau Refluks.
 Menentukan nilai Rf kurkumin dengan cara Kromatografi Lapis
Tipis (KLT).
 Memurnikan kurkumin dari rimpang kunyit dengan cara
Kromatografi Kolom (KK).
 Menguji kemurnian kurkumin dengan cara KLT preparatif.

II. Prinsip Percobaan


 Refluks adalah pemisahan 2 komponen pelarut yang tidak saling
bercampur dengan proses pemanasan.
 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah pemisahan secara kualitatif
komponen zat kimia berdasarkan perbedaan kepolaran, adsopsi dan
kecepatan migrasi antara fase gerak dan fase diam dibawah gerakan
pelarut.
 Kromatografi Kolom adalah pemisahan yang didasarkan pada
adsorpsi komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda
beda terhadap permukaan fase diam. Kromatografi kolom adsorpsi
termasuk pada cara pemisahan cair-padat.
 KLT Preparatif adalah pemisahan yang didasarkan pada perbedaan
adsoprsi, partisi, dan kelarutan dari komponen komponen kimia
yang bergerak mengikuti kepolaran eluen.

III. Teori Dasar

Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat


ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi ke dalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan maka zat
aktifnya akan diperoleh. Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia
atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan
termasuk biota laut. Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan
dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung senyawa-senyawa
yang mudah larut dalam pelarut organik. Proses pengekstraksian komponen
kimia dalam sel tanaman adalah pelarut organik akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan
larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi
keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan
antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. (Adrian, 2000)

Metode ekstraksi menurut ditjen POM dapat dilakukan dengan


beberapa cara, yaitu:

Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana,


menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). (Ditjen POM, 2000)

Maserasi digunakan untuk nenyari zat aktit yang mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung stirak, benzoin dan lain-lain. Maserasi
pada umumnya dilakukan dengan cara merendam 10 bagian serbuk
simplisia dalam 75 bagian cairan penyari (pelarut). (Ditjen POM, 1986).

Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan


pelarut melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prosesnya terdiri dari
tahap pengembangan dan perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang
jumlahnya 1-5 kali bahan.
Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik


didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.

Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru


yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga teijadi ekstraksi
yang berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.

Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada


temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur


pemanasan air (bejana infus tercelup dalam air penangas air mendidih),
temperatur terukur (96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dengan temperatur


titik didih air.
Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa menguap (minyak atsiri)


dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial. Senyawa menguap akan terikut dengan fase uap air dari
ketel secara kontinu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian
(Ditjen POM, 2000).

Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan


penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan
oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-
molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari
simplisia, proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3
kali dalam waktu 4 jam. Keuntungan metode refluks menurut Adrian yaitu :
a. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung
diperoleh hasil yang lebih pekat.
b. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat
menyari zat aktif lebih banyak.

Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia


yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan
mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah atau biji dan herba.
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan pelarut
organik misalnya metanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2
cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian labu
alas bulat dipasang kuat pada statif pada water bath atau heating mantel lalu
kondensor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem pada
statif. Aliran air dan pemanasan (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu
pelarut yang digunakan. Setelah 3 jam dilakukan penyaringan filtratnya
ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut
dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 – 4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor,
kemudian dilakukan pengujian selanjutnya (Adrian, 2000).

