BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda,
sehingga teknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi mengalami dinamika
yang begitu cepat. Teknologi Steril merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil, Injeksi volume besar, Infus, Tetes Mata dan
Salep Mata) yang steril, mutlak bebas dari jasad renik, patogen, atau non patogen, vegetatif
atau non vegetatif (tidak ada jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan). Teknologi steril
berhubungan dengan proses sterilisasi yang berarti proses mematikan jasad renik (kalor,
radiasi, zat kimia) agar diperoleh kondisi steril. Tentunya di setiap fakultas mendapatkan
mata kuliah tersebut, karena teknologi steril berperan penting dan menjadi mata kuliah pokok
farmasi.
Dalam teknologi steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana menghasilkan atau
membuat sediaan yang steril, sediaan steril dapat dibuat secara sterilisasi kalor basah, kalor
kering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan teknik aseptik. Kemudian sediaan steril
tersebut dilakukan uji sterilitas, uji pirogenitas (ada atau tidaknya pirogen). Pada saat kuliah
teknologi steril akan kita dapatkan sediaan dalam bentuk larutan, emulsi, suspensi dan semi
solid yang steril (bebas dari pirogen).
Suspensi steril adalah Padatan yang disuspensikan didalam media cair yang sesuai
dan tidak untuk disuntikkan intravena atau kedalam ruang spinal .Dimana cara pembuatan
dari suspensi steril adalah umumnya menggunakan tehnik aseptik dengan penambahan
bakterisida.
Sehubungan dengan Teori tersebut diatas dan penerapan dari teori yang sudah
didapat. Kami melakukan praktikum teknologi steril dalam hal ini membuat sediaan
injeksidengan harapan semoga dalam kegiatan praktikum ini, kami dapat menambah
wawasan, melaksanakan desain dan rancangan serta pembuatan sediaan steril untuk dalam
upaya meningkatkan pengetahuan ilmu farmasi.
2
II. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
2. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi
untuk sediaan .
3. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan injeksi.
4. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan injeksi.
5. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk
pelaksanaan praktikum.
6. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan steril untuk sediaan
injeksi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Injeksi
Beberapa definisi injeksi adalah :
Secara umum injeksi atau obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril
bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral.
Menurut FI III injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir.
4
Adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda
volume lebih dari 100 ml.
2. Injeksi volume kecil.
Adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang.
5
IV. Syarat Injeksi ( Menurut FI IV )
a. Wadah
Jenis wadah terdiri dari :
1. Wadah satuan tunggal
Digunakan untuk produk obat yang diamksudkan untuk digunakan sebagai
dosis tunggal yang harus segera digunakan setelah dibuka
Untuk bahan yang hanya digunakansecara parenteral disebut “wadah dosis
tunggal” dengan ketentuan bahwa tidak ada yang memungkinkian
pengambilan isi dan pemberian sebesar 1 liter. Untuk yang bukan parenteral
disebut “wadah dosis satuan”.
2. Wadah satuan ganda
Wadah yang memungkinkan dapat diambil isinya beberapa kali
tanpamengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam
wadah tersebut.
Untuk bahan yang hanya digunakan secara parenteral disebut “wadah dosis
ganda”, dan bila tidak dinyatakan lain dalam monografi tidak ada yang berisi
volume injeksi yang memungkinkan pengambilan sebesar 30 ml.
Syarat Wadah :
1. Tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimia
dengan sediaan yang dapat merubah kekuatan, mutu taua kemurnian diluar
persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, penyimpana,
penjualan dan penggunaan.
2. Terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap ( sediaan ) isi.
3. Ditutup dengan cara peleburan atau dengan penutup yang sesuai sehingga dapat
mencegah pencemaran dan kehilangan isi.
4. Penutup wadah dosis ganda memungkinkan pengambilan isi tanpa membuka atau
merusak penutup.
5. Penutup dapat ditembus oleh jarum suntik dan pada saat penarikan jarum segera
menutup kembali hingga mencegah pencemaran.
6. Memenuhi persyaratn wadah secara umum :
Wadah yang bertujuan melindungi dari cahaya memenuhi persyaratn transmisi
cahaya.
6
Wadah dari bahan kaca memenuhi persyaratan wadah kaca tahan bahan kimia.
Wadah dari plastik untuk sediaan parenteral memenuhi syarat uji biologi
plastik dan uji fisika-kimia plastik.
Memenuhi uji serbuk kaca.
Memenuhi uji ketahanan terhadap air pada suhu 121
Memenuhui syarat kandungan Arsen.
Wadah untuk padatan steril kering yang digunakan untuk parenteral termasuk penutup
tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisika maupun kimiawi dengan
sediaan yang dapat mengubah kekuatan, mutu, atau kemurniaan diluar persyaratn resmi
dalam kondisi biasa pada waktu penaganan, pengangkutan, penyimoanan, penjualan, dan
penggunaan.
Wadah memungkinkan penambahan pelarut yang sesuai dan pengambilan sebagian isi
larutan atau suspensi yang dihasilkan dengan cara sedemikian rupa sehingga sterilitas isi
dapat dipertahankan.
b. Etiket
Pada etiket adapaun keterangan yang harus tertera adalah :
1. Nama sediaan.Jika dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan
parenteral volume besar, maka kadar masing-masing komponene disebut dengan
nama umum missal Injeksi Dekstrosa ( 5% )
2. Untuk sediaan cair presentase atau jumlah zak aktif dalam volume tertentu untuk
sediaan kering tertera jumlah zat aktif.
3. Cara pemberian.
4. Kondisi penyimpanan.
5. Tanggal kadaluarsa.
6. Nama pabrik pembuat dan atau pengimpor.
7. Nomor lot/ batch.
7
1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu,
kecuali bahan yang digunakan untuk penyesuaian PH tonisitas dapat dinyatakan
dengan nama dan efek bahan tersebut.
2. Sediaan kering atau memerlukan pengenceran sebelum digunakan harus
mencantumkan jumlah tiap komponen, komposisi, pengencer yang dianjurkan,jumlah
yang diperlukan untuk mendapatkan konsentrasi tertentu zat aktif, uraian singkat
pemerian larutan terkonstitusi dan tanggal kadaluarsa serta batas waktu larutan
terkonstitusi masih dapat digunakan seperti tertera pada etiket bila disimpan seperti
yang dianjurkan.
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup
oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan secara visual.
8
10,0 ml 0,50 ml 0,70 ml
20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml
30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml
50,0 ml
Atau lebih 2% 3%
9
3. Derajat kebasahan zat aktif
Penambahan zat pembahsah untuk menurunkan tegangan permukaan antara zat aktif
dan cairan misalnya tween,lecithin dll dilarutkan dalam pelarur yang mudah menguap
. bila tidak,maka partikel padat akan mengembang dan bila dikocok akan berbusa
4. Kecepatan sedimentasi
Partikel padat yang terdispersi merata cebdrung bergerak turun,dapat diatasi dengan
penambahan koloid hirofilik( CMC Na ,GOM ).dengan demikian partikel padat tidak
cepat turun dan tingkat dispersinya dapat dipertahankan dalam waktu panjang.
5. Pembentukan kue
Partikel padat yang terdispersi dan halus dapat mengendap paket sediamn yang
kompak dan sulit didispersikan kembali.dapat diatasi dengan penambahan bahan
pembasah berkonsentrasi rendah,sihinnga paket sedimen yang kompak masih dapat
didispersikan kembali dengan mudah.
6. Kelarutan zat aktif
Dilakukan secara kimiawi dengan membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.
7. Bahan antibusa
Dapat ditambahkan aktil alcohol atau emulsi silicon
8. Rheologi sistem
Dipilih sifat aliran yang tiksotropi
9. Ukuran partikel
Ukuran partikel zat aktif akan mempengaruhi efek depo suspensi I jeksi.partikel yang
besar berefek lebih panjang,tetapu cenderung lebih nudah mengendap dan menyumbat
lubang jarum injeksi
10
Metode ini paling banyak digunakan dalam pembuatan sediaan steril bahan obat dan
bahan tambahan harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu yang cukup
tinggi.
11
Uji ini dilakukan memastikan bahwa sediaan injeksimemenuhi syarat yaitu tidak
mengandung partikulat-partikulat yang mempengaruhi aktivitas bahan aktif dan tidak
memberi efek yang merugikan.
h. Uji sterilitas
Untuk mengetahui dan memastikan bahwa sediaan injeksi yang dibuat memenuhi
syarat steril.
12
isotonis pada sediaan iv dan mata
4. Dosis Pemakaian Sampai 0,9%
Stabilitas dan D i s i m p a n p a d a t e m p a t k e r i n g
5.
Penyimpanan dan sejuk.
Korosif dengan besi, peroksida,perak,
6. OTT
garam merkuri
7. Cara Sterilisasi Dengan autoklaf/filtrasi
3. CMC Na
No. Sifat Keterangn Zat Aktif
P e m e r i a n :
- Bentuk Granul
1. - Warna Putih
- Bau Tidak berbau
- Rasa Tidak berasa
Praktis tidak larut dalam aceton, etanol, eter dan
2. Kelarutan toluen, mudah didispersikan pada air dengan suhu
sampai dengaan 37o C
3. Indikasi Suspending agnet
4. Dosis Pemakaian 0,1 %
Stabilitas dan Stabil pada kondisi dengan tingkat kebasahan
5.
