Anda di halaman 1dari 8

BAB I

(Pendahuluan)
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulaun yang memiliki hutan
tropikal terbesar kedua di dunia dengan keanekaragaman hayati dan
dikenal sebagagai salah satu negara” megabiodiversity” kedua setelah
Brazilia. Diperkirakan indonesia menyimpan tumbuhan potensi obat
sebnayak 30.000 jenis diantaranya 940 jenis telah dinyatakan
berkhasiat obat, 78% masih diperoleh langsung dari hutan (Dianto et
al.,2015). Masnyarakat menggunakan bahan alam sebagai obat secara
turun temurun untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat (Hakim et al., 2017).
Salah datu tumbuhan yang berpotensi dikembangkan sebagai
bahan baku obat adalah kelor (Moringa oleifera Lam). Termaksud ke
dalam familia Moringaceae dan mudah tumbuh di daerah tropis. Kelor
memiliki manfaat dan khasiat yang tersebar pada semua bagiannnya
salah satunya bagian daun yang digunakan mengobati berbagai
penyakit diantaranya antihipertensi, diuretik, analgetik, antipiretik dll.
Daun kelor memilki kandungan senyawa fitokimia berupa tanin,
sterol, saponin, terpenoid, dan flavanoid (Gopalakrishnan et al., 2016)
Penarikan senyawa metabolit sekunder digunakan metode ektraksi.
Dimana ektraksi adalah proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhrini, 2014).
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana metode ektraksi yang diguanakan untuk
menarik senyawa dari dalam tanaman ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui metode ektraksi yang digunakan untuk
menarik senyawa dari dalam tanaman
BAB II
(Tinjauan Pustaka)
2.1. pengertian Ektraksi

Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat


ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar
muka, kemudian berdifusi ke dalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan
maka zat aktifnya akan diperoleh (Adrian,2000).

Tujuan ektraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif


bagian tanaman obat, hewan, dan beberapa jenis hewan termaksud biota
laut. Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan, dan beberapa
jenis ikan pada umumnya mengandung senyawa-senyawa yang mudah
larut dalam pelarut organik (Adrian,2000).

Proses pengekstraksian komponen kimia salam sel tanaman adalah


pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengadung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di
luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di
dalam dan d luar sel (Adrian,2000).

2.2. Jenis-jenis ektraksi bahan alam yang sering dilakukan yaitu

2.2.1. Ektraksi cara dingin


2.2.1.1.Maserasi
metode maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana,yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya.
Metode maserasi yang digunakan untuk menyari simplisia
yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan
penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks, dan lilin.
Keuntungan penyarian dengan cara maserasi adalah
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diusahakan sedangkan kerugiannya lebih lama dan penyariannya
kurang sempurna (Adrian,2000).
Maserasi bisa dilakukan modifikasi misalnya
a. Digesti
Maserasi denga menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pada suhu 40-50˚C. Maserasi ini hanya dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
b. Remaserasi
Cairan penyari dibgai 2. Seluruh serbuk simplisia
simaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah
dienaptuangkan dan d peras, ampas dimasersi lagi dengan
cairan penyari yang kedua.
c. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar
cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini
penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan
melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
Keuntungan cara ini yaitu
a. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.
b. Cairan penyari akan disitribusikan secara seragam,
sehingga akan memperkecil kepekaan setempta.
c. Waktu yang diperlukan lebih pendek.
d. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat
dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa
akan berhenti bila keseimbangan telah terjdi. Masalah ini
dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat
e. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-
menerus waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6
sampai 24 jam. (Adrian,2000).

2.2.1.2Perkolasi

Cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan


cairan penyari memalui serbuk simplisia yang telah
dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara
lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler, dan daya
gesekan. Alat yang digunakan ada perkolator
(friksi)(Tobo,2001).

Ekstraksi cara panas


a. Soxhletasi

Penyarian simplisia secara berkesinambunga, cairan


penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin
balik dan turun menyari simplisia di dalam klonsong
dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat
setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung
hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang
ditandai denga beningnya cairan penyari yang memlaui
pipa siphon tersebut atau jika dididentifikasi dengan
KLT tidak memberikan noda lagi (Adrian,2000).

b. Refluks
Ekstraksi menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Cara penyariannya, bahan direndam dengan
cairan penyari dalam labu alas bulat yang dielngkapi
alat pendingin tegak (kondensor lurus), kemudian
ditempatkan diatas mantel dan disambungkan ke
sumber listrik kemudian di stel pada suhu yang sesuai
sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap
tersebut akan dikondensasi oleh pendingin balik
sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-
molekul cairan. Proses ektraksi berlamgsung secara
berkesinambungan. Lakukan 3 kali dan setiap kali
ektraksi selama 4 jam.(Adrian,2000)
c. Destilasi uap air
Dapat digunakan untuk mempertimbangkan
simplisia yang mengandung komponen yang
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara
normal. Pada pemansan biasa kemungkinan akan terjdi
kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut
maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap
(Tobo,2001).
d. Infusa
Ektraksi dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90˚C selama 15 menit.
e. Dekoktan
Ektraksi dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90˚C selama 30 menit. (Tobo,2001).
2.3. Persyaratan pelarut yang ideal untuk ektraksi
1. Selektif, artinya pelarut dapat melarutkan semua zat drngan cepat
sempurna dan sedikit mungkin melarutkan bahan lain yang tidak
dibutuhkan.
2. Mempunyai titik didih yang rendah dan seragam
3. Tidak toksik dan ramah lingkungan
4. Mampu mengestrak semua senyawa dalam simplisia
5. Stabil secara fisik dan kimia
6. Bersifat inert dan tidak mudah terbakar
7. Mudah untuk dihilangkan dari esktrak
8. Tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa salam simplisa yang
diekstrak
9. Murah/ekonomis (Riza marjani, 2016).
2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhu ektraksi
1. Jenis pelarut mempengaruhu senyawa yang tersari, jumlah zat terlarut
yang terekstrak dan kecepatan ektraksi
2. Suhu secara umum kenaikan suhu meningkatkan jumlah zat terlarut ke
dalam pelarut
3. Ukuran partikel, laju ektraksi meningkat apabila ukuran partikel bahan
semakin kecil. Dalam artian rendeman ektrak akan semakin besar bila
ukuran partikel kecil
4. Pengadaduka, fungsi pengadukan untuk mempercepat terjdinya rekaksi
antara pelarut dengan zat terlarut.
Daftar Pustaka

Adrian, peyne.2000. Analisis Ektraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan


Obat,Pusat Penelitian, Universitas Negri Andalas.

Dianto, I. Anam, S. Khumaidi,A.2015. Studi Etnofarmasi Tumbuhan Berkhasiat


Obat Pada suku Kaili Ledo Di Kabupaten Sigi, Provensi Sulawesi
Tengah.GALENIKA journal of pharmacy Vol.1(2) hal:85-91.

Hakim et al.2017. indentifikasi senyawa kimia ektrak etanol mentimun (Cucumis


sativus L.) dan ektrak etanol nanas (Ananas comosus L) Merr. Jurnal
pharmascience.vol.4. no01feb 2017.hal 34-38.

Marjoni, riza.2016. Dasar-Dasar Fitokimia untuk Diploma III Farmasi.

Tobo, F.2001. Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia I. UNHAS: Makassar.

Ubuy, bey.2011. Ektraksi Padat Cair. Ektraksi padat cair html. Diakses pada
tanggal 6 juni 2016.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai