Anda di halaman 1dari 99

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda,
sehingga teknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi mengalami dinamika
yang begitu cepat. Teknologi Steril merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil, Injeksi volume besar, Infus, Tetes Mata dan
Salep Mata) yang steril, mutlak bebas dari jasad renik, patogen, atau non patogen, vegetatif
atau non vegetatif (tidak ada jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan). Teknologi steril
berhubungan dengan proses sterilisasi yang berarti proses mematikan jasad renik (kalor,
radiasi, zat kimia) agar diperoleh kondisi steril. Tentunya di setiap fakultas mendapatkan
mata kuliah tersebut, karena teknologi steril berperan penting dan menjadi mata kuliah pokok
farmasi.

Dalam teknologi steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana menghasilkan atau
membuat sediaan yang steril, sediaan steril dapat dibuat secara sterilisasi kalor basah, kalor
kering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan teknik aseptik. Kemudian sediaan steril
tersebut dilakukan uji sterilitas, uji pirogenitas (ada atau tidaknya pirogen). Pada saat kuliah
teknologi steril akan kita dapatkan sediaan dalam bentuk larutan, emulsi, suspensi dan semi
solid yang steril (bebas dari pirogen).

Suspensi steril adalah Padatan yang disuspensikan didalam media cair yang sesuai
dan tidak untuk disuntikkan intravena atau kedalam ruang spinal .Dimana cara pembuatan
dari suspensi steril adalah umumnya menggunakan tehnik aseptik dengan penambahan
bakterisida.

Sehubungan dengan Teori tersebut diatas dan penerapan dari teori yang sudah
didapat. Kami melakukan praktikum teknologi steril dalam hal ini membuat sediaan
injeksidengan harapan semoga dalam kegiatan praktikum ini, kami dapat menambah
wawasan, melaksanakan desain dan rancangan serta pembuatan sediaan steril untuk dalam
upaya meningkatkan pengetahuan ilmu farmasi.

2
II. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
2. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi
untuk sediaan .
3. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan injeksi.
4. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan injeksi.
5. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk
pelaksanaan praktikum.
6. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan steril untuk sediaan
injeksi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Injeksi
Beberapa definisi injeksi adalah :
 Secara umum injeksi atau obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril
bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral.
 Menurut FI III injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir.

II. Penggolongan Sediaan Injeksi


Berdasarkan FI IV, sedian injeksi digolongkan menjadi 5 jenis,yaitu :
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama
“injeksi….”.
2. sediaan padat kering atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau
bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang
sesuai menurut persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya,
“…..steril”.
3. sediaan seperti tertera pada no.2, tetapi mengandung satu atau lebih pengencer, atau
bahan tambahan lain, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, “…..untuk injeksi”.
4. sediaan berupa suspensi serbu dalam medium cair yang sesauai dan tidak disuntikkan
secara intravena atau kedalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya “suspensi….steril”.
5. sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa
yang sesuai, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, “…steril untuk suspensi”.

Sedangkan berdasarkan volume pemakaian, sediaan injeksi digolongkan menjadi 2


jenis. Yaitu :
1. larutan intravena volume besar.

4
Adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda
volume lebih dari 100 ml.
2. Injeksi volume kecil.
Adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang.

III. Bahan Pembawa Injeksi


Menurut FI IV ada 2 jenis bahan pembawa untuk injeksi, yaitu :
1. Air
 Syarat :memenuhi syarat uji pirogen, uji endotoksin bakteri, seperti yang tertera
pada monografi.
 Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, pada umumnya digunakan air untuk
injeksi.
 NaCl dapat ditambahkan dalam jumlah yang sesuai untuk memperoleh larutan
isotonic.
 Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan sebagai pengganti air untuk
injeksi sebagian atau seluruhnya kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
 Menurut CPOB, air untuk injeksi dibuat dengan cara destilasi atau dengan cara
lain yang sesuai. Air disimpan dan disirkulasi terus menerus pada suhu sekurang-
kurangnya 65 C dalam wadah yang bersih, steril, tidak reaktif, non absobtif, non
adiktif, dan dilindungi dan dilindungi dari kontaminasi. Air yang disimpan tidak
dengan disirkulasi hanya boleh digunakan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
Air untuk injeksi dan diberlakukan sebagai bahan awal.
2. Pembawa non air, terutama minyak lemak dari tanaman.
Syarat :
 Tidak berbau atau hampir tidak berbau.
 Tidak memiliki bau dan rasa tidak tengik.
 Memenuhi syarat uji paraffin padat.
 Tangas pendingin dipertahankan pada suhu 10
 Bilangan penyabunan antara 185-200
 Bilangan iodium 79-128
 Memenuhi syarat bahan tidak tersabunkan
 Memenuhi uji asam lemak bebas.

5
IV. Syarat Injeksi ( Menurut FI IV )
a. Wadah
Jenis wadah terdiri dari :
1. Wadah satuan tunggal
 Digunakan untuk produk obat yang diamksudkan untuk digunakan sebagai
dosis tunggal yang harus segera digunakan setelah dibuka
 Untuk bahan yang hanya digunakansecara parenteral disebut “wadah dosis
tunggal” dengan ketentuan bahwa tidak ada yang memungkinkian
pengambilan isi dan pemberian sebesar 1 liter. Untuk yang bukan parenteral
disebut “wadah dosis satuan”.
2. Wadah satuan ganda
 Wadah yang memungkinkan dapat diambil isinya beberapa kali
tanpamengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam
wadah tersebut.
 Untuk bahan yang hanya digunakan secara parenteral disebut “wadah dosis
ganda”, dan bila tidak dinyatakan lain dalam monografi tidak ada yang berisi
volume injeksi yang memungkinkan pengambilan sebesar 30 ml.

Syarat Wadah :
1. Tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimia
dengan sediaan yang dapat merubah kekuatan, mutu taua kemurnian diluar
persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, penyimpana,
penjualan dan penggunaan.
2. Terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap ( sediaan ) isi.
3. Ditutup dengan cara peleburan atau dengan penutup yang sesuai sehingga dapat
mencegah pencemaran dan kehilangan isi.
4. Penutup wadah dosis ganda memungkinkan pengambilan isi tanpa membuka atau
merusak penutup.
5. Penutup dapat ditembus oleh jarum suntik dan pada saat penarikan jarum segera
menutup kembali hingga mencegah pencemaran.
6. Memenuhi persyaratn wadah secara umum :
 Wadah yang bertujuan melindungi dari cahaya memenuhi persyaratn transmisi
cahaya.

6
 Wadah dari bahan kaca memenuhi persyaratan wadah kaca tahan bahan kimia.
 Wadah dari plastik untuk sediaan parenteral memenuhi syarat uji biologi
plastik dan uji fisika-kimia plastik.
 Memenuhi uji serbuk kaca.
 Memenuhi uji ketahanan terhadap air pada suhu 121
 Memenuhui syarat kandungan Arsen.

Wadah untuk padatan steril kering yang digunakan untuk parenteral termasuk penutup
tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisika maupun kimiawi dengan
sediaan yang dapat mengubah kekuatan, mutu, atau kemurniaan diluar persyaratn resmi
dalam kondisi biasa pada waktu penaganan, pengangkutan, penyimoanan, penjualan, dan
penggunaan.
Wadah memungkinkan penambahan pelarut yang sesuai dan pengambilan sebagian isi
larutan atau suspensi yang dihasilkan dengan cara sedemikian rupa sehingga sterilitas isi
dapat dipertahankan.

b. Etiket
Pada etiket adapaun keterangan yang harus tertera adalah :
1. Nama sediaan.Jika dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan
parenteral volume besar, maka kadar masing-masing komponene disebut dengan
nama umum missal Injeksi Dekstrosa ( 5% )
2. Untuk sediaan cair presentase atau jumlah zak aktif dalam volume tertentu untuk
sediaan kering tertera jumlah zat aktif.
3. Cara pemberian.
4. Kondisi penyimpanan.
5. Tanggal kadaluarsa.
6. Nama pabrik pembuat dan atau pengimpor.
7. Nomor lot/ batch.

Jika formula lengkap tidak tertera masing-masing monografi, maka penandaan


mencakup informasi, yaitu :

7
1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu,
kecuali bahan yang digunakan untuk penyesuaian PH tonisitas dapat dinyatakan
dengan nama dan efek bahan tersebut.
2. Sediaan kering atau memerlukan pengenceran sebelum digunakan harus
mencantumkan jumlah tiap komponen, komposisi, pengencer yang dianjurkan,jumlah
yang diperlukan untuk mendapatkan konsentrasi tertentu zat aktif, uraian singkat
pemerian larutan terkonstitusi dan tanggal kadaluarsa serta batas waktu larutan
terkonstitusi masih dapat digunakan seperti tertera pada etiket bila disimpan seperti
yang dianjurkan.

Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup
oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan secara visual.

c. Volume dalam wadah.


Tiap wadah injeksi diisi dengan sejumlah volume sedikit berlebih dari yang
tertera pada etiket atau volume yang akan diambil.

d. Memenuhi penetapan volume injeksi dalam wadah


Volume tidak kurang dari volume pada wadah bila diuji satu persatu, atau bila
wadah volume 1 ml atau 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera
pada etiket bila isi digabung.
Bila dealam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, volume
tiap alat suntik diambil tidak kurang dari yang tertera.
Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah segera kocok
baik-baik sebelum memindahkan isi. Dinginkan hingga suhu 25 sebelum pengukuran
volume

Volume yang tertera Kelebihan volume yang dianjurkan


dalam penandaan Untuk cairan encer Untuk cairan kental
0,5 ml 0,10 ml 0,12 ml
1,0 ml 0,10 ml 0,15 ml
2,0 ml 0,15 ml 0,25 ml
5,0 ml 0,30 ml 0,50 ml

8
10,0 ml 0,50 ml 0,70 ml
20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml
30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml
50,0 ml
Atau lebih 2% 3%

e. Memenuhi syarat bahan partikulat dalam injeksi.


Bila monografi menyatakan lain maka berlaku untuk semua injeksi volume
besar untuk dosis tunggal dan injeksi volume kecil. Injeksi dosis tunggal dan injeksi
molekul kecil. Injeksi yang dikemas dan diberi penandaan sebagai larutan irigasi
dibebaskan dari syarat bahan partikulat.

V. Suspensi Untuk Injeksi


Suspensi untuk dapat berupa sediaan dalam air atau dalam minyak,dibuat jikan zat
aktif tidak larut dalam pembawa dan menggunakannya sebagai sediaan depo.kadar
aprtikelpadat dalam suspense injeksi umumnya <5 %,sedangakn diameter partikel berkisar 5-
10 µm. proses pembuatan dan sterilisasi lebih sulit dibandingka dengan larutan injeksi yaitu
masing-masing komponan disterilkan sendiri-sendiri dan dibuat secar aseptic.sterilisasi akhir
tidak boleh menggunakan penyaring bakteri.sehingga dapat disterilkan bahan padat untuk
suspense steril dengan sterilisasi gas.
Suspensi injeksi harus memenuhi teori suspense dalam pembuatan suspense obat
suntik.seperti laju sedimentasi partikel suspense.laju endap dapat berkurang cukup besar
dengan menaikan viskositas medium disperse dan dalam batas-batas tertentu.secara praktis
penaikan dapat dilakukan,namun bila suspense sampai mempunyai viskositas tinggi,maka
umumnya tidak diinginkan karena sukar diambil oleh alat suntik serta sukar dirataka
kembali.untuk mengubah sifat khas viskositas suspense tidak hanya dengan penggunaan
pembawa,tetapi juga dengan kandungan padatnya.sebagaiman proporsi partikel padat
dinaikkan dalam suspense,maka begitu pula viskositasnya.
Injeksi suspensi dalam air disamping mengandung bahan pembantu yang mengurangi
sedimentasu,mengandung pula bahan isotonic,dapar,pengawet,dan lain-lain.faktor yang
mempengaruhi pembuatan injeksi suspense dalam air adalah :
1. Ukuran partikel
2. Aliran tiksotropi

9
3. Derajat kebasahan zat aktif
Penambahan zat pembahsah untuk menurunkan tegangan permukaan antara zat aktif
dan cairan misalnya tween,lecithin dll dilarutkan dalam pelarur yang mudah menguap
. bila tidak,maka partikel padat akan mengembang dan bila dikocok akan berbusa
4. Kecepatan sedimentasi
Partikel padat yang terdispersi merata cebdrung bergerak turun,dapat diatasi dengan
penambahan koloid hirofilik( CMC Na ,GOM ).dengan demikian partikel padat tidak
cepat turun dan tingkat dispersinya dapat dipertahankan dalam waktu panjang.
5. Pembentukan kue
Partikel padat yang terdispersi dan halus dapat mengendap paket sediamn yang
kompak dan sulit didispersikan kembali.dapat diatasi dengan penambahan bahan
pembasah berkonsentrasi rendah,sihinnga paket sedimen yang kompak masih dapat
didispersikan kembali dengan mudah.
6. Kelarutan zat aktif
Dilakukan secara kimiawi dengan membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.
7. Bahan antibusa
Dapat ditambahkan aktil alcohol atau emulsi silicon
8. Rheologi sistem
Dipilih sifat aliran yang tiksotropi
9. Ukuran partikel
Ukuran partikel zat aktif akan mempengaruhi efek depo suspensi I jeksi.partikel yang
besar berefek lebih panjang,tetapu cenderung lebih nudah mengendap dan menyumbat
lubang jarum injeksi

VI. Metode Pembuatan Injeksi


Metode pembuatan injeksi ada 2, yaitu :
1. Metode aseptic
Metode ini digunakan bila sediaan mengandung bahan obat yang peka terhadap
suhu sehingga dapat mengakibatkan peruraian bahan obat dan penurunana aktivitas
farmakologinya.Metode ini bukan merupakan metode sterilisasi melainkan suatu
cara untuk memperoleh sediaan steril.Dalam metode ini sediaan tidak disterilisasi
dengan menggunakan panas.
2. Metode sterilisasi akhir

10
Metode ini paling banyak digunakan dalam pembuatan sediaan steril bahan obat dan
bahan tambahan harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu yang cukup
tinggi.

VII. Evaluasi Injeksi


Untuk suspensi injeksi triamcinolone acetonide , evaluasinya meliputi :
 Uji organoleptis
Meliputi warna dan bau
 Uji stabilitas fisik, meliputi :
a. Laju sedimentasi
- ukuran partikel
- beda kerapatan medium dan partikel
- interak partikel
- viskositas medium
Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa keadaan suspensi ideal, yaitu :
- pada saat pengendapan tidak terjadi tumbukan antar partikel(pengendapan
bebas )
- pada waktu turun kebawah tidak terjadi turbulensi
- tidak ada gaya tarik menarik kimia atau fisika atau afinitas untuk medium
dispersi.
b. Penetuan ukuran partikel
cara uji sama dengan a
c. Uji sifat alir
Dilakukan dengan menggunakan viscometer Brooke Field yang sudah disterilkan
d. Uji viskositas
Dapat diketahui dari evaluasi c
e. Uji stabilitas kimia, yaitu :
PH : dilakukan dengan menggunakan indicator PH universal
f. Penetapan volume injeksi dalam wadah
Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa volume yang diisi kedalam wadah
yang sesuai dengan ketentuan dan syarat.
g. Uji partikulat.

11
Uji ini dilakukan memastikan bahwa sediaan injeksimemenuhi syarat yaitu tidak
mengandung partikulat-partikulat yang mempengaruhi aktivitas bahan aktif dan tidak
memberi efek yang merugikan.
h. Uji sterilitas
Untuk mengetahui dan memastikan bahwa sediaan injeksi yang dibuat memenuhi
syarat steril.