Penyimpanan tinggi
6. OTT
7. Cara Sterilisasi Oven dengan suhu 160o C
13
4. Metil Paraben
No. Sifat Keterangn Zat Aktif
Pemerian
- Bentuk Granul
1. - Warna Putih
- Bau Tidak berbau
- Rasa Tidak berwarna
Larut dalam 400 bagian air, 50 bagian air shu 50o C
2. Kelarutan 30 bagian air suhu 80o C mudah larut dalam etanol
dan eter.
3. Indikasi pengawet
4. Dosis Pemakaian 0,065% - 0,25%
Stabilitas dan
5. Wadah tertutup
Penyimpanan
6. OTT
7. Cara Sterilisasi autoklaf
8. PH 5,0 - 7,0
14
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Kadar Bahan
500 mg 500 mg Faarmakologi dan
aktif
farmakoterapi
10,0 ml dilebihkan FI edisi IV
Berat per unit 10,0 ml
menjadi 10,7 ml
P e m e r i a n :
Bentuk Larutan Bentuk Hablur
Warna Jernih Putih
Bau Tidak berbau Tidak berbau FI edisi IV
Susut pengeringan Tidak kurang dari Tidak kurang dari FI IV hal 552
1,0 % 1,0 %
Kemampuan FI IV hal 552
Efektif Efektif
pengawet
PH 8,0 8,0 – 10,0 Martindale 1098
Stabil secara fisika, Maartindaale hal
Stabilitas Stabil
kimia, biologi 1639
Tonisitas Isotonis Isotonis
Kejernihan Jernih Memenuhi syarat
15
uji kejernihan
Jenis suspensi Suspenssi steril Suspenssi steril
Bentuk wadah Vial Vial
Volume wadah 20 ml 10, 70 ml
Penandaan
kemasan dan label
16
tetap isotonis dengan isotonis dan dapat
cairan tubuh? mempertahankan
tekanan osmotik
dalam tubuh, serta
larut dalam
air(pembawa)
Metil Digunakan metil
paraben, paraben karena dapat
Bahan pengawet apa
propil meningkatkan
6. Pengawet yang cocok untuk
paraben, efektifitas pengawet
injeksi ampicilin?
benzil serta tidak OTT
alkohol dengan ampicilin
Bagaimana
Sterilisasi Digunakan teknik
pembuatan yang baik
Metode akhir aseptis karena zat
7. dan cocok untuk
pembuatan dengan aktif tidak tahan
injeksi steril suspensi
aseptis pemanasan
ampicilin?
Penepatan volume
Untuk injeksi untuk
Bagaimana cara cairan memennuhi
Volume memenuhi kental keseragaman volume
8.
sediaan keseragaman 10,0 ml serta mempertahankan
volume? ditambah volume aakibat
0,7 ml penguraian pada saat
pembuatan
Sterlisasi Dipilih cara sterilisasi
basah, dengan teknik aseptis,
Bagaimana cara
kering, dimaana bahan aktif
Cara sterilisasi yang cocok
9. penyaring di sterilkan terlebih
sterilisasi untuk injeksi steril
an, radiasi dahulu sebelum
suspensi ampicilin?
ion, teknik dimasukkan ke
aseptik daalam wadah steril.
10. Wadah dan Wadah apa yang vial Digunakai wadah vial
17
kemasan cocok untuk injeksi untuk injekssi streil
streil suspensi suspensi karena
ampicilin? ampicilin merupakan
sediaan dosis ganda.
Bagaimana cara Digunakan dapar
injeksi tetap stabil fossfat karena dapar
Dapar
dalam larutan serta fosfat memiliki PH
11. Dapar amonia,
memiliki PH yang (5,9-8,0) yang
dapar fosfat
sesuai dengan PH mendekat PH
larutan tubuh? ampicilin (8,0-10,0)
Pehitungan
Volum ampul = ( n + 2 ) v’ + ( 2 x 3 ml )
= ( 3 + 2 ) 10,7 + ( 6 ml)
= 59,5 ml jadi 60 ml
18
v.isotonis = w x E x 111,1
= 5/100 x (60 ml x 0,16) x 111,1
= 53,328 ml
yg belum isotonis 60 ml-53,328 : 6,672 ml
agar isotonis maka NaCl yang perlu ditambahkan = 0.9 % x 6,672 ml = 0,06 g
Perhitungan dapar pospat untuk PH 8
- NaH2PO4 = 0,8 g / 100 ml x 5 ml = 0,04 g
Per unit = 20 / 100 ml x 0,04 g = 0,008 g
Per batch = 60 / 100 ml x 0,04 g = 0,024 g
- Na2H2PO4 = 0,947 g / 100 ml x 95 ml = 0,899 g
Per unit = 20 / 100 ml x 0,899 g = 0,179 g
Per batch = 60/100 ml x 0,899 = 0,539 g
- NaCL untuk dapar
Per unit = 0,42 g / 100 ml x 20 ml = 0,084 g
Per batch = 0,42 g / 100 ml x 60 ml = 0,252 g
1 . P e m e r i a n - U j i o r g a n o l e p t i k
( w a r n a d a n b a u )
3. Uji Sterilitas - M i k r o b i o l o g i
1 . V o l u m e - Me n ggun ak a n bu re t at au b e ak e r gl a s s
19
2 . Uji Sterilitas - M i k r o b i o l o g i
3 . P e m e r i a n - U j i o r g a n o l e p t i k
( w a r n a d a n b a u )
20
Nama bahan Waktu awal Paraf Waktu akhir Paraf
Alat :
Gelas ukur
Vial
09.16 Acc 09.31 Acc
Bekker gelass
Corong
Erlenmeyer
Bahan :
Ampiclin (aseptis)
Nacl
09.16 Acc 09.31 Acc
Metil paraben
NaH2PO4
Na2H2PO4
b. Pembuatan API
Panaskan Aqua bidest hingga mendidih
Setelah mendidih, tutup dengan kapas alumunium foil
Didihkann lagi aqua pro injeksi selama 20-30 menit
Setelah agaak dingin kemudian dialiri dengan gas N2
21
6. Na 2 H 2 PO 4 0,179 0,539
NaCl untuk
7. 0,084 0,252
dapar
Aqua Pro
8. Ad 20 ml Ad 60 ml
Injeksi
f. Pengukuran volume
Suspensi Ampicillin, kemudian masukkan kedalam gelas ukur diukur volume
Volume Larutan Teoritis Nyata
Jumlah obat 1,331 gr 1,3 gr
Volume yang di ad-kan Ad 10 ml / vial Ad 10 ml / vial
22
h. Evaluasi Sediaan
Ambil sampel lakukan uji organoleptik
- Bentuk = larutan suspensi
- Warna = putih
- Bau = khas
Ambil sampel lakukan uji PH (dengan kertas lakmus), PH =7
Ambil sampel lakukan uji Kejernihan (dengan kasat mata) = tidak jernih
Ambil sampel lakukan uji viskositas dan daya ukur (tidak bisa karena volume
terlalu kecil)
Ambil sampel lakukan uji volume terpindahkan
- Ambil 1 vial, pindahkan volume vial ke gelas ukur = 10 ml
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Bahan aktif Ampicillin sukar larut didalam air, karena akan dibuat suatu sediaan
dalam bentuk cairan dipilih suatu sediaan cair yang cocok dengan kelarutan dari ampicillin
itu sendiri. Bentuk sediaan yang cocok adalah bentuk suspensi, karena didalam suspensi
terdapat fase terdispersi yang terdispersi dalam medium dispersi air. Dimana kelarutan dari
ampicillin ditingkatkan menjadi larut dengan bantuan suspending agent
Pada pembuatan suspensi ini digunakan medium dispersi air dikarenakan sifat kimia
dari air yaitu murah, mudah didapat, tidak beracun, tidak mudah terbakar dan inert. Air tidak
menyebabkan OTT antara bahan aktif dan bahan tambahan yang digunakan.Karena yang
akan dibuat adalah sediaan suspensi steril, maka air yang digunakan sebagai pembawa (
medium dispersi ) bukanlah aquadest biasa, namun digunakan API ( Aqua Pro Injeksi) biasa.
CMC Na digunakan sebagai suspending agent dimana CMC Na ini merupakan koloid
hidrofilik (Suka air, sehingga akan larut dalam air) dan juga karena ia mudah terdispersi
dalam air pada semua temperatur. Dan juga karena CMC Na juga merupakan polimer
hidrofilik, sehingga nantinya akan menghasilkan susupensi terflokulasi.Polimer hidrofilik
tersebut bekerja sebagai koloid pelindung dan partikel – partikel yang terlindungi dengan cara
ini kurang menunjukkan kecenderungan untuk membentuk lempengan keras (cake) daripada
partikel –partikel yang tidak terindungi (bersalut). CMC Na merupakan zat pensuspensi yang
bersifat pseudoplastik ( polimer ini akan menyebabkan aliran pseudoplastik dalam larutan )
dan tiksotropik, dimana ia akan membentuk gel pada pendiaman dan akan menjadi cair jika
digoyangkan. CMC Na juga sifatnya baik dan tidak OTT (Obat Tidak Tercampurkan) dengan
bahan aktif maupun dengan bahan tambahan lainnya. Karena injeksi ini digunakan untuk
dosis ganda maka diperlukan pengawet agar pada saat penggunaan berulang sediaan yang
kami buat tetap terjaga sterilitasnya dari mikroorganisme baik itu yang pathogen maupun non
pathogen, dan sebagai pengawet/anti mikroba kami menggunakan metil paraben karena tidak
OTT baik itu dengan bahan aktif maupun dengan bahan tambahan.
Dapar pospat digunakan didalam formulasi karena dapar tersebut mempunyai range
pH 5,9 – 8,0 sedangkan pH ampicillin dalam suspensi adalah 8 - 10.
24
Proses pembuatan suspensi steril ampicillin menggunakan metode dispersi, yaitu
dimana serbuk yang terbagi halus didespersikan dalam medium dispersi dengan bantuan
suspending agent.Dalam praktikum pembuatan Injeksi Suspensi ampicillinini kami tidak
mengalami kendala yang berarti. Pengerjaan Injeksi Suspensi ini cukup rumit, karena kami
harus membuat suspending agent terlebih dahulu (CMC Na dilarutkan dengan API) yang
tentunya bahan dan alat yang akan kami gunakan sebelumnya harus di sterilkan terlebih
dahulu, setelah suspending agent jadi baru dilanjutkan tahap-tahap lainnya seperti milling
bahan aktif, pencampuran, dsb. Sediaan di sterilisasi dengan cara tehnik aseptic.
Sediaan suspensi steril ampicillin yang dihasilkan tidak terlalu kental Karena harus
memenuhi syarat ’syringe avaibility”, jika terlalu kental maka tidak bisa diambil dengan
syringe, dan tidak encer. Dimana fase terdispersi tidak cepat mengenap, dan endapan yang
terjadi tidak membentuk cake yang keras, dan fase terdispersi (endapan tersebut) akan
terdispersi kembali jika dikocok.
25
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Injeksi Vial untuk penggunaan berulang (dosis ganda) yang kami buat adalah Injeksi
SuspensiAmpicillin, dimana formula yang kami gunakan untuk membuat sediaan steril ini
yaitu:
R/ ampicillin 5%
CMC Na 0,1 %
Methyl Paraben 0,1 %
NaH2PO4 0,8 %
Na2H2PO4 0,947 %
NaCL 0,9 %
API ad 10 ml
Dari Pengujian evaluasi injeksi suspensi Ampicillin diperoleh data :
Dalam proses pembuatan Karena bentuk sediaan yang dibuat yaitu suspensi maka dalam
pembuatan Injeksi Suspensi Ampicillin ini tidak dilakukan sterilisasi akhir otoklaf tetapi
sterilisasi yang dilakukan yaitu dengan tehnik aseptic. Bahan-bahan disterilisasikan dengan
sterilisasi kering (di oven 250°C selama 15 menit) kemudian sediaan ditutup aseptic.
26
27
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan di bidang obat, bentuk sediaan dalam bidang farmasi
juga semakin bervariasi. Sediaan obat tersebut antara lain sediaan padat seperti serbuk, tablet,
kapsul. Sediaan setengah padat seperti salep, cream, pasta, suppositoria dan gel, serta bentuk
sediaan cair yaitu suspensi, larutan, dan emulsi. Dengan adanya bentuk sediaan tersebut
diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Salah satu contoh
sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek, Instalasi kesehatan, maupun toko obat
adalah sediaan cair (liquid).
Dengan demikian pembuatan sediaan liquid dengan aneka fungsi sudah banyak
digeluti oleh sebagian besar produsen. Sediaan yang ditawarkanpun sangat beragam mulai
dari segi pemilihan zat aktif serta zat tambahan, sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga
merk yang digunakan pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk sediaan
liquid.
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat
aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat
diaplikasikan. Sediaan cair atau sediaan liquid lebih banyak diminati oleh kalangan anak-
anak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan dengan sediaan-
sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan.
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal
kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain
itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi
dengan penggunaan sendok takar.
Dari penyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembuatan sediaan
liquid terdapat kelebihan dan kekurangan. Diharapkan agar dapat mempertahankan
kelebihannya, dan mengatasi kekurangan tersebut dengan membuatnya lebih baik lagi, agar
dapat diterapkan dalam dunia kerja dan bisa didapatkan efek terapi yang diharapkan.
28
II. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
b. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi
untuk sediaan .
c. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan larutan
d. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan larutan
e. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk
pelaksanaan praktikum.
f. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan steril untuk sediaan
larutan
29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Larutan
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, larutan adalah sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misalnya : terdispersi secara molekuler
dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur.
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut
(Anonim b. 1995. Halaman 15)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan
lain untuk larutan (solution) steril yang digunakan sebagai obat luar harus memenuhi
syarat yang tertera injection (Anonim a. 1979. Halaman 32)
Larutan adalah sediaan cair yang dibuat dengan melarutkan satu jenis obat atau lebih di
dalam pelarut, dimaksudkan ke dalam organ tubuh ( Formularium Nasional hal 322)
Solution atau larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut (FI IV hal. 17)
Sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut keculi dinyatakan lain, sebagai
pelarut digunakan air suling (FI III hal. 32)
Kesimpulan : larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih obat dalam
pelarut ( dengan zat pelarut yang sesuai ) & digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar
Bila zat A dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan menjadi tipe larutan sebagai
berikut:
1. Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2. Larutan pekat, yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
30
3. Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat
larut dalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
4. Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut
melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu.
Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan zat yang terlarut
disebut solut. Solvent yang biasa dipakai :
1. Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung
satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna
yang larut dalam air atau campuran kosolven air. (Anonim b. 1995. Halaman 15)
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar
tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh dengan sukrosa). Larutan
oral yang tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol
atau aspartam, dan bahan pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk
penderita diabetes.
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai kosolven
(pelarut). Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat
ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan propilen glikol.
2. Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit,
atau dalam larutan lidokain oral topikal.
31
Lotio (larutan atau suspensi) yang digunakan secara topikal. Larutan otik
adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan
pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan otik benzokain dan
antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik hidrokortison.
(Syamsuni, A. 2006)
b. Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut
Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah
menguap umumnya digunakan sebagai bahan pengaroma.
1. Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat
dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
2. Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah
menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap lainnya. Pelarut
yang biasa digunakan:
Air untuk melarutka garam – garam
Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol
Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat
Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol
Minyak untuk melarutkan kamfer
Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium
Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak (Syamsuni, A. 2006)
c. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain
1. Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2. Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
3. Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang
dapat larutdalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
4. Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut
melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu. (Syamsuni, A.
2006)
32
Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar : misalnya larutan otik
benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik
hidrokortison.
PH optimum untuk cairan berair yang digunakan dalam obat tetes telinga
haruslah dalam suasana asam (pH 5 - 7,3), dan pH inilah yang sering menentukan
khasiatnya. Larutan basa umumnya tidak dikehendaki, karena tidak fisiologis dan
mempermudah timbulnya radang. Jika pH larutan telinga berubah dari asaam
menjadi basa, bakteri dan fungi akan tumbuh dengan baik, hal ini tentunya tidak
dikehendaki. (Syamsuni, A. 2006)
33
Zat pensuspensi yang umumnya digunakan adalah sorbitan, polisorbat, atau
surfaktan lain yang cocok, dengan kadar tidak boleh lebih dari 0,01% b/v.Zat
pendapar yang dapat digunakan adalah pendapar yang cocok dengan pH 6,5 dan
dibuat isotonis menggunakan NaCl secukupnya. Zat pengawet yang dapat
digunakan adalah benzalkolidum klorida 0,01–0,1% b/v. Penyimpanan : kecuali
dinyatakan lain, disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Umumnya larutan yang dipakai pada atau lewat mulut mempunyi pH 7 – 9,5.
Disimpan dalam botol putih bermulut kecil. Cara pengencerannya, jika
collutorium harus diracik terlebih dahulu sebelum digunakan.
Penandaan pada etiket obat cuci mulut harus tertera: Tanda yang jelas yaitu
“Untuk obat cuci mulut, tidak boleh ditelan”.
34
b. Gargarisma/gargle (obat kumur)
Gargarisma/gargle (obat kumur) adalah sediaan berupa larutan, umumnya
dalaam larutan pekat yang harus diencerkan lebih dahulu sebelum digunakan,
dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi
tenggorokan atau jalan nafas.
Tujuan utama obat kumur adalah agar obat yang terkandung di dalamnya
dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan, dan tidak
dimaksudkan agar obat itu menjadi pelindung sselaput lendir. Karena itu, obat
berupa minyaak yang memerlukan zat pensuspensi dan obat yang bersifat lendir
tidak sesuai dijadikan obat kumur. Penyimpanan: Dalam wadah botol berwarna
susu atau wadah lain yang cocok.
4. Larutan oral
a. Potiones (obat minum)
Potiones atau obat minum adalah larutan yang dimaksudkan untuk pemakaian
dalam (per oral). Selain berbentuk larutan, potio dapat juga berbentuk emulsi atau
suspense. Misalnys potio alba contra tussim (obat batuk putih/OBP) dan potio
nigra contra tussim (obat batuk hitam/OBH).
b. Eliksir
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang berfungsi
sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi kelarutan obat. Kadar etanol
berkisar antara 3% dan 4%, dan biasanya eliksir mengandung etanol 5-10%.
35
Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat
ditambahkan kosolven lain seperti gliserin, sorbitol dan propilen glikol.
c. Sirop
Sirop adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang
berkadar tinggi (sirop simpleks adalah sirop yang hampir jenuh dengan sukrosa).
Kadar sukrosa dalam sirop adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain.
Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral ini dapat ditambahkan
senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk menghambat penghabluran dan
mengubah kelarutan, rasaa dan sifaat lain zat pembawa. Umumnya juga
ditambahkan zat antimikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur, dan
ragi. Ada 3 macam sirop:
1. Sirop simpleks: mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v.
2. Sirop obat: mengandung satu jenis obaat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan dan digunakan untuk pengobatan.
3. Sirop pewangi: tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau
zat penyedap lain. Tujuan pengembangan sirop ini adalah untuk menutupi rasa
tidak enak dan baau obat yang tidak enak.
d. Netralisasi
Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian
asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral. Contoh :
solution citratis magnesici, amygdalat ammonicus.
Pembuatn: seluruh bagian asam direaksikan dengan bagian basanya, jika perlu
reaksi dipercepat dengan pemanasan.
e. Saturatio
Saturatio adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan
basa tetapi gas yang terbentuk ditahan dalam wadah sehingga larutan menjadi
jenuh dengan gas.
36
Pembuatan:
1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang tersedia.
Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol.
2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang tersedia.
3) Dua pertiga bagian asam masuk ke dalam botol yang sudah berisi bagian
basanya, gas yang terjadi dibuang seluruhnya.
4) Sisa bagian asm dituangkan hati – hati lewat tepi botol, segera tutup dengan
sampagne knop (berdrat) sehingga gas yang terjadi tertahan di dalam botol
tersebut.
f. Potio Effervescent
Potio Effervescent adalah saturatio dengan gas CO2 yang lewat jenuh.
Pembuatan:
1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang tersedia.
Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol.
2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang tersedia.
3) Seluruh bagian asam dimasukkan ke dalam botol yang sudah berisi bagian
basanya dengan hati – hati, segera tutup dengan sampagne knop.
Gas CO2 umumnya digunakan untuk pengobatan, menjaga stabilitas obat, dan
kadang – kadang dimaksudkan untuk menyegarkan rasa minuman (Corrigensia).
Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan Saturatio dan Potio
Effervescent adalah :
1) Diberikan dalam botol yang tahan tekanan (kuat), berisi kira – kira Sembilan
persepuluh bagian dan tertutup-kedap dengan tutup gabus atau karet yang
rapat. Kemudian diikat dengan sampagne knop.
2) Tidak boleh mengandung bahan obat yang tidak larut, karena tidak boleh
dikocok. Pengocokan menyebabkan botol menjadi pecah, karena berisi gas
dalam jumlah besar yang menimbulkan tekanan.
Penambahan bahan – bahan:
37
Zat – zat yang dilarutkan ke dalam bagian asam adalah:
1) Zat netral dalam jumlah kecil. Jika jumlahnya banyak, sebagian dilarutkan ke
dalam bagian asam dan sebagian lagi dilarutkan ke dalam bagian basa sesuai
perbandingan jumlah airnya.
2) Zat – zat mudah menguap.
3) Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkohol.
4) Sirop.
Zat – zat yang dilarutkan ke dalam bagian basa:
Obat tetes yang digunakan untuk obat luar, biasanya disebutkan tujuan
pemakaiannya, misalnya eye drop untuk mata, ear drop untuk telinga, dan lain –
lain. (Syamsuni, A. 2006)
5. Larutan topical
a. Ephitema (obat kompres)
Ephitema atau obat kompres adalah cairan yang dipakai untuk mendatangkan
rasa dingin pada tempat yang sakit dan panas karena radang atau sifat perbedaan
tekanan osmosis yang digunakan untuk mengeringkan luka bernanah. Contoh:
Liquor Burowi, Solutio Rivanol, campuran Boorwater dan Rivanol.
38
b. Lotio
Lotio atau obat gosok adalah sediaan cair berupa suspense atau disperse,
digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspense bahan padat dalam bentuk
halus dengan bahn pensuspensi yang cocok atau tipe emulsi minyak dalam air
(M/A) dengan surfaktan yang cocok. Pada penyimpanan mungkin terjadi
pemisahan. Dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet, dan zat pewangi yang
cocok. Penandaan harus tertera:
1. “Obat luar”
2. “KOCOK DAHULU” (Syamsuni, A. 2006)
39
Salting out dan salting in
Salting out adalah suatu peristiwa dimana terjadi pengendapan zat terlarut dari
suatu senyawa organik (kelarutannya berkurang) yang disebabkan oleh
penambahan sejumlah besar senyawa garam pada larutan air. Contohnya :
champora dan ol. Menthae piperitae dalam aqua aromatic, methyl selulossa akan
mengendap jika ditambah NaCl.
Salting in daalah peristiwa dimana kelarutan zat utama (zat organik)
bertambah dengan penambahan ssuatu senyawa garam dalam
larutannya.contohnya adalah nikotinamid menyebabkan riboflavin larut dalam air
dan globulin yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut jika ditambahkan
sejumlah NaCl
Pembentukan kompleks
Peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tidak larut dan zat yang larut
dengan membentuk senyawa kompleks yang larut. Contohnya iodium dalam
larutan KI dan NaI dalam air.
Pengadukan
Pada umunya proses pengadukan akan mempercepat proses pelarutan
Ukuran partikel
Dengan memperkecil ukuran partikel suatu bahan dapat mempercepat
kelarutan suatu zat.
40
VII. Komponen Larutan
1. Bahan aktif / solut/ zat terlarut. Contoh : kamfer, iodin, mentol.
2. Solven / zat pelarut
Contoh :
3. Bahan tambahan
a. Corrigen odoris : digunakan untuk memperbaiki bau obat.
Contoh : oleum cinnamommi, oleum rosarum, oleum citri, oleum menthae pip.
41
VIII. Cara Pembuatan Larutan Secara Umum
1. Zat – zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.
2. Zat – zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan.
Masukkan zat padat yang akan dilarutkan dalam Erlenmeyer, setelah itu
masukkan zat pelarutnya, dipanasi diatas tangas air atau api bebas dengan
digoyang – goyangkan sampai larut. Zat padat yang hendak dilarutkan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dulu, mencegah jangan sampaai ada yang
lengket pada Erlenmeyer. Pemanasan dilakukan dengan api bebas sambil
digoyang – goyang untuk menjaga pemanasan kelewat setempat.
3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat , maka air dimasukkan dulu dalam
erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya.
4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam dasar
erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang – goyangkan atau
dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
5. Zat – zat yang mudh terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan
pemanasan atau dilarutkan secar dingin.
6. Zat – zat yang mudah menguap dipanasi, dilarutkan dalam botol tertutup dan
dinaskan serendah – rendahnya sambil digoyang – goyangkan.
7. Obat – obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah larut
semua. Dapat dilakukan dalam tabung reaksi lalu dibilas.
8. Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya diperlukan untuk mempercepat
larutnya suatu zat, tidak untuk menambah kelarutan sebab bila keadaan dingin
maka akan terjadi endapan. (Anief, Moh. 2004. Halaman 99 – 101)
1. Natrium bikarbonat
Harus dilakukan dengan cara gerus – tuang (adsliben)
42
3. Zink klorida (ZnCl2)
Harus dilarutkan dengan air sekaligus, kemudian disaring. Karena jika air
ditambahkan sedikit demi sedikit maka akan terbentuk zink oksida klorida
(ZnOCl) yang sukar larut dalam air. Jika terdapat asam salisilat, larutkan zink
klorida dengan sebagian air, kemudian tambahkan asam salisilat dan sisa air, baru
disaring.
4. Kamfer (Camphorae)
Kelarutan dalam air 1:650. Dilarutkan dengan spiritus fortiori (95%) sebanyak 2
kali bobot kamfer di dalam botol kering. Kocok – kocok, kemudian tambahkan air
panas sekaligus, kocok lagi.
5. Tanin
Tanin mudah larut dalam air dan dalam gliserin, tetapi tanin selalu mengandung
hasil oksidasi yang larut dalam air, tetapi tidak larut dalam gliserin sehingga
larutannya dalam gliserin harus disaring dengan kapas yang dibasahi. Jika ada air
dan gliserin, larutkan tannin dalam air, kocok, baru tambahkan gliserinnya.
6. Fenol
Diambil fenol liquifactum yaitu larutan 20 bagian air dalam 100 bagian fenol.
Jumlah yang diambil 1,2 kali jumlah yang diminta. Jika pengenceran dalam air
cukup akan diperoleh larutan yang jernih, jika kurang akan terjadi larutan yang
keruh.
Jika ada bahan obat yang harus diencerkan dengan air, hasil pengenceran yang
diambil paling sedikit adalah 2 ml
X. Evaluasi Larutan
Organoleptis : Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada
penyimpanan pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-
masing 12 jam.
43
Volume Terpindahkan (FI IV, <1089>)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10
wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur
dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung
udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap
campuran: volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang
dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang
tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 %
dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume
kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket,
lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang
diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket,
dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang
dari 90 % seperti yang tertera pada etiket. (Voigt, R. 1995. )
XI. Collutorium
Collutorium adalah larutaan pekat dalam air yang mengandung deodorant,
antiseptic, anestetik lokal, dan adstringensia yang digunakan untuk obat cuci mulut.
karena digunakan untuk obat cuci mulut. Karena digunakan untuk cuci mulut, sediaan
in harus dapat menghilangkan sisa – sisa makanan dan lain – lain dari mulut (sela –
sela gigi). Sebaiknya dipakai larutan yang bereaksi basa karena mempunyai kekuatan
untuk melarutkan dan membuang mukus, lendir, atau dahak dan saliva (air liur).
