Anda di halaman 1dari 15

Percobaan 4

Kromatografi Lapis Tipis


Isolasi Kurkumin Dan Kunyit ( Curcuma Longa L)

I. Tujuan percobaan
 Mengisolasi kurkumin dari rimpang kunyit dengan cara pemanasan
atau Refluks.
 Menentukan nilai Rf kurkumin dengan cara Kromatografi Lapis
Tipis (KLT).
 Memurnikan kurkumin dari rimpang kunyit dengan cara
Kromatografi Kolom (KK).
 Menguji kemurnian kurkumin dengan cara KLT preparatif.

II. Prinsip percobaan


 Refluks adalah metode ekstraksi padat-cair dengan cara panas
berdasarkan perbedaan kepolaran.
 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah pemisahan secara kualitatif
komponen zat kimia berdasarkan perbedaan kepolaran, adsopsi dan
kecepatan migrasi antara fase gerak dan fase diam dibawah gerakan
pelarut.
 Kromatografi Kolom adalah pemisahan yang didasarkan pada
adsorpsi komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda
beda terhadap permukaan fase diam. Kromatografi kolom adsorpsi
termasuk pada cara pemisahan cair-padat.
 KLT Preparatif adalah pemisahan yang didasarkan pada perbedaan
adsoprsi, partisi, dan kelarutan dari komponen komponen kimia
yang bergerak mengikuti kepolaran eluen.
III. Teori dasar
Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat
ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar
muka, kemudian berdifusi ke dalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan
maka zat aktifnya akan diperoleh. Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian
komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan
beberapa jenis hewan termasuk biota laut. Komponen kimia yang terdapat
pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya
mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar
sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat
aktif di dalam dan di luar sel. (Adrian, 2000).
Menurut (Dirjen POM, 2000), ada beberapa metode ekstraksi
dengan menggunakan pelarut, yaitu:
1. Cara dingin:
a. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama dan seterusnya.
b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
terjadi penyaringan sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Pada perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perlokasi sebenarnya
(penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat).
2. Cara panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendinginan balik.
b. Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrasksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur suhu ruangan, yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40-50˚C.
d. Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur
penagas air (bejana infus tercelup dalam penagas air mendidih,
temperatur 96-98˚C) selama 15-20 menit.
e. Dekokta adalah ekstraksi dengan metode infus dilakukan pada waktu yang
lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

Ekstraksi padat cair adalah satu atau beberapa komponen yang


dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Pada
ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi bahan dicampur dengan pelarut,
maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan
melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi
terbentuk dibagian dalam bahan ekstraksi (Wahyuni dkk, 2004).
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Prinsip refluks yaitu: penarikan komponen
kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas
bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan
menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian
seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi
sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan
langsung (Ditjen POM, 1986). Kerugiannya adalah membutuhkan volume
total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator (Ditjen
POM, 1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia
yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan
mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah atau biji dan
herba. Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
ditambahkan pelarut organik misalnya metanol sampai serbuk simplisia
terendam kurang lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari
volume labu kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada water
bath atau heating mantel lalu kondensor dipasang pada labu alas bulat
yang dikuatkan dengan klem pada statif. Aliran air dan pemanasan (water
bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 3 jam
dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam wadah penampung dan
ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi
dilakukan sebanyak 3 – 4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian dilakukan pengujian
selanjutnya (Adrian, 2000).
Gambar 1. Peralatan Refluks

