Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FITOKIMIA
ISOLASI MINYAK ATSIRI DENGAN METODE DESTILASI AIR
DARI JAHE (Zingiber officinale)
DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI JAHE
DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

DisusunOleh :
Andisti Pramodya Wardhani 219001
Arifah Lenasari 219003
Dhiah Setyowati 219005
Dian Sutrisni 219007
Meida Eka Wati 219017

LABORATORIUM FITOKIMIA
POLITEKNIK KATOLIK MANGUN WIJAYA
SEMARANG
2019
LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FITOKIMIA

ISOLASI MINYAK ATSIRI DENGAN METODE DESTILASI AIR DARI

JAHE (Zingiber officinale) DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI JAHE

DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

I. Tujuan

1. Mahasiswa mampu melakukan isolasi minyak atsiri dari jahe dengan

menggunakan alat ekstraksi destilasi air.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan cara isolasi minyak atsiri

dari jahe dengan baik dan benar.

3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi minyak atsiri jahe dengan cara

organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dan rasa dengan baik dan benar.

4. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi minyak atsiri dari jahe dengan

metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

5. Mahasiswa mampu menghitung rendemen minyak atsiri yang dibuat.

II. Prinsip

1. Isolasi

Menyari kandungan minyak atsiri dari tanaman dengan metode ekstraksi

destilasi berdasarkan perbedaan titik didih .

2. Destilasi

Penguapan cairan dengan memanaskannya dan kemudian mengembunkan

uapnya kembali menjadi cairan.

3. Pemisahan pemurnian
Perbedaan bobot jenis yaitu cairan yang bobot jenisnya lebih tinggi akan

berada pada lapisan bawah, sedangkan cairan yang bobot jenisnya rendah

akan berada pada lapisan atas.

4. Kromatografi lapis tipis

Penyerapan dan pemisahan berdasarkan kepolaran sampel dan baku akan

tereluasi dengan fase gerak pada lempeng KLT (fase diam).

III. Tinjauan pustaka

Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,

atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal

dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 150 jenis

minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis

diantaranya dapat diproduksi diIndonesia. Meskipun banyak jenis minyak atsiri

yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang

telah berkembang dan sedang dikembangkan di Indonesia (Guenther, E., 2006).

Minyak atsiri didefinisikan sebagai produk hasil penyulingan dengan

uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Minyak atsiri dapat mengandung

puluhan atau ratusan bahan campuran yang mudah menguap (volatile) dan bahan

campuran yang tidak mudah menguap (non-volatile), yang merupakan penyebab

karakteristik aroma dan rasanya (Mac,T.H. dan Harris, D., 2002).

Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa

kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa

organik mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol,

oksida, ester, aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu

jenis komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi (Agusta, 2000).


Minyak atsiri mengandung bermacam-macam komponen kimia yang

berbeda, namun komponen tersebut dapat digolongkan ke dalam empat

kelompok besar yang dominan menentukan sifat minyak atsiri, yaitu:

1. Terpen, yang ada hubungannya dengan isoprena atau isopentena.

2. Persenyawaan berantai lurus

3. Turunan benzena

4. Persenyawaan lainnya.

Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berujud

cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah,

biji,maupun dari bunga dengan cara penyulingan. Meskipun kenyataan untuk

memperoleh minyak atsiri dapat menggunakan cara lain seperti ekstraksi

menggunakan pelarut organik atau dengan cara dipres (Sastrohamidjojo,

H.,2004).

Sebagian besar minyak atsiri umumnya diperoleh dengan cara

penyulingan menggunakan uap atau disebut juga dengan cara hidrodestilasi.

Penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu

campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap

dari masing-masing zat tersebut. Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga

macam metode penyulingan, yaitu:

1. Penyulingan dengan air (water destillation)

Metode ini dilakukan dengan cara bahan yang akan disuling kontak

langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau

terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang

disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu

dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan

memakai pipa uap berlingkar terbuka atau berlubang.