Larutan yang terlampau basa akan merusak selaput lendir pada mulut dan
kerongkongan, begitu juga jika terlalu asam akan berpengaruh pada gigi.
44
Umumnya larutan yang dipakai pada atau lewat mulut mempunyi pH 7 – 9,5.
Disimpan dalam botol putih bermulut kecil. Cara pengencerannya, jika collutorium
harus diracik terlebih dahulu sebelum digunakan.
“Tanda yang jelas yaitu “Untuk obat cuci mulut, tidak boleh ditelan”.
Kerugian:
1. Volume bentuk larutan lebih besar
2. Ada obat yang tisak stabil dalam larutan
3. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan
Larut dalam air dan dalam etanol, praktif tidak larut dalam
2 Kelarutan
kloroform, dalam karbon tetraklorida, dalam eter, dalam
45
heksana dan dalam aseton
3 pH 15-6,5
4 Indikasi antiseptik
3 pH
4 OTT
5 Cara Sterilisasi
7 Dosis Lazim
46
2. Propylen Glykol (FI IV hal 712)
No. PARAMETER DATA
3 pH 5,0 - 7,0
6 Indikasi Pelarut
47
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Zat Tambahan
2 gram Larutan untuk obat kumur 15,0 - 30,0% -
(caploking agent)
48
III. Komponen Umum Sediaan
Fungsi Penimbangan Bahan
Pemakaian % dalam
Nama Bahan ( Farmakologis / Lazim (%) Formula Unit
Farmasetika ) Batch
1 Bahan Organoleptik
Fisika pH
Berat jenis
Cemaran mikroba
Mikrobiologi
Uji efektifitas pengawet
Kejernihan
Fisika pH
Berat jenis
Viskositas
49
Sifat alir
Cemaran mikroba
Mikrobiologi
Uji efektifitas pengawet
b. Evaluasi Sediaan
Ambil sampel lakukan uji organoleptik
- Bentuk = larutan
- Warna = cokelat
- Bau = khas
Ambil sampel lakukan uji PH (dengan kertas lakmus), PH =4
50
Ambil sampel lakukan uji Kejernihan (dengan kasat mata) = tidak ada
endapan
Ambil sampel lakukan uji viskositas dan daya ukur =
No. Spindle =2 , faktor = 20
Viskositas
Rpm Skala (Dial Reding)
(Dial Reading X Faktor)
0,5 1,5 0,3 porse
1 1,5 0,3 porse
2 2 0,4 porse
2,5 2 0,4 porse
4 2,5 0,5 porse
5 2,5 0,5 porse
51
BAB IV
PEMBAHASAN
Larutan Povidon Iodin collutorium ini tidak stabil dalam penyimpanan. Dan untuk
menutupi kekurangan tersebut maka dalam pembuatannya ditambahan bahan pengawet.
Dilihat dari kelarutan Povidon Iodin pengawet yang kami pilih adalah etanol 90%. Sehingga
tidak akan mempengaruhi kelarutan sediaan yang akan dibuat.
Larutan Povidon Iodin ditakutkan akan membentuk kristal pada penyimpanan yang
laama, untuk mencegah hal itu ditambahkan Propylen Glycol untuk mencegah kristalisasi ssat
penyimpanan tersebut.
Untuk pengemasan Povidon Iodi harus ditempatkan pda tempat yang terlindung
cahaya matahari, karena itu larutan ini di simpan pada botol berwarnaa cokelat gelap. Dan
karena larutan Povidon Iodin ini tidak dimaksudnya untuk diminum, maka pada kemasan dan
etiket diberi tanda :
“P No. 2”
52
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Collutorium adalah larutaan pekat dalam air yang mengandung deodorant, antiseptic,
anestetik lokal, dan adstringensia yang digunakan untuk obat cuci mulut. karena digunakan
untuk obat cuci mulut. Dimana formula yang kami gunakan untuk membuat larutan ini yaitu:
R/ Povidon Iodin 5%
53
54
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda,
sehingga teknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi mengalami dinamika
yang begitu cepat. Teknologi Steril merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil, Injeksi volume besar, Infus, Tetes Mata dan
Salep Mata) yang steril, mutlak bebas dari jasad renik, patogen, atau non patogen, vegetatif
atau non vegetatif (tidak ada jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan). Teknologi steril
berhubungan dengan proses sterilisasi yang berarti proses mematikan jasad renik (kalor,
radiasi, zat kimia) agar diperoleh kondisi steril. Tentunya di setiap fakultas mendapatkan
mata kuliah tersebut, karena teknologi steril berperan penting dan menjadi mata kuliah pokok
farmasi.
Dalam teknologi steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana menghasilkan atau
membuat sediaan yang steril, sediaan steril dapat dibuat secara sterilisasi kalor basah, kalor
kering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan teknik aseptik. Kemudian sediaan steril
tersebut dilakukan uji sterilitas, uji pirogenitas (ada atau tidaknya pirogen). Pada saat kuliah
teknologi steril akan kita dapatkan sediaandalam bentuk larutan, emulsi, suspensi dan semi
solid yang steril (bebas dari pirogen).
Salep mata merupakan salah satu sediaan steril yang sudah dikenal dalam masyarakat.
Masalah yang sering terjadi pada salep mata adalah mengenai penggunaan dasar salep yang
sesuai, sterilitas dan efektifitas pengawet. Oleh sebab itu sediaan salep mata seperti
oksitetrasiklin sangat diperlukan sebagai pokok bahasan dalam teknologi steril dan bagian
dari proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan Teori tersebut diatas dan penerapan dari teori yang sudah
didapat. Kami melakukan praktikum teknologi steril dalam hal ini membuat sediaan injeksi
dan salep mata dengan harapan semoga dalam kegiatan praktikum ini, kami dapat menambah
wawasan, melaksanakan desain dan rancangan serta pembuatan sediaan steril untuk dalam
upaya meningkatkan pengetahuan ilmu farmasi.
55
II. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi untuk
sediaan.
Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan salep mata.
Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan salep mata.
Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk pelaksanaan
praktikum.
Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan steril untuk sediaan salep
mata
56
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Teori Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses mematikan jasad renik ( kalor, radiasi, zat kimia ) agar
diperoleh kondisi steril ( misal obat suntik, alat kedokteran, makanan dalam kaleng, dan
sebagainya ).
1. Definisi Klasik
Yakni mutlak bebas dari jasad renik, patogen atau non patogen, vegetatif atau non
vegetatif. Dengan kata lain, tidak ada jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan (
100 % bebas ).
2. Definisi Sekarang
Dapat diartikan suatu bets adalah steril apabila kemungkinan tidak sterilnya bets
tersebut ( setelah disterilkan ) adalah lebih kecil dari 1 per juta ( 10-6 ).
1. Larutan sejati
2. Suspensi ( air, minyak )
3. Salep mata
4. Tetes mata
5. Serbuk tabur
Komponen sediaan steril terdiri dari :
6. Zat berkhasiat
7. Zat bantu
8. Pembawa
9. Wadah
57
III. Cara Sterilisasi
A. KALOR BASAH
1. Dengan Otoklaf
Uap air jenuh dibawah tekanan ( Otoklaf )
FI III 1150-1160C 30 menit.
FI IV 1210C 15 menit.
Gelas ukur, pipet ukur, corong gelas + kertas saring lipat terpasang, kapas dan
kasa yang dibungkus dengan aluminium foil
2. Uap Mengalir
Dandang
FI II 98-1000C 30 menit
FI III 98-1000C 30 menit ada penambahan Klorkresol 0,2 %
3. Digodok dalam air
Tutup vial karet, tutup infus karet digodok dalam air suling 30 menit.
Tyndalisasi
o 800C 1 jam selama 3 hari berturut-turut.
o 700-800C 30 menit 2-4 kali berturut-turut diselingi penyimpanan 200-250C
16-24 jam.
Pasteurisasi
500-600C beberapa menit
62,80C 30 menit, lalu dinginkan
700C satu kali, mematikan bentuk vegetatif, khusus untuk susu murni.
B. KALOR KERING
1. Pemijaran
Dengan Api Bunsen
1. Spatel, sendok logam, porselen, kaca arloji, pinset, batang pengaduk dan
cawan uap.
Dibakar dengan Etanol 96 %
b. Lumpang dan alu
2. Udara panas
Oven
58
FI III 1500C 1 jam
FI IV 2500C 15 menit
Alat gelas non presisi : Erlenmeyer, gelas piala ( mulut ditutup dengan
Aluminium foil ).
Wadah : Ampul, vial, botol tetes, flakon.
C. PENYARINGAN
Membran selulosa asetat, nitrat, polyester, polivinil klorida dengan porositas 0,2
m.
D. STERILISASI GAS
Untuk bahan yang tidak tahan suhu tinggi
Gas etilen oksida
Penicillin, tetracycline, erytromycin, enzim, talk.
E. RADIASI ION
Radiasi Gamma
F. TEKNIK ASEPTIK
Untuk bahan aktif yang tidak tahan pemanasan
Cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad
renik dalam sediaan.
Sediaan tidak disterilisasi akhir dalam otoklaf ataupun oven
Sediaan dibuat secara aseptik “ Bahan steril “ atau “ Bahan yang disterilisasi
dengan penyaringan sebelum diisi ke dalm wadah steril
59
Pembuatan.Bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau sebagai serbuk
steril termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan secara aseptik
dalam tube steril. Bahan obat dan dasar salep disterilkan dengan cara yang cocok.
