Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
suatu pelarut cair. Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat
berdasarkan pelarut yang tepat, baik itu pelarut organik atau pelarut anorganik
(Dotulong, 2018).
Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen
zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar
muka kemudian terdifusi masuk ke dalam pelarut. Salah satu pentingnya
ekstraksi adalah untuk menghasilkan rendemen yang berfungsi sebagai
indikasi keberhasilan proses ekstraksi. Rendemen ekstrak dapat digunakan
sebagai parameter standar mutu ekstrak (DepKes, RI., 1986).
Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan
dengan berat bahan baku (Yuniarifin, dkk, 2006). Nurhayati dkk, (2009)
menyatakan bahwa nilai rendemen yang tinggi menunjukkan banyaknya
komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya.
Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir
(berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang
digunakan) dikalikan 100% (Sani et al, 2014). Nilai rendemen juga berkaitan
dengan banyaknya kandungan bioaktif yang terkandung pada Sansevieria sp.
Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung dalam tubuh hewan
maupun tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan
manusia, diantaranya dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan, antibakteri,
antiinflamasi, dan antikanker.
Rendemen suatu ekstrak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya adalah jenis pelarut dan konsentrasinya tidak kurang dari 10%.

1
Berdasarkan uraian diatas praktikum ini dilakukan untuk mengetahui
nilai rendemen yang baik berdasarkan dari perbandingan metode maserasi,
refluks, dan sohletasi.

B. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui perbandingan hasil rendemen ekstrak biota darat
dengan perbedaan metode ekstraksi maserasi, refluks, dan sokhletasi
menggunakan pelarut etanol 96%.
C. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi
pada lapisan antar muka kemudian terdifusi masuk ke dalam pelarut. Salah
satu pentingnya ekstraksi adalah untuk menghasilkan rendemen. Semakin
tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa ekstrak yang dihasilkan semakin
besar.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekstraksi
Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan
komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam menentukan tujuan
dari suatu proses ekstraksi, perlu diperhatikan beberapa kondisi dan
pertimbangan berikut ini menurut Marjoni (2016) adalah sebagai berikut:
1. Senyawa kimia yang telah memiliki identitas
Untuk senyawa kimia telah memiliki identitas, maka proses ekstraksi
dapat dilakukan dengan cara mengikuti prosedur yang telah
dipublikasikan atau dapat juga dilakukan sedikit modifikasi untuk
mengembangkan proses ekstraksi.
2. Mengandung kelompok senyawa kimia tertentu
Dalam hal ini, proses ekstraksi bertujuan untuk menemukan kelompok
senyawa kimia metabolit sekunder tertentu dalam simplisia seperti
alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Metode umum yang dapat digunakan
adalah studi pustaka dan untuk kepastian hasil yang diperoleh, ekstrak
diuji lebih lanjut secara kimia atau analisa kromatografi yang sesuai untuk
kelompok senyawa kimia yang dituju.
3. Organisme (tanaman atau hewan)
Penggunaan simplisia dalam pengobatan tradisional biasanya dibuat
dengan cara mendidihkan atau menyeduh simplisia tersebut dalam air.
Dalam hal ini, proses ekstraksi yang dilakukan secara tradisional tersebut
harus ditiru dan dikerjakan sedekat mungkin, apalagi jika ekstrak tersebut
akan dilakukan kajian ilmiah lebih lanjut terutama dalam hal validasi
penggunaan obat tradisional.
4. Penemuan senyawa baru
Untuk isolasi senyawa kimia baru yang belum diketahui sifatnya dan
belum pernah ditentukan sebelumnya dengan metoda apapun maka,

3
metoda ekstraksi dapat dipilih secara random atau dapat juga dipilih
berdasarkan penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa
kimia yang memiliki aktivitas biologi khusus.
Beberapa jenis-jenis ekstraksi menurut (Marjoni, 2016) :
1. Berdasarkan bentuk substansi dalam campuran
a. Esktraksi padat-cair
Proses ekstraksi padat-cair ini merupakan proses ekstraksi yang
paling banyak ditemukan dalam mengisolasi suatu substansi yang
terkandung di dalam suatu bahan alam. Proses ini melibatkan substan
yang berbentuk padat di dalam campurannya dan memerlukan kontak
yang sangat lama antara pelarut dan zat padat. Kesempurnaan proses
ekstraksi sangat ditentukan oleh sifat dari bahan alam dan sifat dari
bahan yang akan diekstraksi.
b. Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi ini dilakukan apabila substansi yang akan diekstraksi
berbentuk cairan di dalam campurannya.
2. Berdasarkan penggunaan panas
a. Ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak
senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan
terhadap panas atau bersifat thermolabil. Contoh ekstraksi secara
dingin yaitu maserasi. Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana
yang dilakukan hanya dengan cara merendam simplisia dalam satu
atau campuran pelarut selama waktu tertentu pada temperature kamar
dan terlindung dari cahaya.
b. Ekstraksi secara panas
Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang
terkandung dalam simplisia dipastikan tahan panas. Contoh Metode
ekstraksi yang membutuhkan panas yaitu :