Gambar 1. Peralatan Refluks

Kurkumin merupakan senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi


rimpang tanaman kunyit (Curcuma domestica Rhizome) yang mengandung
desmetoksikurkumin, kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, yang
ketiganya sering disebut sebagai kurkuminoid. Kandungan utama dari
kurkuminoid adalah kurkumin yang berwarna kuning jingga. Arah
pengembangan tanaman obat ditujukan untuk pemenuhan industri dalam
negeri, farmasi, kosmetika, industri rumah tangga, jamu gendong, dan
ekspor. Ada banyak data dan literatur yang menunjukkan bahwa kandungan
kurkumin dalam kunyit (Curcuma domestica) berpotensi besar dalam
aktivitas farmakologi yaitu anti inflamatori, anti imunodefisiensi, anti virus
(virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti karsinogenik
dan anti infeksi. (Chattopadhyay et al., 2004)
Berdasarkan penelitan Chearwae, analisa KLT ekstrak kasar
kurkuminoid dengan menggunakan fase gerak kloroform : etanol : asam
asetat dengan perbandingan 94 : 5 : 1 (v/v/v) juga menghasilkan 3 spot
utama berwarna oranye. Spot yang terakhir kali terelusi (paling non polar)
yaitu spot A diidentifikasi sebagai kurkumin (1), kemudian spot B sebagai
demetoksikurkumin (2) dan spot C sebagai bisdemetoksikurkumin (3). Jika
dianalisa berdasarkan kepekatan warna dan luas spot pada plat KLT,
kurkumin merupakan pigmen yang paling dominan yang terdapat pada
kunyit. Fase gerak yang digunakan sudah cukup baik dalam memisahkan
ketiga pigmen kurkuminoid dalam ekstrak kasar sehingga dapat diterapkan
dalam isolasi dengan kromatografi kolom. (Chearwae, et al., 2004)

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan


perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen
campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan
komponen yang mudah larut di dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
(Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode
isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya
partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap
komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan
yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan
(Hostettmann et al, 1995).
Kromatografi kolom, disebut demikian karena penggunaan kolom
gelas pada metode ini. Proses kromatografi kolom yang sering digunakan
untuk memisahkan pigmen pada tumbuhan. Campuran pigmen tersebut
dimasukkan pada kolom gelas yang berisi aluminia. Pelarut kemudian
dialirkan agar membawa campuran melewati kolom. Pigmen akan bergerak
turun melewati kolom dengan kecepatan bergantung pada kuat tidaknya
adsorpsi pigmen pada aluminia. Pigmen yang teradsorp lemah pada
aluminia akan melewati kolom dengan cepat daripada pigmen yang
teradsorp kuat. Pigmen ini akan terpisah dan terkumpul pada wadah berbeda
saat keluar dari kolom. (Clark, 2007).
IV. Alat dan Bahan

Alat Bahan

o 1 set alat Refluks o Rimpang Kunyit


o Vakum o Diklorometana (CH2Cl2)
o Penangas Air o n-Heksana (C6H14)
o Plat KLT o Metanol (CH3OH)
o Chamber o Silika Gel
o Kromatografi Kolom o Aquades
o Sperktrum UV dan IR o Kertas Saring
o Pipa Kapiler
o Lampu UV
o Gelas Kimia
o Rotary Evapolator

V. Prosedur Percobaan

Refluks dan Kromatografi Lapis Tipis

Kedalam labu didih dimasukkan 20 gram rimpang kunyit kering dan

50 mL diklorometana dan direfluks selama 1 jam. Kemudian campuran

disaring dengan saringan vakum sehingga diperoleh larutan kuning. Larutan

yang diperoleh lalu dipekatkan melalui proses distilasi pada penangas air

bersuhu 500°C. Residu kuning kemerahan yang didapat kemudian

dicampurkan dengan 20 mL n-heksana dan diaduk secara merata. Kemudian

campuran disaring lagi dengan penyaring vakum. Selanjutnya, padatan yang


didapat dianalisis dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan

eluen CH2Cl2 : MeOH = 297:3 yang akan didapat 3 komponen utama.

Kromatografi Kolom

Kromatografi dengan kromatografi kolom dibuat dengan

menggunakan 15 gram silika gel dan eluen CH2Cl2 : MeOH = 99:1 dengan

tinggi kolom berkisar antara 15-20 cm. Selanjutnya, sebanyak 0,3 gram

ekstrak kasar yang didapat, dilarutkan dengan sedikit pelarut CH2Cl2 :

MeOH = 99:1 dan kemudian diteteskan secara perlahan pada bagian atas

kolom dengan tidak merusak permukaan kolom. Elusi selanjutnya dilakukan

hingga komponen pertama habis. Kemudian, monitoring dilakukan dengan

menggunakan KLT. Gabungan fraksi yang mengandung komponen pertama

ini kemudian dikeringkan. Selanjutnya, dilakukan pengujian terhadap

spektrum UV dan IR dari senyawa murni yang berhasil diisolasi.

