Anda di halaman 1dari 34

PENDAHULUAN

Daun nangka (Atrocarpus heterophyllus Lam.) sangat banyak terdapat di


Indonesia, tetapi pemanfaatannya masih sangat sedikit padahal daun nangka ini
kaya akan manfaat seperti antioksidan, antimikroba, antidiabetes, dll. Untuk
membuktikan manfaat tersebut diperlukan suatu pengujian. Pengujian dalam hal
ini dikatakan sebagai analisis bioassay.
Analisis bioassay merupakan uji-uji yang dilakukan untuk mengevaluasi
aktivitas biologi atau aktivitas terapi yang dihasilkan oleh bahan kimia, biologi
dan proses alam (SHIQI PENG, dikutip dalam IRAWAN & HANAFI, 2017).
Analisis bioassay ini dilakukan untuk obat atau pangan fungsional. Berdasarkan
bahan uji yang digunakan, analisis bioassay dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu in vivo dan in vitro. In vivo merupakan metode bioassay yang menggunakan
hewan percobaan sebagai media kerja suatu zat yang diduga memiliki aktivitas
biologis sedangkan, in vitro yaitu metode bioassay yang menggunakan bahan
kimia atau mikroba uji sebagai media kerja suatu zat yang diduga memiliki
aktivitas biologis.
Pengujian aktivitas biologis yang dilakukan meliputi uji antioksidan, uji
antimikroba dan uji toksisitas. Uji yang paling penting dalam adalah uji toksisitas
dimana apalbila suatu sampel bersifat toksik maka pengujian lainnya tidak perlu
dilakukan karna tidak akan bermanfaat untuk kedepannya.
Berdasarkan praktik yang dilakukan didapatkan ekstrak n-heksan daun
nangka memiliki nilai Ic-50 yaitu 306,01 dimana nilai ini menunjukkan aktivitas
antioksidan yang sangat lemah. Pada pengujian antimikroba didapatkan kadar
hambat minimum pada uji antibakteri yaitu pada konsentrasi 25% sedangkan
kadar bunuh minimumnya yaitu 50% dan daya hambatnya sebesar 3 mm tetapi
ekstrak n-heksan daun nangka tidak memiliki aktivitas antijamur. Pengujian ini
tidak perlu dilanjutkan karna ekstrak n-heksan daun nangka bersifat toksik yang
dapat dilihat dari nilai Lc-50 sebesar ppm. Pemanfaatan yang paling
mungkin dilakukan untuk ekstrak n-heksan daun nangka adalah untuk pestisida.

1
TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Nangka (Atrocarpus heterophyllus Lam.)

Gambar 1. Pohon Nangka (Sumber : PRANITASARI, 2011)

Tanaman nangka (Atrocarpus heterophyllus Lam.) merupakan tanaman


yang tumbuh di daerah tropis. Indonesia merupakan salah satu negara tropis,
sehingga indonesi di Indonesia banyak terdapat tanaman nangka ini. Menurut
SUNARJONO (2008), terdapat dua macam tanaman nangka, yaitu :
1. Artocarpus heterophyllus Lamk atau Artocarpus Integer (Thumb) Merr yang
biasa disebut nangka
2. Artocarpus champeden (Lour) Stokes atau Artocarpus integrifolia Lf. yang
biasa disebut campedak
Perbedaan antara keduanya yaitu, nangka memiliki ukuran yang umumnya lebih
besar ketika sudah matang sedangkan campedk berukuran lebih kecil ketika sudah
matang dan juga selain itu campedak memiliki aroma yang lebih menyegat
dibandingkan dengan nangka.

2
Menurut RUKMANA (1977), kedudukan taksonomi tanaman nangka
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyladonae
Ordo : Morales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus Lamk.
Tanaman nangka ini memiliki daun berbentuk bulat telur dan panjang,
tepinya rata tumbuh secara berselang-seling dan bertangkai pendek, permukaan
atas daun berwarna hijau tua mengkilap, kaku dan permukaan bawah daun
berwarna hijau muda (RUKMANA, 1977). Daun ini memiliki protein kasar (PK)
15,9%, acid detergent fiber (ADF) 38,4%, neuitral detergent fiber (NDF) 49,6%,
dan tanin 6,1% (APRILIA, 2010).

Zat Aktif dalam Daun Nangka

Menurut PRAKASH et al. (2009), di dalam pengobatan tradisional daun


nangka digunakan sebagai obat demam, bisul, luka, dan beberapa jenis penakit
kulit akibat bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan
bakteri patogen alami pada tubuh manusia penyebab berbagai infeksi kulit.
Kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada daun nagka
disebabkan adanya senyawa aktif yang terkandung dalam daun nangka. Hasil
skrining fitokimia Pada daun nangka yang telah dilakukan menunjukkan hasil
yang positif terhadap senyawa flavanoid, saponin, dan tanin (DYTA, 2011).

Flavanoid

Flavanoid merupakan kelompok fenol terbesar yang terdapat di alam.