2. Penyulingan dengan air dan uap (water steam destillation)


Penyulingan dengan air dan uap. Pada metode penyulingan ini, bahan olah

diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air

sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan

dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah.

3. Penyulingan dengan uap langsung (steam destillation)

Metode ketiga disebut penyulingan uap atau penyulingan uap langsung dan

prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan di atas, kecuali air tidak diisikan

dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada

tekanan lebih dari satu atmosfir. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang

berpori yang terletak di bawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan

yang terletak di atas saringan (Guenther, 2006).

Banyak tanaman obat yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Dari

beberapa tanaman obat yang dapat menghasilkan minyak atsiri tanaman yang

digunakan pada praktikum ini adalah jahe (Zingiber officinale).

Jahe (Zingiber officinale) merupakan rempah-rempah Indonesia yang

sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan.

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu dan

termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Jahe berasal dari Asia

Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina (Paimin, 2008).

Deskripsi tanaman jahe


Tanaman jahe memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Filum : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingibeaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale

Kandungan kimia yang terdapat di dalam tanaman jahe antara lain

senyawa fenolik. Beberapa komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain(6)-

gingerol, (6) shogaol, diarilheptanoid dan curcumin. Rimpang jahe juga

mempunyai aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol. Kandungan lain yang

terdapat pada jahe antara lain minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-

senyawa seskuiterpen, zingiberen, zingeron, oleoresin, kamfena, limonen,

borneol, sineol, sitral, zingiberal, dan felandren. Minyak atsiri umumnya

berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa yang memberikan

aroma yang khas pada jahe (Yuliani,S. dan Satuhu, 2012).

Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum

adalah zingiberen dan zingeberol. Zingiberen merupakan seskui terpen

hidrokarbon dengan rumus C15H24, sedangkan zingiberol

merupakanseskuiterpen alkohol dengan rumus C15H26O (Koswara, 1995).

Zingiberen adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe. Senyawa ini

memiliki titik didih 34°C pada tekanan 14 mm Hg, dengan berat jenis pada 20°C

adalah 0,8684. Indeks biasnya 1,4956 dan putaran optik -73°38‟ padasuhu 20°C.

Selama penyimpanan, senyawa zingiberen akan mengalami resinifikasi

(Ketaren, 1985).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan

komponen menggunakan fase diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben

inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering

digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan

KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori

kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan

analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun

cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang

sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan

dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk

kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,

identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil

(Fessenden,2013).

IV. Alat dan bahan

Alat :

1. Alat destilasi 7. Bekerglass

2. Pipa kapiler 8. Kertas saring

3. Bejana KLT 9. Silica gel 254

4. Corong kaca 10. Lampu uv 254 Nm

5. Timbangan digital 11. Plat KLT

6. Gelas ukur

Bahan :

1. Pengembang KLT

2. Etil asetat
3. Aquadest

4. Vanilin-asam asetat

VI. Cara kerja

1. Prosedur isolasi

Pasang alat destilasi sesuai petunjuk

Timbang 250 mg simplisia, kemudian rajang kecil

Masukkan aqua dest 250 ml dan batu didih kedalam labu alas bulat

Masukkan semua simplisia yg sudah dirajang

Masukkan aqua dest kembali 250 ml

Tutup rapat Labu alas bulat dengan penutup karet bersama

thermometer

Nyalakan Heating Mantles

Destilasi selama 3 jam

Jaga suhu thermometer antara 80º - 90º C

Kemudian hasil pada fase air dibuang dan fase minyak masukan vial
2. Menghitung rendemen