4
a) Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik
didih pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan
adanya pendingin balik (kondensor). Proses ini umumnya
dilakukan 3-5 kali pengulangan pada residu pertama, sehingga
termasuk proses ekstraksi yang cukup sempurna.
b) Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas
menggunakan alat khusus berupa ekstraktor soxhlet. Suhu yang
digunakan lebih rendah dibandingkan dengan suhu pada metode
refluks.
B. Rendamen
Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan
dengan berat bahan baku. Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan
perbandingan berat akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal
(berat biomassa sel yang digunakan) dikalikan 100% (Sani et al, 2014).
Besar kecilnya hasil rendemen yang diperoleh dipengaruhi oleh
keefektifan dalam proses ekstraksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
ekstraksi adalah waktu, suhu, pengadukan dan pelarut. Selain jenis pelarut,
ukuran sampel juga mempengaruhi jumlah rendemen. Semakin kecil luas
permukaan sampel akan semakin memperluas kontak dan meningkatkan
interaksi dengan pelarut (Sineke et. al., 2016).
Nilai rendemen berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang
terkandung pada tumbuhan. Semakin tinggi rendemen ekstrak maka semakin
tinggi kandungan zat yang tertarik ada pada suatu bahan baku Dewastisari,
2018).

Perhitungan Randamen Ekstrak


Pertitungan rendamen yang diperoleh menggunakan rumus :

5
Bobot ekstrak yang diperoleh( gram)
% Rendamen = ×100 %
Bobot simplesia sebelum diekstraksi(gram)
(Depkes, RI. 2010).

C. Klasifikasi Morfologi dan Manfaat Tumbuhan


1. Klasifikasi Tumbuhan Daun Katuk (Sauropus Androgynus)
a. Klasifikasi Daun Katuk (Sauropus Androgynus)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Phyllanthaceae
Genus : Sauropus
Spesies : Sauropus androgynous
b. Morfologi : Ciri-ciri tanaman katuk adalah cabang-cabang agak lunak,
daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, berbentuk lonjong
sampai bundar dengan panjang 2,5 cm, dan lebar 1,25-3 cm (Anonim,
2008).
c. Aktivitas biologi : Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman
obat-obatan tradisionil yang mempunyai zat gizi tinggi, sebagai
antibakteri, dan mengandung beta karoten sebagai zat aktif warna
karkas. Senyawa fitokimia yang terkandung di dalamnya adalah :
saponin, flavonoid, dan tanin, isoflavonoid yang menyerupai estrogen
ternyata mampu memperlambat berkurangnya massa tulang
(osteomalasia), sedangkan saponin terbukti berkhasiat sebagai
antikanker, antimikroba,dan meningkatkan sistem imun dalam tubuh
(Santoso, 2009).

6
2. Batang Keji Beling (Sericocalyx crispus L.)
a. Klasifikasi tumbuhan keji beling (Sericocalyx crispus L)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Strobilanthes
Spesies : Strobilanthes crispus L
(Jaka, 2002).
b. Morfologi: Memiliki batang beruas, bentuk batangngya bulat dengan
diameter 0,12-0,7 cm, berbulu kasar, percabangan monopodial. Kulit
batang berwarna ungu dengan bintik-bintik hijau pada waktu muda
dan berubah menjadi coklat setelah tua (Hariana, Arif, 2003).
c. Aktivitas biologi: Mengobati beberapa penyakit seperti batu ginjal,
diabetes mellitus, maag dan sembelit.
3. Klasifikasi tanaman kumis kucing (Orthosiponis staminei)
a. Klasifikasi tumbuhan kumis kucing (Orthosiponis staminei)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Tubiflorae
Suku : Labiatae/ Lamiaceae
Marga : Orthosiphon
Jenis : Orthosiphon stamineus Benth
(FHI Edisi II, 2017).