Kurkumin merupakan senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi


rimpang tanaman kunyit (Curcuma domestica Rhizome) yang
mengandung desmetoksikurkumin, kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin,
yang ketiganya sering disebut sebagai kurkuminoid. Kandungan utama
dari kurkuminoid adalah kurkumin yang berwarna kuning jingga. Arah
pengembangan tanaman obat ditujukan untuk pemenuhan industri dalam
negeri, farmasi, kosmetika, industri rumah tangga, jamu gendong, dan
ekspor. Ada banyak data dan literatur yang menunjukkan bahwa
kandungan kurkumin dalam kunyit (Curcuma domestica) berpotensi besar
dalam aktivitas farmakologi yaitu anti inflamatori, anti imunodefisiensi,
anti virus (virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti
karsinogenik dan anti infeksi. (Chattopadhyay et al., 2004)
Berdasarkan penelitan Chearwae, analisa KLT ekstrak kasar
kurkuminoid dengan menggunakan fase gerak kloroform : etanol : asam
asetat dengan perbandingan 94 : 5 : 1 (v/v/v) juga menghasilkan 3 spot
utama berwarna oranye. Spot yang terakhir kali terelusi (paling non polar)
yaitu spot A diidentifikasi sebagai kurkumin (1), kemudian spot B sebagai
demetoksikurkumin (2) dan spot C sebagai bisdemetoksikurkumin (3).
Jika dianalisa berdasarkan kepekatan warna dan luas spot pada plat KLT,
kurkumin merupakan pigmen yang paling dominan yang terdapat pada
kunyit. Fase gerak yang digunakan sudah cukup baik dalam memisahkan
ketiga pigmen kurkuminoid dalam ekstrak kasar sehingga dapat diterapkan
dalam isolasi dengan kromatografi kolom. (Chearwae, et al., 2004)

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan


perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen
campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal.
Sedangkan komponen yang mudah larut di dalam fase gerak akan bergerak
lebih cepat. (Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode
isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya
partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap
komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan
yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan
(Hostettmann et al, 1995).
Kromatografi kolom, disebut demikian karena penggunaan kolom
gelas pada metode ini. Proses kromatografi kolom yang sering digunakan
untuk memisahkan pigmen pada tumbuhan. Campuran pigmen tersebut
dimasukkan pada kolom gelas yang berisi aluminia. Pelarut kemudian
dialirkan agar membawa campuran melewati kolom. Pigmen akan
bergerak turun melewati kolom dengan kecepatan bergantung pada kuat
tidaknya adsorpsi pigmen pada aluminia. Pigmen yang teradsorp lemah
pada aluminia akan melewati kolom dengan cepat daripada pigmen yang
teradsorp kuat. Pigmen ini akan terpisah dan terkumpul pada wadah
berbeda saat keluar dari kolom. (Clark, 2007).

IV. Alat dan bahan


Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas kimia, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, batang pengaduk, pipet tetes, rotary evaporator,
erlenmeyer, kolom kromatografi, klem, lampu UV, pipa kapiler, plat KLT,
spatula, statip, penangas air, plat KLT preparatif, saringan vakum, refluks,
kaca mata, neraca digital, dan melting block.
Bahan yang digunakan pada percoban ini adalah diklorometan, n-
heksana, metanol, rimpang kunyit, silika gel, vaselin, tisu, aquadest, dan
kertas saring.