Ditimbang jumlah bahan awal yang diisolasi

Diisolasi minyak atsiri dari simplisia

Ditimbang hasil ekstrak yang diperoleh

𝑃
Hitung hasil rendemen R= 𝐵x 100%

3. Pengamatan organoleptis

Amati hasil isolasi minyak atsiri

Catat hasil pengamatan, bentuk, warna, bau dan rasa


4. Identifikasi KLT

Fase diam = Silica gel GF 254

Fase gerak = Toluen : Etil asetat (93 : 7)

Sample = Minyak cengkeh

Baku pembanding = Eugenol

Disiapkan eluen toluene-etilasetat dalam bejana KLT

( lakukan penjenuhan)

Siapkan fase diam

Totolkan sampel pada lempeng KLT

Masukan kedalam bejana yang telah jenuh (amati bercak)

Setelah proses berakhir, keringkan lempeng KLT,

amati noda sampel dibawah sinar uv 254 Nm

Semprotkan penampak bercak (Vanilin-H2SO4)

Kemudian keringkan kembali

dan amati bercak dibawah sinar uv

Hitung RF sampel dan bandingkan dengan RF baku pembanding


RF = Jarak yang ditempuh solut

Jarak yang ditempuh fase gerak

VII. Gambar rangkaian alat

Corang kaca yang disumbat


dengan kapas yang dibasahi

Selang keluar air

Pendingin bola

Selang yang disambungkan


dengan aliran air masuk
Pipa Stahl

Thermometer

Labu alas bulat

Heating Mantles

VIII. Hasil evaluasi

a. Organoleptis

1. Bentuk : Cairan kental

2. Bau : Aromatik khas jahe

3. Rasa : Pedas

4. Warna : Kuning
b. Hasil rendemen

Berat jahe 250 gram

Berat vial kosong 12,11 gram

Beratvial + ekstrak 12,28 gram

Berat minyak atsiri 0,17 gram

Rumus rendemen :

𝑃
𝑅= 𝑥 100%
𝐵
0,17 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100%
250 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 0,068 % (𝑏⁄𝑏)

c. Identifikasi KLT

Eluen (10 mL)

Toluen : 9,3 mL

Etil Asetat : 0,7 mL

Sampel : Ekstrak Jahe

Baku pembanding : Eugenol


Warna Noda Pada
Senyawa Sinar UV Perhitungan Rf Gambar
Eugenol & Panjang Sebelum Sesudah dan hRf
Baku Noda Vanilin Vanilin (Batas eluasi = 8
Eugenol Asam Asam cm)
Sulfat Sulfat

5 𝑐𝑚
𝑅𝑓 =
8 𝑐𝑚
Noda
= 0,63
Sampel 1 Ungu Coklat
HRf =
5 cm
0,63 x 100 = 63

Ekstrak
minyak
atsiri jahe
(sampel)

7 𝑐𝑚
Noda Ungu Coklat 𝑅𝑓 =
8 𝑐𝑚
Sampel 2 = 0,88
7 cm HRf =
0,88 x 100 = 88
4,4 𝑐𝑚
Eugenol 𝑅𝑓 =
8 𝑐𝑚
(baku 4,4 cm ungu coklat
= 0,55
banding)
HRf =
0,55 x 100 = 55

IX. Pembahasan

Pada praktikum kali ini mahasiswa melakukan isolasi minyak atsiri dari

jahe dengan metode destilasi air dari jahe (Zingiber officinale) dengan metode KLT

(Kromatografi Lapis Tipis). Tujuan dilakukan isolasi yaitu memisahkan senyawa

yang bercampur menjadi senyawa tunggal yang murni. Digunakan baku

pembanding senyawa eugenol karena senyawa eugenol merupakan minyak atsiri

yang merupakan senyawa fenolat dan eugenol merupakan komponen yang paling

besar. Sedangkan minyak atsiri jahe merupakan minyak atsiri yang mengandung

zingiberen dan zingiberol yang menyebabkan bau harum pada jahe.

