TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2 Zingerone
Mempunyai rumus kimia C11H14O3, berat molekul 194,22 g/mol . Merupakan anggota
Methoxyphenol dan turunannya. Memiliki cincin fenolik dasar dengan gugus metoksi yang
melekat pada cincin benzene. Zingerone diketahui memiliki aktivitas farmakologis yang kuat
(Zhang, Li, Chen, Peng, & Cai, 2012). Gingerol dapat berubah menjadi zingeron dan
heksanal melalui reaksi pemecahan retroaldol serta menjadi shogaol melalui dehidrasi pada
pemanasan di atas 200°C (Grosch & H–D, 1999).
2.3 Ekstraksi
Ektrasi adalah sebuah proses pemisahan suatu zat padat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstral substansi yang
diinginkan tanpa melarutkan material yang lain. Secara garis besarnya, proses pemisahan
ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel, bisanya melalui
proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel (Wilson I, Michael, Colin F, & Edward R, 2000).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada
bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan antioksidan yang terdapat pada
tumbuhanpada umumnya diekstrak dengan pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah
dan jenis senyawa yang masuk kedalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang
digunakan dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase pembilasan,
pelarut membilas komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada proses penghancuran
sebelumnya. Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel dan pelonggaran
kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang
menyebabkan pelarut dapat dengan mudah masuk kedalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut
ke dalam pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya gaya
yang ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di dalam dan di luar
sel (R.Voight, 1995).
Pemisahan dapat terjadi karena adanya driving force yaitu perbedaan kemampuan
melarutkan komponen dalam campuran. Secara garis besar proses esktraksi padat cair seacara
umum terdiri dari lima tahap yaitu :
1. Pelarut berpindah dari bulk ke seluruh permukaan padatan (terjadi pengontakan antara
pelarut dengan padatan). Proses perpindahan pelarut dari bulk solution ke permukaan
padatan berlangsung seketika saat pelarut dikontakkan dengan padatan. Proses
pengontakan ini dapat berlangsung seketika saat pelarut dikontakkan dengan padatan.
2. Pelarut berdifusi ke dalam padatan. Proses difusi ke padatan dapat terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi (Driving force) anatara solute di pelarut dengan solute di padatan.
3. Solute yang ada dalam padatan larut ke dalam pelarut. Solute dapat larut ke dalam pelarut
karena adanya gaya elektrostatik antar molekul, yaitu disebut gata dipol-dipol, sehingga
senyawa yang bersifat polar-polar atau nonpolar-nonpolar dapat saling berikatan. Selain
itu juga terdapat gaya dipol-dipol induksi atau gaya London menyebabkan senyawa polar
dapat larut atau sedikit larut dengan senyawa nonpolar.
4. Solute berdifusi dari padatan menuju permukaan padatan. Proses difusi ini disebabkan
oleh konsentrasi solute dalam pelarut yang berada di dalam pori-pori padatan lebih besar
daripada permukaan padatan.
5. Solute berpindah dari permukaan padatan menuju bulk solution. Pada tahap ini, tahanan
perpindahan massa solute ke bulk solution lebih kecil daripada di dalam padatan. Proses
esktraksi ini berlangsung hingga kesetimbangan tercapai yang ditujukkan oleh
konsentrasi solute dalam bulk solution menjadi konstan atau tidak ada perbedaan
konsentrasi solute dalam bulk solution dengan padatan ( driving force bernilai nol atau
mendekati nol ) (Geankoplis, C. J., 1993)
Pada bahan alami, solute biasanya terkurung di dalam sel sehingga pada proses
pengontakan langsung antara pelarut dengan solute mengakibatkan terjadinya pemecahan
dinding sel karena adanya perbedaaan tekanan antara di dalam dengan di luar dinding sel. Proses
difusi solute dari padatan menuju permukaan padatan dan solute berpindah dari permukaan
padatan menuju cairan berlangsung secara seri. Apabila salah satu berlangsung relatif lebih
cepat, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh proses yang lambat, tetapi bila kedua proses
berlangsung dengan kecepatan yang tidak jauh berbeda, maka kecepatan ekstraksi ditentukan
oleh kedua proses tersebut (Sediawan & Prasetya, 1997).
Proses ekstraksi dalam air sub kritis memiliki tiga tahapan yang sangat mempengaruhi
efektifitas dari proses ekstraksi, yaitu :
1. Desorpsi komponen terlarut dari matrik dimana ekstrak tersebut terikat. Semakin tinggi
suhu rekasi maka semakin banyak komponen terlarut lepas dari matriknya.
2. Difusi air sub kritis ke dalam matrik organik. Semakin tinggi suhu reaksi, maka akan
menyebabkan air memiliki viskositas dan tegangan permukaan interface yang lebih
rendah. Hal ini menyebabkan air sub kritis bisa lebih banyak berdifusi.
3. Disolusi komponen analit ke dalam air sub kritis karena terjadi perbedaan konsenstrasi
anatara matrik dan air sub kritis (Adam et al., 2011).
Penggunaan teknologi air sub kritis mulai di kembangkan dalam proses produksi biodiesel,
ekstraksi, ataupun medium yang berkatalis (Yulia, 2014).
2.5 Spektrofotometri
2.5.1 Pengertian Spektofotometri
Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang (Gandjar & Ibnu, 2007)
𝜀 ………….……………(3)
Rancangan eksperimen orde II yang digunakan adalah rancangan faktorial 3k (Three Level
Factorial Design), yang sesuai untuk masalah optimasi. Dimana Xi, Xj adalah variabel input
yang mempengaruhi respon Y; Ro, Ri, Rii dan Rij (i = 1-k, j = 1-k) adalah parameter yang
dikenal, dan ε adalah kesalahan acak. Model orde kedua dirancang sehingga variansi Y konstan
untuk semua titik yang berjarak sama dari pusat desain. Kemudian dari model orde II ditentukan
titik stasioner, karakteristik permukaan respon dan model optimasinya.