7
b. Morfologi: Tanaman kumis kucing tumbuh tegak dengan tinggi antara
50-15 cm. Batang berkayu, segi empat agak beralur, beruas, bercabang
dan berambut pendek atau gundul (Dalimartha, 2000)
c. Aktivitas biologi: Menurunkan kadar gula darah, menurunkan tekanan
darah, mengatasi encok dan rematik. Membantu mengatasi masalah
penapasan dan mengahncurkan batu ginjal (Kardinan dan Agus, 2003).
4. Klasifikasi tanaman Patikan kebo (Euphorbia hirta)
a. Klasifikasi tanaman Patikan kebo (Euphorbia hirta)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Eupharbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Spesies : Euphorbia hirta
(Djauhariya dan Permadi, 2004)
b. Morfologi : Herba patikan kebo (Euphorbia hirta) merupakan herba
semusim, terna, kecil, batang tegak atau naik sedikit demi sedikit,
tinggi 0,1-0,6 m. Batang dan daun berambut agak kemerahan. Apabila
batang dipatahkan akan mengeluarkan getah putih. Daun bersirip
genap, berhadapan, kecil, bulat telur, memanjang dengan pangkal
miring, setidaknya pada ujungnya bergerigi-gerigi, berbau wangi. Sisi
bawah berambut jarang 0,5-5 cm. Panjangnya (setengah) bola, yang
sendiri-sendiri atau dua-dua terkumpul menjadi karangan bunga yang
bertangkai pendek, duduk diketiak daun, piala panjang1 mm, berambut
menempel. Bunga dan buah berwarna merah muda. Tumbuhan ini
berkembang biak dengan biji. Umumnya tumbuh pada daerah yang
berumput, halaman, tepi jalan, tanggul, tegalan dan krbun (Hernani,
2004).

8
c. Aktivitas biologi : Bagian yang digunakan pada Patikan kebo
(Euphorbia hirta) adalah seluruh bagian tanaman, berguna untuk
mengobati disentri, panas, diare, wasir berdarah, eksem, herpes, alergi,
gatal-gatal, abses payudara dan bintik pada kornea mata (Djauhariya,
2004).

9
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Batang Pengaduk
b. Erlenmeyer
c. Gelas Ukur
d. Hot Plate
e. Kelereng
f. Klem
g. KolomSokhlet
h. Kondensor
i. Labu Alas Bulat
j. Lap Kasar
k. Selang Air
l. Statif
m. Toples Kaca Berwarna Hitam
2. Bahan
a. AluminiumFoil
b. Ethanol 96 %
c. Kertas Saring
d. Label
e. Simplisia Daun Katuk
f. Simplisia Keji Beling
g. Simplisia Kumis Kucing
h. Simplisia Patikan Kebo
i. Tali
j. Tissue

10
B. Cara Kerja
a. Metode Maserasi
1. Ditimbang sampel sebanyak 100 gr
2. Diukur pelarut etanol 96% sebanyak 3 L
3. Dimasukkan sampel ke dalam bejana
4. Dimasukkan pelarut etanol 96% ke dalam bejana yang berisi sampel,
kemudian diaduk
5. Ditutup bejana dengan aluminium foil
6. Didiamkan selama 3x24 jam dengan pelarut yang baru setiap hari
7. Disaring untuk memperoleh filtrat
8. Diuapkan filtrat yang di peroleh hingga menjadi ekstrak kental
b. Metode Refluks
1. Ditimbang sampel sebanyak 100 gr
2. Diukur pelarut etanol 96% sebanyak 3 L
3. Dimasukkan sampel ke dalam labu alas bulat
4. Dimasukkan pelarut etanol 96% ke dalam labu alas bulat yang berisi
sampel, kemudian diaduk
5. Dirangkai alat refluks, kemudian di atur pada suhu 70° C
6. Dilakukan penyarian terus menerus sampai 3-4 jam
7. Disaring untuk memperoleh filtrat
8. Diuapkan filtrat yang di peroleh hingga menjadi ekstrak kental
c. Metode Sokhletasi
1. Ditimbang sampel sebanyak 100 gr
2. Diukur pelarut etanol 96% sebanyak 3 L
3. Dibungkus sampel menggunakan kertas saring dan diikat
menggunakan benang godam kemudian dimasukkan ke dalam kolom
sokhlet
4. Dimasukkan batu didih ke dalam labu alas bulat
5. Dituang pelarut etanol 96% ke dalam labu alas bulat

