Anda di halaman 1dari 69

FORMULASI PRODUK OBAT

BENTUK SEDIAAN EMULSI


apt. Oktavia Rahayu A, S.Farm., M.Biomed.
Departemen Farmasetika, Program Studi Sarjana Farmasi FKUB 2021
Capaian Pembelajaran
1) Mampu memahami definisi, karakteristik, dan spesifikasi sediaan
2) Mampu memahami jenis sediaan emulsi (emulsi O/W dan W/O,
mikroemulsi dan nanoemulsi)
3) Mampu memahami prinsip formulasi emulsi
4) Mampu memahami eksipien yang umum digunakan
5) Mampu melakukan perhitungan jumlah emulgator dan HLB butuh minyak
6) Mampu memahami teknik pembuatan emulsi
7) Mampi memahami permasalahan terkait formulasi dan teknik pembuatan
8) Mampu memahami jenis evaluasi produk jadi
1 Definisi, Karakteristik, dan Spesifikasi Sediaan
Emulsi
Sistem heterogen yang mengandung paling sedikit satu macam cairan tidak bercampur yang
didispersikan dalam cairan lain dan membentuk tetesan atau butiran (droplet)

Fase terdispersi

Medium pendispersi

Emulsi merupakan bentuk sistem dispersi di mana fase


terdispersi membentuk bulatan-bulatan kecil zat cair
yang terdistribusi dalam medium pendispersi yang tidak
saling bercampur
Sistem emulsi secara termodinamik tidak stabil  cenderung kembali memisah ke fase masing-masing, kecuali, jika
ada bahan lain yang ditambahkan untuk mempertahankan dispersi droplet tetap stabil dan homogen

Medium
pendispersi Fase Pengemulsi
(fase luar/ terdispersi (emulsifier/ EMULSI
fase (fase dalam) emulgator)
kontinyu)
Emulsi

Emulsi likuid Emulsi semisolid

Topikal
Parenteral Oral Topikal
Keuntungan Kekurangan

• Menghantarkan obat yang • Tidak stabil secara


punya kelarutan rendah dalam termodinamik sehingga harus
air  Contoh: Pada emulsi ditambahkan eksipien yang
O/W, ZA dilarutkan pada fase dapat menstabilisasi emulsi
internal sehingga mencegah pemisahan
• Menutupi rasa ZA dimana ZA fase
larut pada fase internal emulsi • Pembuatannya susah
O/W
• Umumnya digunakan untuk ZA
berupa minyak  Contoh: ↑
efek katartik dari minyak
(paraffin cair)
Karakteristik dan Spesifikasi Sediaan Emulsi
No. Karakteristik Spesifikasi
1 Pemerian:
- Bentuk - Emulsi
- Warna - Coklat kekuningan
- Bau - Jeruk
- Rasa - Manis
2 Identifikasi
- Zat aktif - Waktu retensi puncak kromatogram larutan
sampel sesuai dengan waktu retensi larutan
standar
3 pH (25 oC) 5.5 – 7.0
4 Berat jenis 1.08 – 1.12
5 Volume terpindahkan Botol 60 ml: 60 - 61 ml/botol
No. Karakteristik Spesifikasi
6 Viskositas 300 cP
7 Kadar
- Zat aktif - 90.0 – 110.0 %
8 Mikrobiologi
- Bacteria - ≤ 103 cfu/mL
- Fungi - ≤ 100 cfu/mL
- Eschericia coli - Negatif/mL sampel
- Pseudomonas aeruginosa - Negatif/mL sampel
- Salmonella - Negatif/ 10 mL sampel
- Staphylococcus aureus - Negatif/mL sampel
9 Ukuran globul Sesuai jenis emulsi yang dibuat
(emulsi/mikroemulsi/nanoemulsi)
10 Tipe Emulsi o/w atau w/o
11 Stabilitas Emulsi Tidak terjadi pemisahan
 Farmakope Indonesia V
 USP 26
 British Pharmacopoeia
 Spesifikasi Internal
2 Jenis Sediaan Emulsi