VIII. Data Praformulasi


a. Data Praformulasi Bahan aktif
Bahan Aktif: Ampisilin

No. Sifat Keterangn Zat Aktif


P e m e r i a n :
- Bentuk Hablur / serbuk hablur
1. - Warna Putih
- Bau Praktis Tidak berbau
- Rasa Pahit
Sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut
2. Kelarutan dalam benzene, dalam karbon tetraklorida dan
kloroform
Pengobatan pada infeksi (antibiotik
3. Indikasi
spektrum luas)
4. Dosis Pemakaian 500 mg
Stabilitas dan P e n y i m p a n a n d a l a m w a d a h t e r t u t u p
5.
Penyimpanan rapat
Pada beberapa obaat termasuk antibacterial pada
6. OTT
konsentrasi tinggi
7. Cara Sterilisasi Aseptis

b. Data Praformulasi Bahan Tambahan


1. NaCl
No. Sifat Keterangn Zat Aktif
P e m e r i a n :
- Bentuk Serbuk kristal / kristal
1. - Warna Putih / tidak berwarna
- Bau Tidak berbau
- Rasa Tidak berasa
Larut daalam 1:2,6 air paada suhu 60o C 1:2,8 pada
2. Kelarutan suhu 25O C, mudah larut dalam gliserin, sedikit
larut dalam etanol, sukar laarut dalam etanol 95%
Sebagai laarutan isotonis pada sediaan parenteral /
3. Indikasi
non parenteral; untuk memproduksi larutan

12
isotonis pada sediaan iv dan mata
4. Dosis Pemakaian Sampai 0,9%
Stabilitas dan D i s i m p a n p a d a t e m p a t k e r i n g
5.
Penyimpanan dan sejuk.
Korosif dengan besi, peroksida,perak,
6. OTT
garam merkuri
7. Cara Sterilisasi Dengan autoklaf/filtrasi

2. Aqua Pro Injection


No. Sifat Keterangn Zat Aktif

1. Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,


tidak berasa
2. Kelarutan Sangat mudah larut dengan pelarut polar
3. Indikasi Pelarut untuk injeksi
4. Dosis Pemakaian Dosis tunggal atau 1 L
Stabilitas dan Wadah botol kaca/plastik dosis tunggal atau 1 L. Wadah tertutup rapat,
5.
Penyimpanan sejuk dan kerin
Logam alkaali, kalisum okssida,
magnesium oksidaa, garam anhidrat,
6. OTT
bahan organik tertentu dan kalsium
carbide
7. Cara Sterilisasi Reverse osmotis, filter membrane, autoklaf
8. PH 5,0 - 7,0
9. Cara Pemakaian Pelarut
10. Sediaan Lazim Cairan

3. CMC Na
No. Sifat Keterangn Zat Aktif
P e m e r i a n :
- Bentuk Granul
1. - Warna Putih
- Bau Tidak berbau
- Rasa Tidak berasa
Praktis tidak larut dalam aceton, etanol, eter dan
2. Kelarutan toluen, mudah didispersikan pada air dengan suhu
sampai dengaan 37o C
3. Indikasi Suspending agnet
4. Dosis Pemakaian 0,1 %
Stabilitas dan Stabil pada kondisi dengan tingkat kebasahan
5.
Penyimpanan tinggi
6. OTT
7. Cara Sterilisasi Oven dengan suhu 160o C

13
4. Metil Paraben
No. Sifat Keterangn Zat Aktif
Pemerian
- Bentuk Granul
1. - Warna Putih
- Bau Tidak berbau
- Rasa Tidak berwarna
Larut dalam 400 bagian air, 50 bagian air shu 50o C
2. Kelarutan 30 bagian air suhu 80o C mudah larut dalam etanol
dan eter.
3. Indikasi pengawet
4. Dosis Pemakaian 0,065% - 0,25%
Stabilitas dan
5. Wadah tertutup
Penyimpanan
6. OTT
7. Cara Sterilisasi autoklaf
8. PH 5,0 - 7,0

14
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

I. Perumusan Karakteristik Sediaan


 Nama Zat Aktif : Ampicilin
 Bentuk Sediaan : Injeksi Suspensi
 Dosis : 500mg

Nilai Syarat Rujukan

Kadar Bahan
500 mg 500 mg Faarmakologi dan
aktif
farmakoterapi
10,0 ml dilebihkan FI edisi IV
Berat per unit 10,0 ml
menjadi 10,7 ml
P e m e r i a n :
 Bentuk Larutan Bentuk Hablur
 Warna Jernih Putih
 Bau Tidak berbau Tidak berbau FI edisi IV

 Rasa Tidak berasa Tidak Berasa


Metode Pembuatan Aseptis Aseptis Fornas 78 hal 196
Sifat alir Pseudoplastik Pseudoplastik Ansel

Susut pengeringan Tidak kurang dari Tidak kurang dari FI IV hal 552
1,0 % 1,0 %
Kemampuan FI IV hal 552
Efektif Efektif
pengawet
PH 8,0 8,0 – 10,0 Martindale 1098
Stabil secara fisika, Maartindaale hal
Stabilitas Stabil
kimia, biologi 1639
Tonisitas Isotonis Isotonis
Kejernihan Jernih Memenuhi syarat

15
uji kejernihan
Jenis suspensi Suspenssi steril Suspenssi steril
Bentuk wadah Vial Vial
Volume wadah 20 ml 10, 70 ml
Penandaan
kemasan dan label

II. Formulir Pemecahan Masalah


Alternatif pemecahan
No. Parameter Masalah keputusan
Formula Proses QC
Dibuat sediaan
Bentuk sediaan yang
parenteral agar obat
Bentuk bagaimana agar obat
1. Parenteral daapat cepat
sediaan cepat di distribusikan
disitribusikan ke
ke dalam tubuh ?
dalam tubuh.
Bentuk sediaan
Dibuat sdiaan steril
injeksi volume besar
Bentuk Larutan suspensi karena
2. yang bagaiamana
sediaan suspensi ampicilin tidak larut
yang cocok dengan
dalam air
kelarrutan ampicilin?
Aqua pro injeksi
Bahan pembawa apa
karena tidak
yang cocok dengan API, API
Baahan mengandung mikroba
3. injeksi sstreil volume bebas O2
pembawa dan pembawa yang
besar suspensi dan CO2
cocok untuk injeksi
ampicilin?
steril
Suspending agnet apa CMC Na karena tidak
CMC Na,
Suspending yang cocok untuk OTT dengan
4. GOM arab,
agents injeksi steril ampicilin serta larut
Tragacan
ampicilin? dengan air
Bagaimana caranya NaCl 0,9%, Digunakan NaCl
5. Tonisitas
injeksi ampicilin asam borat 0,9% sebagao larutan

16
tetap isotonis dengan isotonis dan dapat
cairan tubuh? mempertahankan
tekanan osmotik
dalam tubuh, serta
larut dalam
air(pembawa)
Metil Digunakan metil
paraben, paraben karena dapat
Bahan pengawet apa
propil meningkatkan
6. Pengawet yang cocok untuk
paraben, efektifitas pengawet
injeksi ampicilin?
benzil serta tidak OTT
alkohol dengan ampicilin
Bagaimana
Sterilisasi Digunakan teknik
pembuatan yang baik
Metode akhir aseptis karena zat
7. dan cocok untuk
pembuatan dengan aktif tidak tahan
injeksi steril suspensi
aseptis pemanasan
ampicilin?
Penepatan volume
Untuk injeksi untuk
Bagaimana cara cairan memennuhi
Volume memenuhi kental keseragaman volume
8.
sediaan keseragaman 10,0 ml serta mempertahankan
volume? ditambah volume aakibat
0,7 ml penguraian pada saat
pembuatan
Sterlisasi Dipilih cara sterilisasi
basah, dengan teknik aseptis,
Bagaimana cara
kering, dimaana bahan aktif
Cara sterilisasi yang cocok
9. penyaring di sterilkan terlebih
sterilisasi untuk injeksi steril
an, radiasi dahulu sebelum
suspensi ampicilin?
ion, teknik dimasukkan ke
aseptik daalam wadah steril.
10. Wadah dan Wadah apa yang vial Digunakai wadah vial

17
kemasan cocok untuk injeksi untuk injekssi streil
streil suspensi suspensi karena
ampicilin? ampicilin merupakan
sediaan dosis ganda.
Bagaimana cara Digunakan dapar
injeksi tetap stabil fossfat karena dapar
Dapar
dalam larutan serta fosfat memiliki PH
11. Dapar amonia,
memiliki PH yang (5,9-8,0) yang
dapar fosfat
sesuai dengan PH mendekat PH
larutan tubuh? ampicilin (8,0-10,0)

III. Komponen Umum Sediaan


Pemakaian Penimbangan Bahan
NO. Nama Bahan Fungsi (%) Dipakai
Lazim (%) Unit Batch
1. Ampicilin Bahan aktif 5% 5% 1 3
2. NaCl Isotonis 0,9% 0,9% 0,02 0,06
Suspending
3. CMC Na 0,05% - 0,75% 0,1% 0,02 0,06
agent
4. Metil Paraben Pengawet 0,065% - 0,25% 0,1% 0,02 0,06
5. NaH2PO4 Dapar 0,8% 0,8% 0,008 0,0024
6. Na 2 H 2 PO 4 Dapar 0,947% 0,947% 0,179 0,539
NaCl untuk Pengisotonis
7. 0,42% 0,42% 0,084 0,252
dapar dapar
Aqua Pro
8. pembawa q.s q.s Ad 20 ml Ad 60 ml
Injeksi

Pehitungan
 Volum ampul = ( n + 2 ) v’ + ( 2 x 3 ml )
= ( 3 + 2 ) 10,7 + ( 6 ml)
= 59,5 ml jadi 60 ml

18
 v.isotonis = w x E x 111,1
= 5/100 x (60 ml x 0,16) x 111,1
= 53,328 ml
 yg belum isotonis 60 ml-53,328 : 6,672 ml
agar isotonis maka NaCl yang perlu ditambahkan = 0.9 % x 6,672 ml = 0,06 g
 Perhitungan dapar pospat untuk PH 8
- NaH2PO4 = 0,8 g / 100 ml x 5 ml = 0,04 g
 Per unit = 20 / 100 ml x 0,04 g = 0,008 g
 Per batch = 60 / 100 ml x 0,04 g = 0,024 g
- Na2H2PO4 = 0,947 g / 100 ml x 95 ml = 0,899 g
 Per unit = 20 / 100 ml x 0,899 g = 0,179 g
 Per batch = 60/100 ml x 0,899 = 0,539 g
- NaCL untuk dapar
 Per unit = 0,42 g / 100 ml x 20 ml = 0,084 g
 Per batch = 0,42 g / 100 ml x 60 ml = 0,252 g

IV. Cara Pengawasan Mutu Sediaan


a. In Process Control (dari penimbangan sampai pembuatan)
No Parameter yang diuji Satuan C a r a P e m e r i k s a a n

1 . P e m e r i a n - U j i o r g a n o l e p t i k

( w a r n a d a n b a u )

2 . p H - Kertas lakmus / kertas universal / pH meter

3. Uji Sterilitas - M i k r o b i o l o g i

b. End Process Control (selesai dikemas)


No Parameter yang diuji S a t u a n C a r a P e m e r i k s a a n

1 . V o l u m e - Me n ggun ak a n bu re t at au b e ak e r gl a s s

19
2 . Uji Sterilitas - M i k r o b i o l o g i

3 . P e m e r i a n - U j i o r g a n o l e p t i k

( w a r n a d a n b a u )

4 . Uji kerjernihan - Uji kejernihan FI IV hal 1039

5 . p H - Kertas lakmus / kertas universal / pH meter

6 . kestabilisan fisik Viskositas,sifat alir,volume terpindahkan dan volume sedimentasi

V. Prosedur Tetap Pembuatan Injeksi Steril


a. Persiapan
 persiapan alat-alat yang akan digunakan,bersihkan terlebihdahulu alat yang akan
digunakan seperti gelas ukur,gelas piala,corong,erlemeyer ,dll
 sterilisasi alat dan wadah vial yang akan digunakan
 pratikan penyiapan IK pembuatan seediaan injeksi volume kecil
 pratikan melakukan kegiatan sesuai dengan IK
b. Kegiatan Produksi
 Sterilisasi bahan dan alat
 Pembuatan API
 Penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan
 Pembuatan suspending agent
 Pengecilan ukuran partikel bahan obat
 Pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan dalam pembawa
 Pengukuran volume
 Pengisian ( kedalam vial atau botol tetes)
 Penutupan karet vial

VI. Instruksi Kerja Pembuatan Injeksi Steril Ampicilin


a. Sterilisasi bahan dan alat
 Masukkan alat serta bahan obat yang akan disterilkan ke dalam oven dengan suhu
250o C selama 15 menit atau autoklaf 121o C selama 15 menit

20
Nama bahan Waktu awal Paraf Waktu akhir Paraf
Alat :
 Gelas ukur
 Vial
09.16 Acc 09.31 Acc
 Bekker gelass
 Corong
 Erlenmeyer
Bahan :
 Ampiclin (aseptis)
 Nacl
09.16 Acc 09.31 Acc
 Metil paraben
 NaH2PO4
 Na2H2PO4

b. Pembuatan API
 Panaskan Aqua bidest hingga mendidih
 Setelah mendidih, tutup dengan kapas alumunium foil
 Didihkann lagi aqua pro injeksi selama 20-30 menit
 Setelah agaak dingin kemudian dialiri dengan gas N2

c. Penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan


Timbang masing – masing bahan :
Penimbangan Bahan
NO. Nama Bahan
Unit Batch
1. Ampicilin 1 3
2. NaCl 0,02 0,06
3. CMC Na 0,02 0,06
4. Metil Paraben 0,02 0,06
5. NaH2PO4 0,008 0,0024

21
6. Na 2 H 2 PO 4 0,179 0,539
NaCl untuk
7. 0,084 0,252
dapar
Aqua Pro
8. Ad 20 ml Ad 60 ml
Injeksi

d. Pembuatan suspending agent


 Masukkan suspending agent yang telah disterilisasi kedalam lumpang
 Tambahkan sedikit demi sedikit API kedalam lumpang, kemudian diaduk sampai
terbentuk mucilago
 Diamkan beberapa saat

e. Pencampuran bahan aktif dan bahan tambahan dalam pembawa


 Bahan – bahan untuk dapar dilarutkan dahulu dalam air (N a H 2 P O 4 , Na 2 H 2 PO 4,
NaCl untuk dapar)
 Pada mucilago yang telah terbentuk tadi , masukkan kedalamnya bahan aktif,
aduk ; dapar, aduk, NaCL ( isotonis sediaan) aduk; dan yang terakhir adalah Metil
Paraben
 Kemudian campur homogen

f. Pengukuran volume
 Suspensi Ampicillin, kemudian masukkan kedalam gelas ukur diukur volume
Volume Larutan Teoritis Nyata
Jumlah obat 1,331 gr 1,3 gr
Volume yang di ad-kan Ad 10 ml / vial Ad 10 ml / vial

g. Pengisian ( kedalam vial atau botol tetes)


 Ambil suspensi dengan spuit 10cc
 Kemudian masukkan suspensi Ampicilin sebanyak 10 ml/vial
 Ditutup vial dengan tutup karet

22
h. Evaluasi Sediaan
 Ambil sampel lakukan uji organoleptik
- Bentuk = larutan suspensi
- Warna = putih
- Bau = khas
 Ambil sampel lakukan uji PH (dengan kertas lakmus), PH =7
 Ambil sampel lakukan uji Kejernihan (dengan kasat mata) = tidak jernih
 Ambil sampel lakukan uji viskositas dan daya ukur (tidak bisa karena volume
terlalu kecil)
 Ambil sampel lakukan uji volume terpindahkan
- Ambil 1 vial, pindahkan volume vial ke gelas ukur = 10 ml

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Bahan aktif Ampicillin sukar larut didalam air, karena akan dibuat suatu sediaan
dalam bentuk cairan dipilih suatu sediaan cair yang cocok dengan kelarutan dari ampicillin
itu sendiri. Bentuk sediaan yang cocok adalah bentuk suspensi, karena didalam suspensi
terdapat fase terdispersi yang terdispersi dalam medium dispersi air. Dimana kelarutan dari
ampicillin ditingkatkan menjadi larut dengan bantuan suspending agent

Pada pembuatan suspensi ini digunakan medium dispersi air dikarenakan sifat kimia
dari air yaitu murah, mudah didapat, tidak beracun, tidak mudah terbakar dan inert. Air tidak
menyebabkan OTT antara bahan aktif dan bahan tambahan yang digunakan.Karena yang
akan dibuat adalah sediaan suspensi steril, maka air yang digunakan sebagai pembawa (
medium dispersi ) bukanlah aquadest biasa, namun digunakan API ( Aqua Pro Injeksi) biasa.