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan

a) Pengamatan

Refluks dan Kromatografi Lapis Tipis

Hasil percobaan
Rimpang kunyit kering +
Menghasilkan warna larutan ,
diklorometana kemudian di
menjadi kuning pekat
refluks
Hasil refluks disaring dengan Menghasilkan ekstrak cair kurkumin

penyaring vakum yang berwarna kuning kemerahan


Campuran larutan hasil refluks di Menghasilkan murni kurkumin

destilasi di penangas air 500 0C kuning kemerahan


Larutan yang didapat Larutan kurkumin akan memadat

ditambahkan n- heksana atau mengkristal

RF Jarak Spot Jarak batas


(cm) (cm)
Rf 1 0,5 4,5
Rf 2 1,75 4,5
Rf 3 2,7 4,5
Rf 4 3 4,5
Rf 5 3,3 4,5
Rf 6 3,7 4,5
Rf 7 4,4 4,5

Kromatografi Kolom
Tidak didapat data atau hasil percobaan

b) Perhitungan

Kromatografi Lapis Tipis

jarak noda
Rf =
jarak eluen

0,5 3,3
Rf 1 = = 0,11 Rf 5 = = 0,73
4,5 4,5

1,75 3,8
Rf 2 = = 0,39 Rf 6 = = 0,84
4,5 4,5

2,7 4,4
Rf 3 = = 0,6 Rf 7 = = 0,98
4,5 4,5

3,3
Rf 4 = = 0,67
4,5

(%) Rendemen

Dik : kertas saring kosong = 0,686 g

Kertas saring + sampel = 1,7 g

Berat simplisia = 20 g

1,7−0,686
(%) Rendemen = X 100 % = 5,07 %
20

VII. Pembahasan
Pada Percobaan ini , dilakukan isolasi senyawa kurkumin dari kunyit

( Curcuma longa L ). Isolasi adalah sebuah cara untuk memisahkan

senyawa yang bercampur sehingga dapat menghasilkan senyawa tunggal

yang murni atau senyawa yang terekstraksi. Senyawa yang terekstraksi

merupakan penarikan senyawa dari bahan yang diujikan menggunakan

pelarut. Digunakan rimpang kunyit karena memiliki komponen senyawa

aktif yaitu kurkumin dan senyawa lain yaitu bisdesmetoksi kurkumin dan

desmetoksi kurkumin. Ketiga senyawa tersebut merupakan golongan

kurkuminoid. Untuk mengerahui adanya senyawa kurkumin pada rimpang

kunyit dilakukan beberapa pengujian yaitu dengam kromatografi lapis tipis

dan kromatografi kolom.

Sebelum dilakukan pengujian dengan KLT, Rimpang kunyit

diektraksi terlebih dahulu untuk mendapatkan senyawa kurkumin. Rimpang

kunyit kering di refluks dalam diklorometan (DCM). Refluks merupakan

metode ekstraksi panas (membutuhkan pemanasan pada prosesnya), Dengan

adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses ekstraksi. Secara

umum pengertian refluks sendiri adalah ekstraksi dengan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Suhu refluks yang digunakan

tidak terlalu tinggi agar tidak menghambat proses ekstrasi sehingga semua

kurkumin dapat diekstrasi. Penggunaan diklorometana (pelarut non polar)

ini bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa organik pada kunyit yang

cenderung bersifat non polar. Kurkumin memiliki sifat semi polar tapi lebih
ke non polar sehingga penggunaka DCM tepat untuk melarutkan kurkumin.

Setelah di refluks selama 1 jam, labu jangan di angkat terlebih dahulu.

