Anda di halaman 1dari 7

RESUME SUPPOSITORIA DAN OVULA

A. Definisi Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rectal, vagina atau uretra. (Farmakope Indonesia Edisi IV). Suppositoria adalah sediaan
padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau
meleleh pada suhu tubuh. ( Farmakope Indonesia Edisi III).
Ovula adalah sediaan padat , umumnya berbentuk telur mudah melemah (melembek) dan
meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut dan digunakan sebagai obat luar khusus untuk vagina.
Sebagai bahan dasar ovula harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.

B. Macam-macam Suppositoria
1. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya
suppositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan
kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo
atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang
digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum
cacao (Ansel, 2005).
2. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong
atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g, apabila basisnya oleum
cacao.
3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya rampiung
seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita.
Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm,
walaupun ukuran ini masihbervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya
dari oleum cacao beratnya ± 4 g. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan
beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila
oleum cacao sebagai basisnya.
4. Suppositoia untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya
berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih
kecil, biasanya 32 mm. Suppositoria telinga umumnya diolah dengan suatu basis
gelatin yang mengandung gliserin. Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria
untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang digunakan.

C. Tujuan Penggunaan Supositoria


1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi
lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap
oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat
per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat
diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah.
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hati.
4. Sebagai alternatif bila oral tidak dapat dilakukan. Misalnya pada pasien debil (lemas,
tidak bertenaga), muntah-muntah, gangguan sistem pencernaa.
5. Untuk mendapatkan “prolonged action”, (obat tinggal ditempat tersebut untuk jangka
waktu yang dikehendaki)

D. Keuntungan dan Kerugian Supositoria


1. Keuntungan Supositoria:
a. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
b. Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung.
c. Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih
cepat daripada penggunaan obat peroral.
d. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
2. Kerugian Supositoria:
a. Pemakaiannya tidak menyenangkan.
b. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang.
E. Persyaratan Supositoria
Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
1. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut
(persyaratan kerja obat).
2. Pembebasan dan responsi obat yang baik.
3. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan,
penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan stabilitas yang memadai dari
bahan obat).
4. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.

F. Basis supositoria
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur, melarut dan
terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting. Maka dari itu basis
supositoria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan dan
akan melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang
dikandungnya dapat melarut dan didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal
maupun sistemik.
1. Persayaratan Basis Suppositoria
a. Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat
disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataupun tengik, terlalu keras, juga oleh
kasarnya bahan obat yang diracik).
b. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).
c. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).
d. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat berlangsung
cepat dalam cetakan, kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan mendaak dalam
cetakan).
e. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini
dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada suhu
tinggi sehingga tetap stabil).
2. Macam-macam Basis Suppositoria
a. Basis berlemak, contohnya: oleum cacao, minyak kelapa sawit, minyak biji kapas
Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuningan, memiliki bau yang khas
dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu
sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan
dibawah 30°C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak
coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal
menstabil.
Keuntungan oleum cacao yaitu dapat melebur pada suhu tubuh dan dapat memadat
pada suhu kamar. Sedangkan, Kerugian oleum cacao yaitu tidak dapat bercampur
dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran), titik leburnya tidak menentu, kadang naik
dan kadang turun apabila ditambahkan dengan bahan tertentu, meleleh pada udara
yang panas.
b. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween dengan gliserin laurat.
c. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliserin-gelatin, PEG
(polietien glikol).
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-6000.
Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG
1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax
6000). PEG di bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat
lunak seperti malam.
Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain:
1) Tidak mengiritasi atau merangsang.
2) Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum
cacao.
3) Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh.
Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain:
1) Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul rasa
yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke
dalam air dahulu sebelum digunakan.
2) Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat.
3) Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar,
lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan
dasar lemak coklat.

G. Faktor-faktor yang mempengaruhi Absobsi Obat per Rektal


1. Faktor fisiologis
a. Kandungan kolon. Bahan obat lebih mudah berhubungan dengan permukaan
rectum dan kolon yang mengabsorbsi jika tidak ada feses. Untuk pengosongan
kolon dapat diberikan suatu enema sebelum pemberian suppositoria.
b. Jalur sirkulasi. Bahan obat yang diabsorpsi melalui rectum untuk bersifat
sistemik, tidak dihancurkan dalam hati, tidak melalui sirkulasi portal sperti
sirkulasi lazim lainnya pada pemberian oral.
c. pH dalam cairan rektum. Rektum mengandung sedikit cairan dengan PH 7,2
dan kapasitas dapar rendah. Epitel rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka
diutamakan permeabel terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang mudah
larut lemak).
2. Faktor fisika dan kimia dari obat dan basis suppositoria
a. Kelarutan lemak-air. Merupakan pertimbangan yang penting dalam
mengantisipasi pelepasan obat dari basis.
b. Ukuran partikel. Hal ini dapat mempengaruhi kecepatan disolusi dan
ketersediaannya untuk diabsorpsi.
c. Sifat basis. Harus dapat melunak, meleleh atau melarut untuk melepaskan obat
agar dapat terabsorpsi.

H. Metode Pembuatan
Metode pembuatan supositoria dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Dengan tangan
Dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan
mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris,
kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan mortir dan
stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk.
Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan
panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada tangan.
Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.

2. Dengan mencetak kompresi


Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu bentuk
yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada massa
suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam
cetakan.
3. Dengan mencetak tuang
Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau penangas
uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan, kemudian bahan-bahan
aktif diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam
cetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau nikel.

I. Pengemasan Dan Penyimpanan


Dikemas dengan sedimikian rupa sehingga tidak mudah hancur atau meleh. Biasanya
dimasukkan kedalam wadah aluminium roll atau strip plastik sebanyak 6 sampai 12 buah
kemudian dikemas dalam dus. Sediaan suppositoria dalam wadah tertutup baik ditempat
sejuk. Oleum cacao disimpan pada suhu < 30° F, gelatin gliserin disimpan pada suhu <35°
F, sedangkan PEG tanpa pendingin.

J. Evaluasi Sediaan
Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut:
1. Uji homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur
rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan
mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Cara menguji homogenitas yaitu dengan
cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri)
masing-masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah
mikroskop, cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara
titrasi.
2. Organoleptis
Pada pengujian ini yang diperhatikan adalah warna, bentuk dan bau. Karena pada
pengujian ini akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah
suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai
bentuk torpedo.
3. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat
hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set
sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG
1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit.
4. Keseragaman bobot
Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena
dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10
suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan
kadar, yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari
masing-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen.
5. Uji titik lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan
supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air
dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati
waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3
menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang
menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas.
Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui
bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang
datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara
menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.

Anda mungkin juga menyukai