CMC Na digunakan sebagai suspending agent dimana CMC Na ini merupakan koloid
hidrofilik (Suka air, sehingga akan larut dalam air) dan juga karena ia mudah terdispersi
dalam air pada semua temperatur. Dan juga karena CMC Na juga merupakan polimer
hidrofilik, sehingga nantinya akan menghasilkan susupensi terflokulasi.Polimer hidrofilik
tersebut bekerja sebagai koloid pelindung dan partikel – partikel yang terlindungi dengan cara
ini kurang menunjukkan kecenderungan untuk membentuk lempengan keras (cake) daripada
partikel –partikel yang tidak terindungi (bersalut). CMC Na merupakan zat pensuspensi yang
bersifat pseudoplastik ( polimer ini akan menyebabkan aliran pseudoplastik dalam larutan )
dan tiksotropik, dimana ia akan membentuk gel pada pendiaman dan akan menjadi cair jika
digoyangkan. CMC Na juga sifatnya baik dan tidak OTT (Obat Tidak Tercampurkan) dengan
bahan aktif maupun dengan bahan tambahan lainnya. Karena injeksi ini digunakan untuk
dosis ganda maka diperlukan pengawet agar pada saat penggunaan berulang sediaan yang
kami buat tetap terjaga sterilitasnya dari mikroorganisme baik itu yang pathogen maupun non
pathogen, dan sebagai pengawet/anti mikroba kami menggunakan metil paraben karena tidak
OTT baik itu dengan bahan aktif maupun dengan bahan tambahan.
Dapar pospat digunakan didalam formulasi karena dapar tersebut mempunyai range
pH 5,9 – 8,0 sedangkan pH ampicillin dalam suspensi adalah 8 - 10.

24
Proses pembuatan suspensi steril ampicillin menggunakan metode dispersi, yaitu
dimana serbuk yang terbagi halus didespersikan dalam medium dispersi dengan bantuan
suspending agent.Dalam praktikum pembuatan Injeksi Suspensi ampicillinini kami tidak
mengalami kendala yang berarti. Pengerjaan Injeksi Suspensi ini cukup rumit, karena kami
harus membuat suspending agent terlebih dahulu (CMC Na dilarutkan dengan API) yang
tentunya bahan dan alat yang akan kami gunakan sebelumnya harus di sterilkan terlebih
dahulu, setelah suspending agent jadi baru dilanjutkan tahap-tahap lainnya seperti milling
bahan aktif, pencampuran, dsb. Sediaan di sterilisasi dengan cara tehnik aseptic.

Dalam pembuatan injeksi suspensi ampicillinini tidak dilakukan sterilisasi akhir


(autoklaf), karena bentuk sediaan dari injeksi Ampicillin yang dibuat suspensi, apabila
sediaan dalam bentuk suspensi di sterilisasi dengan otoklaf dapat mengakibatkan
pengkristalan yang disebabkan karena zat aktifnya tidak larut dalam air karena air yang
terkandung dalam sediaan akan menguap sehingga terjadi pengkristalan. Apabila hal ini
terjadi maka sediaan tersebut tidak dapat digunakan. Oleh karena itu pada pembuatan injeksi
suspensi ampicillinini bahan-bahan yang digunakan disterilkan tersendiri yaitu dengan
sterilisasi kering (di oven 250°C selama 15 menit

Sediaan suspensi steril ampicillin yang dihasilkan tidak terlalu kental Karena harus
memenuhi syarat ’syringe avaibility”, jika terlalu kental maka tidak bisa diambil dengan
syringe, dan tidak encer. Dimana fase terdispersi tidak cepat mengenap, dan endapan yang
terjadi tidak membentuk cake yang keras, dan fase terdispersi (endapan tersebut) akan
terdispersi kembali jika dikocok.

Evaluasi organoleptik injeksi suspensi ampicilin Yang diinginkan yaitu mempunyai


warna putih susu ; Tidak beraroma dan Tidak berasa . Sedangkan yang dihasilkan juga seperti
yang diinginkan sehingga dapat dikatakan bahwa rancangan formulasi sesuai dengan yang
diharapkan. Dari hasil evaluasi pengujian pH diperoleh pH 7 yang tidak sesuai dengan pH
pada persyaratkan,ini dikarenakan formulasi dapar phospat yang kurang,.sedangkan Pada
pengujian volume terpindahkan setelah dipindahkan volume injeksi dari tetap 10 ml.

25
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Injeksi Vial untuk penggunaan berulang (dosis ganda) yang kami buat adalah Injeksi
SuspensiAmpicillin, dimana formula yang kami gunakan untuk membuat sediaan steril ini
yaitu:

R/ ampicillin 5%
CMC Na 0,1 %
Methyl Paraben 0,1 %
NaH2PO4 0,8 %
Na2H2PO4 0,947 %
NaCL 0,9 %
API ad 10 ml
Dari Pengujian evaluasi injeksi suspensi Ampicillin diperoleh data :

 Organoleptik injeksi suspensi Ampicillin


 Bentuk : injeksi suspensi
 Warna : putih susu
 Rasa : tidak berasa
 Bau : tidak berbau
 pH injeksi suspensi Ampicillin : pH 7
 volume terpindahkan : tetap 10 ml

Dalam proses pembuatan Karena bentuk sediaan yang dibuat yaitu suspensi maka dalam
pembuatan Injeksi Suspensi Ampicillin ini tidak dilakukan sterilisasi akhir otoklaf tetapi
sterilisasi yang dilakukan yaitu dengan tehnik aseptic. Bahan-bahan disterilisasikan dengan
sterilisasi kering (di oven 250°C selama 15 menit) kemudian sediaan ditutup aseptic.

26
27
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan di bidang obat, bentuk sediaan dalam bidang farmasi
juga semakin bervariasi. Sediaan obat tersebut antara lain sediaan padat seperti serbuk, tablet,
kapsul. Sediaan setengah padat seperti salep, cream, pasta, suppositoria dan gel, serta bentuk
sediaan cair yaitu suspensi, larutan, dan emulsi. Dengan adanya bentuk sediaan tersebut
diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Salah satu contoh
sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek, Instalasi kesehatan, maupun toko obat
adalah sediaan cair (liquid).

Dengan demikian pembuatan sediaan liquid dengan aneka fungsi sudah banyak
digeluti oleh sebagian besar produsen. Sediaan yang ditawarkanpun sangat beragam mulai
dari segi pemilihan zat aktif serta zat tambahan, sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga
merk yang digunakan pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk sediaan
liquid.

Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat
aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat
diaplikasikan. Sediaan cair atau sediaan liquid lebih banyak diminati oleh kalangan anak-
anak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan dengan sediaan-
sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan.

Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal
kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain
itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi
dengan penggunaan sendok takar.

Dari penyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembuatan sediaan
liquid terdapat kelebihan dan kekurangan. Diharapkan agar dapat mempertahankan
kelebihannya, dan mengatasi kekurangan tersebut dengan membuatnya lebih baik lagi, agar
dapat diterapkan dalam dunia kerja dan bisa didapatkan efek terapi yang diharapkan.

28
II. Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
b. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi
untuk sediaan .
c. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan larutan
d. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan larutan
e. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk
pelaksanaan praktikum.
f. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan steril untuk sediaan
larutan

29
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Larutan
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, larutan adalah sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misalnya : terdispersi secara molekuler
dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur.

Selain itu adapun definisi larutan lainnya adalah :

 Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut
(Anonim b. 1995. Halaman 15)
 Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan
lain untuk larutan (solution) steril yang digunakan sebagai obat luar harus memenuhi
syarat yang tertera injection (Anonim a. 1979. Halaman 32)
 Larutan adalah sediaan cair yang dibuat dengan melarutkan satu jenis obat atau lebih di
dalam pelarut, dimaksudkan ke dalam organ tubuh ( Formularium Nasional hal 322)
 Solution atau larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut (FI IV hal. 17)
 Sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut keculi dinyatakan lain, sebagai
pelarut digunakan air suling (FI III hal. 32)
Kesimpulan : larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih obat dalam
pelarut ( dengan zat pelarut yang sesuai ) & digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar

Karena molekul-molekul dalam pelarut terdispersi secara merata, maka


penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan
keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau
dicampur.

Bila zat A dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan menjadi tipe larutan sebagai
berikut:

1. Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2. Larutan pekat, yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.

30
3. Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat
larut dalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
4. Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut
melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu.
Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan zat yang terlarut
disebut solut. Solvent yang biasa dipakai :

1. Air, untuk macam-macam garam.


2. Spirtus, misalnya untuk kamfer, iodium, menthol.
3. Gliserin, misalnya untuk tanin, zat samak, borax dan fenol.
4. Eter, misalnya untuk kamfer, fosfor dan sublimat.
5. Minyak, misalnya untuk kamfer dan menthol.
6. Parafin, liquidum, untuk cera, cetaceum, minyak-minyak, kamfer, menthol dan
klorbutanol.
7. Eter minyak tanah, untuk minyak-minyak lemak.

II. Penggolongan Larutan


a. Berdasarkan cara penggunaannya

1. Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung
satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna
yang larut dalam air atau campuran kosolven air. (Anonim b. 1995. Halaman 15)
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar
tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh dengan sukrosa). Larutan
oral yang tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol
atau aspartam, dan bahan pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk
penderita diabetes.
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai kosolven
(pelarut). Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat
ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan propilen glikol.
2. Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit,
atau dalam larutan lidokain oral topikal.

31
Lotio (larutan atau suspensi) yang digunakan secara topikal. Larutan otik
adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan
pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan otik benzokain dan
antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik hidrokortison.
(Syamsuni, A. 2006)
b. Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut

Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah
menguap umumnya digunakan sebagai bahan pengaroma.

1. Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat
dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
2. Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah
menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap lainnya. Pelarut
yang biasa digunakan:
 Air untuk melarutka garam – garam
 Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol
 Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat
 Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol
 Minyak untuk melarutkan kamfer
 Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium
 Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak (Syamsuni, A. 2006)
c. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain

1. Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2. Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
3. Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang
dapat larutdalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
4. Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut
melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu. (Syamsuni, A.
2006)

III. Macam – Macam Sediaan Larutan


1. Larutan untuk telinga
a. Solutio Otic / Guttae Auriculares

32
Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar : misalnya larutan otik
benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik
hidrokortison.

Larutan yang dipakai ke dalam telinga ini biasanya mengandung antibiotic,


sulfonamida, anestetik local, peroksida (H2O2), fungisida, asam borat, NaCl,
gliserin dan propilen glikol. Gliserin dan propilen glikol sering dipakai sebagai
pelarut, karena dapat melekat dengan baik pada bagian dalam telinga sehingga
obat lebih lama kontak dengan jaringan telinga, sedangkan alkohol dan minyak
nabati hanya kadang – kadang dipakai.

PH optimum untuk cairan berair yang digunakan dalam obat tetes telinga
haruslah dalam suasana asam (pH 5 - 7,3), dan pH inilah yang sering menentukan
khasiatnya. Larutan basa umumnya tidak dikehendaki, karena tidak fisiologis dan
mempermudah timbulnya radang. Jika pH larutan telinga berubah dari asaam
menjadi basa, bakteri dan fungi akan tumbuh dengan baik, hal ini tentunya tidak
dikehendaki. (Syamsuni, A. 2006)

2. Larutan untuk hidung


a. Collunarium (obat cuci hidung)
Collunarium adalah larutan yang digunakan untuk obat cuci hidung. Biasanya
berupa larutan dalam air yang ditujukan untuk membersihkan rongga hidung.
Oleh karena itu, hendaknya diperhatikan pH dan isotonisitasnya karena dapat
menimbulkan rasa pedih pada mukosa hidung.

b. Guttae nasales/Nose drops (obat tetes hidung)


Guttae nasales/Nose drops (obat tetes hidung) adalah obat tetes yang
digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung,
dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar, dan pengawet.

Cairan pembawa umumnya menggunakan air. Cairan pembawa sebaiknya


mempunyai pH 5,5 – 7,5, kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis.
Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan
pembawa karena dapat menimbulkan pneumonia.

33
Zat pensuspensi yang umumnya digunakan adalah sorbitan, polisorbat, atau
surfaktan lain yang cocok, dengan kadar tidak boleh lebih dari 0,01% b/v.Zat
pendapar yang dapat digunakan adalah pendapar yang cocok dengan pH 6,5 dan
dibuat isotonis menggunakan NaCl secukupnya. Zat pengawet yang dapat
digunakan adalah benzalkolidum klorida 0,01–0,1% b/v. Penyimpanan : kecuali
dinyatakan lain, disimpan dalam wadah tertutup rapat.

c. Nebula/Inhalationes/Nose spray (obat semprot hidung)


Inhalations adalah sediaan yang dimaksudkan untuk disedot melalui hidung
atau muulut, atau disemprotkan (nose spray) dalam bentuk kabut ke dalam saluran
pernapasan. Tetean atau butiran kabut harus seragam dan sangat halus sehingga
dapaat mencapai bronkioli.

Inhalasi juga meliputi sediaan mengandung obat yang mudah menguap


atau serbuk sangat halus atau kabut yang digunakan memakai alat
mekanik.Penandaan: jika mengandung bahan yang tidak larut, pada etiket
juga harus tertera “KOCOK DAHULU”. (Syamsuni, A. 2006)

3. Larutan untuk mulut


a. Collutorium (obat cuci mulut)
Collutorium adalah larutaan pekat dalam air yang mengandung deodorant,
antiseptic, anestetik lokal, dan adstringensia yang digunakan untuk obat cuci
mulut. karena digunakan untuk obat cuci mulut. Karena digunakan untuk cuci
mulut, sediaan in harus dapat menghilangkan sisa – sisa makanan dan lain – lain
dari mulut (sela – sela gigi). Sebaiknya dipakai larutan yang bereaksi basa karena
mempunyai kekuatan untuk melarutkan dan membuang mukus, lendir, atau dahak
dan saliva (air liur). Larutan yang terlampau basa akan merusak selaput
lendir pada mulut dan kerongkongan, begitu juga jika terlalu asam akan
berpengaruh pada gigi.

Umumnya larutan yang dipakai pada atau lewat mulut mempunyi pH 7 – 9,5.
Disimpan dalam botol putih bermulut kecil. Cara pengencerannya, jika
collutorium harus diracik terlebih dahulu sebelum digunakan.

Penandaan pada etiket obat cuci mulut harus tertera: Tanda yang jelas yaitu
“Untuk obat cuci mulut, tidak boleh ditelan”.

34
b. Gargarisma/gargle (obat kumur)
Gargarisma/gargle (obat kumur) adalah sediaan berupa larutan, umumnya
dalaam larutan pekat yang harus diencerkan lebih dahulu sebelum digunakan,
dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi
tenggorokan atau jalan nafas.

Tujuan utama obat kumur adalah agar obat yang terkandung di dalamnya
dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan, dan tidak
dimaksudkan agar obat itu menjadi pelindung sselaput lendir. Karena itu, obat
berupa minyaak yang memerlukan zat pensuspensi dan obat yang bersifat lendir
tidak sesuai dijadikan obat kumur. Penyimpanan: Dalam wadah botol berwarna
susu atau wadah lain yang cocok.

Penandaan pada etiket harus tertera: Petunjuk pengencerannya, sebelum


digunakan. Tanda yang jelas yaitu “Hanya untuk kumur, tidak ditelan”.

c. Litus oris (obat oles bibir)


Litus oris atau obat oles bibir adalah cairan agak kental yang pemakaiannya
disapukan pada mulut. contoh sediaan litus oris adalah larutan 10% borax dalam
gliserin.

d. Guttae oris (obat tetes mulut)


Guttae oris atau obat tetes mulut adalah obat tetes yang digunakan untuk mulut
dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan air untuk dikumur – kumurkan,
tidak untuk ditelan. (Syamsuni, A. 2006)

4. Larutan oral
a. Potiones (obat minum)
Potiones atau obat minum adalah larutan yang dimaksudkan untuk pemakaian
dalam (per oral). Selain berbentuk larutan, potio dapat juga berbentuk emulsi atau
suspense. Misalnys potio alba contra tussim (obat batuk putih/OBP) dan potio
nigra contra tussim (obat batuk hitam/OBH).

b. Eliksir
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang berfungsi
sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi kelarutan obat. Kadar etanol
berkisar antara 3% dan 4%, dan biasanya eliksir mengandung etanol 5-10%.