Dibiarkan beberapa saat agar uap mengalir ke kondensor. Kemudian di

saring dengan vacum , agar terpisah antara ekstrasi dengan ampas kunyit.

Diambil filtrat pada tabung, lalu di evaporasi dengan alat evaporator. Fungsi

dari evaporator untuk melakukan pemekatan dan menguapkan DCM hingga

diperoleh residu berwarna kuning kemerahan. Hasil residu kuning

kemerahan ditambahkan n-heksana untuk melarutkan residu karena residu

sudah menjadi ekstraksi kering maka dilakukan pengerokan pada dinding

labu. N-heksana berfungsi untuk melarutkan pengotor, selain itu

digunakannya n-heksana karena bersifat non polar. Setelah dikerok,

kemudian di saring dengan vacum. Hasil vacum yang diambil adalah

ekstraksi yang tertinggal di kertas saring berwarna orange kemerahan.

Disiapkan eluen CH2Cl2 : MeOH (97:3) lalu masukan kedalam

chamber .Eluen yang digunakan untuk proses elusi terdapat dua jenis yaitu

eluen yang lebih polar dan eluen yang kurang polar. Hal ini dimaksudkan

untuk mencapai semua tingkat kepolaran sehingga eluen ini dapat

mengangkat noda yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. CH 2Cl2 bersifat

non-polar sedangkan MeOH bersifat polar. Ditunggu hingga chamber jenuh.

Sampel yang diperoleh setelah penimbangan 1,014 gram. Sehingga hasil %

rendemen yaitu 5,07,%.

Setelah didapat sampel ekstraksi , maka dilakukan uji kromatografi

lapis tipis. Larutkan ekstraksi yang sudah didapat dengan sedikit eluen ,
kemudian di totolkan pada plat KLT yang sudah diberi tanda batas dari

dimulainnya elusi sampai batas akhir elusi. Penotolan dengan menggunakan

pipa kapiler ,dilakukan sebanyak 3 kali penotolan agar tidak terlalu pekat

saat dielusi. Setelah chamber jenuh maka dimasukan plat KLT ke chamber.

Ditunggu elusi sampai tanda batas, dari hasil elusi diperoleh 9 spot noda.

Nilai Rf yang dihasilkan yaitu Rf 1 = 0,11 , Rf 2 = 0,39 , Rf 3 = 0,6,

Rf 4 = 0,67 , Rf 5 = 0,73 , Rf 6= 0,84 , dan Rf 7 = 0,98. Dari hasil tersebut

bisa dipilih 3 noda yang memiliki nilai Rf yang bagus berkisar antara 0,2-

0,8. Karena diperkirakan menunjukkan komponen zat aktif yang dominan

pada kunyit ada 3 macam senyawa yaitu kurkumin, demetoksikurkumin,

dan bis-demestoksikurkumin.

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen

tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya

perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih

besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya.

Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar

akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang

rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi,

yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya

(Ewing Galen Wood, 1985). Tetapi hal ini bisa terjadi kesalahan karena

nilai Rf tergantung pada sifat polar pelarut yang digunakan , sifat polar dari

fase diam , sifat polar sampel dan kondisi percobaan. (Bidlingmayer, 1987)
Kromatografi kolom digunakan untuk menguji kemurnian suatu

senyawa karena dilakukan pemisahan secara spesifik. Metode pembuatan

kolom terbagi menjadi 2 yaitu untuk metode kering, kolom pertama diisi

dengan kering fase diam bubuk, diikuti dengan penambahan fase mobile.

Metode basah, sebuah bubur disiapkan dari eluent dengan fase diam bubuk

dan kemudian dengan hati-hati dituangkan ke dalam kolom. Lapisan ini

biasanya ditutupi dengan lapisan pasir kecil atau dengan kapas atau wol

kaca untuk melindungi bentuk lapisan organik dari kecepatan baru

ditambahkan eluent. Eluent perlahan-lahan melewati kolom untuk

memajukan bahan organik (Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991).