Tipe Emulsi Emulsi tipe minyak dalam air


(O/W)
• Fase dalam: minyak
• Fase luar: air

Emulsi tipe air dalam minyak


(W/O)
• Fase dalam: air
• Fase luar: minyak

Multiple emulsion

• Oil in Water in Oil (O/W/O)


• Water in Oil in Water (W/O/W)
Tipe emulsi tergantung pada:
1) Perbandingan jumlah minyak dan air
2) Jenis/sifat emulgator
3) Cara pencampuran: urutan/suhu
Klasifikasi Emulsi berdasarkan Ukuran Droplet
Makroemulsi
• Sistem emulsi yang mengandung droplet berukuran
besar, biasanya dihasilkan dari kekuatan mekanik
menggunakan blender, mixer atau homogenizer
bertekanan tinggi
• Makroemulsi bersifat tidak stabil secara termodinamik
• Berwarna opak jika dilewatkan cahaya

Mikroemulsi
• Sustem emulsi yang stabil, isotropik dan transparan
• Ukuran partikel bervariasi
Nanoemulsi
• Sistem emulsi dengan ukuran droplet yang relatif lebih
kecil (<200 nm) dibandingkan dengan emulsi
konvensional (≥200 nm)
• Nanoemulsi juga bersifat tidak stabil secara
termodinamik, akan tetapi lebih stabil secara kinetika
• Berwarna transparan jika dilewatkan cahaya
3 Prinsip Formulasi Emulsi
Aspek-aspek Pertimbangan dalam Formulasi Sediaan Emulsi

Hal yang harus ditetapkan saat melakukan formulasi emulsi:

Rute Jumlah fase


Tipe emulsi
pemberian internal

Jenis dan
Viskositas konsentrasi
emulsifier
Tipe emulsi
• Pemilihan tipe emulsi (o/w, w/o, atau multiple) tergantung pada tujuan penggunaan
dan rute pemberian
• Emulsi O/W dapat digunakan sebagai pembawa obat yang bersifat lipofil untuk
meningkatkan bioavailabilitas dan efikasinya. Contoh: emulsi O/W Griseofulvin
absorpsinya melalui GIT meningkat dibandingkan bentuk suspensi, tablet, atau
kapsul

Rute pemberian
• Emulsi yang ditujukan untuk pemberian oral, pertimbangan utamanya adalah pH
dan kekuatan ionik cairan dalam lambung  variabel tersebut dapat
mendestabilkan emulsi, yaitu pengaruhnya terhadap emulsifier
• Emulsi O/W untuk intravena (untuk obat lipofilik dengan kelarutan air yang buruk
seperti vitamin K—injeksi Phytonadion USP), vitamin A (Vitlipid N)
• Emulsi W/O untuk intramuskular atau subkutan dimana diperlukan pelepasan obat
yang diperlama
Jumlah fase internal
• Yang menentukan tipe emulsi yang dihasilkan adalah: volume fase internal dan
sifat kimia lapisan tipis yang terbentuk pada permukaan droplet.
• Komposisi kimia – surfaktan maupun polimer hidrofil – pada permukaan droplet
akan menentukan tipe emulsi yang terbentuk.
• Volume fase internal maksimum 74%. Dan ini pun tergantung pada ukuran
droplet yang dihasilkan saat proses pengadukan. Pada umumnya fase internal
50% dari fase eksternalnya. Semakin banyak fase internal maka kemungkinan
untuk terjadi koalisi (coalescence juga semakin tinggi).