Flavanoid memiliki fungsi sebagai senyawa antioksidan, antiinflamasi, antifungi,
antiviral,, antikanker, dan anti bakteri. Senyawa flavanoid yang telah diisolasi dan
diidentifikasi dari daun nang, yaitu isokuersetin. Flavanoid sebagai antibakteri

3
bekerja dengan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa
dapat diperbaiki lagi (PELCZAR et al., 1998). Dibawah ini terdapat Struktur
Kimia Flavanoid

Tanin

Tanin merupakan senyawa bahan alam yang terdiri dari sejumlah besar
gugus hidroksi fenolik (CHEEKE & SHULL, 1989). Tanin dikenal sebagai
senyawa antinutrisi karena berperan menurunkan kualitas bahan melalui
pembentukkan ikatan kompleks dengan protein. Ikatan antara tanin dan protein
sangat kuat sehingga tidak mampu dicerna oleh tubuh. Pembentukkan ikatan
kompleks ini terjadi karena adanya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan
ikatan kovalen antara kedua senyawa tersebut. Keberadaan sejumlah gugus
fungsional pada tanin menyebabkan terjadinya pengendapan protein karena selain
membentuk kompleks dengan protein bahan pangan tanin juga berikatan dengan
protein mukosa sehingga mempengaruhi daa penyerpannya terhadap protein
(MAKKAR, 1993). Dibawah ini terdapat Struktur Kimia Tanin :

4
Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses diambilnya suatu ekstrak dalam suatu bahan


dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi tergantung pada
polaritas senyawa yang akan diekstrak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan pelarut ini adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas,
kemampuan untuk diuapkan dan harga pelarut (FITRIANA, 2008).

Maserasi

Metode ekstraksi yang sering digunakan adalah maserasi. Maserasi


merupakan suatu proses mengekstrak dengan cara merendam dalam suatu pelarut
tertentu dengan kurun waktu tertentu. Metode ini digunakan untuk mengekstrak
zat aktif yang mudah larut dalam cairan pengekstrak, tidak mengembang dalam
pengekstrak, serta tidak mengandung bezoin (WAKIRANI, 2018) .
Menurut HARGONO et a. (1989), terdapat beberapa variasi dalam
melakukan maserasi, antara lain : digesti, maserasi melalui pengadukan kontinyu,
remaserasi, maserasi melingkar, dan maserasi melingkar bertingkat. Digesti
merupakan maserasi menggunakan pemanasan rendah (40-50)° C. Maserasi
pengadukan kontinyu merupakan maserasi yang dilakukan secara terus-menerus,
misalnya menggunakan shaker, sehingga dapat mengurangi waktu (6-12) jam.

5
Remaserasi merupakan maserasi yang dilakukan beberapa kali. Maserasi
melingkar merupakan maserasi yang cairan pengekstrak selalu bergerak dan
menyebar. Sedangkan maserasi melingkar bertingkat merupakan maserasi yang
bertujuan untuk mendapatkan pengekstrakan yang sempurna.

Evaporasi

Evaporasi ialah proses perubahan molekul dalam kondisi cair dengan


spontan menjadi gas (uap air). Rotary vacum evaporator merupakan alat yang
dapat digunakan untuk mengevaporasi pelarut dari suatu ekstraknya. Prinsip
utama dalam instrumen ini terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat
dan pemutaran labu alas bulat hingga berguna agar pelarut dapat menguap lebih
cepat dibawah titik didihnya. teknik yang digunakan dalam rotary vacum
evaporator ini bukan hanya terletak pada pemanasannya tapi dengan menurunkan
tekanan pada labu alas bulat dan memutar labu alas bulat dengan kecepatan
tertentu. Karena teknik itulah, sehingga suatu pelarut akan menguap dan senyawa
yang larut dalam pelarut tersebut tidak ikut menguap namun mengendap. Dan
dengan pemanasan dibawah titik didih pelarut, sehingga senyawa yang
terkandung dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi.

Uji Aktivitas Antioksidan

Metode Radical Scavenger adalah metode yang dapat menentukan


kekuatan senyawa antioksidan yang terkandung dalam suatu mekanisme senyawa
antioksidan. Pada metode radical scavenger biasanya menggunakan senyawa
radikal bebas DPPH (2,2 – diphenyl-1-picrylhidrazyl). Senyawa ini dapat
digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu senyawa antioksidan dengan
melihat persentase peredaman DPPH dalam pelarut heksan kemudian diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
517 nm.
Pada pengukuran nilai absorbansi DPPH, akan terjadi penurunan
absorbansi dengan semakin tingginya nilai inhibisi (penghambat antioksidan
terhadap radikal bebas DPPH). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak contoh , maka
nilai inhibisi semakin tinggi sehingga hubungan keduanya dapat dituliskan dalam

6
suatu persamaan linear y = ax + b dimana y = nilai inhibisi , a = slope , x =
konsentrasi ekstrak contoh dan b = intersep.dari persamaan ini dapat diketahui
konsentrasi saat penurunan absorbansi mencapai 50% yang disebut LC – 50.

Uji Toksisitas

Uji toksisitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
bahaya racun suatu contoh yang diduga bersifat toksik terhadap hewan uji.
Berdasarkan waktu yang dibutuhkan senyawa toksik untuk membunuh hewan uji,
maka uji toksisitas dibedakan menjadi dua yaitu uji toksisitas akut bila pengujian
dilakukan selama maksimum 24 jam dan uji toksisitas non akut bila waktu
pengujian lebih dari 24 jam.
Uji toksisitas metode brine shrimp lethality test (BSLT) merupakan uji
toksisitas akut menggunakan hewan uji larva udang Artemia Salina L.dan
termasuk uji bioassay sederhana (MEYER,1982). Semakin banyak larva udang
yang mati maka bahan aktif tersebut semakin toksik.tingkat toksisitas senyawa
aktif pada contoh dinyatakan dalam Lc- 50 yaitu dosis tunggal yang secara
statistik diharapkan dapat membunuh 50% hewan uji.

