Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui proses ekstraksi
menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan diuapkan kembali sehingga
zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari ekstrak yang dihasilkan dapat berupa
ekstrak kental atau kering tergantung jumlah pelarut yang diuapkan (Marjoni,
2016).
Menurut Ditjen POM (1995) Ekstrak merupakan sediaan kental yang
diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian, sebagian atau seluruh
bagian pelarut diuapkan hingga menyisakan serbuk/kerak (crude). Serbuk yang
tersisa kemudian diperlakukan dngan beberapa perlakuan yang berbeda untuk
mendapatkan hasil atau memenuhi baku yang telah ditentukan.
2.1.2 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat
aktif tersebut terdapat didalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan memiliki
perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan
pelarut untuk mengekstraksinya. (Tobo, 2011).
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstrak
adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, hingga
memenuhi baku yang ditetapkan (Marjoni, 2016).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat
tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
berbeda. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang
didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran,
biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan diekstrak
biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk
atau simplisia (Sembiring, 2007).
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang
digun akan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan
masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi
masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang sampai terjadi keseimbangan
konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel
(Marjoni, 2016).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Secara garis besar, proses
pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu (Wilson, et al.,
2000). :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan
sampel, biasanya melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut
membentuk fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel
Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan
ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah di
tetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat
dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan
pelarutnya (Tiwari et al., 2017).
Umumnya ekstraksi dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat-zat
berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Simplisia (tumbuhan atau
hewan) mengandung bermacammacam zat atau senyawa tunggal, beberapa
mengandung khasiat obat. Zat–zat yang berkhasiat atau zat–zat lain umumnya
mempunyai daya larut dalam cairan pelarut tertentu, dan sifat–sifat kelarutan ini
dimanfaatkan dalam ekstraksi (Syamsuni, 2017).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan
antioksidan yang terdapat pada tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan
pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang
masuk kedalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan
dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase
pembilasan, pelarut membilas komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada
proses penghancuran sebelumnya. Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi
pembengkakan dinding sel dan pelonggaran kerangka selulosa dinding sel
sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat
dengan mudah masuk kedalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut ke dalam
pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya
gaya yang ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat
di dalam dan di luar sel (Syamsuni, 2017).
Pelarut yang digunakan dalam metode ekstraksi tergantung pada tekstur dan
kandungan bahan dalam tumbuhan. Senyawa atau kandungan dalam tumbuhan
memiliki kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Pelarut yang
biasa digunakan antara lain kloroform, eter, alkohol, methanol, etanol, dan etil
asetat. Ekstraksi biasanya dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelarut yang
non polar (kloroform atau n-heksana), semi polar (etil asetat atau dietil eter), dan
pelarut polar (methanol atau etanol) (Harbone, 1996).
Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus memenuhi dua syarat,
pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang terbaik untuk bahan yang
diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat setelah pengocokkan.
Cairan penyari yang biasa dilakukan dalam metode maserasi dapat berupa air,
etanol, air dan etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka
menjaga timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan
pada awal penyarian (Depkes RI, 1986).
Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi ekstraksi menurut Ubay (2011)
1. Jenis pelarut Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah zat
terlarut yangterekstrak dan kecepatan ekstraksi.
2. Suhu Secara umum, kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat
terlarut ke dalam pelarut
3. Rasio pelarut dan bahan baku 7 Jika rasio pelarut bahan baku besar
maka akan memperbesar pula jumlah senyawa yang terlarut. Akibatnya laju
ekstraksi akan semakin meningkat.
4. Ukuran partikel Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran
partikel bahan baku semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan
semakin besar bila ukuran partikel semakin kecil.
5. Pengadukan Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat
terjadinya reaksi antara pelarutdengan zat terlarut.
6. Lama waktu Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan ekstrak
yang lebih banyak, karena kontak antara zat terlarut dengan pelarut lebih lama.
Menurut Harborne (1987), Metode ekstraksi dibedakan menjadi dua, yaitu
ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas
maserasi, perkolasi raperkolasi, dan diakolasi. Ekstraksi khusus terdiri atas
sokletasi, arus balik, dan ultrasonik. Metode yang digunakan pada Praktikum kali
ini yaitu ekstraksi dengan metode ekstraksi dingin yakni metode ekstraksi
maserasi dan perkolasi.
2.1.3 Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan dalam temperatur ruangan
(kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000).
Menurut Darwis (2000), maserasi merupakan proses peendaman sampel
yang menggnakan pelarut organik pada suhu ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam. Menurut Afifah (2012),
maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan hanya
dengan cara merendam simplisia dalam cairan penyari. Menurut Marjoni (2016),