35
Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat
ditambahkan kosolven lain seperti gliserin, sorbitol dan propilen glikol.

Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemanis, pangawet, pewarna,


dan pewangi, sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap. Sebagai pengganti gula
dapat digunakan sirup gula.

c. Sirop
Sirop adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang
berkadar tinggi (sirop simpleks adalah sirop yang hampir jenuh dengan sukrosa).
Kadar sukrosa dalam sirop adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain.

Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral ini dapat ditambahkan
senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk menghambat penghabluran dan
mengubah kelarutan, rasaa dan sifaat lain zat pembawa. Umumnya juga
ditambahkan zat antimikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur, dan
ragi. Ada 3 macam sirop:

1. Sirop simpleks: mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v.
2. Sirop obat: mengandung satu jenis obaat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan dan digunakan untuk pengobatan.
3. Sirop pewangi: tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau
zat penyedap lain. Tujuan pengembangan sirop ini adalah untuk menutupi rasa
tidak enak dan baau obat yang tidak enak.
d. Netralisasi
Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian
asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral. Contoh :
solution citratis magnesici, amygdalat ammonicus.

Pembuatn: seluruh bagian asam direaksikan dengan bagian basanya, jika perlu
reaksi dipercepat dengan pemanasan.

e. Saturatio
Saturatio adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan
basa tetapi gas yang terbentuk ditahan dalam wadah sehingga larutan menjadi
jenuh dengan gas.

36
Pembuatan:

1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang tersedia.
Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol.
2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang tersedia.
3) Dua pertiga bagian asam masuk ke dalam botol yang sudah berisi bagian
basanya, gas yang terjadi dibuang seluruhnya.
4) Sisa bagian asm dituangkan hati – hati lewat tepi botol, segera tutup dengan
sampagne knop (berdrat) sehingga gas yang terjadi tertahan di dalam botol
tersebut.
f. Potio Effervescent
Potio Effervescent adalah saturatio dengan gas CO2 yang lewat jenuh.
Pembuatan:

1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang tersedia.
Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol.
2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang tersedia.
3) Seluruh bagian asam dimasukkan ke dalam botol yang sudah berisi bagian
basanya dengan hati – hati, segera tutup dengan sampagne knop.
Gas CO2 umumnya digunakan untuk pengobatan, menjaga stabilitas obat, dan
kadang – kadang dimaksudkan untuk menyegarkan rasa minuman (Corrigensia).

Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan Saturatio dan Potio
Effervescent adalah :

1) Diberikan dalam botol yang tahan tekanan (kuat), berisi kira – kira Sembilan
persepuluh bagian dan tertutup-kedap dengan tutup gabus atau karet yang
rapat. Kemudian diikat dengan sampagne knop.
2) Tidak boleh mengandung bahan obat yang tidak larut, karena tidak boleh
dikocok. Pengocokan menyebabkan botol menjadi pecah, karena berisi gas
dalam jumlah besar yang menimbulkan tekanan.
Penambahan bahan – bahan:

37
Zat – zat yang dilarutkan ke dalam bagian asam adalah:

1) Zat netral dalam jumlah kecil. Jika jumlahnya banyak, sebagian dilarutkan ke
dalam bagian asam dan sebagian lagi dilarutkan ke dalam bagian basa sesuai
perbandingan jumlah airnya.
2) Zat – zat mudah menguap.
3) Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkohol.
4) Sirop.
Zat – zat yang dilarutkan ke dalam bagian basa:

5) Garam dari asam yang sukar larut, misalnya Na-salisilat.


6) Jika saturatio mengandung asam tartrat, garam – garam kalium dan
ammonium harus ditambahkan ke dalam bagiaan basanya, jika tidak, akan
terbentuk endapan kalium atau ammonium dari asam tartrat.
g. Guttae
Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspense
yang jika tidak dinyatakan lain, dimaksudkan untuk obat dalam. Digunakan
dengan cara meneteskan larutan tersebut dengan menggunakan penates yang
menghasilkan tetesan yang setaara dengan tetesan yang dihasilkaan penates baku
yang disebutkan dalam farmakope Indonesia (47,5-52,5mg air suling pada suhu
20oC). biasanya obat diteteskan ke dalam makanan atau minuman atau dapat
langsung diteteskan ke dalam mulut. dalam perdagangan dikenal sediaan pediatric
drop yaitu obat tetes yang digunakan untuk anak – anak atau bayi.

Obat tetes yang digunakan untuk obat luar, biasanya disebutkan tujuan
pemakaiannya, misalnya eye drop untuk mata, ear drop untuk telinga, dan lain –
lain. (Syamsuni, A. 2006)

5. Larutan topical
a. Ephitema (obat kompres)
Ephitema atau obat kompres adalah cairan yang dipakai untuk mendatangkan
rasa dingin pada tempat yang sakit dan panas karena radang atau sifat perbedaan
tekanan osmosis yang digunakan untuk mengeringkan luka bernanah. Contoh:
Liquor Burowi, Solutio Rivanol, campuran Boorwater dan Rivanol.

38
b. Lotio
Lotio atau obat gosok adalah sediaan cair berupa suspense atau disperse,
digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspense bahan padat dalam bentuk
halus dengan bahn pensuspensi yang cocok atau tipe emulsi minyak dalam air
(M/A) dengan surfaktan yang cocok. Pada penyimpanan mungkin terjadi
pemisahan. Dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet, dan zat pewangi yang
cocok. Penandaan harus tertera:

1. “Obat luar”
2. “KOCOK DAHULU” (Syamsuni, A. 2006)

IV. Syarat – Syarat Larutan


1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya
2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan
3. Jernih
4. Tidak ada endapan (Anonim b. 1995)

V. Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan


 Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut
Molekul – molekul dengan distribusi muatan yang sama dapat larut secara
timbal balik, yaitu molekul polar akan larut dalam pelarut polar dan sebaliknya.
Contoh : polar (air, alkohol, dll), non polar (benzene, kloroform, dll)
 Co-solvency
Yaitu suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan karena penambahan
pelarut lain atau modifikasi pelarut. Contohnya adalah luminal tidak larut dalam
air tetapi dapat larut dalam campuran air-gliserin (solutio petit)
 Sifat kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut dan zat yang sukar larut
memerlukan banyak pelarut (lihat tabel kelarutan)
 Temperatur
Beberapaa zat biasanya bertambah larut jika suhunya dinaikan (eksoterm), dan
adapula yang jika suhunya dinaikan justru menyebabkan zat tersebut tidak larut
(endoterm). Contohnya adalah senyawa calsium, senyawa methyl selulosa, dll

39
 Salting out dan salting in
Salting out adalah suatu peristiwa dimana terjadi pengendapan zat terlarut dari
suatu senyawa organik (kelarutannya berkurang) yang disebabkan oleh
penambahan sejumlah besar senyawa garam pada larutan air. Contohnya :
champora dan ol. Menthae piperitae dalam aqua aromatic, methyl selulossa akan
mengendap jika ditambah NaCl.
Salting in daalah peristiwa dimana kelarutan zat utama (zat organik)
bertambah dengan penambahan ssuatu senyawa garam dalam
larutannya.contohnya adalah nikotinamid menyebabkan riboflavin larut dalam air
dan globulin yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut jika ditambahkan
sejumlah NaCl
 Pembentukan kompleks
Peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tidak larut dan zat yang larut
dengan membentuk senyawa kompleks yang larut. Contohnya iodium dalam
larutan KI dan NaI dalam air.
 Pengadukan
Pada umunya proses pengadukan akan mempercepat proses pelarutan
 Ukuran partikel
Dengan memperkecil ukuran partikel suatu bahan dapat mempercepat
kelarutan suatu zat.

VI. Istilah Kelarutan


Jumlah bagian pelarut yang
NO Istilah Kelarutan dibutuhkan untuk melarutkan
satu bagian zat

1 Sangat Mudah Larut <1


2 Mudah Larut 1 – 10
3 Larut 10 – 30
4 Agak Sukar Larut 30 – 100
5 Sukar Larut 100 – 1000
6 Sangat Sukar Larut 1000 – 10.000
7 Praktis Tidak Larut > 10.000

40
VII. Komponen Larutan
1. Bahan aktif / solut/ zat terlarut. Contoh : kamfer, iodin, mentol.
2. Solven / zat pelarut
Contoh :

a. Air untuk melarutka garam – garam

b. Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol

c. Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat

d. Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol

e. Minyak untuk melarutkan kamfer

f. Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium

g. Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak

3. Bahan tambahan
a. Corrigen odoris : digunakan untuk memperbaiki bau obat.

Contoh : oleum cinnamommi, oleum rosarum, oleum citri, oleum menthae pip.

b. Corrigen saporis : digunakan untuk mempebaiki rasa obat.

Contoh : saccharosa/sirup simplex, sirup auratiorum, tingtur cinnamommi, aqua


menthae piperithae.

c. Corrigen coloris : digunakan untuk memperbaiki warna obat.

Contoh : karminum (merah), karamel (coklat), tinture croci (kuning).

d. Corrigen solubilis : digunakan untuk memperbaiki kelarutan dari obat utama.


Contoh : iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat.

e. Pengawet : digunakan untuk mengawetkan obat.

Contoh : asam benzoat, natrium benzoat, nipagin, nipasol.(Syamsuni, A. 2006)

41
VIII. Cara Pembuatan Larutan Secara Umum
1. Zat – zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.
2. Zat – zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan.
Masukkan zat padat yang akan dilarutkan dalam Erlenmeyer, setelah itu
masukkan zat pelarutnya, dipanasi diatas tangas air atau api bebas dengan
digoyang – goyangkan sampai larut. Zat padat yang hendak dilarutkan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dulu, mencegah jangan sampaai ada yang
lengket pada Erlenmeyer. Pemanasan dilakukan dengan api bebas sambil
digoyang – goyang untuk menjaga pemanasan kelewat setempat.

3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat , maka air dimasukkan dulu dalam
erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya.
4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam dasar
erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang – goyangkan atau
dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
5. Zat – zat yang mudh terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan
pemanasan atau dilarutkan secar dingin.
6. Zat – zat yang mudah menguap dipanasi, dilarutkan dalam botol tertutup dan
dinaskan serendah – rendahnya sambil digoyang – goyangkan.
7. Obat – obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah larut
semua. Dapat dilakukan dalam tabung reaksi lalu dibilas.
8. Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya diperlukan untuk mempercepat
larutnya suatu zat, tidak untuk menambah kelarutan sebab bila keadaan dingin
maka akan terjadi endapan. (Anief, Moh. 2004. Halaman 99 – 101)

IX. Cara Pembuatan Larutan Secara Khusus


Beberapa obat yang memerlukan cara khusus untuk melarutkannya, diantaranya :

1. Natrium bikarbonat
Harus dilakukan dengan cara gerus – tuang (adsliben)

2. Kalium permanganat (KMnO4)


Dilarutkan dengan pemanasan. Pada proses pemanasan akan terbentuk batu kawi
(MnO2). Oleh sebab itu setelah dingin tanpa dikocok – kocok dituangkan ke
dalam botol atau dapat juga disaring dengan gelas wool.

42
3. Zink klorida (ZnCl2)
Harus dilarutkan dengan air sekaligus, kemudian disaring. Karena jika air
ditambahkan sedikit demi sedikit maka akan terbentuk zink oksida klorida
(ZnOCl) yang sukar larut dalam air. Jika terdapat asam salisilat, larutkan zink
klorida dengan sebagian air, kemudian tambahkan asam salisilat dan sisa air, baru
disaring.

4. Kamfer (Camphorae)
Kelarutan dalam air 1:650. Dilarutkan dengan spiritus fortiori (95%) sebanyak 2
kali bobot kamfer di dalam botol kering. Kocok – kocok, kemudian tambahkan air
panas sekaligus, kocok lagi.

5. Tanin
Tanin mudah larut dalam air dan dalam gliserin, tetapi tanin selalu mengandung
hasil oksidasi yang larut dalam air, tetapi tidak larut dalam gliserin sehingga
larutannya dalam gliserin harus disaring dengan kapas yang dibasahi. Jika ada air
dan gliserin, larutkan tannin dalam air, kocok, baru tambahkan gliserinnya.

6. Fenol
Diambil fenol liquifactum yaitu larutan 20 bagian air dalam 100 bagian fenol.
Jumlah yang diambil 1,2 kali jumlah yang diminta. Jika pengenceran dalam air
cukup akan diperoleh larutan yang jernih, jika kurang akan terjadi larutan yang
keruh.

7. Bahan yang bersifat keras


Harus dilarutkan sendiri.

Jika ada bahan obat yang harus diencerkan dengan air, hasil pengenceran yang
diambil paling sedikit adalah 2 ml

X. Evaluasi Larutan
 Organoleptis : Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada
penyimpanan pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-
masing 12 jam.

43
 Volume Terpindahkan (FI IV, <1089>)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10
wadah satu persatu.

Prosedur:

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur
dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung
udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap
campuran: volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang
dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang
tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 %
dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume
kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket,
lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang
diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket,
dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang
dari 90 % seperti yang tertera pada etiket. (Voigt, R. 1995. )

XI. Collutorium
Collutorium adalah larutaan pekat dalam air yang mengandung deodorant,
antiseptic, anestetik lokal, dan adstringensia yang digunakan untuk obat cuci mulut.
karena digunakan untuk obat cuci mulut. Karena digunakan untuk cuci mulut, sediaan
in harus dapat menghilangkan sisa – sisa makanan dan lain – lain dari mulut (sela –
sela gigi). Sebaiknya dipakai larutan yang bereaksi basa karena mempunyai kekuatan
untuk melarutkan dan membuang mukus, lendir, atau dahak dan saliva (air liur).
Larutan yang terlampau basa akan merusak selaput lendir pada mulut dan
kerongkongan, begitu juga jika terlalu asam akan berpengaruh pada gigi.

44
Umumnya larutan yang dipakai pada atau lewat mulut mempunyi pH 7 – 9,5.
Disimpan dalam botol putih bermulut kecil. Cara pengencerannya, jika collutorium
harus diracik terlebih dahulu sebelum digunakan.

Penandaan pada etiket obat cuci mulut harus tertera:

“Tanda yang jelas yaitu “Untuk obat cuci mulut, tidak boleh ditelan”.

XII. Kelebihan dan Kekurangan Larutan Mulut


Keuntungan:

1. Merupakan campuran homogen


2. Dosis dapat diubah-ibah dalam pembuatan
3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit diencerkan
4. Kerja awal lebih cepat karena obat cepat diabsorpsi
5. Mudah diberi pemanis, bau-bauan, dan warna, dan hal ini cocok untuk pemberian
obat pada anak-anak.
6. Untuk pemakaian luar, bentuk larutan mudah digunakan.

