Anda di halaman 1dari 2

Politik dalam Islam

Pengenalan warisan ulama islam di masa lampau yang bersifat politik

1. Kitab Risalatul Qadha’

- Berasal dari kata Risalah (surat) dan Al Qadha’ (keadilan)

- Risalatul Qadha’ (surat peradilan): surat yang dikirimkan oleh Khalifah Umar bin Khatab kepada Abu
Musa Al Asy’ari yang ditunjuk oleh Umar menjadi hakim di wilayah Kufah dan Tasrah (daerah Irak)
pada tahun 1 Hijriah.

- Surat ini dihitung oleh sejarawan sebagai watsiqah umariyah atau dokumen umar. Salah seorang
ulama bermazhab Hanafi yang bernama Al Sarakhsi memandang bahwa surat Umar ini sebagai surat
politik syar’i yang pertama.

- Menurut Ibnu Taimiyyah, surat ini begitu berharga. Dalam kitabnya yang berjudul Minhajus Sunnah,
beliau mengatakan bahwa surat ini dipakai oleh para fuqaha untuk membangun fiqih dan usul fiqih.

- Menurut Ibnu Sahl sebagaimana dikutip oleh Ibnu Farhun dalam kitab Tabsiratul Hukam, kitab ini
menjadi tumpuan bagi dasar-dasar peradilan, makna-makna hukum, dan menjadi kiblat bagi hakim-
hakim Islam.

- Murid Ibnu Taimiyyah yang bernama Ibnu Qayyim dalam kitab I’lamu Al Muwaqi’in mensyarah
panjang lebar kandungan makna yang ada pada surat ini.

- Sebagian ulama menjulikinya sebagai Kitab Siyasah Al Qadha’ wa Tabdil Hukum yakni kitab politik
peradilan dan manajemen atau strategi pemerintahan.

- Beberapa orang telah menerjemahkan dalam berbagai bahasa, diantaranya Inggris, Prancis dan
Jerman.

- Surat ini berisi wasiat-wasiat Umar terhadap Abu Musa Al Asy’ari yang waktu itu menjadi pejabat
negara beliau. Umar menerangkan tentang urgensi peradilan dan prinsip-prinsip mengadili, seperti
hak bicara pihak-pihak bersengketa, verefikasi fakta-fakta, dasar vonis, control pelaksanaan vonis,
sikap adil, tuntutan memberikan baiyyinah atau keadlian, mengadakan perdamaian, prinsip cepat
dalam melayani, prinsip profesional dalamm melayani, masalah koreksi vonis bagi seorang hakim,
dan ijtihad vonis, dan sebagainya. Umar juga menegaskan persoalan moral penting bagi seorang
hakim, seperti ikhlas karena Allah, tabah, sabar, tenang, berjiwa besar, emosi stabil, dll.

2. Kitab Al-Kharaj

- Makna harfiahnya adalah pajak tanah.

- Kitab ini dikarang oleh murid Abu Hanifah yang Bernama Abu Yusuf yang wafat tahun 182 H.

- Kitab ini termasuk kitab fiqih negara dan disusun atas dasar instruksi khalifah Abbasiyah waktu itu
yang Bernama Harun Ar Rasyid yang memerintahkan Abu Yusuf untuk menulis sebuah kitab tentang
keuangan negara berdasarkan syariat Islam. Meskipun secara bahasa Al Kharaj bermakna pajak
tanah, tetapi dalam kitab tersebut Abu Yusuf memaksudkan pembahasannya tentang seluruh
sumber pemasukan keuangan negara di masa hidup beliau. Bahkan bisa dikatakan bahwa kitab ini
mmbahas seluruh proses keuangan negara yang mencakup pemasukan dan pengeluaran negara. Abu
Yusuf tidak hanya menjelaskan hukum secara normative tetapi juga langsung memotret masalah-
masalah riil untuk dipecahkan menurut syariat Islam. Unsur yang banyak dibahas dalam kitab ini
adalah ekonomi negara Islam tetapi para ulama memasukkan kitab ini dalam kitab politik karena Abu
Yusuf dalam muqadimah kitab tersebut banyak menuliskan konsep-konsep atau pemikiran politik
penting yang akhirnya dianggap teks tertua dalam pemikiran politik Islam.

- Isi dalam muqadimah Kharaj adalah nasehat untuk mengingatkan Harun Ar Rasyid terkait dengan
kewajiban dan tanggung jawab sebagai khalifah terhadap rakyat. Dijelaskan juga kewajiban rakyat
terhadap khalifah.

3. Kitab Al Ahkam Al Suthaniyah

- Berasal dari Al Hukum (hukum), Al Suthaniyah (bersifat pemerintahan)

- Artinya hukum-hukum yg bersifat pemerintahan.

- Kitab ini dikarang oleh Al Mawardi. Seorang ulama bermazhab Syafi’I yang wafat pada tahun 450 H.

- Kitab ini berisi tentang pengangkatan imam. Pada zaman itu, sebutan imam diperuntukan bagi
pemimpim tertinggi seluruh umat Islam atau disebut juga khalifah. Imam sama dengan khalifah. Al
Mawardi membahas tentang hukum pengangkatan imam, kewajiban menegakkannya, syarat-syarat
imam, dan wewenangnya. Dalam kitab ini juga dibahas tentang organ-organ negara seperti
kementrian, militer, dan peradilan. Ada pula ulasan tentang jawatan yang mengurus tentang sholat,
haji, zakat, fa’i, jiziah, kharja, ikhyaul mawats (menghidupkan orang mati), eksplorasi air, masalah
kwasan lindung (Al Hima), tanah, tambang, administrasi.

- Ditinjau dari sisi latar belakang, kitab ini disusun di tengah-tengah pergulatan pemikiran antara
Abbasiyah yang berpaham Sunni dan Buwaih yang berpaham Syiah.

- Kelebihan kitab: menyebutkan mazhab-mazhab yang lain meskipun kitab ini berwarna mazhab
syafi’I dan sedikit berbeda dengan kitab yang judulnya sama karangan Abu Ya’la Arfara yang
bermazhab Hambali.

- Pendapat Mawardi yang mengherankan ulama mazhab Syafi’I adalah kebolehan wazir tanfis
dipegang oleh kafir zimmi sementara hanya wazir taswidz saja yang harus muslim.

(15.50)

Anda mungkin juga menyukai