11
6. Dirangkai alat sokhletasi, kemudian di atur pada suhu 70° C
7. Dilakukan penyarian terus menerus sampai 21 siklus dan pelarut sudah
tidak berwarna
8. Diuapkan filtrat yang diperoleh hingga menjadi ekstrak kental

12
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel . Data Pengamatan Hasil Ekstraksi

Berat % Rendamen
Berat
Jenis Sampel Ekstrak Metode Metode Metode
Sampel
(Etanol) Maserasi Refluks Sokhletasi
2,4 gr
Simplisia
100 gr 9,3 gr 2,4 11 11,5
Patikan Kebo
11,5 gr
9,3 gr
Simplisia
100 gr 9,2 gr 9,3 9,2 -
Daun Katuk
-
10,7 gr
Simplisia
100 gr 5,4 gr 10,7 5,4 4,6
Kumis Kucing
4,6 gr
6 gr
Simplisia
100 gr 5 gr 6 5 4,6
Keji Beling
4,6 gr

1. Perhitungan Metode Maserasi


a. Simplisia Patikan Kebo
Berat Ektrak
% Rendemen = × 100 %
Berat Simplesia
2,4
= ×100 %=2,4 %
100

13
b. Simplisia Daun Katuk
Berat Ekstrak
% Rendemen = ×100 %
Bertat Simplesia
9,3
= ×100 %=9,3 %
100
c. Simplisia Kumis kucing
Berat Ekstrak
% Rendemen = × 100 %
Berat Simplesia
10,7
= ×100 % = 10,7 %
100
d. Simplisia Keji Beling
Berat Ekstrak
% Rendamen = × 100 %
Berat Simplesia
6
= ×100 %=6 %
100
2. Perhitungan Metode Refluks
a. Simplisia Petikan Kebo
Berat Ektrak
% Rendemen = × 100 %
Berat Simplesia
11
= ×100 %=11 %
100
b. Simplisia Daun Katuk
Berat Ekstrak
% Rendemen = ×100 %
Bertat Simplesia
9,2
= ×100 %=9,2 %
100
c. Simplisia Kumis kucing
Berat Ekstrak
% Rendemen = × 100 %
Berat Simplesia
5,4
= ×100 % = 5,4 %
100

14
d. Simplisia Keji Beling
Berat Ekstrak
% Rendamen = × 100 %
Berat Simplesia
5
= ×100 %=5 %
100

3. Perhitungan Metode sokhletasi


a. Simplisia Patikan Kebo
Berat Ekstrak
% Rendamen = × 100 %
Berat Simplesia
11,5
= × 100 % = 11,5 %
100
b. Simplisia Kumis kucing
Berat Ekstrak
% Rendamen = × 100 %
Berat Simplesia
4,6
= ×100 % = 4,6 %
100
c. Simplisia Keji Beling
Berat Ekstrak
% Rendamen = × 100 %
Berat Simplesia
4,6
= ×100 %=4,6 %
100
B. Pembahasaan
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
suatu pelarut cair. Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat
berdasarkan pelarut yang tepat, baik itu pelarut organik atau pelarut anorganik
(Dotulong, 2018). Penetapan kadar air sangat penting untuk menjaga kualitas
ekstrak. Menurut Farmakope Herbal Indonesia , kadar air dalam ekstrak tidak