Uji Antimikroba

Uji antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat


pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh
mikroorganisme (mikrosidal) atau mengambat pertumbuhan mikrooganisme
(mikrobiostatik). Suatu bahan anti mikroba harus mampu mematikan
mikrooganisme, mudah larut, bersifat stabil, tidak beracun bagi manusia dan
hewan, dan efektif pada suhu kamar.
Prosedur yang digunakan adalah prosedur defusi kertas cakram atau
metode dilusi yang telah distandarisasikan uji ini dapat dilakukan pada jenis
bakteri dan jamur sehingga dapat dibedakan antara antibakteri dan antijamur.

7
PERCOBAAN

Praktik ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan heksana sebagai


larutan pengekstrak yang digunakan untuk maserasi daun nangka. Selain itu, juga
untuk mengetahui kandungan antioksidan, antimikroba, dan tokisisitas dalam
daun nangka.

Tempat dan Waktu

Praktik ini dilaksanakan di Laboratorium pangan Gedung E Politeknik


AKA Bogor, yang berlokasi di Jalan Pangeran Sogiri No. 283, Tanah Baru, Bogor
Utara, Kota Bogor Jawa Barat. Praktik ini dilaksanakan pada tanggal 22 oktober
hingga tanggal 04 Desember 2018.

Bahan dan Alat


Bahan

Bahan uji berupa daun nangka dari pohon nangka daerah bogor, larutan
heksana, akuades. Untuk uji aktivitas antioksidan diperlukkan tambahan bahan
antara lain, metanol (teknis dan p.a) dan larutan DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhidrazil) 0,1 mM. Untuk uji aktivitas antimikroba diperlukkan tambahan
bahan antara lain, media Nutrient Broth (NB) cair, media Nutrient Agar (NA),
media Saboraund Dextrose (SD) cair, media Potato Dextrose Agar (PDA),
formalin, Bakteri jenis Bacillus dan jamur jenis Aspergillus niger. Untuk uji
toksisitas diperlukan tambahan bahan yaitu, larva udang Artemia salina L., air
laut, dimethyl sulfoksida (DMSO) 99%.
Alat

Ember, pengering, kain saring, takaran plastik, 1 set rotary vacuum


evaporator, jar kaca, koran/kertas buram, tali rapia, neraca. Untuk uji aktivitas
antioksidan diperlukkan tambahan alat antara lain, spektrofotometer UV-VIS,
neraca analitik, labu takar, vortex, mikropipet, pipet 1 mL, alumunium foil,
tabung reaksi. Untuk uji aktivitas antimikroba diperlukkan tambahan alat antara
lain, autoklaf, cawan petri, oven, erlenmeyer, bunsen, ose dan batang L. Untuk uji

8
toksisitas diperlukan tambahan alat yaitu pipet volumetrik 5 mL dan 10 mL serta
laminar (ruangan yang berlampu neon).

Metode Percobaan

Percobaan ini terdiri atas tiga tahap, yaitu : preparasi, pengujian, dan
pengolahan data. Tahap preparasi dimulai dengan membuat simplisia daun nangka
kemudian dimaserasi dan dilajutkan dengan evaporasi dan pelarut yang tersisa
diuapkan menggunakan water bath.

Cara Kerja

Preparasi

Pengeringan dan Penghancuran Daun

Daun nangka yang telah diambil dari pohon nangka kemudian dipisahkan
dari batangnya, selanjutnya daun nangka dirajang menjadi potongan yang kecil
lalu di kering anginkan dan selanjutnya dikeringkan menggunakan pengering
dengan suhu ± 70° C. Setelah itu daun di haluskan dengan cara diremas-remas
hingga halus, kemudian daun yang halus (simplisia) tersebut di timbang 747 g.

Maserasi

Gambar 2. Foto maserasi daun nangka dengan pelarut heksan

9
Simplisia daun nangka yang telah diketahui bobotnya dimasukkan ke
dalam ember kemudian direndam dengan heksan hingga semua daun terendam
sempurna. Setelah itu ember yang berisi rendaman simplisia daun nangka ditutup
dengan menggunakan koran yang diikat dengan tali rapia kemudian dibiarkan
selama ± empat hari. Kemudian simplisia daun nangka yang telah direndam,
disaring menggunakan kain saring lalu filtrat ditampung dalam wadah.

Evaporasi

Gambar 3. Foto evaporasi hasil maserasi menggunakan rotary vacuum


evaporator
Filtrat yang diperoleh dari hasil maserasi kemudian dilakukan evaporasi
dengan menggunakan rotary vacuum evaporator untuk menguapkan pelarutnya
(heksana), sehingga dapat filtrat dapat terpisah menjadi dua, yaitu cairan heksana
dan ekstrak daun nangka. Hasil ekstrak nangka kemudian diuapkan di water bath
pada suhu 60° C hingga diperoleh ekstrak n-heksan daun nangka yang kental.