Pada praktikum ini digunakan pembuatan kolom dengan metode

basah. Disiapkan silica gel yang dilarutkan dengan eluen CH2Cl2 : MeOH

(99:1). Silica gel dan eluen diaduk terus menerus agar tetap homogen dan

eluen yang digunakan sampai silica gel tidak mengendap dan kering.

Sebelumnya dimasukkan kapas kedalam kolom yang bertujuan untuk

menyaring dan menahan silika gel. Silika yag dilarutkan eluen dimasukan

ke dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit , dengan kran kolom

dibuka. Eluen dibiarkan mengalirkan hingga silika gel memadat. Tetapi

kolom sambil diketuk-ketuk sedikit agar kolom yang masih terdapat

gelembung udara bisa dipadati oleh silika. Setelah silika gel memadat, eluen

dibiarkan mengalir sampai batas adsorben kemudian kran ditutup. Eluen

tidak boleh dibiarkan sampai habis agar silica tidak kering dan tidak terjadi

retak didalam kolom. Selain itu, agar proses pemisahan zat berjalan optimal.
Sampel dimasukkan berlahan dan sedikit pada dinding kolom agar tidak

merusak permukaan silika. Setelah dimasukan semua sampel ditambahkan

eluen untuk mengelusi sampel untuk melewati kolom. Dikolom terjadi

pemisahan yang menghasilkan 3 warna yaitu orange kecoklatan, orange, dan

kuning Perbedaan warna ini menunjukkan adanya perbedaan senyawa atau

zat aktif yang dipisahkan. Semakin pekat warna, maka semakin banyak zat

aktif atau senyawa yang terpisahkan.

Komponen berwarna kuning adalah kurkumin. Selain itu, kurkumin

adalah senyawa non polar, terbukti bahwa dia tidak berikatan terlalu lama

dengan fasa diam silika gel. Sedangkan komponen berwarna oranye yang

berada ditengah merupakan senyawa semipolar yaitu bis-

demetoksikurkumin, dan senyawa yang paling polar adalah

komponen berwarna orange kecoklatan yaitu Desmetoksikurkumin.

Percobaan Kromatografi Kolom ini tidak terlaksana dengan baik


dikarenakan keterbatasan waktu dan alat praktikum

VIII. Kesimpulan
 Hasil Refluks didapat ekstrak kasar rimpang kunyit dengan
rendemen 5,07%
 Hasil KLT yang didapat mempunyai 7 spot dengan nilai Rf yang
berbeda beda
 Kromatografi Kolom tidak terlaksana dengan baik dikarenakan
keterbatasan waktu dan alat praktikum
 KLT preparatif tidak dilaksanakan

DAFTAR PUSTAKA
Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan
Obat”. Pusat Penelitian. Universitas Negeri Andalas.
Bidlingmayer, Bryan A. 1987. “Preparative Liquid Chromatograph”.
Elsevier Publishing Company Inc. Amsterdam.
Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U. and Banerjee, R.K.
(2004). Tumeric and Curcumin: Biological actions ans medicinal
applications. Current Science. 87 (1) : 44 - 53.
Chearwae, W., Anuchapreeda, S., Nandigama, K., Ambudkar, S. V., dan
Limtrakul, P. (2004). “Biochemical mechanism of modulation of
human P-glycoprotein (ABCB1) by curcumin I, II, and III purified
from Turmeric powder”. Biochemical Pharmacology 68.
Clark, Jim. 2007.  Kromatografi Lapis Tipis. "http://chem-is-try.org”
diakses  pada tanggal 8 Juni 2016 pukul : 01.23 WIB

Ditjen POM. (1979).  Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman. 9, 755, 902
Ditjen POM. (1986). Sediaun Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Halaman. 10-11.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departeman Kesehatan RI.
Halaman. 10-12.
Ewing, Galen Wood. 1985. “ Instrumental of Chemical Analysis Fifth
edition”. McGraw-Hill. Singapore.
Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit
ITB. Bandung
Hostettmann K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara
Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB. Bandung

Anda mungkin juga menyukai