Jenis dan konsentrasi emulsifier


• Droplet air (w/o) akan dibentuk oleh emulsifier non-polar. Dalam hal ini,
panjang rantai/bagian non-polar juga mempengaruhi stabilitasnya.
• Kesimpulannya: kelarutan emulsifier akan menentukan tipe emulsi yang
terbentuk. Yang sifatnya hidrofilik akan membentuk o/w, dan hidrofobik akan
membentuk w/o.
Minyak
 Yang digunakan jenisnya meliputi
ester, fixed oil, volatile oil,
hydrocarbon
 Fase minyak ini dapat berfungsi
sebagai zat aktif atau hanya sebagai
pembawa obat atau sebagai bagian
dari kombinasi emulsifier, mengingat
beberapa macam fixed oil
mengandung asam lemak bebas

Type of oil
Fixed oil  cod liver oil, arachis oil
Mineral oil  liquid paraffin
Volatile oil  cinnamon oil, peppermint oil.
4 Eksipien yang Umum Digunakan
(1) Emulgator

(2) Peningkat viskositas

(3) Pengawet

(4) Antioksidan

(5) Perasa dan pemanis

(6) Pewarna
(1) Emulgator (Emulsifying agent)
 Emulsifier digunakan untuk membentuk emulsi (emulsifikasi) dan untuk
menstabilkan emulsi selama penyimpanan.
 Surfaktan (surface active agent): Penggunaannya dalam bentuk sediaan emulsi
terbatas karena bersifat toksik (hemolitik), iritan terhadap kulit dan membran
mukosa pada saluran pencernaan. Secara umum surfaktan kation adalah yang
paling toksik dan iritan dibandingkan surfaktan non-ionik.

Jenis Emulsifier
(3) Partikel padat
(1) Surfaktan (2) Bahan Alami
halus
• - Anionik • Disebut juga koloid • Contoh: bentonite
- Kationik hidrofil
- Non ionik • Contoh: akasia
- Amfolitik
(1) SURFAKTAN
Surfaktan anionik Bermuatan negatif jika berada dalam larutan berair
• Contoh:
Sodium Oleat  CH3(CH2)=CH(CH2)7COO-Na+
Sodium Lauril Sulfate  CH3(CH2)11SO4-Na+

Surfaktan kationik Bermuatan positif jika berada dalam larutan berair


• Contoh:
Benzalkonium chloride  C8H17(to C18H37)N+(CH3)2 –CH2 –C6H5

Surfaktan nonionik Bermuatan netral dalam medium berair


• Contoh: Sorbitan esters (Spans)

Molekulnya memiliki gugus kation dan anion, tergantung pada


Surfaktan amfolitik pH mediumnya
• Contoh: Lecithin
(2) EMULSIFIER ALAMI
Bahan pengemulsi alami, disebut juga koloid hidrofil. Digunakan untuk
menstabilkan emulsi tipe O/W.

Golongan polisakarida
• Akasia, tragakan, agar, pektin, alginat

Golongan protein
• Gelatin, kasein

Semisintetik
• Berasal dari selulosa  methylcellulose dan sodium
carboxymethylcellulose
(3) EMULSIFIER PARTIKEL PADAT HALUS
Contoh partikel padat halus:
 Bentonite
 magnesium aluminum silicate
 colloidal silicone dioxide
 aluminum hydroxide
 magnesium hydroxide
 carbon black
(2) Peningkat viskositas (Viscosity enhancer)
 Viskositas dapat meningkatkan stabilitas fisik emulsi
dengan menurunkan laju sedimentasi (rate of
creaming)
 Contoh viscosity enhancer adalah CMC, MC,
Polivinil pirolidon dan gula  perhatikan
inkompatibilitas antara beberapa pengental dengan
elektrolit (dapar)

kerapatan
diameter medium kerapatan partikel
partikel terdispersi

konstanta
gravitasi

Laju creaming
viskositas medium
(3) Pengawet (Preservative)
 Pengawet digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, yeast, mould, dan
fungi terutama untuk emulsi O/W  Jumlah pengawet dalam fase air mencukupi
 Harus mempertimbangkan pH
 Contoh pengawet: asam/natrium benzoat, paraben
(4) Antioksidan