Metode isolasi minyak atisiri jahe yang digunakan adalah destilasi air

dengan prinsip yaitu merendam semua simplisia jahe yang digunakan dalam cairan

penyari air. Metode ini dipilih karena senyawa zingiberen dan zingiberol yang

terkandung dalam jahe memiliki titik didih yang lebih rendah dari air, yang berarti

tahan terhadap pemanasan selain itu minyak atsiri akan menguap terlebih dahulu

ketika dilakukan proses destilasi. Minyak atsiri yang keluar dikarenakan adanya

proses hidrodestilasi. Keuntungan dari metode destilasi air yaitu alat sederhana dan

mudah diperoleh, mudah dilakukan, dapat mengekstraksi dari bahan berbentuk

bubuk. Sedangkan kekurangannya yaitu sering terjadi hidrolisa, ekstraksi tidak

berlangsung dengan sempurna, minyak yang bertitik didih tinggi dan bersifat larut

dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, tidak semua bahan dapat diisolasi
menggunakan cara ini, terutama bahan yang mengandung fraksi sabun, bahan yang

larut dalam air, dan bahan yang mudah hangus, waktu penyulingan yang relatif

lama. Minyak atsiri jahe termasuk minyak atsiri yang mudah menguap, hendaknya

menggunakan pemanasan yang rendah agar kualitas minyak atsiri tetap terjaga,

walaupun akan membutuhkan waktu penyulingan yang lama.

Rendemen minyak atsiri jahe yang didapatkan antara kelompok satu

dengan yang lain berbeda dengan waktu destilasi sama yaitu 3 jam, hal tersebut

dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Bahan baku yang digunakan merupakan faktor

yang mempengaruhi rendemen. Mulai dari pemilihan bahan baku, kondisi dimana

bahan baku tumbuh, perlakuan bahan sebelum didestilasi. Sebelum dilakukan

destilasi ukuran jahe diperkecil, agar uap dapat dengan mudah mengangkut minyak

pada jahe. Pengecilan ukuran jahe ini dapat dilakukan dengan cara perajangan,

tumbuk dan parut, sedangkan pada praktikum ini pengecilan bahan dilakukan

dengan cara perajangan. Selain itu umur panen jahe harus memenuhi syarat. Umur

panen yang memenuhi syarat untuk didestilasi adalah jahe yang telah berumur tujuh

bulan hingga satu tahun. Pada umur satu tahun ini, glandula minyak yang ada pada

jahe sudah cukup mengandung minyak atsiri. Sedangkan jika jahe dipanen pada

umur 3 bulan untuk keperluan sebagai bumbu masak, pada usia 3 bulan kandungan

minyak masih sangat sedikit, dimana pertumbuhan glandula minyak belum tersebar

merata. Perbedaan rendemen yang diperoleh dari masing – masing kelompok

dipengaruhi oleh persebaran uap dan transportasi uap pada alat destilasi.

Dalam proses destilasi, persebaran uap dan ukuran bahan mempunyai

hubungan cukup erat. Bahan baku dengan luas permukaan yang besar lebih

maksimal didestilasi dalam keadaan terendam air. Pergerakan bahan di dalam labu

lebih leluasa sehingga air yang kemudian membentuk uap dapat dengan mudah

menuju permukaan labu untuk menuju kondensor. Rendemen yang dihasilkan akan

berbeda jika jahe dirajang kemudian disuling dengan metode distilasi air. Karena
glandula tidak sobek secara sempurna, bahkan masih ada yang utuh tidak dapat

ditembus oleh uap tanpa tekanan.

Pada hasil rendemen yang diperoleh kelompok 2 dihasilkan hanya sedikit

minyak atisiri jahe yaitu 0,17 gram. Disebabkan karena rimpang jahe yang keras

sehingga kemampuan air untuk menembus jahe cukup sulit dibandingkan dengan

sereh. Minyak atsiri pada jahe terdapat di glandula atau kelenjar-kelenjar pada

rimpang, sehingga pada proses perajangan harus hati-hati agar minyak atsiri tidak

banyak yang terbuang. Presentase hasil rendemen minyak atsiri jahe adalah 0,068%

b/b atau sekitar 0,17 gram. Hasil yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan

rendemen minyak atsiri yaitu sebesar 0,5% - 1,2% (Ketaren, 1985).