maserasi adalah proses ektraksi sederhana yang dilakukan hanya dengan cara
merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama waktu tertentu pada
temperature kamar dan terlindung dari cahaya.
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan
ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang di gunakan
sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan
pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi (untuk
ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut di simpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering, samapai zat tertentu dapat terlarut.Metode ini paling
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al., 2017).
Metode ekstraksi maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
cara merendam bahan nabati menggunakan pelarut bukan air atau pelarut seperti
etanol encer selama waktu tertentu tanpa pemanasan, dilakukan pada suhu kamar
selama waku tertentu dengan sesekali diaduk atau digojok. Pinsip kerja dari
maserasi adalah proses melarutkan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya (like
dis-solved like) (Marjoni, 2016).
Metode maserasi dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan.
Proses ekstraksi komponen kimia dalam sel tanaman digunakan pelarut organik.
Pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik diluar sel, maka
larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di
luar sel (Skoog, 2002).
2.1.4 Modifikasi Maserasi
Modifikasi maserasi menurut Adrian (2000) :
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan diperoleh
keuntungan antara lain kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan
berkurangnya lapisan-lapisan batas, daya melarutkan cairan penyari akan
meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan
pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan
berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh
pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu
dinaikkan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi dua, Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi
lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah
terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat.
2.1.5 Prinsip Kerja Maserasi
Prinsip kerja maserasi meurut Marjoni (2016), adalah proses melarutnya zat
aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut. Ekstraksi zat aktif
dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam pelarut yang sesuai
selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang
digunakan, akan menembus dinding sel dan kemudian masuk kedalamm sel
tanaman yang penuh dengan zat aktif.
Menurut Sudjadi (1986), prinsip kerja maserasi adalah penyarian zat aktif
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang
sesuai selama 3 hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya. Cairan
penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel, isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan diluar sel.
2.1.6 Pelarut yang digunakan dalam maserasi
Menurut Farmakope Indonesia, pelarut yang dapat digunakan pada maserasi
adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Pilihan utama untuk pelarut pada maserasi
adalah etanol karena etanol memiliki beberapa keunggulan sebagai pelarut
diantaranya menurut Marjoni (2016) yaitu:
a. Etanol bersifat lebih selektif
b. Dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kuman
c. Bersifat non toksik (tidak beracun)
d. Etanol bersifat netral
e. Memiliki daya absorbsi yang baik
f. Dapat bercampur dengan air pada berbagai perbandingan
g. Panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit
h. Etanol dapat melarutkan berbagai zat aktif dan meminimalisir terlarutnya
zat pengganggu seperti lemak.
2.1.7 Keuntungan Dan Kerugian Maserasi
Keuntungan menggunakan metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan
peralatan yang digunakan sederhana, metode ekstraksi maserasi tidak dipanaskan
sehingga bahan alam tifak akan terurai, ekstraksi dingin memungkinkan banyak
senyawa terekstraksi, lebih hemat penyari, biaya operasionalnya relatif rendah.
Kekurangan metode ini adalah memerlukan banyak waktu, proses penyariannya
tidak sempurna karena zat aktif hanya tersari 50%, beberapa senyawa sulit
diekstraksi dalam suhu kamar (Marjoni, 2016).
Keuntungan dan kerugian metode maserasi menurut Ansel (1989) yakni :
1. Keuntungannya
a. Unit alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.
b. Biaya operasionalnya relative rendah
c. Prosesnya relative hemat penyari
d. Proses maserasi ini menguntungkan dalam isolasi bahan alam
2. Kerugiannya
a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktifnya hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja.
b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
c. Pelarut yang digunakan banyak.
d. Kemungkinan besar ada beberapa senyawa yang hilang saat ekstraksi
2.1.8 Metode Perkolasi
Percolare berrasal dari kata “colare” artinya menyerkai dan “per” artinya
menembus. Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut
perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan penyarinya, zat-zat akan
terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan sampai memenuhi
syarat yang telah ditetapkan. Pada proses penarikan, cairan penyari akan turun per
lahan-lahan dari atas melalui simplisia (Faishal, A. 2017).
Menurut Sutriani, L. (2008), perkolasi adalah metode ekstraksi dengan cara
dingin yang menggunakan pelarut yang selalu baru. Menurut Irwan (2010),
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang
telah dibasahi. Menurut Hendra et. Al (2008), perkolasi adalah metode ekstraksi
dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang mulanya dilakukan pada
temperatur ruangan.
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada suhu kamar ( Ditjen POM, 2000). Perkolasi juga
merupakan proses melewatkan pelarut organic pada sampel sehingga pelarut akan
membawa senyawa organik bersama-sama pelarut (Darwis, 2009).
Prinsip kerja perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang
disebut perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan
terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan sampai memenuhi
syarat yang ditentukan (Syamsuni, 2006).
Menurut Nugraha (2012), metode perkolasi merupakan salah satu prinsip
ekstraksi yaitu penyaringan zat aktif yang dilakukan dengan cara dipindahkan
kedalam bejana silindernyang bagiannbawahnya diberi sekat berpori, cairan
pelarut dialirkan dari atas kebawah melalui simplisia tersebut, pelarut akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadaan jenuh.
2.1 Uraian Tanaman
2.2.1 Sampel Daun Singkong (manihot esculenta)