 Antioksidan digunakan untuk


mencegah terjadinya oksidasi (minyak
dan obat) selama penyimpanan
 Contoh: butylated hydroxyanisole
(BHA), butylated hydroxytoluene
(BHT), propyl gallate
(5) Perasa (Flavour) dan Pemanis (Sweetener)
 Perasa harus terdispersi dalam fase • butterscotch
eksternal lebih banyak, agar rasa yang • apricot • cherry
• peach • mint
diperoleh optimum
• vanilla • anise
 Emulsi o/w  perasa yang hidrofil
 Emulsi w/o  perasa yang lipofil • wintergreen
mint Menutupi Menutupi
 Misalnya, tersedia perasa bentuk lipofil rasa asin rasa pahit
(flavoring oil) dan yang akan dibuat
adalah emulsi o/w  dapat diatasi
dengan cara mencampur flavoring oil
Menutupi
tersebut dengan surfaktan yang Menutupi
rasa
memiliki nilai HLB 8 – 12 sejumlah 3 rasa asam
manis
hingga 5x flavoring oil yang akan
ditambahkan. Atau menggunakan co- • vanilla • citrus
solvent: etanol, gliserin. • fruit and flavours
berry • raspberry
(6) Pewarna (Colorant)

Penampilan atau warna


produk disinkronkan
dengan peningkat ras,
misal hijau atau biru
untuk mint, merah untuk
strawberry dsb
5 Perhitungan Jumlah Emulgator dan HLB Butuh Minyak

Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB)


skala keseimbangan yang menunjukkan perbandingan antara bagian hidrofil dan lipofil pada molekul surfaktan
Bancroft’s Rule: “emulsifier dipilih
sesuai dengan kelarutannya dalam fase
eskternal yang diharapkan”
Griffin's method
(1) Menghitung HLB Butuh Minyak/HLB Campuran/Required HLB (RHLB)
Required HLB value (nilai HLB yang dibutuhkan) adalah nilai HLB yang dibutuhkan oleh jenis minyak tertentu untuk
dapat membentuk suatu emulsi

Berapa RHLB emulsi yang


mengandung 30% mineral
spirits, 50% cottonseed
oil and 20% chlorinated
paraffin ?

1) Mineral spirits
30% x RHLB 14 = 4,2
2) Cotton seed oil
50% x RHLB 6 = 3
3) Chlorinated paraffin
20% x RHLB 14 = 2,8

Total RHLB = 10
Berapa HLB minyak yang dibutuhkan?

Bahan % Required HLB Penyelesaian:


Beeswax 24 9 1) Persen bobot total fase minyak = 24 + 14
+ 5 = 43%.
Mineral oil 14 11 2) Fraksi bobot setiap minyak pada fase
Cetyl alcohol 5 14 minyak adalah sebagai berikut: beeswax
Emulsifiers 5 24/43, mineral oil 14/43, dan cetyl alcohol
5/43
Purified ad
3) Maka, nilai HLB minyak:
water 100

Emulsifier yang digunakan adalah dua macam


surfaktan: Span 80 (HLB 4.3) and Tween
60(HLB 14.9))
(2) Menghitung jumlah emulgator
fA adalah fraksi bobot surfaktan A dalam campuran.

Hitung jumlah emulgator yang diperlukan untuk membuat 250 g emulsi dari formula sebelumnya?