Pengujian

Uji Aktivitas Antioksidan

Ekstrak n-heksan daun nangka yang diperoleh dibuat larutan induk dengan
cara ditimbang sebanyak 0,0125 g kemudian dimasukkan ke labu ukur 25 mL
kemudian dilarutkan dan ditera. Selanjutnya larutan induk dipipet masing-masing

10
(50, 100, 250, 500, dan 1000) µL secara berurutan menggunakan mikropipet ke
tabung reaksi. Setelah itu, larutan metanol ditambahkan ke tabung reaksi sebanyak
(3,95; 3,90; 3,75; 3,50; dan 3,00) mL secara berurutan, kemudian ditambahkan 1
mL larutan DPPH 0,4 Mm (pembuatan larutan DPPH 0,4 mM dapat dilihat pada
lampiran 1) ke masing-masing tabung reaksi lalu ditutup dengan tutup tabung
reaksi dan tinggi cairan ditutup dengan alumunium foil untuk mengindari
terjadinya cahaya lalu divortex. Larutan blanko dibuat dengan cara memipet 4 mL
metanol dan 1,0 mL larutan DPPH 0,4 mM ke tabung reaksi ditutup lalu di
vortex. Disimpan semua larutan (blanko dan contoh) dalam inkubator bersuhu 37°
C selama 30 menit. Setelah 30 menit diukur dengan spektrofotometri UV-VIS
pada λ 516 nm. Kemudian dihitung % inhibisi setiap konsentrasi dan ditentukkan
persamaan linear antara konsentrasi contoh (sumbu x) dan % inhibisi (sumbu y).

Rumus :

Keterangan :
% inhibisi = % peredaman antioksidan terhadap radikal bebas DPPH
Ab = Absorbansi blanko
As = Absorbansi contoh

Selanjutnya dibuat kurva linear antara konsentrasi contoh (Sebagai sumbu x) dan
% inhibisi (sebagai sumbu y) sehingga didapatkan persamaan y = ax + b

11
Uji Aktivitas Antimikroba

1. Uji Aktivitas Antibakteri dan Antijamur pada Ekstrak n-heksan daun


nangkaMetode Dilusi
- Persiapan Contoh Untuk Antibakteri :
Persiapan contoh dengan cara ekstrak n-heksan daun nangka ditimbang 1 g
ke tabung reaksi yang kemudian ditambah 2 mL media NB cair sehingga
didapatkan larutan contoh dengan konsentrasi asumsi 50%. Dengan cara yang
sama dibuat deret larutan contoh sehingga disiapkan lima konsentrasi contoh yaitu
50%, 25%, 6,25%, 1,56%, dan 0,39% dalam larutan NB cair.

- Persiapan Contoh Untuk Antijamur :


Persiapan contoh dengan cara ekstrak n-heksan daun nangkaditimbang 1 g
ke tabung reaksi yang kemudian ditambah 2 mL media SD cair sehingga
didapatkan larutan contoh dengan konsentrasi asumsi 50%. Dengan cara yang
sama dibuat deret larutan contoh sehingga disiapkan lima konsentrasi contoh yaitu
50%, 25%, 6,25%, 1,56%, dan 0,39% dalam larutan SD cair.

A. Uji Aktivitas Antibakteri (KHM = Kadar Hambat Minimum)

Dengan cara aseptik pipet 0,1 mL bakteri uji ke tabung reaksi yang berisi
contoh dengan konsentrasi 50%, 25%, 6,25%, 1,56%, dan 0,39%. Sebagai
pembanding maka dibuat kontrol positif (KP) dan kontrol negatif (KN). KP dibuat
dengan cara memipet 0,1 mL suspensi bakteri uji ke tabung reaksi yang berisi 1
mL media NB cair. KN dibuat dengan cara memipet 1 mL larutan contoh dengan
konsentrasi terkecil ke tabung reaksi berisi 1 mL media NB cair, kemudian
ditambahkan 0,1 mL suspensi bakteri uji dan 0,1 mL formalin. Lalu semua larutan
dihomogenkan dengan vortex. Dan diinkubasikan di inkubator selama 24 jam.
Kemudian diamati pertumbuhan bakteri yaitu tanda (+) apabila larutan menjadi
keruh atau positif ditumbuhi bakteri dan tanda (-) apabila larutan tetap jernih atau
tidak terjadi pertumbuhan bakteri. Lalu dicatat dan ditentukkan nilai KHM yaitu
konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

12
B. Uji Aktivitas Antibakteri (KBM= Kadar Bunuh Minimum)

Semua suspensi bakteri pada setiap perlakuan uji antibakteri (KHM)


digoreskan pada media NA lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu, diamati ada
tidaknya pertumbuhan bakteri uji, lalu dicatat dan ditentukkan nilai KBM yaitu
konsentrasi terkecil yang dapat membunuh pertumbuhan bakteri.

C. Uji Aktivitas Antijamur (KHM = Kadar Hambat Minimum)

Dengan cara aseptik pipet 0,1 mL suspensi jamur uji ke tabung reaksi yang
berisi contoh dengan konsentrasi 50%, 25%, 6,25%, 1,56%, dan 0,39%. Sebagai
pembanding maka dibuat kontrol positif (KP) dan kontrol negatif (KN). KP dibuat
dengan cara memipet 0,1 mL suspensi jamur uji ke tabung reaksi yang berisi 1
mL media SD cair. KN dibuat dengan cara memipet 1 mL larutan contoh dengan
konsentrasi terkecil ke tabung reaksi berisi 1 mL media SD cair, kemudian
ditambahkan 0,1 mL suspensi jamur uji dan 0,1 mL formalin. Lalu semua larutan
dihomogenkan dengan vortex. Dan diinkubasikan di inkubator selama 24 jam.
Kemudian diamati pertumbuhan jamur yaitu tanda (+) apabila larutan menjadi
keruh atau positif ditumbuhi jamur dan tanda (-) apabila larutan tetap jernih atau
tidak terjadi pertumbuhan jamur. Lalu dicatat dan ditentukkan nilai KHM yaitu
konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan jamur.