Tube disterilkan dalam otoklaf pada suhu antara 1150 dan 1160C, selama tidak
kurang dari 30 menit.
Homogenitas. Tidak boleh mengandung bagian yang kasar yang dapat teraba.
Sterilitas. Memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada Uji keamanan hayati.
Penyimpanan. Dalam tube steril, ditempat sejuk.
Penandaan. Pada etiket harus juga tertera “salep mata”.
2. Pengertian Menurut FI IV
Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata.Pada pembuatan salep mata
harus diberikan perhatian khusus.Sediaan dibuat dari bahan yang sudah
disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat Uji
sterilitas. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai
untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk
secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan. Bahan obat yang
ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep
mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat Kebocoran dan
Partikel logam pada Uji Salep Mata. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan
disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama.
Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat
dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu
tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat. Vaselin merupakan dasar salep
mata yang banyak digunakan.
3. Pengertian Secara Umum
Salep mata adalah sediaan steril dengan menggunakan dasar salep yang cocok.
Vaselin putih
Vaselin kuning
Campuran Vaselin dengan Malam putih, Malam kuning
60
Parafin encer
Parafin padat
Jelene
Minyak tumbuh-tumbuhan
61
White Petrolatum = White soft Paraffin = Vaselin putih
Yellow Petrolatum = Yellow soft Paraffin = Vaselin kuning
Vaselin putih adalah bentuk yang dimurnikan/ dipucatkan warnanya. Dalam
pemucatan digunakan Asam Sulfat, maka supaya hati-hati menggunakan vaselin putih
untuk mata, akan terjadi iritasi mata oleh kelebihan asam yang dikandung kalau tidak
denetralkan dulu dengan KOH atau base lain.
- Jelene
Terdiri dari minyak hidrokarbon dan malam yang tersusun sedemikian hingga fase
cair mudah bergerak dengan demikian terbentuk gerakan dalam, hingga difusi obat ke
sekelilingnya dapat terjadi lebih baik. Keuntungan penggunaan jelene, dalam
penyimpanan tetap dan cukup lunak.
- Lanoline
Lanoline Adalah Adeps lanae yang mengandung air 25 %. Digunakan sebagai
pelumas dan penutup kulit dan lebih mudah dipakai.
Steril
Tidak merangsang mata
Tidak mengiritasi
Daya lekat baik
Daya sebar memuaskan
Memungkinkan difusi obat dan distribusi obat
Mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada kondisi
penyimpanan yang tepat.
62
VII. Zat aktif Yang Dipakai Pada Formulasi Salep Mata
Zat aktif yang biasa digunakan pada formulasi sediaan steril salep mata adalah
1. Kloramfenikol kadar 1 %
2. Gentamisin kadar 0,3 %
3. Hydrocort Asetat kadar 2,5 %
PEG 400 aa
PEG 4000
Cetyl alcohol
Adeps lanae
Vaselinflavum
Umumnya dasar salep yang digunakan pada pembuatan salep mata steril adalah
vaselin flavum dan parafin liquid dengan perbandingan 9:1.
2. Pengawet
Fenil merkuri nitrat
Benzalkonium klorida
Nipagin/ Nipasol
3. Antioksidan
- tocopherol
Butil Hidroksi Anisol (BHA)
Butil Hidroksi Toluen (BHT)
63
Natrium metabisulfit
64
a. Data Praformulasi Bahan Aktif.
Oksitetrasiklin
Pemerian :Serbuk hablur warna kuning muda sampai
coklat muda; tidak berbau. Stabil diudara, oleh
pengaruh cahaya matahari kuat warna berubah
menjadi gelap. (FI ed IV hal 639)
Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol, mudah larut dalam asam klorida
3N dan dalam larutan alkali. (FI ed IV hal 639)
pH :4,5 – 7,0 (FI ed IV hal 639, <1071>)
OTT :Alkali hidroksida
Cara Sterilisasi :Aseptis
Indikasi :Infeksi mata
Dosis Lazim :6,0% - 10,0%
Cara Pemakaian :Pemakaian luar
Sediaan Lazim dan Kadar :0,1-10%
Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus
cahaya. (FI ed IV hal 640)
Setil Alkohol
Pemerian :Serpihan putih licin, granul, atau kubus
berwarna putih; bau khas; rasa lemah
Kelarutan :Tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dan
dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya
suhu
pH :H2O tidak berlaku ; titik didih 305 - 330 °C
(1013 hPa); titik lebur 46 – 520C
OTT :Dengan kelompok oksidasi kuat.
Cara Sterilisasi :Oven selama 15 menit
Indikasi :Stiffening agent.
Dosis Lazim :2,5% - 15%
Cara Pemakaian :Pemakaian luar
Sediaan Lazim dan Kadar :2,5% – 15%
Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat
66
Indikasi :pembasa pada obat mata (FI ed IV hal 57)
Dosis Lazim :1%
Cara Pemakaian :Pemakaian luar
Sediaan Lazim dan Kadar :Dosis = Dalam salep 1 % (DI 2010 hal 223-
227)
Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, sejuk dan kering (FI ed IV hal 57)
Parafin liquid
Pemerian :Cairan kental; tidak berwarna; hampir tidak
berbau; hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) p;
larut dalam kloroform p dan dalam eter p.
pH :-
OTT :Dengan kelompok oksidasi kuat.
Cara Sterilisasi :Oven 1500C selama 1jam
Indikasi :Pelarut, basis salep, sebagai zat pendispersi
Dosis Lazim :3,0% - 60,0%
Cara Pemakaian :Pemakaian luar
Sediaan Lazim dan Kadar :Emulsi oral : 15 – 45 ml sehari (DI 88 hlm.
1630)
Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat
Vaselin kuning
Pemerian :Massa seperti lemak; kekuningan sampai amber
merah; berfluorosensi sangat lemah walaupun
setelah melebur dalam lapisan tipis transparan;
tidak atau hampir tidak berbau, tidak berasa. (FI
ed IV hal 823)
Kelarutan :Tidak larut dalam air, mudah larut dalam
benzena, dalam karbon disulfida, dalam
kloroform dan dalam minyak terpetin; larut
67
dalam eter, dalam heksana, dan umumnya dalam
minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak
larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan
dalam etanol mutlak dingin. (FI ed IV hal 823)
pH : -
OTT :Petrolatum merupakan bahan inert dengan
ketidak campuran yang kecil.
Cara Sterilisasi :Oven 1500C selama 1jam
Indikasi :Pembasa pada obat mata.
Dosis Lazim : -
Cara Pemakaian :Pemakaian luar
Sediaan Lazim dan Kadar : -
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
68
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
4 PH - 5-8 4,5 - 9
69
Tidak boleh terjadi
kebocoran yang berarti
7 Kebocoran - Tidak ada kebocoran selama atau setelah
pengujian selesai (FI IV hal
1086)
Ditambahkan
Dipilih BHT agar
Oksitetrasiklin Antioksidan sejumlah 0,25% Kadar zat
2 kestabilan sediaan
mudah teroksidasi BHT ke dalam aktif
tetap terjaga
formula
Ditambhakan
sejumlah 6%
Sediaan steril untuk Dipilih agar sediaan
Basis lemak kedalam
mata bahan yang Pengecekan tidak bersifat asam
3 bulu domba, pembuaatan
digunakan tidak PH yang dapat
vaselin kuning bahan pembawa
boleh mengiritasi mengiritasi mata
oculentum
simplex
70
Dipilih
Ditambhakan benzalkonikum
Sediaan tidak stabil Pengawet
sejumlah 0,01% klorida karena
4 jadi diperlukan benzalkonikum
pada tahap pengawet ini
pengawet klorida
akhir ditunjukan unntuk
sediaan salep mata
Oksitetrasiklin
Oculentum simplex
basis
Pembuatan
Oculentum simplex:
2,0-10 0,12gr 0,36gr
Stiffening agent
setil alcohol
1-15 0,3gr 0,9gr
lemak bulu domba Pembasa pada obat
mata <50 2gr 6gr
paraffin cair
Pelarut Ad 100 2,5gr 7,5gr
Vaselin kuning
(oculenutm
Pembasa pada obat simplex)
Perhitungan :
o Oksitetrasiklin
Unit ( 5 g ) = 1/100 x 5 g = 0,050 g = 50 mg
Bacth ( 15 g) = 1/ 100 x 15 g = 0,150 g = 150 mg
71
o Butil Hidroksi Toluen (BHT)
Unit ( 5 g ) = 0,5/100 x 5 g = 0,025 g = 25 mg
Bacth ( 15 g ) = 0,5/100 x 15 g = 0,075 g =75 mg
o Benzalkonium Klorida
Unit ( 5 g ) = 0,01/100 x 5 g = 0,0005 g = 0,5 mg
Bacth ( 15 g ) = 0,01/100 x 15 g = 0,0015 g = 1,5 mg
o Oculentum simplex
Unit ( 5 g ) = 5 g – 0,0755 g = 4,9245 g
Bacth ( 15 g ) = 15 g – 0,2265 g = 14,7735 g
72
Ambil sejumlah sediaan oleskan pada kertas
2. Konsistensi -
perkamen
Ambil sejumlah sediaan, lihat, cium, lalu
oleskan pada kertas perkamen lihat tidak
3. Organoleptik -
mengandung bahan pewangi, pewarna, bahan
kasar
Ambil sejumlah sediaan cek dengan kertas
4. PH -
lakmus.