Emulsifier yang digunakan


adalah dua macam
surfaktan: Span 80 (HLB 4.3)
and Tween 60 (HLB 14.9))

Fraksi Span, fA= 0.44, maka Fraksi Tween= 1 – 0.44 = 0.56

• Jumlah Span 80 = 0.44 x 5% x 250 g = 5.5 g


• Jumlah Tween 60 = 0.56 x 5% x 250 g = 7.0 g
Bobot emulsifier = 5% x 250 g = 12,5 g

Span 80 4,3 4,67 4,67


X 12,5 g = 5,5 g
10,6

10,23
Tween 60 14,9 5,93 5,93
X 12,5 g = 7 g
+ 10,6
10,6
Berapa nilai HLB emulgator yang ditambahkan dalam formula tersebut?
6 Teknik Pembuatan Emulsi
Terbentuknya emulsi (tipe Untuk mengatakan bahwa suatu emulsi terbentuk atau tidak
emulsi yang dikehendaki dilihat dari ada tidaknya pembentukan droplet  ukuran
dengan ukuran droplet yang droplet emulsi dipengaruhi oleh kekuatan/energi selama
sesuai) proses pengadukan

Tahapan proses
dalam pembuatan
emulsi

Menstabilkan dispersi
droplet yang sudah
terbentuk
Faktor yang mempengaruhi
terbentuknya ukuran droplet
 Emulsifier yang digunakan
 Alat
 Kecepatan penambahan
 Volume setiap fase (perbandingan
volume fase air dan minyak)
 Suhu saat proses pengadukan

Alat
Untuk menghasilkan emulsi (droplet fase internal) dibutuhkan energi yang
dihasilkan dari proses pengadukan, menggunakan berbagai macam alat:
 Hand mixer  Colloids mill
 Stirrer  Homogenizer
 Propeller mixer  Ultrasonicator
 Static mixer
Suhu dan Laju Pendinginan
 Jika surfaktan dimasukkan dalam salah satu fase
sebelum proses emulsifikasi (i.e pengadukan)  saat
dicampurkan dengan fase lain molekul surfaktan akan
bermigrasi ke fase tersebut
 Oleh karena itulah, suhu dan laju pendinginan saat
proses emulsifikasi penting karena faktor ini akan
memberikan kesempatan molekul surfaktan untuk
menempatkan diri di antara dua fase
 Jika saat proses emulsifikasi suhu terlalu rendah atau
suhu turun terlalu cepat, surfaktan akan lebih
terkonsentrasi pada salah satu fase sehingga tidak
dapat bermigrasi ke fase lain  tegangan antar muka
dua fase tidak teratasi
Urutan Penambahan
Urutan penambahan selama proses pengadukan dan kecepatan penambahan satu fase ke
fase yang lainnya juga akan mempengaruhi terbentuknya droplet emulsi, terutama untuk
emulsi yang perbandingan fase air dan minyaknya mendekati 1:1
Distribusi Ukuran Droplet
 Untuk memastikan apakah droplet itu akan terdispersi homogen atau tidak

 Profil distribusi ukuran droplet emulsi berkaitan dengan


besaran energi yang digunakan selama pengadukan, luas
permukaan yang terbentuk, dan tegangan antarmuka.
 Semakin banyak droplet fase internal yang terbentuk akibat
besarnya energi pengadukan  semakin meningkat luas
permukaan droplet  semakin meningkat energi bebas
permukaan (surface free energy)  thermodynamically
unstable
 Thermodynamically unstable  sistem emulsi cenderung
menurunkan energi untuk mencapai energi permukaan
minimum  menurunkan energi permukaan  menurunkan
luas permukaan  droplet saling menggabung  emulsi
memisah menjadi fase minyak dan fase air atau membentuk
droplet yang berukuran lebih besar.
Metode Pembuatan Emulsi Berdasarkan Golongan Emulgator

Metode

Pengemulsi
Surfaktan
alami

(1) Continental atau (2) English atau wet


dry gum method gum method
1) Continental atau dry gum method
Disebut juga sebagai metode 4:2:1  setiap 4 bagian volume minyak, menggunakan 2 bagian air, dan
1 bagian gum untuk membuat emulsi primernya