Hasil minyak atsiri yang didapat diidentifikasi dengan menggunakan

metode kromatografi lapis tipis (KLT). Prinsip dari KLT yaitu penyerapan dan

pemisahan sifatnya like disolve like tidak boleh dipisah antara polar dengan non

polar. Komponen-komponen ini berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh

fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang.

Fase diam yang digunakan silica gel GF 254 yang berarti dapat

berflouresensi pada panjang gelombang 254 nm. Alasan pemilihan silika gel

sebagai fase diam karena silika gel memiliki pori-pori dan tidak mudah bereaksi

dengan senyawa-senyawa organik pada kolom. Sedangkan fase gerak yang

digunakan yaitu toluena:etil asetat dengan perbandingan 93:7. Fase gerak yang

digunakan 10 mL maka perbandingan yang digunakan 9,3 mL toluena dan 0,7 mL

etil asetat.

Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) langkah pertama yang dilakukan

yaitu penjenuhan eluen. Penjenuhan dilakukan dengan cara mencelupkan ujung

kertas saring dalam chamber yang ditutup dan dibiarkan fase gerak merambat

hingga ujung atas kertas saring. Tujuan penjenuhan tersebut untuk mempercepat

proses eluasi agar di dalam bejana KLT sifatnya sama atau terisi seluruhnya dengan
fase geraknya. Langkah kedua diaktifkan lempeng KLT dalam oven selama 5-10

menit pada suhu 105oC. Tujuan pengaktifan lempeng KLT untuk menghilangkan

tapak-tapak air yang terserap pada lempeng KLT tersebut. Dengan adanya air akan

mengganggu proses migrasi dari sampel dan baku pembanding dengan eluen serta

fase diam. Lalu dilakukan penotolan hasil ekstraksi minyak atsiri jahe dan baku

pembanding eugenol pada lempeng KLT dengan ukuran sekecil mungkin agar noda

yang tercipta lebih terfokus dan tajam. Hasil penotolan dilihat dibawah sinar UV

254 nm terlihat warna ungu hal tersebut karena noda atau bercak yang ada meredam

flouresensi sehingga tidak berflouresensi, yang sebelumnya jika tidak ada noda

pada lempeng KLT apabila dilihat di bawah sinar UV 254 nm berwana kuning

kehijauan.

Jarak bawah pada lempeng KLT yaitu 1 cm betujuan agar sampel tidak

tercelup langsung dengan eluen, jika sampel tercelup langsung dengan eluen maka

hasil penotolan akan melebar. Sedangkan batas atas bertujuan untuk memberi batas

agar kenaikan bercak tidak melampaui lempeng KLT. Fraksi yang telah ditotolkan

tersebut dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen. Eluen digunakan sebagai

pelarut untuk mendeteksi noda karena ketika senyawa organik diserap oleh eluen

pada lempeng KLT, proses penyerapan berhenti dimana semakin kuat senyawa

diserap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan.

Langkah selanjutnya diamati kenaikan bercak pada lempeng KLT, setelah

terlihat kenaikan bercak lempeng KLT dikeringkan lalu diamati dibawah sinar UV

254 nm dan ditandai noda yang timbul pada lempeng KLT. Hal tersebut untuk

mempermudah perhitungan Rf dan HRf. Tidak terdapat noda yang nampak pada

lempeng KLT. Sedangkan pada baku pembanding terdapat 2 noda dengan nilai Rf1

= 0,63 sedangkan HRf 1 = 63, Rf 2 = 0,88 sedangkan HRf 2 = 88. Setelah ditandai

noda yang nampak dilakukan penyemprotan penampang bercak. Penampang bercak

yang digunakan yaitu vanilin-asam sulfat pekat. Tujuan penyemprotan bercak yaitu
untuk memperjelas warna noda yang nampak pada lempeng KLT. Kemudian