73
p terjadi warna merah terang (positif)
Prosedur dilakukan sesuai dengan penetapan
potensi antibiotik secara mikrobiologi
8. Potensi antibiotik - mennggunakan sejumlah sediaan yang diukur
seksama pada lembar uji dengan kadar yang
diperkirakan sama.
Prosedur dilakukan sesuai dengan uji
sterilisasi secara mikrobiologi hasil negatif
9. Kontaminasi mikroba -
tidak terjadi kekeruhana / pertumbuhan
mikroba pada permukaan.
I. PERSIAPAN
Persiapan alat-alat yang akan digunakan, bersihkan terlebih dahulu alat yang akan
digunakan, seperti mortar, alu, cawan uap, kaca arloji, dll
Lakukan Sterilisasi alat- alat yang akan digunakan.
Praktikan menyiapkan lembar IK (Instruksi Kerja) pembuatan sediaan
Praktikan mulai melakukan kegiatan sesuai dengan IK
74
10. Beri etiket, brosur dan kemasan
c. Pembuatan
Siapkan bahan - bahan yang telah ditimbang dan disterilkan
Penghalusan bahan aktif dan bahan tambahan dengan mortir
Buat oculentum simplex
- Larutkan vaselin flavum, parafin liq, cetil alkohol, adeps pada cawan penguap
dengan alas kasa di water bath ad larut
75
- Setelah larut, angkat cawan dari water bath, ambil kasa peras masukkan
hasilnya ke dalam yang telah disterilkan, gerus ad homogen dan membentuk
basis
Masukkan zat aktif + BHT ke dalam basis gerus ad halus, homogen
Masukkan salep yang telah jadi ke wadah tube yang telah disterilkan
Kemudian disterilkan k dlm oven dengan suhu 160oC selama 2 jam
Eri etiket, masukan ke dalam kemasan
d. Evaluasi Sediaan
Ambil sampel lakukan uji organoleptik
- Bentuk = salep
- Warna = putih kekuningan
- Bau = tidak berbau
Ambil sampel lakukan uji PH (dengan kertas lakmus), PH = 6
Ambil sampel, oleskan pada kaca arloji = homogen
Ambil sampel, oleskan pada kertas perkamen = mudah digunakan
Ambil 1 tube salep keluarkan isinya, timbang isi = 4,9 gr
Ambil sampel 1 mg + 2ml asam sulfat pekat = positif (warna merah)
Ambil sampel, uji kebocoran (dengan kasat mata = tidak bocor
76
BAB IV
PEMBAHASAN
Masalah yang sering terjadi pada salep mata adalah mengenai penggunaan dasar salep
yang sesuai, sterilitas dan efektifitas pengawet. Untuk basis salep dipilih basis salep
hidrofobik yaitu vaselin flavum dikarenakan oksitetrasiklin sendiri sukar larut dalam air,
selian itu karena basis vaselin flavum tidak mengiritasi mata.
Untuk pengawetnya dipilih cetil alkohol yang merupakan salah satu pengawet yang
cocok untuk sediaan salep mata, selain itu ditambahkan pula antioksida BHT karena
oksitetrasiklin merupakan zat yang mudah teroksidasi. Sedangkan untuk cara sterilisasi,
oksitetrasiklin disterilisasikan dengan cara sterilisasi aseptis.
Pada prakteknya, kami tidak daapat menggunakan oksitetrasiklin sebagai bahan aktif
salep ini, dikarenakan ketidaktersediaan bahan oksitetrasiklin. Untuk mengganti
oksitetrasiklin, kami menggunakan tetrasiklin HCL yang memiliki sifat hampir mirip dengan
oksitetrasiklin. Hasil salep mata menggunakan tetrasiklin HCL ini menghasilkan salep mata
yang tidak jauh berbeda dengan keinginan kami.
77
BAB V
PENUTUP
Salep mata merupakan salah satu sediaan steril yang sudah dikenal dalam masyarakat.
Masalah yang sering terjadi pada salep mata adalah mengenai penggunaan dasar salep yang
sesuai, sterilitas dan efektifitas pengawet.
Pada pembuatan salep mata oksitetrasiklin dikarenakan bahan aktif tidak tersedia di
laboratorium, maka dalam pembuatannya okstitetrasiklin diganti dengan tetrasiklin HCL.
Adapun hasil pembuatan salep mata ini sebagai berikut :
- Bentuk = salep
- Warna = putih kekuningan
- Bau = tidak berbau
- PH =6
- Isi yang terpindahkan = 4,9 gram
Selain itu salep mata memiliki konsistensi yang baik, mudah dikeluarkan dari wadah
dan mudah digunakan / dioleskan serta memiliki kehomogenan yang baik.
78
79
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dalam bidang industri farmasi, perkembangan tekhnologi farmasi sangat berperan
aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan.Hal ini banyak ditunjukan dengan
banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat,
kondisi pasien dan penigkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa
harus mengurangi atau mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat.
Sekarang ini banyak bentuk sediaan obat yang kita jumpai dipasaran antara lain:
Dalam bentuk sediaan padat: Pil, Tablet, Kapsul. Supposutoria. Dalam bentuk sediaan
setengah padat: Krim, Salep. Dalam bentuk cair: Sirup, Eliksir, Suspensi, Emulsi dan lain-
lain.
Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair, juga dapat berupa sediaan
setengah padat.Penggunaan sediaan ini pada saat ini makin populer karena dapat digunakan
untuk pemakaian dalam maupun untuk pemakaian luar.
Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak mau
bercampur, dimana cairan yang satu terbagi rata dalam cairan yang lain dalam bentuk butir-
butir halus karena distabilkan oleh komponen yang ketiga yaitu emulgator.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting
untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator
yang ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance)
Akan tetapi dalam kenyataannya, jarang sekali ditemukan HLB dengan harga yang
persis dibutuhkan oleh suatu emulsi.Oleh karena itu sering digunakan emulgator kombinasi
dengan harga HLB rendah dan harga HLB tinggi.
Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan dengan membuat suatu emulsi parafin
dengan menggunakan kombinasi emulgator dan akan dicari pada kombinasi emulgator
dengan perbandingan berapa emulsi parafin yang dibuat lebih stabil
80
II. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi untuk
sediaan.
Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan lotio.
Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan lotio.
Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk pelaksanaan
praktikum.
81
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Emulsi
Emulsi adalah system 2 fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan
pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar
dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.
Tipe emulsi digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Tipe emulsi M/A, dimana tetesan minyak terdispersi dalam fase air
2. Tipe emulsi A/M, dimana fase intern adalah air dan fase ekstern adalah minyak
82
III. Cara Pembuatan Emulsi
Metode gom basah
Yaitu dengan membuat mucilage yang kental dengan sedikit air lalu
ditambahkan minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu
kental, ditambahkan air sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan diaduk lagi
ditambah sisa minyak. Bila semua minyak sudah masuk ditambahkan air sambil
diaduk sampai volume yang dikehendaki. Cara ini digunakan terutama bila emulgator
yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan dulu dengan air. Contohnya
adalah kuning telur, metyl selulosa.
Metode gom kering
Metode ini juga disebut metode 4:2:1 (4 bagian minyak, 2 bagian air, dan 1
bagian gom). Selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya ialah 4 bagian
minyak dan 1 bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortar yang kering dan bersih
sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air sampai terjadi corpus emulsi.
Tambahkan sirup dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit, bila ada cairan alcohol
hendaklah ditambahkan setelah diencerkan sebab alcohol dapat merusak emulsi.
Metode baudrimont
Menggunakan perbandingan minyak : gom : air = 10 : 5 : 7,5 dalam
pembuatan korpus emulsi
Metode HLB
Dalam hal ini berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenai
sifat relative dari keseimbangan HLB (Hydrophil-Lyphopiel Balance). Emulgator
mempunyai suatu bagian hidrofilik dan suatu bagian bagian liofilik dengan salah satu
diantaranya lebih atau kurang dominan dalam bentuk tipe emulsi.
Tahun 1933 Clayton telah membuat sifat relative dari keseimbangan hidrofil-
lipofil yang disebut nilai HLB. Makin rendah nilai HLB surfaktan maka makin lipofil,
sedangkan makin tinggi nilai HLB maka makin bersifat hidrofil.
Nilai HLB 1,8 – 8,6 seperti span dianggap lipofil dan umumnya membentuk
tipe emulsi A/M. Nilai HLB 9,6 – 16,7 seperti tween dianggap hidrofil yang pada
umumnya membentuk emulsi tipe M/A.
83
Alatnya terdiri dari kawat, stop kontak, lampu neon yang semuanya dihubungkan
secara seri. Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam emulsi tipe
M/A, lampu akan mati jika dicelupkan pada tipe A/M.
Metode pengenceran fase
Jika ditambah dengan air akan segera diencerkan maka tipe emulsi adalah M/A, jika
tidak dapat diencerkan adalah tipe A/M.
Metode pemberian warna
a. Jika ditambahkan larutan sudan III (larut dalam minyak), akan terjadi warna
merah, maka tipe emulsi adalah A/M.
b. Jika ditambahkan larutan metilen blue (larut dalam air), akan terjadi warna biru,
maka tipe emulsi adalah M/A.
Metode pembasahan kertas saring
Jika emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring, maka emulsi M/A dalam waktu
singkat menyebar dan membentuk cincin air disekeliling tetesan.
84
Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali. Penggojokkan sederhana akan
gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.
c. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya.