1 bagian acacia atau pengemulsi


o/w lain dicampur dengan Contoh:
komponen minyak dalam mortar 40 ml minyak, 20 ml air, dan 10 gum digunakan untuk
membuat emulsi primer  setelah terbentuk emulsi,
baru ditambahkan air atau bahan lain hingga 100%

 Bahan lain yang larut atau miscible (dapat campur)


Ditambahkan 2 bagian air
dengan komponen minyak dapat langsung
ditambahkan ke emulsi primer tersebut.
 Bahan berbentuk padat (pengawet, stabilizer,
pewarna, perasa) dilarutkan terlebih dahulu sebelum
Diaduk hingga creamy white  ditambahkan
terbentuk korpus emulsi
Perbandingan minyak:air:gum tidak selalu 4:2:1  terkadang harus
disesuaikan dengan jenis minyak yang akan digunakan:
Type of oil Oil Water Gum
Fixed oil  cod liver oil, arachis oil 4 2 1
Mineral oil  liquid paraffin 3 2 1
Volatile oil  cinnamon oil, peppermint oil 2 2 1
Notes: alkohol dapat mengendapkan acacia

Berapa jumlah gum dan air yang dibutuhkan untuk membuat emulsi primer
jika volume sediaan adalah 100 ml dan terdiri dari 20% fixed oil?
Type of oil Oil Water Gum
Fixed oil  cod liver oil, arachis oil 4 2 1
R/ Fixed oil 20 ml
Fase air 10 ml
Gum 5 gram
2)English atau wet gum method
Proporsi minyak:air:gum sama dengan metode continental atau dry
gum method  yang membedakan adalah urutan pencampurannya

Jika
Gum
Minyak campuran
dilarutkan
ditambahkan terlalu kaku,
dalam air atau Lanjutkan
sedikit demi dapat Tambahkan
dibuat pengadukan
sedikit sambil ditambahkan dengan bahan
musilago hingga
terus air sebelum lain
menggunakan homogen
dilakukan semua
air sebanyak
pengadukan minyak
2x bobot gum
dicampur
Contoh Formula Emulsi Oral
Formula ini dibuat menggunakan metode dry gum method (4:2:1)

Campur dengan tambahkan


air 250 ml vanilin
bahan-bahan
Campur minyak sekaligus, diaduk dilarutkan
hingga terbentuk lain perlaha-
dan acacia terlebih dahulu
creamy white  lahan sambil
dalam alkohol
emulsi primer diaduk
Pembuatan Emulsi dengan Surfaktan
Siapkan Fase Minyak Siapkan Fase Air

Atur suhunya 60 C Atur suhunya 60 C

Campur surfaktan

Tambahkan fase
terdispersi ke dalam
medium pendispersi

Emulsi O/W Emulsi W/O


(fase minyak tambahkan (fase air tambahkan ke
ke fase air) fase minyak)
7 Permasalahan Terkait Formulasi dan Teknik Pembuatan

Emulsi yang stabil Emulsi yang stabil


 Sistem terdispersinya terdistribusi homogen
 Tidak terjadi perubahan fase, kontaminasi mikroba, bau,
warna, dan konsistensi

Ketidakstabilan
kimia Ketidakstabilan
fisik

 Terjadinya oksidasi (emulsi


menjadi tengik)
 Terjadinya interaksi antara Sistem emulsi (jika tanpa emulsifier,
obat dan eksipien emulsi bahkan meskipun menggunakan
emulsifier) cenderung kembali ke
keadaan fase semula
Ketidakstabilan Emulsi
Flocculation & Coalescence
 Flocculation adalah fenomena dimana menggerombolnya
butiran fase dalam (droplet) dan masih saling terpisah oleh
lapisan tipis fase pendispersi  hal ini terjadi karena adanya
interaksi tarik-menarik (interaksi listrik) antar droplet
 Bersifat reversible (re-dispersi dengan penggojokan ringan)