Kerugian:
1. Volume bentuk larutan lebih besar
2. Ada obat yang tisak stabil dalam larutan
3. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan

XIII. Data Praformulasi


a. Data Praformulasi Bahan Aktif
Povidon Iodin
No. PARAMETER DATA

Serbuk amorf, cokelat kekuningan, sedikit berbau khas, rasa


1 Pemerian
asam/pahit

Larut dalam air dan dalam etanol, praktif tidak larut dalam
2 Kelarutan
kloroform, dalam karbon tetraklorida, dalam eter, dalam

45
heksana dan dalam aseton

3 pH 15-6,5

4 Indikasi antiseptik

5 Wadah dan Penyimpanan Wadah dalam tertutup rapat

b. Data Praformulasi Bahan Tambahan


1. Etanol (FI IV hal 63)
No. PARAMETER DATA

Cairan mudah menguap, jernih, tidk berwarna, bau khas dan


1 Pemerian menyebabka rasa terbakar pada lidah, mudah menguap walaupun
pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78o C, mudah terbakar

Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua


2 Kelarutan
pelarut organik

3 pH

4 OTT

5 Cara Sterilisasi

6 Indikasi Pelarut, pengawet

7 Dosis Lazim

8 Cara Pemakaian Zat pengawet

9 Sediaan Lazim dan Kadar Cairan etanol 90%

10 Wadah dan Penyimpanan Wadah tertutup rapat jauh dari api

46
2. Propylen Glykol (FI IV hal 712)
No. PARAMETER DATA

Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak


1 Pemerian
berbau, menyerap air pada udara lembab

Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan dengan


2 Kelarutan kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak essensial tetapi
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.

3 Indikasi Anti caplocking agent

4 Sediaan Lazim dan Kadar Cairan

5 Wadah dan Penyimpanan Wadah tertutup rapat

3. Aqua Bidest (FI IV hal 112)


No. PARAMETER DATA

1 Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beras a

2 Kelarutan Sangat mudah larut dengan pelarut polar

3 pH 5,0 - 7,0

Logam alkaali, kalisum okssida, magnesium oksidaa,


4 OTT garam anhidrat, bahan organik tertentu dan kalsium
carbide

5 Cara Sterilisasi Reverse osmotis, filter membrane, autoklaf

6 Indikasi Pelarut

7 Dosis Lazim Dosis tunggal atau 1 L

8 Sediaan Lazim dan Kadar Larutan

9 Wadah dan Penyimpanan Wadah tertutup rapat

47
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

I. Perumusan Karakteristik Sediaan


 Nama Zat Aktif : Povidon Iodin
 Bentuk Sediaan : Larutan (Collutoria)

Spesifikasi sediaan yang


No. Parameter Satuan Syarat Farmakope Syarat lain
akan dibuat

Larutan pekat dalam


1 Zat Aktif gram Larutan untuk obat kumur -
air

Zat Tambahan
2 gram Larutan untuk obat kumur 15,0 - 30,0% -
(caploking agent)

3 Zat Pengawet gram Larutan untuk obat kumur ≥ 10 -

II. Formulir Pemecahan Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah


No. Rumusan Masalah Pengawasan Keputusan
Komponen Proses Mutu

Tidak tahan Disimpan dalam


1 Iodium Penyimpanan -
pemanasan botol berwarna gelap

Larutan pekat Penambahan zat


2 Iodium Penyimpanan Stabil
antiseptik pengawet

Larutan pekat Penambahan anti


3 Iodium Penyimpanan Tidak lengket
antiseptik caplocking agent

48
III. Komponen Umum Sediaan
Fungsi Penimbangan Bahan
Pemakaian % dalam
Nama Bahan ( Farmakologis / Lazim (%) Formula Unit
Farmasetika ) Batch

Povidone iodine Zat aktif 0,5 - 5 5 5gr 15gr

Propylene Glycol Anti caplocking agent 15,0 - 30,0 20 20 ml 60 ml

Etanol 90% Pengawet ≥ 10 10 10 ml 30 ml

Aquadest Pelarut ad 100 ad 100 ml ad 100 ml ad 300 ml

IV. Cara Pengawasan Mutu Sediaan


A. In Process Control

No. Parameter yang diuji Satuan Cara Pemeriksaan

1 Bahan Organoleptik

Fisika pH

Berat jenis

Kimia Penetapan kadar

Cemaran mikroba
Mikrobiologi
Uji efektifitas pengawet

A. End Process Control

No. Parameter yang diuji Satuan Cara Pemeriksaan

1 Sediaan jadi Organoleptik

Kejernihan

Fisika pH

Berat jenis

Viskositas

49
Sifat alir

Kimia Penetapan kadar

Cemaran mikroba
Mikrobiologi
Uji efektifitas pengawet

V. Prosedur Tetap Pembuatan Povidon Iodin Collutoria


 Kalibrasi botol 100ml
 Timbang-timbang bahan yang diperlukan
 Larutkan Povidone iodine dengan aquadest secukupnya
 Tambahkan zat tambahan lainnya (Propylene Glycol, dan Alkohol 90%)
 Aduk ad larut
 Tambahkan aqua dest ad 100ml

VI. Instruksi Kerja Povidon Iodin Collutoria


a. Kegiatan Produksi
 Kalibrasi botol 100ml
 Timbang bahan-bahan yang diperlukan
 Larutkan Povidone iodine dengan aquadest secukupnya
 Tambahkan zat tambahan lainnya (Propylene Glycol, dan Alkohol 90%)
 Aduk ad larut
 Tambahkan aquaa dest ad 100ml

b. Evaluasi Sediaan
 Ambil sampel lakukan uji organoleptik
- Bentuk = larutan
- Warna = cokelat
- Bau = khas
 Ambil sampel lakukan uji PH (dengan kertas lakmus), PH =4

50
 Ambil sampel lakukan uji Kejernihan (dengan kasat mata) = tidak ada
endapan
 Ambil sampel lakukan uji viskositas dan daya ukur =
No. Spindle =2 , faktor = 20

Viskositas
Rpm Skala (Dial Reding)
(Dial Reading X Faktor)
0,5 1,5 0,3 porse
1 1,5 0,3 porse
2 2 0,4 porse
2,5 2 0,4 porse
4 2,5 0,5 porse
5 2,5 0,5 porse

51
BAB IV

PEMBAHASAN

Larutan Povidon Iodin collutorium ini tidak stabil dalam penyimpanan. Dan untuk
menutupi kekurangan tersebut maka dalam pembuatannya ditambahan bahan pengawet.
Dilihat dari kelarutan Povidon Iodin pengawet yang kami pilih adalah etanol 90%. Sehingga
tidak akan mempengaruhi kelarutan sediaan yang akan dibuat.

Larutan Povidon Iodin ditakutkan akan membentuk kristal pada penyimpanan yang
laama, untuk mencegah hal itu ditambahkan Propylen Glycol untuk mencegah kristalisasi ssat
penyimpanan tersebut.

Untuk pengemasan Povidon Iodi harus ditempatkan pda tempat yang terlindung
cahaya matahari, karena itu larutan ini di simpan pada botol berwarnaa cokelat gelap. Dan
karena larutan Povidon Iodin ini tidak dimaksudnya untuk diminum, maka pada kemasan dan
etiket diberi tanda :

“P No. 2”

“Awas ! Obat Kumur Jangan Ditelan”

52
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Collutorium adalah larutaan pekat dalam air yang mengandung deodorant, antiseptic,
anestetik lokal, dan adstringensia yang digunakan untuk obat cuci mulut. karena digunakan
untuk obat cuci mulut. Dimana formula yang kami gunakan untuk membuat larutan ini yaitu:

R/ Povidon Iodin 5%

Propylen Glykol 20%

Etanol 90% 10%

Aqua bidest ad 100 ml

Dari Pengujian evaluasi diperoleh data :

 Organoleptik injeksi suspensi Ampicillin


- Bentuk = larutan
- Warna = cokelat
- Bau = khas
 PH larutan =4
 Viskositas =
Viskositas
Rpm Skala (Dial Reding)
(Dial Reading X Faktor)
0,5 1,5 0,3 porse
1 1,5 0,3 porse
2 2 0,4 porse
2,5 2 0,4 porse
4 2,5 0,5 porse
5 2,5 0,5 porse

53
54
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda,
sehingga teknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi mengalami dinamika
yang begitu cepat. Teknologi Steril merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil, Injeksi volume besar, Infus, Tetes Mata dan
Salep Mata) yang steril, mutlak bebas dari jasad renik, patogen, atau non patogen, vegetatif
atau non vegetatif (tidak ada jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan). Teknologi steril
berhubungan dengan proses sterilisasi yang berarti proses mematikan jasad renik (kalor,
radiasi, zat kimia) agar diperoleh kondisi steril. Tentunya di setiap fakultas mendapatkan
mata kuliah tersebut, karena teknologi steril berperan penting dan menjadi mata kuliah pokok
farmasi.

Dalam teknologi steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana menghasilkan atau
membuat sediaan yang steril, sediaan steril dapat dibuat secara sterilisasi kalor basah, kalor
kering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan teknik aseptik. Kemudian sediaan steril
tersebut dilakukan uji sterilitas, uji pirogenitas (ada atau tidaknya pirogen). Pada saat kuliah
teknologi steril akan kita dapatkan sediaandalam bentuk larutan, emulsi, suspensi dan semi
solid yang steril (bebas dari pirogen).

Salep mata merupakan salah satu sediaan steril yang sudah dikenal dalam masyarakat.
Masalah yang sering terjadi pada salep mata adalah mengenai penggunaan dasar salep yang
sesuai, sterilitas dan efektifitas pengawet. Oleh sebab itu sediaan salep mata seperti
oksitetrasiklin sangat diperlukan sebagai pokok bahasan dalam teknologi steril dan bagian
dari proses belajar mengajar.

Sehubungan dengan Teori tersebut diatas dan penerapan dari teori yang sudah
didapat. Kami melakukan praktikum teknologi steril dalam hal ini membuat sediaan injeksi
dan salep mata dengan harapan semoga dalam kegiatan praktikum ini, kami dapat menambah
wawasan, melaksanakan desain dan rancangan serta pembuatan sediaan steril untuk dalam
upaya meningkatkan pengetahuan ilmu farmasi.

55
II. Tujuan Praktikum
 Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
 Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi untuk
sediaan.
 Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan salep mata.
 Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan salep mata.
 Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk pelaksanaan
praktikum.
 Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan steril untuk sediaan salep
mata

56
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Teori Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses mematikan jasad renik ( kalor, radiasi, zat kimia ) agar
diperoleh kondisi steril ( misal obat suntik, alat kedokteran, makanan dalam kaleng, dan
sebagainya ).

Definisi steril ada 2 yakni :

1. Definisi Klasik
Yakni mutlak bebas dari jasad renik, patogen atau non patogen, vegetatif atau non
vegetatif. Dengan kata lain, tidak ada jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan (
100 % bebas ).
2. Definisi Sekarang
Dapat diartikan suatu bets adalah steril apabila kemungkinan tidak sterilnya bets
tersebut ( setelah disterilkan ) adalah lebih kecil dari 1 per juta ( 10-6 ).

II. Komponen Sediaan Steril


Sediaan steril dapat berupa :

1. Larutan sejati
2. Suspensi ( air, minyak )
3. Salep mata
4. Tetes mata
5. Serbuk tabur
Komponen sediaan steril terdiri dari :

6. Zat berkhasiat
7. Zat bantu
8. Pembawa
9. Wadah

57
III. Cara Sterilisasi
A. KALOR BASAH
1. Dengan Otoklaf
 Uap air jenuh dibawah tekanan ( Otoklaf )
 FI III 1150-1160C 30 menit.
 FI IV 1210C 15 menit.
 Gelas ukur, pipet ukur, corong gelas + kertas saring lipat terpasang, kapas dan
kasa yang dibungkus dengan aluminium foil
2. Uap Mengalir
 Dandang
 FI II 98-1000C 30 menit
 FI III 98-1000C 30 menit ada penambahan Klorkresol 0,2 %
3. Digodok dalam air
 Tutup vial karet, tutup infus karet digodok dalam air suling 30 menit.
 Tyndalisasi
o 800C 1 jam selama 3 hari berturut-turut.
o 700-800C 30 menit 2-4 kali berturut-turut diselingi penyimpanan 200-250C
16-24 jam.
 Pasteurisasi
 500-600C beberapa menit
 62,80C 30 menit, lalu dinginkan
 700C satu kali, mematikan bentuk vegetatif, khusus untuk susu murni.

B. KALOR KERING
1. Pemijaran
 Dengan Api Bunsen
1. Spatel, sendok logam, porselen, kaca arloji, pinset, batang pengaduk dan
cawan uap.
 Dibakar dengan Etanol 96 %
b. Lumpang dan alu
2. Udara panas
 Oven

58
 FI III 1500C 1 jam
 FI IV 2500C 15 menit
 Alat gelas non presisi : Erlenmeyer, gelas piala ( mulut ditutup dengan
Aluminium foil ).
 Wadah : Ampul, vial, botol tetes, flakon.

C. PENYARINGAN
 Membran selulosa asetat, nitrat, polyester, polivinil klorida dengan porositas 0,2
m.

D. STERILISASI GAS
 Untuk bahan yang tidak tahan suhu tinggi
 Gas etilen oksida
 Penicillin, tetracycline, erytromycin, enzim, talk.

E. RADIASI ION
Radiasi Gamma

F. TEKNIK ASEPTIK
 Untuk bahan aktif yang tidak tahan pemanasan
 Cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad
renik dalam sediaan.
 Sediaan tidak disterilisasi akhir dalam otoklaf ataupun oven
 Sediaan dibuat secara aseptik “ Bahan steril “ atau “ Bahan yang disterilisasi
dengan penyaringan sebelum diisi ke dalm wadah steril

IV. Pengertian salep mata (Oculenta)


1. Pengertian Menurut FI III
Selep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep
yang cocok.

59
Pembuatan.Bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau sebagai serbuk
steril termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan secara aseptik
dalam tube steril. Bahan obat dan dasar salep disterilkan dengan cara yang cocok.
Tube disterilkan dalam otoklaf pada suhu antara 1150 dan 1160C, selama tidak
kurang dari 30 menit.
Homogenitas. Tidak boleh mengandung bagian yang kasar yang dapat teraba.
Sterilitas. Memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada Uji keamanan hayati.
Penyimpanan. Dalam tube steril, ditempat sejuk.
Penandaan. Pada etiket harus juga tertera “salep mata”.
2. Pengertian Menurut FI IV
Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata.Pada pembuatan salep mata
harus diberikan perhatian khusus.Sediaan dibuat dari bahan yang sudah
disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat Uji
sterilitas. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai
untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk
secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan. Bahan obat yang
ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep
mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat Kebocoran dan
Partikel logam pada Uji Salep Mata. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan
disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama.
Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat
dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu
tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat. Vaselin merupakan dasar salep
mata yang banyak digunakan.
3. Pengertian Secara Umum
Salep mata adalah sediaan steril dengan menggunakan dasar salep yang cocok.

V. Penggolongan Dasar Salep


1. Dasar salep hidrokarbon
Yaitu terdiri antara lain :

 Vaselin putih
 Vaselin kuning
 Campuran Vaselin dengan Malam putih, Malam kuning

60
 Parafin encer
 Parafin padat
 Jelene
 Minyak tumbuh-tumbuhan

2. Dasar salep serap


Yaitu dapat menyerap air, terdiri antara lain :

o Adeps Lanae, Lanoline


o Unguentum simplex
 Campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian malam wijen.
o Hydrophilic Petrolatum

3. Dasar salep dapat dicuci dengan air


Yaitu terdiri :

 Dasar salep emulsi tipe M/A, seperti Vanishing cream.


 Emulsifying ointment B.P
 Hydrophilic ointment, dibuat dari minyak mineral, Stearyl alcohol, Myrj 52
(emulgator tipe M/A), aquadest.

4. Dasar salep yang dapat larut dalam air


Yaitu terdiri antara lain PEG, atau campuran PEG.

 Polyethyleneglycol ointment USP


 Campuran 40 % PEG 4000 dan 60 % PEG 400 yang dibuat dengan peleburan.
 Tragacanth
 P.G.A

BAHAN YANG SERING DIPAKAI SEBAGAI DASAR SALEP

- Vaselin, terdiri dari Vaselin kunig dan Vaselin putih


Nama lain yang sering ditulis di dalam buku-buku Amerika dan Inggris ialah
Petrolatum atau soft Paraffin.

61
 White Petrolatum = White soft Paraffin = Vaselin putih
 Yellow Petrolatum = Yellow soft Paraffin = Vaselin kuning
Vaselin putih adalah bentuk yang dimurnikan/ dipucatkan warnanya. Dalam
pemucatan digunakan Asam Sulfat, maka supaya hati-hati menggunakan vaselin putih
untuk mata, akan terjadi iritasi mata oleh kelebihan asam yang dikandung kalau tidak
denetralkan dulu dengan KOH atau base lain.