D. Uji Aktivitas Antijamur (KBM= Kadar Bunuh Minimum)

Semua suspensi jamur pada setiap perlakuan uji antijamur (KHM)


digoreskan pada media PDA lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu, diamati
ada tidaknya pertumbuhan jamur uji, lalu dicatat dan ditentukkan nilai KBM yaitu
konsentrasi terkecil yang dapat membunuh pertumbuhan jamur.

13
2. Uji Aktivitas Antibakteri dan Antijamur pada Ekstrak n-heksan daun
nangkaMenggunakan Metode Difusi Agar Cakram

A. Uji Aktivitas Antibakteri

Pipet 0,1 mL suspensi bakteri Bacillus lalu dimasukkan ke media NA


diratakan menggunakan batang L, kemudian kertas cakram dicelupkan ke larutan
contoh 50% (pada persiapan contok untuk antibakteri) lalu kertas cakram
diletakkan pada media yang sudah diratakan dengan bakteri secara aseptik.
Setelah itu, diinkubasi selama 24 jam. Setelah waktu inkubasi selesai, amati ada
tidaknya daerah hambatanpada lapisan pembenihan, yaitu daerah jernih yang tidak
ditumbuhi mikroba uji. Lalu diukur diameter keseluruhan (diameter zona bening
dan kertas cakram).
Rumus :
Zona hambat (DH) = diameter keseluruhan (DK) - diameter kertas cakram (DC)

B. Uji Aktivitas Antijamur

Pipet 0,1 mL suspensi jamur Aspergillus niger lalu dimasukkan ke media


PDA diratakan menggunakan batang L, kemudian kertas cakram dicelupkan ke
larutan contoh 50% (pada persiapan contoh untuk antijamur) lalu kertas cakram
diletakkan pada media yang sudah diratakan dengan jamur secara aseptik. Setelah
itu, diinkubasi selama 24 jam. Setelah waktu inkubasi selesai, amati ada tidaknya
daerah hambatanpada lapisan pembenihan, yaitu daerah jernih yang tidak
ditumbuhi mikroba uji. Lalu diukur diameter keseluruhan (diameter zona bening
dan kertas cakram).
Rumus :
Zona hambat (DH) = diameter keseluruhan (DK) - diameter kertas cakram (DC)

Uji Toksisitas

Ekstrak n-heksan daun nangka ditimbang sebanyak 50 mg kemudian


ditambahkan 10 tetes DMSO. Penambahan DMSO pada ekstrak n-heksan daun
nangka bertujuan untuk membantu kelarutan ekstrak agar dapat melarut secara

14
merata. Setelah ditambahkan DMSO lalu larutan dituangkan ke labu takar 50 mL
kemudian dilarutkan dan ditera (konsentrasi 1000 ppm) dengan air laut dan
dihomogenkan. Setelah itu, dibuat larutan uji dengan konsentrasi 100 ppm dengan
memipet 5 mL larutan induk 1000 ppm ke labu takar 50 mL kemudian ditera dan
dihomogenkan. Lalu dibuat larutan uji 10 ppm dengan memipet 5 mL larutan uji
100 ppm ke labu takar 50 mL kemudian ditera dan dihomogen. Kemudian 10 ekor
Larva udang dimasukkan ke tabung reaksi lalu ditambahkan larutan masing-
masing konsentrasi uji (10,100, dan 1000) ppm hingga volume larutan 10 mL.
Untuk masing-masing konsentrasi uji dilakukan tiga kali ulangan. Lalu dibuat
kontrol dengan memasukkan 10 ekor larva udang pada tabung reaksi kemudian
ditambahkan air laut hingga mencapai volume 10 mL. Tabung reaksi percobaan
kemudian disimpan di bawah pencahayaan neon. Diamati dan dihitung jumlah
larva udang yang mati setelah 24 jam pengujian dan dicatat hasilnya.
Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah Artemia salina L. yang
mati sebanyak 50% dari total larva uji (10 ekor larva udang pada tabung reaksi).
Kemudian nilai Lc-50 dihitung dengan memasukkan nilai probit (50% kematian
larva uji). Efek toksisitas dihitung dari persen kematian larva Artemia salina L.
yang dapat ditentukkan dengan rumus Abbot :

Keterangan :
T= jumlah larva uji yang mati
K=jumlah larva kontrol yang mati
n= jumlah larva uji.
Untuk menghitung Lc-50 berdasarkan metode probit, yaitu dengan
menentukan nilai probit (dari tabel probit pada lampiran 2 ) dari % kematian tiap
konsentrasi, lalu menentukan log tiap konsentrasi dan membuat persamaan regresi
dengan sumbu X (log konsentrasi) dan sumbu Y (nilai probit), Y=mX+b.
kemudian masukkan nilai 5 (probit dari 50% kematian larva uji) pada persamaan
regreasi, pada nilai Y. Nilai Lc-50 dihitung dari nilai antilogX pada saat Y = 5.

15
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan beberapa uji pada ekstrak n-heksan daun
nangka yaitu uji antioksidan antinikroba dan uji toksisitas. Hasil dari beberapa
pengujian ini dijelaskan di bawah ini.

Aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan ini menunjukkan seberapa besar daya hambat


ekstrak n-heksan daun nangkadalam menghambat radikal bebas DPPH 0,4 mM.
Nilai aktivitas antioksidan dinyatakan dalam Ic-50 yaitu nilai konsentrasi ekstrak
contoh (µg/mL) yang dapat menghambat radikal bebas DPPH 0,4 mM 50%.
Dokumentasi saat pengujian aktivitas antioksidan dapat dilihat dalam lampiran 3
dan pengolahan data dapat dilihat dalam lampiran 4. Hasil uji aktivitas
antioksidan dapat dilihat dalam tabel 1

Tabel 1. Data Hasil Uji Aktivitas Antioksidan

%
Konsentrasi Absorbansi Absorbansi Ic-50
inhibisi Persamaan regresi
(µg/mL) blanko (A) contoh (A) (µg/mL)
(%)
5 1,1263 1,67
10 1,1173 2,45
25 1,1454 1,0899 4,85 y = 0,1573x + 1,0864 306,01
50 1,0312 9,97
100 0,9578 16,38

Kurva linearitas antara konsentrasi contoh (sumbu x) dan % inhibisi


(sumbu y) menggunakan software microsoft excel hasil pengukuran dapat dilihat
pada gambar 4

16
KURVA LINEARITAS
18
16 y = 0,1573x + 1,0864
% INHIBISI (%)
14 R² = 0,9911
12
10
8 Series2
6
Linear (Series2)
4
2
0
0 50 100 150
KONSENTRASI CONTOH (µg/mL )

Gambar 4. Kurva linearitas uji aktivitas antioksidan


Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan didapatkan nilai Ic-50 yaitu
306,01 µg/mL dimana nilai ini berada dikategori nilai yang dibawah lemah yang
menandakan ekstrak n-heksan daun nangka memiliki aktivitas antioksidan sangat
sedikit. Keakuratan nilai ini dapat dipengaruhi dari beberapa kesalahan saat
percobaan seperti penggunaan suhu saat evaporasi, penggunaan suhu yang terlalu
tinggi saat evaporasi dapat menguapkan senyawa antioksidan sehingga
menimbulkan hasil yang tidak representatif. Selain itu, kesalahan pada saat
pembacaan skala alat seperti kesalahan pembacaan pipet mohr dan skala alat gelas
lainnya sehingga hal ini dapat mempengarhi nilai Ic-50 yang didapatkan.

Aktivitas Antimikroba

Metode Dilusi

Pada uji aktivitas antibakteri dan antijamur pada ekstrak n-heksan daun
nangka dengan metode dilusi ini dilakukan dengan menggunakan media cair dan
media padat. Media cair digunakan untuk uji KHM sedangkan media padat untuk
uji KBM. Didapatkan dokumentasi hasil Metode dilusi yang dapat dilihat pada
lampiran 5 dan tabel 2

17
Tabel 2. Data Hasil Uji Aktivitas Antijamur dan Antibakteri Metode Dilusi

Konsentrasi (%)
Jenis uji KP KN
50 25 5,25 1,56 0,39
Aktivitas
antibakteri - - + + + + +
(KHM)
Aktivitas
antibakteri - + + + + + +
(KBM)
Aktivitas
antijamur + + + + + + -
(KHM)
Aktivitas
antijamur + + + + + + -
(KBM)

Pada metode dilusi ini didapatkan hasil aktivitas antibakteri KHM yaitu
pada konsentrasi 25% sedangkan untuk aktivitas antibakteri KBM yaitu pada
yaitu pada konsentrasi 50%, tetapi hasil ini tidak cukup akurat karena kontrol
negatif yang seharusnya tidak terdapat bakteri setelah diinkubasi karena
ditambahkan formalin, malah kontrol negatif ini terdapat bakteri saat setelah
diinkubasi selama 1 hari. Untuk aktivitas antijamur didapatkan hasil yaitu semua
tabung reaksi positif mengandung jamur setelah 4 hari masa inkubasi hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan daun nangka tidak memiliki aktivitas anti
jamur. Pada uji ini dilakukan tidak kuantitatif karena kesulitan membaca skala
volume dalam tabung reaksi yang tidak berskala.

Metode Difusi Agar Cakram

Pada uji aktivitas antijamur dan antibakteri ekstrak n-heksan daun nangka
konsentrasi 50% menggunakan metode difusi agar cakram didapatkan
dokumentasi hasil metode difusi agar cakram yang dapat dilihat pada lampiran 6
dan tabel 3

18
Tabel 3. Data Hasil Uji Aktivitas Antijamur dan Antibakteri Metode Difusi
Jenis uji DK (mm) DC (mm) DH (mm)
Aktivitas antibakteri (bakteri : 8 5 3
Bacillus sp.)
Aktivitas antijamur (jamur : 0 0 0
Aspergillus niger)
Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan daun nangka dengan
konsentrasi 50% memiliki zona hambat sebesar 3 mm pada uji aktivitas
antibakteri. Menurut TOKAN (dikutip dalam HIBU (2013)). Bila diameter zona
hambat kurang dari 14 mm maka dikatakan resistensi, bila diameter zona hambat
antara (15-18) mm maka resistensi sedang, sedangkan bila diameter zona hambat
lebih dari 19 mm maka sensitif. Hal ini menuntukkan bahwa ekstrak n-heksan
daun nangka dengan konsentrasi 50% memasuki kategori resistensi dimana
artinya bakteri Bacillus sp. resistensi terhadap ekstrak n-heksan daun nangka
sehingga diperlukan uji lebih lanjut dengan konsentrasi yang lebih tinggi untuk
digunakan sebagai antibakteri. Sedangkan pada uji aktivitas antijamus setelah
dilakukkan inkubasi selama empat hari tidak didapatkan zona hambat yang
menandakan bahwa tidak adanya aktivitas antijamur pada ekstrak n-heksan daun
nangka dengan konsentrasi 50%. Pada uji ini dilakukan tidak kuantitatif karena
kesulitan membaca skala volume dalam tabung reaksi yang tidak berskala.