Bentuk lotion digunakan untuk produk seperti lotion kulit dan wajah. Dibandingkan
dengan krim, umumnya lotion lebih mudah diproduksi karena lebih encer, waktu pemanasan
dan pendinginannya lebih cepat.
Lotion merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit.
Kebanyakan lation mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut dalam media dispersi
dan disuspensikan dengan menggunakan dengan zat pensuspensi dan zat pendispersi. Lation
lain sebagai bahan cair fase terdispersi yang tidak bercampur dengan bahan pembawa dan
biasanya sesuai. Pada umumnya pembawa dari lation adalah air. Tergantung pada sifat bahan
– bahannya, lotion mungkin diolah dengan cara yang sama seperti pada pembuatan suspense,
emulsi dan larutan.
Lotion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat
karena sifat bahan - bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat
pada permukaan kulit yang luas. Lotion dimaksudkan segera kering pada kulit setelah
pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat dari permukaan kulit.
Karena fase terdispersi dari lation cenderung untuk memisahkan diri dari
pembawanya bila didiamkan, lotion harus dikocok kuat- kuat setiap akan digunakan supaya
bahan- bahan yang telah memisah terdispensi kembali. Wadah lation harus diberi label untuk
member petunjuk pada pasien, supaya mengocok dengan seksama sebelum pemakaian dan
juga hanya untuk pemakaian luar.
85
Niasinamide
- Pemerian :Hablur atau serbuk hablur, tidak berwarna
atau putih, berbau lemah dan khas.
- Kelarutan :1000 g/ l (20°C), larut dalam 1 bagian air,
dalam 1.5 bagian etanol, sukar larut dalam
kloroform dan eter.
- pH :6.0 – 7.5
- OTT :-
- Cara Sterilisasi :-
- Indikasi :vitamin ; suplemen gizi, anti pellagra
- Dosis Lazim :1x = 500mg, sehari = 1 gram
- Cara Pemakaian :oral, topical
- Sediaan Lazim dan Kadar :Serbuk
- Wadah dan Penyimpanan :Wadah bertutup kedap dengan
penambahan gas inert, tempat sejuk dan kering,
terlindung dari cahaya.
- Cara Sterilisasi :-
- Indikasi :Emulgator
- Dosis Lazim :Emulsi M/A 2-4%, atau 2-5 kali asam lemak,
86
atau untuk minyak mineral hingga 5%
- Cara Pemakaian :-
- Sediaan Lazim dan Kadar :Cairan
- Wadah dan Penyimpanan : dalam wadah bertutup kedap; terlindung dari
cahaya, pada tempat sejuk, kering.
87
Cera Alba, Malam Putih, White Bees Wax
- Pemerian :Padatan atau lempengan putih, berwarna kuning
pucat,
- Kelarutan :mudah larut dalam benzen, karbon tetraklorida,
kloroform dan eter, larut dalam etanol 95%,
heksana dan propilen glikol, praktis tidak larut
dalam air
- pH :-
- OTT : hampir dengan semua hidroksida logam,
mungkin dengan basa, reduktor dan oksidator
- Cara Sterilisasi
- Indikasi :emulsifiying agent
- Dosis Lazim :ointment dan krim 1-20%
- Cara Pemakaian
- Sediaan Lazim dan Kadar :Padatan
- Wadah dan Penyimpanan :wadah bertutup baik, ditempat sejuk dan kering,
pada penyimpanan dapat ditambahkan
antioksidan
88
- Dosis Lazim : formula topikal 0,0075-0,1 %
- Cara Pemakaian :-
- Sediaan Lazim dan Kadar : Serbuk
- Wadah dan Penyimpanan :wadah bertutup baik terlindung dari cahaya
pada tempat sejuk dan kering
89
makanan dan farmasi, kombinasi dengan metil
paraben (0,02%b/v + 0,18%b/v) sering
digunakan dalam sediaan parenteral
- Sediaan Lazim dan Kadar :Serbuk
- Wadah dan Penyimpanan :wadah bertutup baik pada tempat sejuk dan
Kering
Glycerin 1 in 60
Mineral oil Practically insoluble
Peanut oil 1 in 200
Propylene glycol 1 in 5
Water 1 in 400
1 in 50 at 50°C
1 in 30 at 80°C
- pH :-
- OTT : Surfaktan nonionik (Polysorbate 80), bentonit,
mg trisilikat, talk, tragacanth,sodium alginate,
sorbitol, atropin.
- Cara Sterilisasi : Metilparaben larutan dalam air pH 3-6 dapat
disterilkan dengan otoklaf 120° selama 20 menit
tanpa terurai.
- Indikasi : pengawet, antimikroba
- Dosis Lazim : preparat topikal 0,02-0,03 %
90
- Cara Pemakaian :-
- Sediaan Lazim dan Kadar :Serbuk
- Wadah dan Penyimpanan :wadah bertutup baik pada tempat sejuk dan
Kering
91
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Pengawet
Sediaan tidak stabil
Penambahan metil
4 jadi diperlukan – metil paraben Pelarutan
paraben
pengawet
- Propil
paraben
Penambahan
Mencegah agar antioksidan :
Penambahan antioksidan
5 sediaaan tidak mudah - BHT Pelarutan
BHT
teroksidasi - BHA
- As. Galat
- As. Askrobat
Perhitungan :
93
Metil Paraben = 0,05/100 X 100 = 0,05 gr
BHT = 0,10/100 X 100 = 0,10 gr
Ol. Rosae = 0,5/100 X 100 = 0,5 ml
TEA = 8,0/100 X 100 = 8 ml
Air panas untuk TEA = 8 ml X5 = 40 ml
Cera Alba = 2,0/100 X 100 = 2 gr
Parafin liquid = 35/100 X 100 = 35 ml
Diket : parafin liq (HLB = 12), Cera Alba (HLB = 12), TEA (HLB = 12)
Parafin liq = 35/36 X 12 = 11,6
Cera alba = 2/36 X 12 = 0,6
TEA = 8/36 X 12 = 2,6
JUMLAH = 14,8 (tipe M/A)
94
3. Organoleptik - Penglihatan mata
Ambil sejumlah sediaan cek dengan kertas
4. PH -
lakmus.
I. Persiapan
Persiapkan alat-alat yang akan digunakan.
Bersihkan terlebih dahulu alat-alat yang akan digunakan.
Praktikan menyiapakan lembar Instruksi Kerja.
Praktikan melaksanakan kegiatan sesuai dengan IK
95
Panaskan Water Bath
Panaskan Mortir
b. Kegiatan Produksi
Penimbangan
Haluskan bahan aktif
Lebur cera alba, parafin liq, BHT, metil paraben di atas water bath dengan cawan
penguap ad mencair (M1)
Masukkan TEA ke dalam mortir panas + air panas untuk TEA 5x nya gerus ad
mucilago dan larut + niasinamid gerus ad corpus emuls + M1 gerus ad larut
homogen + ol. Rosae gerus ad halus homogen + sedikit demi sedikit sisa air gerus
ad larut hoomogen.
Masukkan ke dalam botol kaca,beri etiket masukan ke dalam kemasan
c. Evaluasi Sediaan
Ambil sampel lakukan uji organoleptik
- Bentuk = lotion tipe M/A
- Warna = putih
- Bau = aroma mawar
Ambil sampel lakukan uji PH (dengan kertas lakmus), PH = 8
Ambil sampel, lakukan uji viskositas =
No. Spindel = 2 , faktor = 20 , Hasil pengamatan, dial reading =6
96
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembuatan emulsi perlu diperhatikaan emulsi tipe apa yang akan dibuat,
komposisi emulgatornya serta harus hati – hati dalam pengerjaannya jangan sampai membuat
emlusi pecah. Bahan aktif lotion kami adalah niasinamid.
Pada praktikum ini, kami akan membuat lotion dengan tipe emulsi M/A maka harus
diperhatikan HLB antara basis minyak dan airnya. Sedangkan untuk emlugator kami pilih
TEA yang merupakan tipe M/A. TEA sendiri memiliki cara pengerjaan yang khusus, TEA
perlu dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas sebanyak 5x jumlah TEA serta dikerjakan
pada mortir panas.
Sedangkan agar sediaan stabil dalam penyimpanan kami menambahkan metil paraben
sebagain pengaawet untuk mencegah perkembangan mikroorganisme dan BHT sebagai
anntioksidannya.
Untuk basis minyak (cera aalba, parafin liq) serta zat tambahan lainnya (BHT, metil
paraben) yang tidak larut dengan air, dilebur terlebih dahulu di water bath dengan cawan
penguap sehingga zat tersebut nantinya dapan menyatu dengan basis airnya.
Agar sediaan lebih menarik dan tidak berbau tengik, maka kami menambahkan ol.
Rosae sebagai pengharum
97
BAB V
PENUTUP
Lotion merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit.
Kebanyakan lation mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut dalam media dispersi
dan disuspensikan dengan menggunakan dengan zat pensuspensi dan zat pendispersi. Lation
lain sebagai bahan cair fase terdispersi yang tidak bercampur dengan bahan pembawa dan
biasanya sesuai. Pada umumnya pembawa dari lation adalah air. Tergantung pada sifat bahan
– bahannya, lotion mungkin diolah dengan cara yang sama seperti pada pembuatan suspense,
emulsi dan larutan.
Pada praktikum kali ini bahan aktif kaami adalah niasinamid dengan tipe emulsi M/A.
Adapun hasil praktikum kami adalah sebagai berikut :
98
DAFTAR PUSTAKA
99