V. Prosedur
Isolasi Senyawa Kurkumin dengan Cara Refluks
40 gram rimpang kunyit dimasukka kedalam labu refluks dan
ditambahkan dengan 1000 ml diklorometana. Campuran kemudian
disaring dengan saringan vakum hingga diperoleh laurutan kuning.
Larutan kemudian dipekatkan melalui rotary evaporator, diperoleh residu
kuning kemerahan, kemudian dicampurkan dengan 20 ml n–heksana lalu
diaduk secara merata. Campurkan kemudian disaring lagi dengan
penyaringan vakum.
Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Padatan yang dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan metode
kromatografi lapis tipis, digunakan eluen CH2Cl2 : MeOH = 9 : 1 yang
akan menunjukan 3 komponen utama.
Uji Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom di buat dengan menggunakan 15 gram silica
gel dan eluen CH2Cl2 : MeOH = 99 : 1 dengan tinggi kolom berkisar
antara 15–20 cm. lalu dilarutkan ekstrak kasar 0,3 gram yang di peroleh
dengan sedikit pelarut CH2Cl2 : MeOH = 99 : 1 dan kemudian di teteskan
perlahan pada bagian atas kolom (jangan merusak kolom). Dielusi hingga
komponen pertama habis. Dilakukan monitoring dengan menggunakan
KLT, digabungkan fraksi yang mengandung komponen pertama kemudian
dikeringkan, lalu dilakukan pengujian dengan spektrum UV dan IR dari
senyawa murni yang berhasil di isolasi.
Uji kromatografi lapis tipis preparatif (KLT preparatif)
Dilarutkan 0,1 gram ekstrak kasar dengan sedikit mungkin pelarut
CH2Cl2 : MeOH = 99 : 1, ditotolkan pada batas awal plat KLT preparatif
menggunakan pipa kapiler. Setelah noda kering, dielusikan dengan
CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3. Hasil elusi dilihat dibawah sinar UV. Bagian
pita yang dipilih dan dikerok, hasil kerokan dimasukkan kedalam gelas
kimia dan ditambahkan dengan diklorometana. Disaring dan dicuci dengan
pelarut yang sama. Filtrat diuapkan dengan rotary evaporator dan
dilakukan uji kemurnian dengan KLT eluen menggunakan CH2Cl2 :
MeOH = 97 : 3.
VI. Data pengamatan
Kromatografi Kolom.

Tabung 1 :

2,5 4
Bercak 1 : =0,47 Bercak 2 : =0,75
5,3 5,3

Tabung 2 :

2,5
Bercak 1 : =0,47
5,3

Tabung 3 :

1 2,7
Bercak 1 : =0,16 Bercak 2 : =0,45
6 6

Tabung 4 :

1,2 2,6
Bercak 1 : =0,19 Bercak 2 : =0,42
6,1 6,1

Tabung 5 :

1,6 3,7
Bercak 1 : =0,26 Bercak 2 : =0,616
6 6

Tabung 6 :

1,5 3,6
Bercak 1 : =0,254 Bercak 2 : =0,61
5,9 5,9

Tabung 7 :

1 2,3
Bercak 1 : =0,19 Bercak 2 : =0,43
5,3 5,3

Tabung 8 :

1,2 2
Bercak 1 : =0,2 Bercak 2 : =0,37
5,4 5,4

Tabung 9 :
1,2
Bercak 1 : =0,20
5,9

Tabung 10 :

1,1
Bercak 1 : =0,19(0,186)
5,9

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.


Nilai KLT Preparatif
6,7
1. Rf : =0,37
18
11
2. Rf : =0,61
18
15
3. Rf : =0,83
18

Bobot krus kosong :

1. 23,02g
2. 30,32g
3. 20,91g

Bobot krus beserta isi nya :

1. 23,22g
2. 30,60g
3. 21,24g

2,80−0,53
Perhitungan Rendemen : ×100=1,89 %
120

23,22−23,02
1. ×100=0,16 %
120
30,60−30,32
2. × 100=1,89 %
120
21,24−20,91
3. ×100=0,275 %
120
Dilakukan KLT setelah dilakukan KLT Preparatif pada pola yang
berwarna dihasilkan nilai Rf :

1
1. Rf : =0,18
5,5
1,5 2 3,3
2. a. Rf : =0,27 b. Rf : =0,36 c. Rf : =0,6
5,5 5,5 5,5
2,5
3. Rf : =0,45
5,5