Coalescence adalah fenomena dimana bergabungnya butiran-


butiran fase dalam (droplet) berukuran sama yang saling
berbenturan atau kontak sehingga secara cepat membentuk
droplet yang lebih besar  Hal ini terjadi karena adanya
kerusakan lapisan film permukaan luar droplet
Ostwald
ripening

• Ostwald ripening adalah fenomena dimana droplet yang


berukuran besar akan menjadi semakin besar sementara
droplet yang berukuran kecil akan semakin mengecil dan lama-
lama hilang  Hal ini terjadi karena molekul yang berada
dipermukaan droplet yang berukuran lebih kecil cenderung
tidak stabil (karena droplet kecil memiliki energi bebas
permukaan yang besar dibandingkan droplet berukuran besar)
• Sistem emulsi cenderung untuk menurunkan energi bebas
permukaannya maka molekul yang berada di permukaan
droplet berukuran kecil akan berdifusi melalui medium
pendispersi menuju ke permukaan droplet yang lebih besar
 Creaming adalah fenomena dimana terbentuknya lapisan
Creaming yang mengandung fase dalam lebih banyak  hal ini terjadi
karena adanya perbedaan kerapatan jenis antara dua fase
pembentuk emulsi  Bedakan mekanisme creaming dengan
mekanisme flokulasi
 Berdasarkan hukum Stoke, laju terjadinya creaming dapat
dikurangi dengan ↓ ukuran droplet dan/atau ↑ viskositas
fase kontinyu
kerapatan
diameter medium kerapatan partikel
partikel terdispersi

konstanta
gravitasi

laju creaming
viskositas medium
Cracking/Breaking & Phase Inversion Cari solusi untuk mengatasi
permasalahan yang ada

 Cracking adalah fenomena dimana fase dalam benar-benar


terpisah dari fase luar  butiran fase dalam bergabung dan
membentuk lapisan yang memisah dari emulsi  emulsi “pecah”
 Cracking dapat terjadi akibat coalescence dan/atau Ostwald
ripening

 Phase inversion adalah fenomena dimana fase dalam berubah fungsi


menjadi fase luar, dan sebaliknya (emulsi tipe O/W berubah
menjadi tipe W/O, dan sebaliknya)  hal ini terjadi karena
tingginya konsentrasi fase dalam (melebihi 74% dari total volume),
adanya perubahan suhu, dan penambahan bahan yang mengubah
kelarutan emulgator (ct: emulsi O/W yang distabilkan dengan Na
stearat dapat menjadi W/O dengan menambahkan CaCl untuk
membentuk Ca stearat)
8 Jenis Evaluasi Produk Jadi

JENIS EVALUASI
Berdasarkan waktu Berdasarkan sifat Berdasarkan
pelaksanaan pengujian persyaratan
• In process control • Destruktif • Persyaratan
(IPC) • Non dekstruktif farmakope
• Evaluasi akhir • Persyaratan
(finished product) industri
Solid
Raw Production
Dosage
Material Process
Form

• Evaluasi raw • In Process • Evaluasi akhir


material Control sediaan
Evaluasi Produk Jadi Sediaan Emulsi
Evaluasi fisik Evaluasi kimia Evaluasi biologi

• Uji organoleptik • Identifikasi • Uji efektivitas pengawet


• Penetapan pH • Penetapan kadar • Uji batas mikroba
• Penentuan ukuran globul
• Penentuan bobot jenis
• Penetapan viskositas dan
rheologi
• Uji volume terpindahkan
• Penentuan tipe emulsi
• Uji stabilitas emulsi

1) Apa saja uji IPC yang dilakukan?


2) Mana yang termasuk uji destruktif dan non destruktif?
3) Berapa jumlah sampel yang dibutuhkan untuk pengujian?
1) Uji Organoleptik
• Prinsip: Pengamatan fisik menggunakan indra penglihatan, perasa dan
penciuman
• Tujuan: Untuk mengetahui kesesuaian produk akhir dalam hal bau, tekstur, dan
warna dengan bahan-bahan yang digunakan dalam proses formulasi.