dikeringkan selama 5-10 menit untuk mengintensifkan warna pada lempeng KLT

dan mempercepat reaksi antara sampel dengan vanilin-asam sulfat. Warna yang

dihasilkan adalah warna coklat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil noda dari identifikasi metode KLT

antara lain dipengaruhi oleh penjenuhan eluennya, totolan yang terlalu banyak dan

tidak rapi, serta adanya aliran udara dari luar ketika dilakukan proses KLT di dalam

bejana KLT.

X. Kesimpulan

1. Isolasi minyak atsiri dari jahe menggunakan metode destilasi dimana

merupakan metode isolasi suatu zat yang didasarkan pada perbedaan titik

didihnya. Senyawa yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap

terlebih dahulu, kemudian uap air yang terbentuk akan didinginkan melalui

proses kondensasi. Metode destilasi yang digunakan yaitu destilasi air

dengan prinsip bahan yang akan didestilasi kontak langsung dengan air

mendidih, bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara

sempurna dalam cairan penyari.

2. Hasil identifikasi minyak atsiri jahe dengan cara organoleptis yaitu

Bentuk : Cairan kental

Bau : Aromatik khas jahe

Rasa : Pedas

Warna : Kuning

3. Hasil isolasi eugenol secara kualitatif kemudian dapat dilakukan dengan

metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan prinsip memisahkan

campuran senyawa berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi antara dua fase

yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan silica gel F 254
nm. Fase gerak yang digunakan adalah toluen : etil asetat dengan

perbandingan 93:7.

𝑏
4. Rendemen ekstraksi minyak atsiri jahe yang dibuat yaitu 0,068 % 𝑏 dengan

berat ektrak 0,17 gram.


XI. Daftar pustaka

Agusta, A., 2000,Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika, Bandung:ITB

Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2013, Dasar-dasarkimiaorganik.Jakarta

:Erlangga

Guenther, E., 2006,Minyak Atsiri Jilid I, Diterjemahkan oleh S. Ketaren,

Jakarta:UIPress.

Mac, T.H., dan Harris, D., 2002,An Economic Study of Essential Oil Production

in The UK: A Case Study Comparing Non-UK Lavender/Lavandin

Production and Peppermint/Spearmint Production with UK Production

Techniques and Cost, Report to Government-Industry Forum on Non Food

Uses of Crops DEFRA, London

Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.

Yuliani,S., dan Satuhu, 2012, Panduan Lengkap Minyak Asiri Cetakan Pertama,

Jakarta: Penebar Swadaya.

Paimin, F. B., Murhananto. (2008). Seri Agribisnis Budidaya

Pengolahan, Perdagangaan Jahe. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada Press.


XII. Lampiran

1.Gambar isolasi minyak atsiri dari jahe dengan alat destilasi stahl

2.Gambar hasil isolasi minyak jahe


3.Gambar lempeng KLT dibawah sinar UV setelah penotolan

4.Gambar lempeng KLT saat dimasukkan ke dalam bejana KLT


5.Gambar lempeng KLT di bawah sinar UV setelah dimasukkan bejana
KLT

6.Gambar KLT saat di semprot vanillin – Asam Sulfat pekat


7. Gambar KLT setelah di semprot Vanillin – Asam Sulfat pekat
LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 24 Oktober 2019

Dosen Pengampu I Praktikan

(Septiana Laksmi Ramayani, M.Sc.,Apt) (Andisti Pramodya W)

Dosen Pengampu II
(Arifah Lenasari)

(Margareta Retno Priamsari, M.Sc., Apt) (Dhiah Setyowati)

(Dian Sutrisni)

(Meida Eka Wati)

Anda mungkin juga menyukai