Toksisitas

Uji toksisitas ini digunakan untuk mengetahui tingkat toksik (racun) dari
suatu contoh yang diduga bersifat toksik terhadap hewan uji. Tingkat toksisitas
ekstrak n-heksan daun nangka dinyatakan dalam Lc-50 yaitu dosis tunggal yang
secara statistik mampu membunuh 50% larva udang. Pengujian ini merupakan
pengujian yang paling pending, karena apabila suatu sampel toksik maka
pengujian tidak perlu dilanjutkan. Dokumentasi saat pengujian toksisitas dapat
dilihat dalam lampiran 7 dan pengolahan data dapat dilihat dalam lampiran 8.
Hasil uji aktivitas antioksidan dapat dilihat dalam tabel 4

19
Tabel 4. Mortalitas Larva Arthemia salina L. dengan ekstrak n-heksan daun
nangka
Ekstrak n-heksan Mortalitas Larva Artemia salina L.
daun nangka
Konsentrasi (ppm) Pengulangan Pengulangan Pengulangan % kematian
I II III
10 0 0 0 0,0
100 3 4 2 30,0
1000 8 10 8 86,7
Kontrol negatif (air 0 0 0
laut)

Pada tabel 4 dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi n-heksan


daun nangka maka % kematian larva akan semakin tinggi. Pada konsentrasi 10
ppm n-heksan daun nangka tidak terdappat larva udang yang mati sedangkan pada
konsentrasi 1000 ppm terdapat lebih dari 50% larva mati. Berikut data hasil uji
toksisitas Ekstrak n-heksan daun nangka dengan metode BLST pada tabel 5

Tabel 5. Data hasil uji toksisitas Ekstrak n-heksan daun nangka dengan metode
BLST
Konsentrasi Log % Probit X2 Y2 XY
(ppm) Konsentrasi kematian (Y)
(X)
10 1 0,0 0 1 0,0000 0
100 2 30,0 4,4756 4 20,0310 8,9512
1000 3 86,7 6,1123 9 37,3602 18,3369
∑ 6 10,5879 14 57,3712 27,2881

( )

( )

Nilai slope (m) = 3,0562

Intersep (b) = -2,5830


Sehingga persamaan regresi hubungan antara Y (nilai probit dari %
kematian) dengan X (log konsentrasi) adalah Y=3,0562X - 2,5830

20
Y=3,0562X - 2,5830

5=3,0562X - 2,5830

Antilog
Jadi, Lc-50 pada ekstrak n-heksan daun nangka adalah ppm

Untuk memastikan kebenaean perhitungan maka dilakukan perhitungan


regresi linear dengan Microsoft Excel yang dapat dilihat pada gambar 5

Regresi Linier Ekstrak n-heksan Daun


Nangka
7
6 y = 3,0562x - 2,583
5 R² = 0,9329
Nilai probit

4
3 Series2
2 Linear (Series2)
1
0
0 1 2 3 4
log konsentrasi

Gambar 5. Grafik regresi linier ekstrak n- heksan daun nangka

Dari kedua cara perhitungan tersebut memiliki persamaan regresi yang


sama sehingga pda akhirnya akan memiliki nilai Lc-50 yang sama yaitu sebesar
ppm dapat dikatakan jika nilai Lc-50 kurang dari 1000 ppm. Menurut
RIZQILLAH (2013) ekstrak dikatakan bersifat toksik jika nilai Lc-50 kurang
dari 1000 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak n- heksan daun nangka
bersifat toksik terhadap larva Artemia salina L. Menurut RIZQILLAH (2013)
ekstrak yang memiliki nilai Lc-50 lebih dari (200-1000) ppm berpotensi sebagai
pestisida. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak n- heksan daun nangka
berbahaya dimana ekstrak ini tidak bisa digunakan sebagai bahan pangan karena
dapat membahayakan kesehatan, pemanfaatan lain yang mungkin dapat dilakukan

21
pada ekstrak n- heksan daun nangka yaitu dapat digunakan sebagai pestisida
untuk tanaman.

22
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan praktik yang dilakukan didapatkan ekstrak n-heksan daun


nangka memiliki nilai Ic-50 yaitu 306,01 dimana nilai ini menunjukkan aktivitas
antioksidan yang sangat lemah. Pada pengujian antimikroba didapatkan kadar
hambat minimum pada uji antibakteri yaitu pada konsentrasi 25% sedangkan
kadar bunuh minimumnya yaitu 50% dan daya hambatnya sebesar 3 mm tetapi
ekstrak n-heksan daun nangka tidak memiliki aktivitas antijamur. Pengujian ini
tidak perlu dilanjutkan karna ekstrak n-heksan daun nangka bersifat toksik yang
dapat dilihat dari nilai Lc-50 sebesar ppm.