2) Penetapan pH (FI V, 2014, halaman ……..)


• Prinsip: Pengukuran pH sediaan emulsi menggunakan alat pH meter
• Tujuan: Untuk mengetahui pH sediaan emulsi

3) Penentuan ukuran globul (Lachman et al., 1987, halaman ……..)


• Prinsip: Pengukuran globul emulsi menggunakan hamburan dan refleksi cahaya
• Tujuan: Untuk mengetahui ukuran globul sediaan emulsi
Tentukan prosedur dan spesifikasi untuk masing-masing pengujian!
(gunakan referensi dari kompendia/ebook/jurnal)
4) Penentuan bobot jenis (FI V, 2014, halaman ……..)
• Prinsip: Pengukuran bobot jenis menggunakan alat piknometer
• Tujuan: Untuk mengetahui bobot jenis produk akhir dan membandingkannya
dengan bobot jenis teoritis

5) Penetapan viskositas (FI V, 2014, halaman ……..)


• Prinsip: Pengukuran viskositas sediaan emulsi dengan menggunakan viskometer
• Tujuan: Untuk mengetahui viskositas sediaan emulsi

6) Uji volume terpindahkan (FI V, 2014, halaman ……..)


• Prinsip: Menjamin sediaan emulsi yang dikemas sesuai dengan volume yang
tertera pada etiket
• Tujuan: Untuk mengetahui volume sediaan emulsi
7) Penentuan tipe emulsi
• Prinsip: Penentuan Tipe emulsi dengan beberapa cara, antara lain (1) dilution test, (2) dye
test, (3) conductivity test
• Tujuan: Mengetahui tipe sediaan emulsi (o/w atau w/o)

Dilution • Emulsi diencerkan dengan air


Test • Jika tetap stabil setelah pengenceran (tidak memisah)  tipe emulsi o/w

• Menambahkan zat warna (metilen blue atau sudan III) ke dalam emulsi. Kemudian
dilakukan pengecekkan menggunakan mikroskop
Dye Test • + metilen blue: tipe o/w jika area diluar globul berwarna biru
• + sudan III: tipe w/o jika globul berwarna merah

• Menggunakan sepasang elektroda yang terhubung dengan lampu dan sumber listrik
Conductivity dalam emulsi
Test • Tipe emulsi o/w: apabila lampu pada elektroda menyala
• Tipe emulsi w/o: apabila lampu pada elektroda mati
8) Uji Stabilitas Emulsi
• Prinsip: Stabilitas sediaan emulsi dilakukan dengan beberapa cara, antara lain (1) sentrifugasi,
(2) freeze and thaw
• Tujuan: Mengetahui kestabilan emulsi dalam kondisi penyimpanan

• Evalusi sentrifugasi menggunakan alat sentrifugator


Sentrifugasi • Kecepatan sentrifugasi 3750 rpm selama 5 jam. Amati hasil sentrifugasi
secara visual (terjadi pemisahan atau tidak)

• Menyimpan sediaan pada suhu perbedaan suhu yang ekstrem, selama


Freeze and beberapa siklus
Thaw
Evaluasi Capaian Pembelajaran
1) Mampu memahami definisi, karakteristik, dan spesifikasi sediaan
2) Mampu memahami jenis sediaan emulsi (emulsi O/W dan W/O,
mikroemulsi dan nanoemulsi)
3) Mampu memahami prinsip formulasi emulsi
4) Mampu memahami eksipien yang umum digunakan
5) Mampu melakukan perhitungan jumlah emulgator dan HLB butuh minyak
6) Mampu memahami teknik pembuatan emulsi
7) Mampi memahami permasalahan terkait formulasi dan teknik pembuatan
8) Mampu memahami jenis evaluasi produk jadi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai