Anda di halaman 1dari 4

POLITIK DALAM ISLAM

Warisan Intelektual Ulama Islam yang Bersifat Politik

1. Risalatul Qadha  Risalah : Surat, Qadha : Peradilan


Surat yang dikirimkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab RA kepada sahabat Rasul lain bernama
Abu Musa Al Asy’ari (AMA), yang saat itu diangkat dan ditunjuk oleh Umar menjadi Qadhi
(Hakim) di wilayah Khuffah dan Basrah (sekarang daerah Iraq) pada tahun 21 H.
Surat ini dihitung oleh sejarawan sebagai Dokumen Umar (Wasiiqah Umariyah). 
Merupakan surat politik syar’i yang pertama (menurut ulama mazhab Hanafi Asshorokhsi).
Menurut Ibnu Taimiyyah : Sangat berharga, sampai pada kitabnya yang berjudul
Minhaajussunnah beliau mengatakan bahwa surat ini dipakai oleh para fuqoha untuk
membangun fiqih dan ushul fiqih.
Menurut Ibnu Sahl, dikutip oleh Ibnu Farhuun dalam kitabnya Tabsiratul hukkaam, kitab ini
menjadi tumpuan bagi dasar” peradilan, makna” hukum, dan menjadi kiblat bagi hakim”
Islam.
Murid Ibnu Taimiyyah yang bernama Ibnu Qayyim dalam kitabnya yang bernama Al I’lamu Al
Muwaqqi’iin telah mensyarah panjang lebar kandungan makna yang ada dalam surat ini.
Sebagian ulama menjulukinya sebagai Kitaabu siasatil qadha wa tadbiirul hukm (kitab politik
peradilan dan manajemen/ strategi pemerintahan)
Sudah diterjemahkan dalam bahasa inggris, prancis, jerman.
Isi kitab/ surat Umar : berisi wasiat” penting Umar terhadap AMA yang saat itu merupakan
pejabat negara beliau, di dalamnya Umar menerangkan tentang :
 Urgensi Peradilan
 Prinsip-prinsip Mengadili seperti hak bicara pihak” yang bersangkutan, verifikasi
fakta”, dasar vonis, kontrol atas pelaksanaan vonis, sifat adil, tuntutan untuk
memberikan bayyinah atau pembuktian, kebolehan ishlah atau mengadakan
perdamaian, prinsip cepat dan professional dalam melayani, masalah koreksi vonis
bagi seorang hakim, ijtihad dalam vonis, dll.
 Persoalan moral penting bagi seorang hakim, yaitu ikhlas karena Allah, tabah, sabar,
tenang, berjiwa besar, emosi stabil, dll.
2. Al Kharaaj (secara bahasa artinya keluar)  Pajak tanah  Harta yang dikeluarkan sebagai
pajak untuk tanah.
 Dikarang oleh murid Abu Hanifah yang bernama Abu Yusuf yang wafat pada tahun
182 H.
 Termasuk kitab fiqih negara.
 Disusun atas dasar instruksi khalifah Abbasiyah saat itu yang bernama Harun Ar
Rasyiid (HAR) yang memerintahkan Abu Yusuf untuk menulis sebuah kitab tentang
keuangan negara berdasarkan syariat Islam.
 Membahas tentang seluruh sumber pemasukan keuangan negara di masa hidup
beliau (kekhilafahan beliau)
 Kitab ini membahas seluruh proses” keuangan negara yang mencakup pemasukan
dan pengeluaran negara (APBN negara Islam)
 Tidak hanya menjelaskan hukum secara normatif, tapi juga secara langsung
memotret masalah-masalah riil yang ada di zaman itu untuk dipecahkan menurut
syariat Islam.
 Meskipun unsur terbanyak dalam kitab ini membahas ekonomi negara islam, tetapi
para ulama memasukkan kitab ini dalam kitab politik, karena Abu Yusuf dalam
muqaddimah kitab tersebut, beliau banyak menuliskan konsep” dan pemikiran
politik penting, sehingga teks tersebut dianggap teks tertua dalam pemikiran politik
islam
 Isi muqaddimah al kharaj :
o Nasehat yang mengingatkan HAR terkait kewajiban” dan tanggung jawabnya
sebagai khalifah terhadap rakyat
o Dijelaskan juga apa kewajiban rakyat terhadap khalifah
 Bisa dikatakan kitab ini meskipun banyak bicara tentang keuangan negara tapi juga
mengandung dasar” politik syari dalam keuangan, manajemen dan peradilan
3. Al Ahkaam As Sultoniyyah (sangat terkenal)  Al Ahkaam dari kata al hukm yang bermakna
hukum”, assultoniyyah maknanya yang bersifat pemerintahan  Hukum-hukum yang
bersifat pemerintahan
 Dikarang oleh Al Mawardi, salah seorang ulama bermazhab syafii yang wafat pada
tahun 450 H.
 Berisi pengangkatan Imam (pemimpin tertinggi seluruh umat islam/ khalifah),
kewajiban menegakkannya, syarat” imam, dan wewenang”nya.
 Membahas juga organ” negara (struktur kenegaraan), seperti kementrian, militer,
dan peradilan.
 Ada juga ulasan tentang jawatan yang mengurus shalat, haji, zakat, fai’ (harta
rampasan yang diperoleh tanpa perang), jizyah (pajak kepala bagi non islam
dengan imbalan dijaga keamanannya selama mereka patuh dalam sistem islam,
jika ada pelanggaran dari kalangan mereka, misal mencuri, maka dihukum dengan
hukum islam), kharaj (pajak tanah setiap tahun, yang diperoleh dari perang), ihyaul
mawat (menghidupkan tanah mati, dalam islam  “orang yang menghidupi tanah
mati, dia berhak menguasai tanah tersebut), eksplorasi air, kawasan lindung (al
himaa, diperlukan sebagai tempat hewan” untuk zakat), tanah, tambang,
administrasi, dll.
 Disusun ditengah pergulatan pemikiran antara abasiyyah (sunni) dan bani dhuaih
(syiah).
 Kitab ini menyebutkan pendapat” dari mazhab lain. Berbeda dengan kitab al ahkam
as sultoniyyah yang dikarang oleh penulis lain, yaitu al farra (mazhab hambali).
 Pendapat al mawardi yang cukup mengguncang ulama-ulama syafii : kebolehan
wadzir tanfiiz (kesekretariatan negara) dipegang oleh kafir, sedangkan wadzir
tafwidz (perdana mentri, dan yg memiliki kekuasaan pemerintahan).
4. Ghiyadzu (memberikan pertolongan) Al Umam (umat) fi (di) il tiyas (terliputnya/ meliputi)
azzulam (kegelapan)  menolong para umat dalam liputan kegelapan
 Dikarang oleh abu al ma’aali al juwaini, wafat 478 H, pada saat umat islam terpecah
belah, sudah bukan 1 pemerintahan lagi
 Al Juwaini mengingatkan agar umat islam bersatu
 Keistimewaan : bebas dari pengaruh pemikiran asing, filsuf dan mutakallimi. Murni
pembahasan fiqih saja
 Didalamnya Al Juwaini berbicara tentang : urgensi khilafah, kewajibannya,
mekanisme pemecatan khilafah, dll.
 Muqaddimah : menegaskan bahwa topic khilafah bersifat dzhanni (spekulatif, ga
absolute), namun banyak orang yang memperlakukannya qath’I (absolute/ pasti) 
terjadilah keserampangan.
5. Assiyaasah assyar’iyyah (politik syar’i)
 Dikarang oleh ibnu taimiyyah, wafat pada tahun 728 H. Dimaksudkan agar menjadi
pegangan bagi penguasan dan rakyat
 Membahas ttg bagaimana memilih memimpin, mengelola keuangan, hukum”, hak”
Allah dalam pemerintahan, dan hak” rakyat