Kromatografi Lapis Tipis : Jarak pelarut : 6cm

1,3
1. Fraksi 1: =0,217
6
3,2
2. Fraksi 2: =0,53
6

4,4
Fraksi 3: =0,73
6

VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan yang
berjudul isolasi kurkumin dari kunyit. Secara keseluruhan praktikum kali
ini terdiri dari 3 percobaan, yaitu: 1) isolasi senyawa kukurkumin dengan
cara refluks, pada percobaan tersebut bertujuan mengekstraksi senyawa
kukurkumin yang terdapat dalam kunyit dengan cara refluks, adapun
prinsip dari refluks adalah ekstraksi padat cair dengan cara panas
berdasarkan perbedaan kepolaran, 2) Uji kromatografi kolom, pada
percobaan tersebut bertujuan untuk pemurnian hasil isolasi dengan metode
kromatografi kolom, adapun prinsip dari kromatografi kolom adalah
pemisahan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran dan kecepatan
migrasi, 3) Mengidentifikasi pemisahan dengan kromatografi lapis tipis,
prinsip dari kromatografi lapis tipis adalah pemisahan sampel berdasarkan
perbedaan kepolaran dan kecepatan migrasi serta dengan cara KLT
preparatif.
Sebelum dilakukan pengujian dengan KLT, Rimpang kunyit
diektraksi terlebih dahulu untuk mendapatkan senyawa kurkumin.
Rimpang kunyit kering di refluks dalam diklorometan (DCM). Refluks
merupakan metode ekstraksi panas (membutuhkan pemanasan pada
prosesnya), Dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat
proses ekstraksi. Secara umum pengertian refluks sendiri adalah ekstraksi
dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Suhu
refluks yang digunakan tidak terlalu tinggi agar tidak menghambat proses
ekstrasi sehingga semua kurkumin dapat diekstrasi. Penggunaan
diklorometana (pelarut non polar) ini bertujuan untuk melarutkan
senyawa-senyawa organik pada kunyit yang cenderung bersifat non polar.
Kurkumin memiliki sifat semi polar tapi lebih ke non polar sehingga
penggunaka DCM tepat untuk melarutkan kurkumin. Setelah di refluks
selama 1 jam, labu jangan di angkat terlebih dahulu. Dibiarkan beberapa
saat agar uap mengalir ke kondensor. Kemudian di saring dengan vacum ,
agar terpisah antara ekstrasi dengan ampas kunyit. Diambil filtrat pada
tabung, lalu di evaporasi dengan alat evaporator. Fungsi dari evaporator
untuk melakukan pemekatan dan menguapkan DCM hingga diperoleh
residu berwarna kuning kemerahan. Hasil residu kuning kemerahan
ditambahkan n-heksana untuk melarutkan residu karena residu sudah
menjadi ekstraksi kering maka dilakukan pengerokan pada dinding labu.
N-heksana berfungsi untuk melarutkan pengotor, selain itu digunakannya
n-heksana karena bersifat non polar. Setelah dikerok, kemudian di saring
dengan vacum. Hasil vacum yang diambil adalah ekstraksi yang tertinggal
di kertas saring berwarna orange kemerahan.
Disiapkan eluen CH2Cl2 : MeOH (9:1) lalu masukan kedalam
chamber .Eluen yang digunakan untuk proses elusi terdapat dua jenis yaitu
eluen yang lebih polar dan eluen yang kurang polar. Hal ini dimaksudkan
untuk mencapai semua tingkat kepolaran sehingga eluen ini dapat
mengangkat noda yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. CH2Cl2
bersifat non-polar sedangkan MeOH bersifat polar. Ditunggu hingga
chamber jenuh. Sampel yang diperoleh setelah penimbangan 2,80 gram.
Sehingga hasil % rendemen yaitu 1,84 %.
Setelah didapat sampel ekstraksi , maka dilakukan uji kromatografi
lapis tipis. Larutkan ekstraksi yang sudah didapat dengan sedikit eluen ,
kemudian di totolkan pada plat KLT yang sudah diberi tanda batas dari
dimulainnya elusi sampai batas akhir elusi. Penotolan dengan
menggunakan pipa kapiler ,dilakukan sebanyak 3 kali penotolan agar tidak
terlalu pekat saat dielusi. Setelah chamber jenuh maka dimasukan plat
KLT ke chamber. Ditunggu elusi sampai tanda batas, dari hasil elusi
diperoleh 10 spot noda. Dari hasil tersebut bisa dipilih 3 noda yang
memiliki nilai Rf yang bagus berkisar antara 0,2-0,8. Karena diperkirakan
menunjukkan komponen zat aktif yang dominan pada kunyit ada 3 macam
senyawa yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan bis-
demestoksikurkumin.
Pembuatan kolom dengan metode basah. Disiapkan silica gel yang
dilarutkan dengan eluen CH2Cl2 : MeOH (99:1). Silica gel dan eluen
diaduk terus menerus agar tetap homogen dan eluen yang digunakan
sampai silica gel tidak mengendap dan kering. Sebelumnya dimasukkan
kapas kedalam kolom yang bertujuan untuk menyaring dan menahan silika
gel. Silika yag dilarutkan eluen dimasukan ke dinding kolom secara
kontinyu sedikit demi sedikit , dengan kran kolom dibuka. Eluen dibiarkan
mengalirkan hingga silika gel memadat. Tetapi kolom sambil diketuk-
ketuk sedikit agar kolom yang masih terdapat gelembung udara bisa
dipadati oleh silika. Setelah silika gel memadat, eluen dibiarkan mengalir
sampai batas adsorben kemudian kran ditutup. Eluen tidak boleh dibiarkan
sampai habis agar silica tidak kering dan tidak terjadi retak didalam kolom.
Selain itu, agar proses pemisahan zat berjalan optimal. Sampel
dimasukkan perlahan dan sedikit pada dinding kolom agar tidak merusak
permukaan silika. Setelah dimasukan semua sampel ditambahkan eluen
untuk mengelusi sampel untuk melewati kolom. Dikolom terjadi
pemisahan yang menghasilkan 3 warna yaitu orange kecoklatan, orange,
dan kuning Perbedaan warna ini menunjukkan adanya perbedaan senyawa
atau zat aktif yang dipisahkan. Semakin pekat warna, maka semakin
banyak zat aktif atau senyawa yang terpisahkan. Komponen berwarna
kuning adalah kurkumin. Selain itu, kurkumin adalah senyawa non polar,
terbukti bahwa dia tidak berikatan terlalu lama dengan fasa diam silika gel.
Sedangkan komponen berwarna oranye yang berada ditengah merupakan
senyawa semipolar yaitu bis-demetoksikurkumin, dan senyawa yang
paling polar adalah komponen berwarna orange kecoklatan yaitu
Desmetoksikurkumin.