Gambar 1. Daun Singkong


1. Klasifikasi Daun Singkong (manihot esculenta) (Bargumono, 2012)
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Species : Manihot esculenta
2. Morfologi Tanaman
Batang tanaman singkong berbentuk bulat diameter 2,5-4 cm, berkayu
beruas-ruas, dan panjang. Ketinggiannya dapat mencapai 1-4 meter. Warna batang
bervariasi tergantung kulit luar, tetapi batang yang masih muda pada umumnya
berwarna hijau dan pada saat tua berubah keputih-putihan, kelabu, hijau kelabu
atau coklat kelabu. Empulur batang berwarna putih, lunak, dan strukturnya empuk
seperti gabus. Singkong memiliki sistem perakaran tunggang atau dikotil. Batang
singkong bulat dan bergerigi yang disebabkan dari bekas pangkal tangkai daun,
bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan tingkat tinggi. Bunga pada
tanaman singkong muncul pada ketiak percabangan (Subandi, 2009).
Tanaman singkong bunganya berumah satu (monocious) dan kematangan
bunga jantan serta bunga betina berbeda waktunya sehingga proses
penyerbukannya bersifat silang. Bunga betina lebih dulu muncul dan matang. Jika
selama 24 jam bunga betina tidak dibuahi, bunga akan layu dan gugur.
Berdasarkan kemampuan berbunganya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
hanya dapat berbunga di dataran tinggi (>800 m diatas permukaan laut) dan dapat
berbunga di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Daun singkong memiliki tangkai panjang, helaian daunnya menyerupai
telapak tangan, tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar, tepi daun rata,
dan susunan tulang daunnya menjari. Bentuk singkong bermacam-macam, namun
kebanyakan berbentuk silinder dan meruncing, beberapa diantaranya bercabang
(Bargumono, 2012).
Ubi singkong yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan
fungsinya sebagai tempat penyimpanan makanan cadangan. Ubi berbentuk bulat
memanjang dan tiap tanaman menghasilkan 5-10 buah. Secara morfologis, bagian
ubi dibedakan menjadi tangkai, ubi, dan bagian ekor pada bagian ujung ubi.
Tangkai ujung bervariasi dari sangat pendek (< 1 cm) hingga panjang (> 6 cm)
Ekor ubi ada yang pendek dan ada yang panjang. Bentuk ubi beragam mulai agak
gemuk membulat, lonjong, pendek hingga memanjang. Bagian dalam singkong
berwarna putih atau kekuning-kuningan. (Saleh dkk., 2016).
3. Kandungan Kimia
Daun ubi kayu memiliki berbagai kandungan, salah satunya yaitu flavonoid.
Kandungan utama flavonoid daun ubi kayu adalah rutin yang merupakan glikosida
kuersetin dengan disakarida yang terdiri dari glukosa dan rhamnosa. Rutin
digunakan untuk menurunkan kerapuhankapiler, mereduksi permeabilitas kapiler
oleh jaringan, penanganan pendarahan retina (Kar, 2014).
4. Kegunaan
Manfaat daun singkong untuk terapi antara lain sebagai antikanker,
mencegah anemia, mencegah konstipasi, dan meningkatkan daya tahan tubuh
(Wirakusumah, 2002).
2.2 Uraian Hewan
2.3.1 Sampel Bintang Laut Biru ( Linckia Laevigata)
Gambar 1. Bintang Laut Biru (Linckia
Laevigata)

1. Klasifikasi Bintang Laut Biru ( Linckia Laevigata) (Lee dan Shin, 2014)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Spesies : Linckia Laevigata.
2. Morfologi Hewan
Bintang Laut biru merupakan anggota dari kelas Asteroidea (filum
Echinodermata) secara ekologis berperan sangat penting bagi ekosistem laut.
Kelas Asteroidea ini mempunyai species yang paling tinggi pada filum
echinodermata, yaitu hampir 1900 species yang masuk dalam 36 famili dan 370
genera di dunia (Mah dan Blake, 2012).
Bintang laut dapat hidup pada semua kedalaman dari intertidal sampai abisal
dan bisa ditemukan diseluruh perairan dunia, terutama daerah Atlantik tropis and
wilayah Indo-Pacifik. Asteroidea merupakan biota yang cukup komersial, yaitu
sebagai biota yang dipelihara dalam akuarium. Secara ekonomi, Asteroidea
memiliki peranan penting sehubungan dengan perannya sebagai pemakan kerang
yang dibudidaya (Barnes, 1980).
3 Kandungan Kimia
Bintang laut memiliki komponen aktif yang dibagi menjadi tiga kelompok
utama berdasarkan strukturnya yaitu asterosaponin, siklis steroidal glikosid dan
glikosid dari steroid polyhidroxylated (Guo et al. (2009)
4 Kegunaan
Menyatakan bahwa asterosaponin memiliki potensi aktivitas biologis yang
berguna sebagai antikanker, antibakterial, antiviral dan antifungi. Kandungan
senyawa bioaktif dan aktivitas antibakteri bintang laut yang dapat bermanfaat bagi
bidang pangan, farmasi dan industri untuk menentukan komponen bioaktif dan
aktivitas antimikrob dari bintang laut Culcita schemideliana. (Guo et al. (2009)
2.4 Uraian Bahan
2.4.1 Etanol (Rowe, 2006)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Rumus struktur :

Berat molekul : 46,07 g/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai desinfektan dan sebagai pelarut
2.4.2 Etil Asetat (Excipients, Edisi 6)
Nama Resmi : ETHYL ACETATE
Nama Lain : Etil asetat
Rumus molekul : C4H5O2
Rumus struktur :
Berat molekul : 88,1 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, bau seperti eter
Kelarutan : Larut dalam air, dalam metanol, dapat bercampur
dengan asetat, dietil etr dan benzen

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


Kegunaan : Sebagai pelarut
2.4.3 Metanol (FI III, 1979)
Nama Resmi : METANOL
Nama Lain : Metanol
Rumus Molekul : CH3OH
Berat Molekul :
32,04 g/mol Rumus
Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas


Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2.4.4 N-Heksana (Farmakope Indonesia Edisi IV : 1158)
Nama Resmi : N-HEKSANA
Rumus Molekul : C6H14
Berat Molekul : 86,18 g/mol
Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan jernih, mudah menguap,
bau seperti eter lemah atau bau seperti
petroleum
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol mutlak, dapat
dicampur dengan eter, dengan kloroform, dengan
benzena, dan dengan sebagian besar minyak lemak
dan minyak atsiri.
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Anda mungkin juga menyukai