Saran

Sebaiknya dalam evaporasi menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi


karna dapat merusak zat aktif yang ada dalam ekstrak. Pemanfaatan ekstrak n-
heksan daun nangka yang paling memungkinkan untuk pestisida.

23
DAFTAR PUSTAKA

APRILIA C. 2010. Kecernaan Nutrien Metode Acid Insoluble Ash dan performa
Domba Lokal yang diberi Moringa oleifera lamk, Grilicidia sepium, dan
Artocapus heterophyllus. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
ANAM, K. Prinsip Kerja Rotary vakum evaporator.
http://khoirulazam89.blogspot.com/2012/01/rotary-vakumevaporator.html.
Diakses pada 14 November 2018.
BEDINO, J. H. 2009. Taxidermy Tannic Acid or Tannins in Emblaming.
http://thermodernembalmer.com. Diakses pada 01 November 2018.
BENNICK, A. 2002. Innteraction of plant polyphenols with salivaery protein.
Critical Reviews in Oral Biology and Medicine 13 (2) : 184-196.
CHEEKE, P.R. & L.R. SCHULL. 1989. Natural Toxicant in Feeds and
Poisonous Plants. AVI Publishing Company. Inc. Davis. California.
DYTA, P. S. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus) terhadap Bakteri Saphylococcus areus dan
Pseudomonas aeruginosa. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
FITRIANA, S. Penapisan Fitokimia dan Uji Aktivitas Anthelmintik Ekstrak
Daun Jarak (Jatropa cusras L.). Terhadap Cacing Ascaridia galli secara
in Vitro. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Tanaman Ternak
Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
HARGONO, D., FARAOUQ, S. SUTARNO, S. PRAMONO, T.R. RAHAYU,
U. S. TANUATMADJA, SUMARSONO. 1986. Sediaan Galenik.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
HIBU, Y. C. 2013. Uji Resistensi. yantikristin.blogspot.com. diakses pada 5
Desember 2018.
IRAWAN, C. & HANAFI. 2017. Penuntun Praktik Bioassay. Politeknik AKA
Bogor. Bogor.
PELCZAR, M. J. & E. C. S. CHAN. 1988. Dasardasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI
Press. Jakarta
PRAKASH, OM., K. RAJESH., M. ANURAG., & G. RAJIV. 2009.
Artocarpus heterophylus (Jackfuit): An overview, India : Review Article,
3 (6) : 353-358.
RIZQILLAH, N. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak n-Heksana Daun Garcinia
bethami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine
Shrimp Lethality Test (BLST).Skripsi. Program Studi Pendididkan
Kedokteran FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
RUKMANA, R. 1977. Budi Daya Nangka. Kanisis. Yogyakarta.
SUNARJONO. 2008. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta
WAKIRANI, E. K. 2018. Metode
Ekstraksi.http:/www.academia.edu/24271970/Metode_Ekstraksi

24
LAMPIRAN

25
Lampiran 1. Pembuatan Larutan DPPH 0,4 mM

Sebanyak 0,0156 g serbuk DPPH (BM= 394,32 g/mol) ditimbang teliti lalu
dilarutkan ke piala gelas menggunakan metanol pro analisis. Setelah itu, larutan
ditera hingga volume akhir 100 Ml dan dihomogenkan lalu dipindahkan ke labu
takar 100 Ml (labu takar telah dibungkus alumunium foil).

Lampiran 2. Tabel Probit

26
Lampiran 2. Tabel Probit (Lanjutan)

Lampiran 3. Dokumentasi saat Pengujian Aktivitas Antioksidan

Larutan Larutan deret Larutan deret konsentrasi


induk 500 konsentrasi sebelum (5, 10, 25, 50, dan 100)
µg/mL at penambahan DPPH µg/mL setelah penambahan
0,4 mM DPPH 0,4 mM

27
Data hasil pembacaan spektofotometer UV-VIS
pada konsentrasi (5, 10, 25, 50, dan 100) µg/mL

Lampiran 4. Pengolahan Data Uji Aktivitas Antioksidan

1. Perhitungan % inhibisi

2. Perhitungan Ic-50

28
Lampiran 5. Dokumentasi Hasil Metode Dilusi

1.Uji antibakteri KHM

Larutan ekstrak uji antibakteri sebelum inkubasi

Larutan ekstrak uji antibakteri Larutan ekstrak uji anti bakteri


setelah inkubasi pada konsentrasi setelah inkubasi pada konsentrasi
(25;50;6,25)% (0,39;1,56)%

Kontrol positif dan kontrol


negatif pada uji antibakteri
setelah inkubasi

29
2.Uji Antibakteri KBM

Konsentrasi 50% Konsentrasi 25%

Konsentrasi 6,25% Konsentrasi 1,56%

Konsentrasi 0,39%

30
Kontrol negatif Kontrol positif

3.Uji antijamur KHM

Larutan uji antijamur sebelum diinkubasi

Larutan uji setelah diinkubasi

31
4.Uji antijamur KBM setelah inkubasi

32
Lampiran 6. Dokumentasi Metode Difusi Agar Cakram

Bakteri Bacillus sp. dalam media Jamur A. Niger dalam media PDA
NA

Lampiran 7. Dokumentasi Pengujian Toksisitas

Larutan uji saat pengujian toksisitas

33
Ruang pencahayaan uji toksisitas

Lampiran 8. Pengolahan Data Uji Toksisitas

Larutan induk 1000 ppm :

34

Anda mungkin juga menyukai