Vaselin hanya dapat menyerap air sebanyak 5 %. Dengan penambahan


surfaktan seperti Natrium lauryl sulfat, Tween maka akan mampu menyerap air lebih
banyak, juga penambahan Kholesterol span kemampuan mendukung air dapat
dinaikkan.

- Jelene
Terdiri dari minyak hidrokarbon dan malam yang tersusun sedemikian hingga fase
cair mudah bergerak dengan demikian terbentuk gerakan dalam, hingga difusi obat ke
sekelilingnya dapat terjadi lebih baik. Keuntungan penggunaan jelene, dalam
penyimpanan tetap dan cukup lunak.

- Lanoline
Lanoline Adalah Adeps lanae yang mengandung air 25 %. Digunakan sebagai
pelumas dan penutup kulit dan lebih mudah dipakai.

VI. Syarat Dasar Salep


Umumnya dasar salep yang digunakan untuk salep mata adalah Vaselin flavum (90
%) dan Paraffin liquid (10%). Syarat-syarat untuk dasar salep steril yaitu :

 Steril
 Tidak merangsang mata
 Tidak mengiritasi
 Daya lekat baik
 Daya sebar memuaskan
 Memungkinkan difusi obat dan distribusi obat
 Mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada kondisi
penyimpanan yang tepat.

62
VII. Zat aktif Yang Dipakai Pada Formulasi Salep Mata
Zat aktif yang biasa digunakan pada formulasi sediaan steril salep mata adalah

1. Kloramfenikol  kadar 1 %
2. Gentamisin  kadar 0,3 %
3. Hydrocort Asetat  kadar 2,5 %

VIII. Bahan-bahan Tambahan Yang Digunakan Pada Formulasi Salep Mata


1. Basis/ Dasar salep
 Vaselin flavum 90 %
Parafin liquid 10 %

 PEG 400 aa
PEG 4000

 Cetyl alcohol
Adeps lanae

Vaselinflavum

Parafin liquid ad 100 ml

Umumnya dasar salep yang digunakan pada pembuatan salep mata steril adalah
vaselin flavum dan parafin liquid dengan perbandingan 9:1.

2. Pengawet
 Fenil merkuri nitrat
 Benzalkonium klorida
 Nipagin/ Nipasol
3. Antioksidan
  - tocopherol
 Butil Hidroksi Anisol (BHA)
 Butil Hidroksi Toluen (BHT)

63
 Natrium metabisulfit

IX. Pembuatan Salep Mata


 Dalam kondisi aseptik dengan bahan steril
 Alat : lumpang + alu, penggiling peluru, penggiling udara kencang.
 Semua dileburkan dulu, disaring untuk menghilangkan kotoran kemudian baru
disaring.
 Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotoran, maka massa salep yang meleleh
perlu dikolir (disaring dengan kasa). Pada pengkoliran akan terjadi massa yang hilang,
maka itu bahan harus dilebihi 10-20 %.

X. Wadah Salep Mata


Paling cocok tube. Syarat wadah untuk sediaan salep mata adalah :

 Mampu menekan kontaminan selama pemakaian


 Harus steril
 Perlindungan terhadap cahaya
Tube disterilisasi dengan cara kalor kering yakni disterilkan dalam oven dengan suhu
1500C selama 1 jam.

XI. Uji Salep Mata


 Untuk bahan tambahan
 Untuk wadah
 Uji partikel logam
 Uji kebocoran
 Uji sterilitas
 Uji isi minimum
 Uji efektifitas pengawet.

XII. Data Praformulasi Bahan

64
a. Data Praformulasi Bahan Aktif.
 Oksitetrasiklin
 Pemerian :Serbuk hablur warna kuning muda sampai
coklat muda; tidak berbau. Stabil diudara, oleh
pengaruh cahaya matahari kuat warna berubah
menjadi gelap. (FI ed IV hal 639)
 Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol, mudah larut dalam asam klorida
3N dan dalam larutan alkali. (FI ed IV hal 639)
 pH :4,5 – 7,0 (FI ed IV hal 639, <1071>)
 OTT :Alkali hidroksida
 Cara Sterilisasi :Aseptis
 Indikasi :Infeksi mata
 Dosis Lazim :6,0% - 10,0%
 Cara Pemakaian :Pemakaian luar
 Sediaan Lazim dan Kadar :0,1-10%
 Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus
cahaya. (FI ed IV hal 640)

b. Data Prafomulasi Bahan Tambahan


 Butil Hidroksi Toluen (BHT)
 Pemerian :Serbuk hablur padat berwarna putih; bau khas
 Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air dan propilenglikol;
mudah larut dalam etanol (95%), dalam
kloroform p dan dalam eter p.
 pH : (Titik lebur 710C) (British Pharmacopeia
 OTT :Dengan kelompok oksidasi kuat seperti
peroksida dan permanganate.
 Cara Sterilisasi :Secara aseptis
 Indikasi :Antioksidan
 Dosis Lazim :0,005% - 0,02%
 Cara Pemakaian :Pemakaian luar
 Sediaan Lazim dan Kadar :0,005% - 0,02%
65
 Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah kering, terhindar sinar matahari
dan tertutup rapat

 Setil Alkohol
 Pemerian :Serpihan putih licin, granul, atau kubus
berwarna putih; bau khas; rasa lemah
 Kelarutan :Tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dan
dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya
suhu
 pH :H2O tidak berlaku ; titik didih 305 - 330 °C
(1013 hPa); titik lebur 46 – 520C
 OTT :Dengan kelompok oksidasi kuat.
 Cara Sterilisasi :Oven selama 15 menit
 Indikasi :Stiffening agent.
 Dosis Lazim :2,5% - 15%
 Cara Pemakaian :Pemakaian luar
 Sediaan Lazim dan Kadar :2,5% – 15%
 Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat

 Lemak bulu domba


 Pemerian :Zat berupa lemak, liat, lekat; berwarna kuning
muda atau kuning pucat; bau lemah atau khas
(FI ed IV hal 57)
 Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut
dalam etanol (95%) p; mudah larutdalam
kloroform p dan eter p. (FI ed IV hal 57)
 pH :-
 OTT :Lanolin mungkin mengandung pro-oksidan,
yang mana mungkin akan mempengaruhi
kesetabilan dari obat-obatan yang aktif. (FI ed
IV hal 57)
 Cara Sterilisasi :Oven 1500C selama 1jam

66
 Indikasi :pembasa pada obat mata (FI ed IV hal 57)
 Dosis Lazim :1%
 Cara Pemakaian :Pemakaian luar
 Sediaan Lazim dan Kadar :Dosis = Dalam salep 1 % (DI 2010 hal 223-
227)
 Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, sejuk dan kering (FI ed IV hal 57)

 Parafin liquid
 Pemerian :Cairan kental; tidak berwarna; hampir tidak
berbau; hampir tidak mempunyai rasa.
 Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) p;
larut dalam kloroform p dan dalam eter p.
 pH :-
 OTT :Dengan kelompok oksidasi kuat.
 Cara Sterilisasi :Oven 1500C selama 1jam
 Indikasi :Pelarut, basis salep, sebagai zat pendispersi
 Dosis Lazim :3,0% - 60,0%
 Cara Pemakaian :Pemakaian luar
 Sediaan Lazim dan Kadar :Emulsi oral : 15 – 45 ml sehari (DI 88 hlm.
1630)
 Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat

 Vaselin kuning
 Pemerian :Massa seperti lemak; kekuningan sampai amber
merah; berfluorosensi sangat lemah walaupun
setelah melebur dalam lapisan tipis transparan;
tidak atau hampir tidak berbau, tidak berasa. (FI
ed IV hal 823)
 Kelarutan :Tidak larut dalam air, mudah larut dalam
benzena, dalam karbon disulfida, dalam
kloroform dan dalam minyak terpetin; larut

67
dalam eter, dalam heksana, dan umumnya dalam
minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak
larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan
dalam etanol mutlak dingin. (FI ed IV hal 823)

 pH : -
 OTT :Petrolatum merupakan bahan inert dengan
ketidak campuran yang kecil.
 Cara Sterilisasi :Oven 1500C selama 1jam
 Indikasi :Pembasa pada obat mata.
 Dosis Lazim : -
 Cara Pemakaian :Pemakaian luar
 Sediaan Lazim dan Kadar : -
 Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

68
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

I. Perumusan Karakteristik Sediaan


 Nama Zat Aktif : Oksitetrasiklin
 Bentuk Sediaan : Salep Mata

Spesifikasi sediaan yang akan Syarat


No. Parameter Satuan Syarat Farmakope
dibuat lain

Jika dioleskan pada sekeping


Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
1 Homogenitas - kaca menunjukkan susunan lain yang cocok harus -
yang homogen menunjukkan susunan yang
homogen (FI III hal 33)

Mudah dikeluarkan dari tube Mudah dikeluarkan dari tube


2 konsistensi - -
dan mudah dioleskan dan mudah dioleskan

Tidak mengandung pewangi Tidak mengandung pewangi


maupun pewarna, bahan tidak maupun pewarna, bahan
3 organoleptik - -
boleh mengandung bagian- tidak boleh mengandung
bagian kasar bagian-bagian kasar

4 PH - 5-8 4,5 - 9

Netto sediaan lebih atau


sama dengan 100% netto
5 Isi maksimum gram 4,5-5,5 gram
yang tertera pada etiket (FI
IV hal 997)

Jumlah partikel dari 10 tube


tidak lebih dari 50 partikel
Partikel
6 Partikel logam Bebas partikel dan jika tidak lebih dari 1
/nm
mengandung 8 partikel (FI
IV hal 1039)

69
Tidak boleh terjadi
kebocoran yang berarti
7 Kebocoran - Tidak ada kebocoran selama atau setelah
pengujian selesai (FI IV hal
1086)

8 Identifikasi - Positif Positif

Kadar zat aktif/


9 - Positif Positif (FI IV hal 8891-899)
potensi antibiotik

Negatif tidak terjadi


Kontaminasi
kekeruhan/pertumbuhan
10 mikroba/ - Negatif
mikroba pada permukaan (FI
sterilisasi
IV hal 855-863)

II. Formulir Pemecahan Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah


No. Rumusan Masalah Pengawasan Keputusan
Komponen Proses Mutu

Dipilih salep mata


karena daya lekatnya
Ditambahkan bertahan lama pada
Oksitetrasiklin sukar
1 basis salep - tempat pemberian
larut dalam air
vaselin kuning lebih sukar tercuci
dengan tipe rmulsi
a/m

Ditambahkan
Dipilih BHT agar
Oksitetrasiklin Antioksidan sejumlah 0,25% Kadar zat
2 kestabilan sediaan
mudah teroksidasi BHT ke dalam aktif
tetap terjaga
formula

Ditambhakan
sejumlah 6%
Sediaan steril untuk Dipilih agar sediaan
Basis lemak kedalam
mata bahan yang Pengecekan tidak bersifat asam
3 bulu domba, pembuaatan
digunakan tidak PH yang dapat
vaselin kuning bahan pembawa
boleh mengiritasi mengiritasi mata
oculentum
simplex
70
Dipilih
Ditambhakan benzalkonikum
Sediaan tidak stabil Pengawet
sejumlah 0,01% klorida karena
4 jadi diperlukan benzalkonikum
pada tahap pengawet ini
pengawet klorida
akhir ditunjukan unntuk
sediaan salep mata

III. Komponen Umum Sediaan


Fungsi Penimbangan Bahan
Pemakaian
Nama Bahan ( Farmakologis / Lazim (%) Unit
Farmasetika ) Batch

Oksitetrasiklin

Zat aktif 0,1-10 0,05gr 15gr

BHT Antioksidan 0,5-1,0 0,025gr 60 ml

Benzalkonium klroida Pengawet 0,01-0,02 0,5 mg 0,15mg

Oculentum simplex
basis
Pembuatan
Oculentum simplex:
2,0-10 0,12gr 0,36gr
Stiffening agent
setil alcohol
1-15 0,3gr 0,9gr
lemak bulu domba Pembasa pada obat
mata <50 2gr 6gr
paraffin cair
Pelarut Ad 100 2,5gr 7,5gr
Vaselin kuning
(oculenutm
Pembasa pada obat simplex)

Perhitungan :

o Oksitetrasiklin
Unit ( 5 g ) = 1/100 x 5 g = 0,050 g = 50 mg
Bacth ( 15 g) = 1/ 100 x 15 g = 0,150 g = 150 mg

71
o Butil Hidroksi Toluen (BHT)
Unit ( 5 g ) = 0,5/100 x 5 g = 0,025 g = 25 mg
Bacth ( 15 g ) = 0,5/100 x 15 g = 0,075 g =75 mg
o Benzalkonium Klorida
Unit ( 5 g ) = 0,01/100 x 5 g = 0,0005 g = 0,5 mg
Bacth ( 15 g ) = 0,01/100 x 15 g = 0,0015 g = 1,5 mg

o Oculentum simplex
Unit ( 5 g ) = 5 g – 0,0755 g = 4,9245 g
Bacth ( 15 g ) = 15 g – 0,2265 g = 14,7735 g

 Perhitungan Oculentum simplex


- Setil alcohol
Unit (4,9245 g) = 2,5/100 x 4,9245 g = 0,125 g = 125mg
Bacth (14,7735 g) = 2,5/100 x 14,7735 g = 0,375 g = 375 mg
- Lemak bulu domba
Unit ( 4,9245 g) = 6/100 x 4,9245 g = 0,300 g = 300mg
Bacth ( 14,7735 g) = 6/100 x 14,7735 g = 0,900 g = 900mg
- Paraffin cair
Unit ( 4,9245 g) = 40/100 x 4,9245 g = 1,9698 g ~ 2 g
Bacth ( 14,7735 g) = 40/100 x 14,7735 g = 5,9094 g ~ 6 g
- Vaselin kuning
Unit ( 4,9245 g) = 4,9245 g – 0,125 g – 0,3 g – 2 g = 2,5 g

Bacth ( 14,7735 g) = 14,7735 g- 0,375 g – 0,9 g – 6 g = 7,5 g

IV. Cara Pengawasan Mutu Sediaan


a. In Process Control
Parameter yang
No. Satuan Cara pemeriksaan
diuji
Ambil sejumlah sediaan oleskan pada
1. Homogenitas - sekeping kaca untuk menunjukan susunan
yang homogen

72
Ambil sejumlah sediaan oleskan pada kertas
2. Konsistensi -
perkamen
Ambil sejumlah sediaan, lihat, cium, lalu
oleskan pada kertas perkamen lihat tidak
3. Organoleptik -
mengandung bahan pewangi, pewarna, bahan
kasar
Ambil sejumlah sediaan cek dengan kertas
4. PH -
lakmus.

b. End Process Control


Parameter yang
No. Satuan Cara pemeriksaan
diuji
Ambil sejumlah sediaan oleskan pada
1. Homogenitas - sekeping kaca untuk menunjukan susunan
yang homogen
Ambil sejumlah sediaan oleskan pada kertas
2. Konsistensi -
perkamen
Ambil sejumlah sediaan, lihat, cium, lalu
oleskan pada kertas perkamen lihat tidak
3. Organoleptik -
mengandung bahan pewangi, pewarna, bahan
kasar
Ambil sejumlah sediaan cek dengan kertas
4. PH -
lakmus.
Keluarkan sejumlah isi sediaan satu persatu
5. Isi maksimum - timbang netto sediaan lebih atau sama dengan
100% netto yang tertera pada etiket
Masukkan sejumlah tube ke dalam cairan
methylen blue, masukkan ke dalam alat
6. Kebocoran -
vacum dan setel pada tekanan 1 atm agar
tidak terjadi kebocoran yang berarti.
7. Identifikasi - Cammpur 1 mg zat dengaan 2 ml asam sulfat

73
p terjadi warna merah terang (positif)
Prosedur dilakukan sesuai dengan penetapan
potensi antibiotik secara mikrobiologi
8. Potensi antibiotik - mennggunakan sejumlah sediaan yang diukur
seksama pada lembar uji dengan kadar yang
diperkirakan sama.
Prosedur dilakukan sesuai dengan uji
sterilisasi secara mikrobiologi hasil negatif
9. Kontaminasi mikroba -
tidak terjadi kekeruhana / pertumbuhan
mikroba pada permukaan.