Masih ada kitab politik lain, al ahkam assultoniyyah karangan al farra yg wafat pada tahun 458 H,
atturq al hukmiyah (jalan” pemerintahan) karangan ibnu al qayyim al jaziyyah (murid ibnu
taimiyyah), wafat pada tahun 751 H, tahriirul ahkaam fii tadbiiri al islam (menguraikan hukum” untuk
mengatur memeluk islam) oleh ibnu jawaah, wafat 773 H, dll.

Bagian ke 2 : Nash” yang bersifat politik

Dibahas 4 nash/ dalil :

1. HR. Muslim yang artinya “barangsiapa yg mati sementara dipundaknya tidak ada baiat maka
dia mati seperti mati jahiliyyah”
Makna baiat : baiat kepada imam dengan cara mendengar dan ikrar untuk menaatinya.
Hadits ini mengandung ancaman keras bagi yg keluar dari aturan imam. Menunjukkan
wajibnya baiat pada imam (sumpah setia kepada pemimpin).
Imam disini maksudnya Khalifah (dalam politik islam)
Baiat : Kontrak perjanjian/ penyerahan kekuasaan dan pengangkatan dan ikrar untuk
menaati serta menolong
HR. Bukhori, baiat bukan hanya politik duniawi, tapi juga bersifat ukhrowi (?)  org berbaiat
kalau niat untuk dunia, ancamannya nanti di akhirat tidak akan diajak bicara oleh allah, tidak
disucikan, dan mendapat siksa pedih. Baiat dalam hadits ini bukan hanya bersifat duniawi.
2. HR. Muslim yang artinya “sebaik” pemimpin adalah mereka mencintai kalian, kalian
mencintai mereka, mereka mendoakan kalian, kalian mendoakan mereka, dan seburuk”
pemimpin jika mereka membenci dan mengutuk kalian, kalian membenci dan mengutuk
mereka” “tidakkah kita memerangi mereka? Tidak, selama mereka masih solat bersama
kalian”
Makna larangan rasulullah dalam memerangi (melengserkan mereka) jika terjadi ramalan
rasul : salat masih tanda persatuan ummat. tentang perebutan kekuasaan.
HR. Bukhari “rasul mengambil janji kepada beliau untuk berbaiat kepada beliau”
Makna : jangan merebut kekuasaan pemerintahan, dan jangan memprotes mereka, kecuali
terlihat kemungkaran pasti dari mereka yang keluar dari prinsip islam, lakukan nahi munkar”
3. An Nasai “rasul bersabda bahwa akan datang penguasa yang maruf dan munkar, kalau
mungkar, barangsiapa berlepas diri dan mengingkari maka selamat, kalau ridha dan
mengikuti maka dia akan celaka”
Kewajiban untuk mengontrol dan mengkritik pemerintahan agar balance
4. “setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap Pemimpin yang akan dimintai pertanggung
jawaban atas apa yang dipimpinnya/ pertanggung jawabkannya. Seorang imam akan
dimintai pertanggung jawaban atas rakyatnya, suami atas keluarganya, istri atas urusan RT,
seorang pembantu atas urusan tanggung jawabnya. Dan seorang laki” pemimpin atas harta
bapaknya”

Hubungan islam dengan politik dan kenegaraan :

Sifat integralistik? Atau sekularistik (terpisah)? Atau substantif?

Anda mungkin juga menyukai