VIII. Kesimpulan
 Hasil Refluks didapat ekstrak kasar rimpang kunyit dengan
rendemen 1,84%
 Hasil KLT yang didapat mempunyai 3 spot dengan nilai fraksi yang
berbeda beda yakni 0,217 , 0,53 dan 0,73.
 Pada pemurnia hasil isolasi dengan cara kromatografi kolom
didapatkan 10 fraksi dengan nilai Rf yang berbeda-beda.
 KLT preparatif didapat 3 nilai rf dengan hasil rendemen yakni
0,16%, 0,23%, dan 0,27%.
Daftar Pustaka

Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan


Obat”. Pusat Penelitian. Universitas Negeri Andalas.
Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U. and Banerjee, R.K.
(2004). Tumeric and Curcumin: Biological actions ans medicinal
applications. Current Science. 87 (1) : 44 - 53.
Chearwae, W., Anuchapreeda, S., Nandigama, K., Ambudkar, S. V., dan
Limtrakul, P. (2004). “Biochemical mechanism of modulation of
human P-glycoprotein (ABCB1) by curcumin I, II, and III purified
from Turmeric powder”. Biochemical Pharmacology 68.
Clark, Jim. 2007.  Kromatografi Lapis Tipis. "http://chem-is-try.org”
diakses  pada tanggal 8 Juni 2016 pukul : 01.23 WIB

Depkes RI. (2000). Metode Ekstraksi. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia : Jakarta
Ditjen POM. (1986), Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit
ITB. Bandung
Hostettmann K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara
Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB. Bandung
Wahyuni, dkk. (2004). Ekstraksi Kurkumin dari Kunyit. Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia.

Anda mungkin juga menyukai