V. Prosedur Tetap Pembuatan Sediaan Salep Mata Oksitetrasiklin

I. PERSIAPAN
 Persiapan alat-alat yang akan digunakan, bersihkan terlebih dahulu alat yang akan
digunakan, seperti mortar, alu, cawan uap, kaca arloji, dll
 Lakukan Sterilisasi alat- alat yang akan digunakan.
 Praktikan menyiapkan lembar IK (Instruksi Kerja) pembuatan sediaan
 Praktikan mulai melakukan kegiatan sesuai dengan IK

II. KEGIATAN PRODUKSI


1. Penimbangan bahan dan beri label
2. Penghalusan bahan aktif/bahan tambahan jika diperlukan
3. Lapisi cawan penguap dengan kain kasa
4. Isikan vaselin dan minyak mineral
5. Lelehkan
6. Setelah meleleh, segera peras kasa dan pindahkan kedalam lumpang, gerus sampai
dingin dan homogeny
7. Timbang hasil no. 6 sesuai yang dibutuhkan
8. Tambahkan kedalam lumpang yang berisi zat aktif dan bahan tambahan lainnya
lalu gerus sampai homogeny
9. Masukkan kedalam wadah

74
10. Beri etiket, brosur dan kemasan

VI. Instruksi Kerja Pembuatan Sediaan Salep Mata Oksitetrasiklin


a. Penimbangan
 Setarakan timbangan
 Pilih bahan yang akan ditimbang dan disiapkan
 Pastikan label identitas dan kadaluarsa bahan
b. Sterilisasi
Masukkan alat dan bahan yang akan disterilkan ke dalam oven dengan suhu 121oC
selama 15 menit.
Nama bahan Waktu awal Paraf Waktu akhir Paraf
Alat :
 Gelas ukur
 Wadah/tube
 Kaca arloji 08.40 Acc 09.00 Acc
 Cawan
 Batang pengaduk
 mortir
Bahan :
 Oksitetrasiklin (aseptik)
 BHT
 Cetil alkohol 08.40 Acc 09.00 Acc
 Adeps lanae
 Parafin liquid
 Vaselin flavum

c. Pembuatan
 Siapkan bahan - bahan yang telah ditimbang dan disterilkan
 Penghalusan bahan aktif dan bahan tambahan dengan mortir
 Buat oculentum simplex
- Larutkan vaselin flavum, parafin liq, cetil alkohol, adeps pada cawan penguap
dengan alas kasa di water bath ad larut

75
- Setelah larut, angkat cawan dari water bath, ambil kasa peras masukkan
hasilnya ke dalam yang telah disterilkan, gerus ad homogen dan membentuk
basis
 Masukkan zat aktif + BHT ke dalam basis gerus ad halus, homogen
 Masukkan salep yang telah jadi ke wadah tube yang telah disterilkan
 Kemudian disterilkan k dlm oven dengan suhu 160oC selama 2 jam
 Eri etiket, masukan ke dalam kemasan

d. Evaluasi Sediaan
 Ambil sampel lakukan uji organoleptik
- Bentuk = salep
- Warna = putih kekuningan
- Bau = tidak berbau
 Ambil sampel lakukan uji PH (dengan kertas lakmus), PH = 6
 Ambil sampel, oleskan pada kaca arloji = homogen
 Ambil sampel, oleskan pada kertas perkamen = mudah digunakan
 Ambil 1 tube salep keluarkan isinya, timbang isi = 4,9 gr
 Ambil sampel 1 mg + 2ml asam sulfat pekat = positif (warna merah)
 Ambil sampel, uji kebocoran (dengan kasat mata = tidak bocor

76
BAB IV

PEMBAHASAN

Masalah yang sering terjadi pada salep mata adalah mengenai penggunaan dasar salep
yang sesuai, sterilitas dan efektifitas pengawet. Untuk basis salep dipilih basis salep
hidrofobik yaitu vaselin flavum dikarenakan oksitetrasiklin sendiri sukar larut dalam air,
selian itu karena basis vaselin flavum tidak mengiritasi mata.

Untuk pengawetnya dipilih cetil alkohol yang merupakan salah satu pengawet yang
cocok untuk sediaan salep mata, selain itu ditambahkan pula antioksida BHT karena
oksitetrasiklin merupakan zat yang mudah teroksidasi. Sedangkan untuk cara sterilisasi,
oksitetrasiklin disterilisasikan dengan cara sterilisasi aseptis.

Pada prakteknya, kami tidak daapat menggunakan oksitetrasiklin sebagai bahan aktif
salep ini, dikarenakan ketidaktersediaan bahan oksitetrasiklin. Untuk mengganti
oksitetrasiklin, kami menggunakan tetrasiklin HCL yang memiliki sifat hampir mirip dengan
oksitetrasiklin. Hasil salep mata menggunakan tetrasiklin HCL ini menghasilkan salep mata
yang tidak jauh berbeda dengan keinginan kami.

77
BAB V

PENUTUP

Salep mata merupakan salah satu sediaan steril yang sudah dikenal dalam masyarakat.
Masalah yang sering terjadi pada salep mata adalah mengenai penggunaan dasar salep yang
sesuai, sterilitas dan efektifitas pengawet.

Pada pembuatan salep mata oksitetrasiklin dikarenakan bahan aktif tidak tersedia di
laboratorium, maka dalam pembuatannya okstitetrasiklin diganti dengan tetrasiklin HCL.
Adapun hasil pembuatan salep mata ini sebagai berikut :

- Bentuk = salep
- Warna = putih kekuningan
- Bau = tidak berbau
- PH =6
- Isi yang terpindahkan = 4,9 gram
Selain itu salep mata memiliki konsistensi yang baik, mudah dikeluarkan dari wadah
dan mudah digunakan / dioleskan serta memiliki kehomogenan yang baik.

78
79
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Dalam bidang industri farmasi, perkembangan tekhnologi farmasi sangat berperan
aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan.Hal ini banyak ditunjukan dengan
banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat,
kondisi pasien dan penigkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa
harus mengurangi atau mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat.

Sekarang ini banyak bentuk sediaan obat yang kita jumpai dipasaran antara lain:
Dalam bentuk sediaan padat: Pil, Tablet, Kapsul. Supposutoria. Dalam bentuk sediaan
setengah padat: Krim, Salep. Dalam bentuk cair: Sirup, Eliksir, Suspensi, Emulsi dan lain-
lain.

Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair, juga dapat berupa sediaan
setengah padat.Penggunaan sediaan ini pada saat ini makin populer karena dapat digunakan
untuk pemakaian dalam maupun untuk pemakaian luar.

Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak mau
bercampur, dimana cairan yang satu terbagi rata dalam cairan yang lain dalam bentuk butir-
butir halus karena distabilkan oleh komponen yang ketiga yaitu emulgator.

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting
untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator
yang ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance)

Akan tetapi dalam kenyataannya, jarang sekali ditemukan HLB dengan harga yang
persis dibutuhkan oleh suatu emulsi.Oleh karena itu sering digunakan emulgator kombinasi
dengan harga HLB rendah dan harga HLB tinggi.

Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan dengan membuat suatu emulsi parafin
dengan menggunakan kombinasi emulgator dan akan dicari pada kombinasi emulgator
dengan perbandingan berapa emulsi parafin yang dibuat lebih stabil

80
II. Tujuan Praktikum
 Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
 Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi untuk
sediaan.
 Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan lotio.
 Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan lotio.
 Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk pelaksanaan
praktikum.

81
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Emulsi
Emulsi adalah system 2 fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan
pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar
dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.
Tipe emulsi digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Tipe emulsi M/A, dimana tetesan minyak terdispersi dalam fase air
2. Tipe emulsi A/M, dimana fase intern adalah air dan fase ekstern adalah minyak

II. Teori Emulsi


Ada 3 teori emulsifikasi :
 Teori tegangan permukaan
Teori ini menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan suatu substansi yang
menurunkan tegangan antar muka diantara 2 cairan yang tidak bercampur.
 Teori orientasi bentuk baji
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan dasar adanya kelarutan
selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka terhadap air
atau mudah larut dalam air (hidrofil) dan ada bagian yang suka dengan minyak atau
larut dalam minyak (lipofil).
 Teori film plastic
Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukaan masing-
masing butir tetesan fase disperse dalam bentuk film yang plastis.
Surfaktan dapat membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi antar muka,
dengan menurunkan tegangan interfasial dan bekerja sebagai pelindung agar butir-
butir tetesan tidak bersatu.
Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan 3 jalan, yaitu :
- Penurunan tegangan antar muka (stabilisasi termodinamika).
- Terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap koalesen).
- Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari partikel.

82
III. Cara Pembuatan Emulsi
 Metode gom basah
Yaitu dengan membuat mucilage yang kental dengan sedikit air lalu
ditambahkan minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu
kental, ditambahkan air sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan diaduk lagi
ditambah sisa minyak. Bila semua minyak sudah masuk ditambahkan air sambil
diaduk sampai volume yang dikehendaki. Cara ini digunakan terutama bila emulgator
yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan dulu dengan air. Contohnya
adalah kuning telur, metyl selulosa.
 Metode gom kering
Metode ini juga disebut metode 4:2:1 (4 bagian minyak, 2 bagian air, dan 1
bagian gom). Selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya ialah 4 bagian
minyak dan 1 bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortar yang kering dan bersih
sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air sampai terjadi corpus emulsi.
Tambahkan sirup dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit, bila ada cairan alcohol
hendaklah ditambahkan setelah diencerkan sebab alcohol dapat merusak emulsi.
 Metode baudrimont
Menggunakan perbandingan minyak : gom : air = 10 : 5 : 7,5 dalam
pembuatan korpus emulsi
 Metode HLB
Dalam hal ini berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenai
sifat relative dari keseimbangan HLB (Hydrophil-Lyphopiel Balance). Emulgator
mempunyai suatu bagian hidrofilik dan suatu bagian bagian liofilik dengan salah satu
diantaranya lebih atau kurang dominan dalam bentuk tipe emulsi.
Tahun 1933 Clayton telah membuat sifat relative dari keseimbangan hidrofil-
lipofil yang disebut nilai HLB. Makin rendah nilai HLB surfaktan maka makin lipofil,
sedangkan makin tinggi nilai HLB maka makin bersifat hidrofil.
Nilai HLB 1,8 – 8,6 seperti span dianggap lipofil dan umumnya membentuk
tipe emulsi A/M. Nilai HLB 9,6 – 16,7 seperti tween dianggap hidrofil yang pada
umumnya membentuk emulsi tipe M/A.

IV.Cara Pemeriksaan Tipe Emulsi

 Metode konduktifitas listrik.

83
Alatnya terdiri dari kawat, stop kontak, lampu neon yang semuanya dihubungkan
secara seri. Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam emulsi tipe
M/A, lampu akan mati jika dicelupkan pada tipe A/M.
 Metode pengenceran fase
Jika ditambah dengan air akan segera diencerkan maka tipe emulsi adalah M/A, jika
tidak dapat diencerkan adalah tipe A/M.
 Metode pemberian warna
a. Jika ditambahkan larutan sudan III (larut dalam minyak), akan terjadi warna
merah, maka tipe emulsi adalah A/M.
b. Jika ditambahkan larutan metilen blue (larut dalam air), akan terjadi warna biru,
maka tipe emulsi adalah M/A.
 Metode pembasahan kertas saring
Jika emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring, maka emulsi M/A dalam waktu
singkat menyebar dan membentuk cincin air disekeliling tetesan.

V. Macam – macam Emulsi


Macam-macam sediaan emulsi meliputi :
 Emulsi oral
 Emulsi minyak ikan cod
 Emulsi paraffin liquid
 Emulsi Minyak jarak
 Emulsi topical
 Lotin
 Shampo

VI. Kerusakan Emulsi


Ketidak stabilan emulsi meliputi :
a. Flokulasi dan Creaming
Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-
masing lapis mengandung fase disperse yang berbeda.

b. Koalesen dan pecahnya emulsi (craking atau breaking)

84
Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali. Penggojokkan sederhana akan
gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.

c. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya.

VII. Definisi Lotion


Lotion lebih disukai daripada krim dalam aplikasi tertentu. Lotion didefinisikan
sebagai krim encer. Lotion juga termasuk emulsi tetapi mengandung lilin dan minyak yang
lebih sedikit dibandingkan dengan krim sehingga terasa ringan dan tida lengket.

Bentuk lotion digunakan untuk produk seperti lotion kulit dan wajah. Dibandingkan
dengan krim, umumnya lotion lebih mudah diproduksi karena lebih encer, waktu pemanasan
dan pendinginannya lebih cepat.

Lotion merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit.
Kebanyakan lation mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut dalam media dispersi
dan disuspensikan dengan menggunakan dengan zat pensuspensi dan zat pendispersi. Lation
lain sebagai bahan cair fase terdispersi yang tidak bercampur dengan bahan pembawa dan
biasanya sesuai. Pada umumnya pembawa dari lation adalah air. Tergantung pada sifat bahan
– bahannya, lotion mungkin diolah dengan cara yang sama seperti pada pembuatan suspense,
emulsi dan larutan.

Lotion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat
karena sifat bahan - bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat
pada permukaan kulit yang luas. Lotion dimaksudkan segera kering pada kulit setelah
pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat dari permukaan kulit.

Karena fase terdispersi dari lation cenderung untuk memisahkan diri dari
pembawanya bila didiamkan, lotion harus dikocok kuat- kuat setiap akan digunakan supaya
bahan- bahan yang telah memisah terdispensi kembali. Wadah lation harus diberi label untuk
member petunjuk pada pasien, supaya mengocok dengan seksama sebelum pemakaian dan
juga hanya untuk pemakaian luar.

VIII. Data Praformulasi


A. Data Praformulasi Bahan Aktif

85
 Niasinamide
- Pemerian :Hablur atau serbuk hablur, tidak berwarna
atau putih, berbau lemah dan khas.
- Kelarutan :1000 g/ l (20°C), larut dalam 1 bagian air,
dalam 1.5 bagian etanol, sukar larut dalam
kloroform dan eter.
- pH :6.0 – 7.5
- OTT :-
- Cara Sterilisasi :-
- Indikasi :vitamin ; suplemen gizi, anti pellagra
- Dosis Lazim :1x = 500mg, sehari = 1 gram
- Cara Pemakaian :oral, topical
- Sediaan Lazim dan Kadar :Serbuk
- Wadah dan Penyimpanan :Wadah bertutup kedap dengan
penambahan gas inert, tempat sejuk dan kering,
terlindung dari cahaya.

B. Data Praformulasi Bahan Tambahan


 Triethanolamine; Trietanolamin; TEA
- Pemerian :cairankental jernih, tidak berwarna atau hingga
kuning pucat, agak berbau lemah amonia
- Kelarutan :Dapat bercampur dengan Aceton, Karbon tetra
klorida, Metanol, Air; Benzen 1:24, Etil eter1:63
- pH :10,5 (larutan 0,1 N)
- OTT :Dengan asam mineral membentuk garam kristal
dan ester, dengan asam lemak tinggi membentuk
garam yang larut dalam air dengan tipe seperti
penyabunan, bereaksi dengan Cu membentuk
garam komplek, perubahan warna dan endapan
dapat terjadi dengan adanya garam logam berat

- Cara Sterilisasi :-
- Indikasi :Emulgator
- Dosis Lazim :Emulsi M/A 2-4%, atau 2-5 kali asam lemak,

86
atau untuk minyak mineral hingga 5%
- Cara Pemakaian :-
- Sediaan Lazim dan Kadar :Cairan
- Wadah dan Penyimpanan : dalam wadah bertutup kedap; terlindung dari
cahaya, pada tempat sejuk, kering.