15
boleh lebih dari 10 % . Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
pertumbuhan mikroba (bakteri atau jamur), terjadinya reaksi
hidrolisis/penguraian oleh enzim yang menyebabkan terjadinya perubahan
spesifikasi bahan dan penurunan kualitas produk.
Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan
dengan berat bahan baku (Yuniarifin, dkk, 2006). Nurhayati dkk, (2009)
menyatakan bahwa nilai rendemen yang tinggi menunjukkan banyaknya
komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya. Menurut Dewastisari
(2018), nilai rendemen berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang
terkandung pada tumbuhan. Budiyanto (2015) menyatakan bahwa semakin
tinggi rendemen ekstrak maka semakin tinggi kandungan zat yang tertarik ada
pada suatu bahan baku. Menurut Farmakope Herbal Indonesia, nilai rendamen
tidak kurang dari 10,4%.
Pada percobaan ini hasil nilai rendamen yang diperoleh dari ekstraksi
simplisia patikan kebo berdasarkan perhitungan diperoleh yang paling tinggi
nilai rendamennya adalah metode shokletasi yang tidak berbeda jauh dengan
metode refluks dan kedua metode ini memenuhi syarat berdasarkan
Farmakope Herbal Indonesia karena hasil rendamennya tidak kurang dari 10
% sedangkan metode maserasi mememperoleh nilai rendamen yang rendah
dan metode ini tidak memenuhi syarat berdasarkan Farmakope Herbal
Indonedsia. Hal ini dapat disebabkan tidak adanya bantuan gaya lain pada
maserasi yang hanya dilakukan perendaman sehingga osmosis pelarut ke
dalam padatan berlangsung statis meskipun telah dilakukan pergantian pelarut
dengan metode maserasi (Nurasiah, 2010) sedangkan pada metode ekstraksi
menggunakan refluks dan sokheletasi adanya penambahan panas dapat
membantu meningkatkan proses ekstraksi karena suhu merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Suhu yang tinggi dapat
meningkatkan desorpsi senyawa aktif dari tanaman karena perusakan sel pada
bahan meningkat akibat suhu pelarut yang tinggi (Jain et al., 2009).

16
Pada simplisia daun katuk nilai rendamen tertinggi diperoleh dari
metode refluks sedangkan metode maserasi memperoleh nilai rendamen yang
rendah. Dari kedua metode yang digunakan nilai rendamen yang diperoleh
tidak memenuhi syarat Farmakope Herbal Indonesia karena nilai yang
diperoleh kurang dari 10 %.
Pada simplisia kumis kucing nilai rendamen tertinggi diperoleh dari
metode maserasi. Metode ini memenuhi syarat berdasarkan Farmakope Herbal
Indonesia karena hasil rendamennya lebih dari 10 %. Hal ini dikarenakan
pada waktu ekstraksi yang dilakukan yaitu selama 3 hari, jadi proses
penarikan senyawanya lebih maksimal dibandingkan dengan metode refluks
dan metode sokhletasi. Hasil rendemen dari suatu sampel sangat diperlukan
karena untuk mengetahui banyaknya ekstrak yang diperoleh selama proses
ekstraksi. Selain itu, data hasil rendemen tersebut ada hubungannya dengan
senyawa xaktif dari suatu sampel sehingga apabila jumlah rendemen semakin
banyak maka jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam sampel juga
semakin banyak. (Hasnaeni dan Suriati U, 2019) sedangkan metode refluks
dan metode sokhletasi memperoleh nilai rendemen kurang dari 10%. Hal ini
dikarenakan pelarut yang digunakan adalah pelarut yang tidak mudah
menguap dan mempunyai titik didih yang tinggi dan metode ini tidak
memenuhi syarat berdasarkan Farmakope Herbal Indonedsia. Bardasarkan
data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa faktor pemanasan tidak efektif
menarik senyawa aktif dalam tumbuhan.
Pada simplisia keji beling nilai rendamen yang diperoleh berdasarkan
perhitungan yang paling tinggi adalah metode maserasi dan yang paling
rendah adalah metode sokhletasi yang tidak yang tidak berbeda jauh dengan
metode refluks dan ketiga metode ini tidak memenuhi syarat Farmakope
Herbal Indonesia karena nilai yang diperoleh kurang dari 10 %.
Berdasarkan hasil data ini bahwa simplisia yang memenuhi syarat
dengan menggunakan pemanasan hanya simplisia patikan kebo dan daun
katuk serta kumis kucing untuk metode maserasi.

17
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Nilai rendamen tertinggi dan memenuhi syarat Farmakope Herbal
Indonesia diperoleh dari simplisia patikan kebo (herba) dengan
menggunakan metode sokhletasi
2. Nilai rendamen tertinggi dan memenuhi syarat Farmakope Herbal
Indonesia diperoleh dari simplisia daun katuk (daun) dengan
menggunakan metode refluks
3. Nilai rendamen tertinggi dan memenuhi syarat Farmakope Herbal
Indonesia diperoleh dari simplisia kumis kucing (daun) dengan
menggunakan metode maserasi
4. Nilai rendamen terendah tidak memenuhi syarat Farmakope Herbal
Indonesia diperoleh dari simplisia keji beling (daun) dengan
menggunakan metode maserasi, metode refluks dan metode sokhletasi.