 Parrafin Liquid, Parafin Cair


- Pemerian : Cairan berminyak agak kental, jernih, tidak
berwarna,tidak berfloresensi dibawah sinar
matahari, praktis tidak berasa dan tidak berbau
pada kondisi dingin, berbau sepertii minyak jika
dipanaskan
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol 95%, gliserin
dan air, larut dalam aseton, benzen, kloroform,
karbon disulfida, eter dan petroleum eter, dapat
bercampur dengan minyak mudah menguap dan
minyak, kecuali minyak jarak
- pH :-
- OTT : Oksidator kuat
- Cara Sterilisasi : Panas kering
- Indikasi : Emolient, lubricant, pembawa minyak, pelarut
dan pembawa vaksin
- Dosis Lazim :Salep mata 3,0–60,0%
Preparat untuk mata 0,5–3,0%
Emulsi Topikal 1,0–32,0%
Lotion Topikal 1,0–20,0%
Salep Topikal 0,1–95,0%
- Cara Pemakaian : -
- Sediaan Lazim dan Kadar : Cairan
- Wadah dan Penyimpanan : Wadah bertutup kedap terlindung dari cahaya,
pada tempat sejuk dan kering

87
 Cera Alba, Malam Putih, White Bees Wax
- Pemerian :Padatan atau lempengan putih, berwarna kuning
pucat,
- Kelarutan :mudah larut dalam benzen, karbon tetraklorida,
kloroform dan eter, larut dalam etanol 95%,
heksana dan propilen glikol, praktis tidak larut
dalam air
- pH :-
- OTT : hampir dengan semua hidroksida logam,
mungkin dengan basa, reduktor dan oksidator
- Cara Sterilisasi
- Indikasi :emulsifiying agent
- Dosis Lazim :ointment dan krim 1-20%
- Cara Pemakaian
- Sediaan Lazim dan Kadar :Padatan
- Wadah dan Penyimpanan :wadah bertutup baik, ditempat sejuk dan kering,
pada penyimpanan dapat ditambahkan
antioksidan

 Butylated Hydroxytoluene, Butil Hidroksi Toluen, BHT


- Pemerian :Serbuk atau kristal padat putih atau kuning
pucat, berbau fenol lemah
- Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen
glikol, larutan alkali hidoksida, dan asam
mineral encer. Larut dalam aseton, benzen,
etanol 95%,eter, metanol, toluen, dan minyak
mineral
- pH :-
- OTT : Oksidator kuat seperti peroksida dan
permanganat, garam besi menyebabkan
perubahan warna
- Cara Sterilisasi :-
- Indikasi : pengawet, antimikroba

88
- Dosis Lazim : formula topikal 0,0075-0,1 %
- Cara Pemakaian :-
- Sediaan Lazim dan Kadar : Serbuk
- Wadah dan Penyimpanan :wadah bertutup baik terlindung dari cahaya
pada tempat sejuk dan kering

 Propyl Hydroxybenzoate, Propylparaben, Propil paraben, Nipasol


- Pemerian :kristal putih, tidak berbau, tidak berasa
- Kelarutan :Pelarut: Kelarutan pada 20°C kecuali
dinyatakan lain
Acetone Freely soluble
Ethanol (95%) 1 in 1.1
Ethanol (50%) 1 in 5.6
Ether Freely soluble
Glycerin 1 in 250
Mineral oil 1 in 3330
Peanut oil 1 in 70
Propylene glycol 1 in 3.9
Propylene glycol (50%) 1 in 110
Water 1 in 4350 at 15°C
1in 2500
1 in 225 at 80°C
- pH : -
- OTT :aktifitas antimikroba berkurang dengan
surfaktan nonionik; Magnesium aluminium
silicate, Magnesium trisilikat, besi oksida
kuning dan biru ultramarine dilaporkan
mengabsorpsi propilparaben
- Cara Sterilisasi :larutan propilparaben alam air pada pH 3-6
dapat disterilisasi dengan otoklaf
- Indikasi :pengawet, antimikroba
- Dosis Lazim :preparat topikal 0,01-0,6 %
- Cara Pemakaian :Sebagai pengawet pada sediaan kosmetik,

89
makanan dan farmasi, kombinasi dengan metil
paraben (0,02%b/v + 0,18%b/v) sering
digunakan dalam sediaan parenteral
- Sediaan Lazim dan Kadar :Serbuk
- Wadah dan Penyimpanan :wadah bertutup baik pada tempat sejuk dan
Kering

 Methyl Hydroxybenzoate, Methylparaben, Metil paraben, Nipagin


- Pemerian :serbuk kristal putih atau tidak berwarna, tidak
berbau atau hampir tidak berbau dan memberi
rasa terbakar ringan
- Kelarutan :Pelarut: Kelarutan pada 25°C kecuali
dinyatakan lain
Ethanol 1 in 2
Ethanol (95%) 1 in 3
Ethanol (50%) 1 in 6
Ether 1 in 10

Glycerin 1 in 60
Mineral oil Practically insoluble
Peanut oil 1 in 200
Propylene glycol 1 in 5
Water 1 in 400
1 in 50 at 50°C
1 in 30 at 80°C
- pH :-
- OTT : Surfaktan nonionik (Polysorbate 80), bentonit,
mg trisilikat, talk, tragacanth,sodium alginate,
sorbitol, atropin.
- Cara Sterilisasi : Metilparaben larutan dalam air pH 3-6 dapat
disterilkan dengan otoklaf 120° selama 20 menit
tanpa terurai.
- Indikasi : pengawet, antimikroba
- Dosis Lazim : preparat topikal 0,02-0,03 %
90
- Cara Pemakaian :-
- Sediaan Lazim dan Kadar :Serbuk
- Wadah dan Penyimpanan :wadah bertutup baik pada tempat sejuk dan
Kering

91
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

I. Perumusan Karakteristik Sediaan


 Nama Zat Aktif : Niasinamid
 Bentuk Sediaan : Lotion

Spesifikasi sediaan yang akan Syarat


No. Parameter Satuan Syarat Farmakope
dibuat lain

1 Berat per unit ml 100 ml Uji isi minimun -

2 Homogenitas - Homogen Homogen -

Warna putih, berbau aroma Putih/agak bening, tidak


3 organoleptik - -
mawar berbau

4 Tipe emulsi - M/A

5 Penandaan - Obat bebas, obat luar Untuk pemakaian luar

II. Formulir Pemecahan Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah


No. Rumusan Masalah Pengawasan Keputusan
Komponen Proses Mutu

Diinginkan sediaan Digunakan tipe M/A tipe


antioksidan topikal Tipe emulsi : Pembuatan Uji tipe emuli minyak dalam air
1
yang mangandung M/A, A/M emulsi M/A emulsi mudah dibersihkan
niasinamid dengan air

Untuk tipe Ditambahkan


emulsi M/A 92
emulgator Menggunakan emulgator
2 Pemilihan emulgator
emulgatornya : dengan jumlah TEA
tween, TEA yang cukup
Memiliki bau yang Penambahan Bau harum
3 Penambahan Ol. Rosae
enak corigens odoris mawar

Pengawet
Sediaan tidak stabil
Penambahan metil
4 jadi diperlukan – metil paraben Pelarutan
paraben
pengawet
- Propil
paraben
Penambahan
Mencegah agar antioksidan :
Penambahan antioksidan
5 sediaaan tidak mudah - BHT Pelarutan
BHT
teroksidasi - BHA
- As. Galat
- As. Askrobat

III. Komponen Umum Sediaan


Fungsi Penimbangan Bahan
Pemakaian
Nama Bahan ( Farmakologis / Lazim (%) Unit
Farmasetika ) Batch

Niasinamid Zat aktif 0,2 0,2 gr 0,6 gr

BHT Antioksidan 0,1 0,1 gr 0,3 gr

Metil Paraben Pengawet 0,05 0,05 gr 0,15 gr

Ol. rosae Corigens odoris 0,5 0,5 ml 1,5 ml

Trietanolamin (TEA) Emulgator 8,0 8,0 ml 24,0 ml

Parafin liquid Basis minnyak 35,0 35 ml 10,5 ml

Cera Alba Emulsifiying agent 2,0 2,0 gr 6,0 gr

Aqua destilata Basis air q.s Ad 100 ml Ad 300 ml

Perhitungan :

 Niasinamid = 0,2/100 X 100 = 0,2 gr

93
 Metil Paraben = 0,05/100 X 100 = 0,05 gr
 BHT = 0,10/100 X 100 = 0,10 gr
 Ol. Rosae = 0,5/100 X 100 = 0,5 ml
 TEA = 8,0/100 X 100 = 8 ml
 Air panas untuk TEA = 8 ml X5 = 40 ml
 Cera Alba = 2,0/100 X 100 = 2 gr
 Parafin liquid = 35/100 X 100 = 35 ml

Perhitungan HLB (HLB tipe emulsi M/A = 8-18) :

 Diket : parafin liq (HLB = 12), Cera Alba (HLB = 12), TEA (HLB = 12)
 Parafin liq = 35/36 X 12 = 11,6
 Cera alba = 2/36 X 12 = 0,6
 TEA = 8/36 X 12 = 2,6
JUMLAH = 14,8 (tipe M/A)

IV. Cara Pengawasan Mutu Sediaan


a. In Process Control
Parameter yang
No. Satuan Cara pemeriksaan
diuji
1. Homogenitas - Penglihatan mata
2. Suhu - termometer
3. Organoleptik - Penglihatan mata (bentuk, bau, warna)
Ketepatan
4. - Lembar penimbangan
penimbangan

b. End Process Control


Parameter yang
No. Satuan Cara pemeriksaan
diuji
1 Uji tipe emulsi - Instruksi kerja uji tipe emulsi
2. Viskositas - Viskometer brookfield

94
3. Organoleptik - Penglihatan mata
Ambil sejumlah sediaan cek dengan kertas
4. PH -
lakmus.

V. Prosedur Tetap Pembuatan Sediaan Lotion Niasinamid

I. Persiapan
 Persiapkan alat-alat yang akan digunakan.
 Bersihkan terlebih dahulu alat-alat yang akan digunakan.
 Praktikan menyiapakan lembar Instruksi Kerja.
 Praktikan melaksanakan kegiatan sesuai dengan IK

II. Kegiatan Produksi


 Penimbangan
 bahan dan beri label.
 Penghalusan bahan aktif/bahan tambahan jika diperlukan.
 Bahan yang tahan pemanasan dan larut dalam basis lotion dipanaskan di atas
waterbath hingga mencair, T ≤ 75°C.
 Bahan yang larut dalam air dilarutkan dalam air jika perlu dilakukan pemanasan di
atas waterbath, jaga temperatur cairan tidak melebihi T ≤ 80°C.
 Larutkan parfum dalam air.
 Campurkan fase minyak dengan emulgator dan basis lotion aduk hinggahomogen
dan terbentuk emulsi.
 Tambahkan campuran bahan yang larut dalam air. Aduk hingga homogen.
 Tambahkan larutan parfume aduk hingga homogen.
 Tambahkan sisa air aduk hingga homogen.
 Masukkan ke dalam wadah.
 Beri etiket, brosur dan kemasan

VI. Instruksi Kerja Pembuatan Lotion Niasinamid


a. Persiapan
 Bersihkan alat – alat terlebih dahulu

95
 Panaskan Water Bath
 Panaskan Mortir

b. Kegiatan Produksi
 Penimbangan
 Haluskan bahan aktif
 Lebur cera alba, parafin liq, BHT, metil paraben di atas water bath dengan cawan
penguap ad mencair (M1)
 Masukkan TEA ke dalam mortir panas + air panas untuk TEA 5x nya gerus ad
mucilago dan larut + niasinamid gerus ad corpus emuls + M1 gerus ad larut
homogen + ol. Rosae gerus ad halus homogen + sedikit demi sedikit sisa air gerus
ad larut hoomogen.
 Masukkan ke dalam botol kaca,beri etiket masukan ke dalam kemasan

c. Evaluasi Sediaan
 Ambil sampel lakukan uji organoleptik
- Bentuk = lotion tipe M/A
- Warna = putih
- Bau = aroma mawar
 Ambil sampel lakukan uji PH (dengan kertas lakmus), PH = 8
 Ambil sampel, lakukan uji viskositas =
No. Spindel = 2 , faktor = 20 , Hasil pengamatan, dial reading =6

Maka, viskositas = dial reading X faktor

=6 X 20 = 120 Cps = 1,2 porse

 Ambil sampel lakukann uji ipe emulsi


- Ambil sampel, teteskan pada kertas, liat hasilnya = tidak membentuk noda
minyak
- Ambil sampel, tambahkan air, lihat hasilnya = tidak pecah
- Ambil sampel, tambahkan metilen blue, lihat hasilnya (tidak dilakukan
percobaannya)

96
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pembuatan emulsi perlu diperhatikaan emulsi tipe apa yang akan dibuat,
komposisi emulgatornya serta harus hati – hati dalam pengerjaannya jangan sampai membuat
emlusi pecah. Bahan aktif lotion kami adalah niasinamid.

Pada praktikum ini, kami akan membuat lotion dengan tipe emulsi M/A maka harus
diperhatikan HLB antara basis minyak dan airnya. Sedangkan untuk emlugator kami pilih
TEA yang merupakan tipe M/A. TEA sendiri memiliki cara pengerjaan yang khusus, TEA
perlu dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas sebanyak 5x jumlah TEA serta dikerjakan
pada mortir panas.

Sedangkan agar sediaan stabil dalam penyimpanan kami menambahkan metil paraben
sebagain pengaawet untuk mencegah perkembangan mikroorganisme dan BHT sebagai
anntioksidannya.

Untuk basis minyak (cera aalba, parafin liq) serta zat tambahan lainnya (BHT, metil
paraben) yang tidak larut dengan air, dilebur terlebih dahulu di water bath dengan cawan
penguap sehingga zat tersebut nantinya dapan menyatu dengan basis airnya.

Agar sediaan lebih menarik dan tidak berbau tengik, maka kami menambahkan ol.
Rosae sebagai pengharum

97
BAB V

PENUTUP

Lotion merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit.
Kebanyakan lation mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut dalam media dispersi
dan disuspensikan dengan menggunakan dengan zat pensuspensi dan zat pendispersi. Lation
lain sebagai bahan cair fase terdispersi yang tidak bercampur dengan bahan pembawa dan
biasanya sesuai. Pada umumnya pembawa dari lation adalah air. Tergantung pada sifat bahan
– bahannya, lotion mungkin diolah dengan cara yang sama seperti pada pembuatan suspense,
emulsi dan larutan.

Pada praktikum kali ini bahan aktif kaami adalah niasinamid dengan tipe emulsi M/A.
Adapun hasil praktikum kami adalah sebagai berikut :

- Bentuk = lotion tipe M/A


- Warna = putih
- Bau = aroma mawar
- PH =8
- Viskositas = 1,2 porse
Selain keterangan di atas, lotion kami memiliki tekstur yang halus homogen, mudah
digunakan, serta emulsinya tidak pecah..

98
DAFTAR PUSTAKA

 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga.


Jakarta.
 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Empat.
Jakarta.
 Anief, Prof.Drs. Moh.Apt. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM-Press.
 Ansel, C Howard. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI-Press.
 Bagian Farmakologi FKUI. 1994. Farmakologi dan Terapi. Edisi Keempat.Jakarta : UI-
Press.
 Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik. Jakarta : UI-Press.
 Martindale. 1972. The Extra Pharmacopeia. 28th Ed. London : The PharmaceuticalPress.
 Mutschler,Ernest. 1985. Dinamika Obat. Bandung : Penerbit ITB.
 Wade, Ainley and Paul J Weller.1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient Second
Ed. London : The Pharmaceutical Press.
 Lukas Stefanus.2006 . Formulasi Steril,Yogyakarta :Penerbit andi yogyakarta
 Buku Panduan Praktikum Sediaan Steril
 Buku Panduan Praktikum Farmasetik Sediaan Semi Solid & Liquid
 http://farmasibidangkumerryst.blogspot.co.id/2013/01/sediaan-liquid-farmasi.html
 http://diaryfarmasiku.blogspot.co.id/2014/04/sediaan-larutan.html
 Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, hal 31
 Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, hal 754
 Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, hal 445
 Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, hal 779
 Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, hal 75
 Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, hal 596
 Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Edition, hal 441
 http://iyanvalidasi.blogspot.com/2012/02/emulsi.html

99

Anda mungkin juga menyukai