B. Saran
1. Mahasiswa harus mengetahui prinsip kerja dari ekstaksi menggunakan
metode maserasi,refluks dan sokhletasi agar memeperoleh hasil rendamen
yang baik.

18
2. Untuk simplisia keji beling disarankan mengganti pelarut untuk
memeroleh nilai rendamen yang memenuhi syarat Farmakope Herbal
Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Adrian, P. (2000). Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat.


Universitas Negeri Andalas Padang: Pusat Penelitian.
Budiyanto, A. (2015). Potensi Antioksidan, Inhibitor Tirosinase dan Nilai Toksisitas
dari Beberapa Spesies Tanaman Mangrove di Indonesia. Bogor: Intitute
Pertanian Bogor.
Dalimartha. 2000. Buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta : Trubus
Agriwidjaja
Dalimartha, S., 2007, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, 65, Puspa Swara,
Jakarta
Dewatisari, W. F., Rumiyanti, L., & Rakhmawati, I. (2018). Rendemen dan Skrining
Fitokimia pada Ekstrak Daun Sanseviera sp. Jurnal Penelitian Pertanian
Terapan, 17(3), 197-202.
Djauhariya, E. dan Hermani. 2004, Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar
Swadaya
Dotulong, V., Wonggo, D., Montolalu, L. A. D. Y. (2018). Phytochemical Content,
Total Phenols, and Antioxidant Activity of Mangrove Sonneratia alba Young
Leaf Through Different Extraction Methods and Solvents. International
Journal of ChemTech Research. Vol. 11 No. 11, pp 356-363.

19
Gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Hariana, Arief. 2003. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 2. Jakarta: PT. Niaga
Swadaya.
Hasnaeni dan Suriati U, 2019. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Rendemen Dan
Kadar Fenolik Ekstrak Tanaman Kayu Beta-Beta (Lunasia amara Blanco).
Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Jaka Sulaksana. 2002. Kejibeling. Jakarta : Penebar Swadaya.
Kardinan , A. 2003. Tanaman Obat Pengempur Kanker. PT. Agromedia Pustaka :
Depok
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Leba, M. A. U. (2017). Ekstraksi dan Real Kromatografi, Yogyakarta: Deepublish.
Marjoni R. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi. Jakarta: Trans
Info Media
Nurhayati, T, D. Aryanti, dan Nurjanah. 2009. Kajian Awal Potensi Ekstrak Spons
Sebagai Antioksidan. Jurnal Kelautan Nasional. 2(2):43-51.
Sani, R.N., Nisa, F.C., Andriani, R.D. & Maligan, J.M.. 2014. Analisis Rendemen dan
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut Tetraselmis chuii.
J.Pangan Agroind. 2(2):121-126.
Santoso S. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta; 2009
Sineke et al. 2016. Penentuan Kandungan Fenolik Dan Sun Protection Factor (Spf)
Dari Ekstrak Etanol Dari Beberapa Tongkol Jagung (Zea Mays L.).
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 1. Hal. 275-283
Wahyulianingsih, Handayani, S., & Malik, A. (2016). Penetapan kadar Flavonoid
Total Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum(L.) Merr dan Perry).
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 3(2), 189.
Yuniarifin, H, Bintoro VP, Suwarastuti A. 2006. Pengaruh Berbagai Konsentrasi
Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi terhadap Rendemen,

20
Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. Journal Indon Trop Anim Agric. 31(1) :
55- 61.

21
LAMPIRAN
a. Metode Maserasi

Ditimbang 100 gr Dimasukkan pelarut 3 L Pengadukan sampel


sampel simplisia

Disaring ekstrak untuk Diuapkan filtrat Ekstrak Maserasi


memper oleh filtrat

22
b. Metode Refluks

Ditimbang sampel Dimasukan pelarut Dipanaskan pada


simplisia dalam labu ukur suhu 150° C

Disaring ektrak untuk Diuapkan filtrat Ekstrak refluks


memperoleh filtrat

23
c. Metode Sokhletasi

Ditimbang sampel Dimasukkan pelarut Disoklest selama


simplisia 21 siklus

Dituang ekstrak Diupakan filtrat Ekstrak sokhlet


dalam wadah

24

Anda mungkin juga menyukai