Anda di halaman 1dari 12

1.

Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang telah
ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan cara mengekstraksi bahan baku
obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi
dengan pengurangan tekanan agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena
panas (Syamsuni, 2006). Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif
dari tanaman menggunakan pelarut. Selanjutnya pelarut yang digunakan diuapkan
kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuknya dapat kental atau
kering tergantung banyaknya pelarut yang diuapkan kembali (Dharma, 1985).
2. Jenis-Jenis Ekstrak
Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan
1. Berdasarkan konsistensinya:
a) Ekstrak cair: ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Fluida (Liquida))
b) Semi solid: ekstrak kental (Extracta spissa)
c) Kering: ekstrak kering (Extracta sicca)
2. Berdasarkan komposisinya:
a) Ekstrak murni: ekstrak yang tidak mengandung pelarut maupun bahan
tambahan lainnya.
b) Sediaan ekstrak: pengolahan lebih lanjut dari ekstrak murni untuk dibuat
sediaan ekstrak, baik kental maupun serbuk kering untuk selanjutnya dibuat sediaan
obat seperti kapsul, tablet, dan lain-lain.
3. Berdasarkan senyawa aktifnya:
a) Adjusted/standardised extracts, merupakan ekstrak yang diperoleh dengan
mengatur kadar senyawa aktif (menambahkan dalam batas toleransi) yang aktivitas
terapeutiknya diketahui dengan tujuan untuk mencapai komposisi yang
dipersyaratkan.
b) Quantified extract, merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur kadar
senyawa yang diketahui berperan dalam menimbulkan khasiat farmakologi dengan
tujuan agar khasiatnya sama. Quantified extract memiliki kandungan senyawa
dengan aktivitas yang diketahui namun senyawa yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas tersebut tidak diketahui.
(Dharma, 1985).
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol
sebagai pelarut, pengawet atau kedua-duanya. Jika tidak dinyatakan lain pada
masing masing monograf, tiap mililiter ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram
simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai.
Ekstrak cair cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau
bagian yang beningnya dienaptuangkan. Beningnya yang diperoleh memenuhi
persyaratan farmakope (Syamsuni, 2006). Ekstrak ada tiga macam yaitu, ekstrak
kering (siccum), kental (spissum) dan cair (liquidum), yang dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan
penyari yang dipakai adalah air, eter serta campuran etanol dan air (Syamsuni,
2006).
3. Uji Kandungan Kimia Ekstrak
1. KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa
dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama diukur pada kondisi Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) yang sama dengan 3 sistem eluen yang berbeda. Ada 2 cara yang
digunakan untuk analisis kuantitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pertama,
bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan
teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar
senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan
dengan metode spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Parameter pola kromatogram
Parameter pola kromatogram yaitu melakukan analisis kromatografi sehingga memberikan
pola kromatogram yang khas. Tujuannya yaitu untuk memberikan gambaran awal
komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (Kromatografi Lapis Tipis,
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, dan Kromatografi Gas).
3. Kadar chemical marker
Parameter ini memiliki pengertian dan prinsip yaitu dengan tersedianya kandungan kimia
yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia
lainnya, maka secara densitometri dapat dilakukan penetapan kadar chemical marker
tersebut. Tujuan parameter ini yaitu memberikan data kadar senyawa identitas atau
senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi.
4. Kandungan Total Fenolat
Fenol merupakan senyawa kimia yang sering ditemukan dalam tanaman. Kandungan
fenolat total sering ditetapkan dengan metode Folin Ciocalteu.
5. Total Flavonoid
Prinsip dari metode ini adalah penetapan kadar flavonoid sebagai aglikon yang dilakukan
dengan menggunakan pengukuran spektrometri dengan mereaksikan AlCl3 yang selektif
dengan penambahan.
(Anonim, 2000).
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Esktrak
a. Faktor kimia
Faktor kimia dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Faktor internal adalah jenis senyawa aktif dalam simplisia, komposisi
kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, dan kadar total
rata-rata senyawa aktif
2. Faktor eksternal adalah perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan
dan kekeringan simplisia, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan
logam berat, kandungan pestisida, faktor biologi, identitas jenis (species),
lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan hasil tumbuhan, penyimpanan
bahan tumbuhan, dan umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.
(Ibrahim, 2009).
7. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas) ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi
tanaman. Rendemen menggunakan satuan persen (%). Semakin tinggi nilai rendemen yang
dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak. Kualitas ekstrak yang
dihasilkan biasanya berbanding terbalik dengan jumlah rendamen yang dihasilkan. Semakin tinggi
nilai rendamen yang dihasilkan maka semakin rendah mutu yang di dapatkan. Adapun rumus
untuk menghitung rendamen sebagai berikut:
Rendemen = bobot ekstrak x 100%
bobot simplisia
(Said, 2011).
8. Pengertian dan Prinsip Ekstraksi
Ekstraksi yang sering digunakan untuk memisahkan senyawa organik adalah
ekstraksi zat cair, yaitu pemisahan zat berdasarkan perbandingan distribusi zat
tersebut yang terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Ekstrasi
adalah proses pemindahan suatu konstituen dalam suatu sample ke suatu pelarut
dengan cara mengocok atau melarutkannya. Ektraksi pelarut bisa disebut ekstraksi
cair-cair yaitu proses pemindahan solut dari pelarut satu ke pelarut lainnya dan tidak
bercampur dengan cara pengocokkan berulang. Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut
ini adalah distribusi zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur
(Ibrahim,2009).
Ekstraksi adalah proses penyarian atau pemisahan senyawa aktif atau
metabolit sekunder menggunakan pelarut yang sesuai dengan kepolaran senyawa
yang akan diekstraksi. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat
berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Prinsip kerja pemisahan
dengan cara ekstraksi adalah: menarik semua komponen kimia yang terdapat
simplisia yang didasarkan pada perpindahan masa komponen zat padat ke dalam
pelarut (Yuliani & Satuhu, 2012).

9. Metode Ekstraksi
a. Ekstraksi Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi berasal dari kata “macerace” artinya melunakkan. Maserata adalah
hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan mastesasi adalah cara
penarikan simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam cairan
penyarian pada suhu biasa ataupun memakai pemanasan. Ph. Belanda IV
menetapkan suhunya 15°C-25°C. Maserasi juga merupakan proses pendahuluan
Untuk pembuatan secara perkolasi. Beberapa lama simplisia harus dimaserasi,
tergantung pada keadaannya, biasanya ditentukan pada tiap pembuatan sediaan. Jika
tidak ada ketentuan lain, biasanya setengah sampai dua jam, sedangkan menurut Ph.
Belanda IV untuk pembuatan ekstrak atau tingtur adalah selama 5 hari (Syamsuni,
2006).
Maserasi merupakan salah satu proses ekstraksi yang dilakukan melalui
perendaman bahan baku dengan pelarut organik. Perbedaan dengan enfluorasi pada
tahap awal adsorban yang digunakan adalah lemak panas sehingga tidak perlu
dioleskan pada plat kaca. Proses pembuatan minyak dengan cara maserasi waktunya
lebih singkat dibandingkan dengan cara enfluorasi menggunakan lemak dingin.
Berikut adalah proses pembuatan minyak atsiri dengan cara maserasi. Pertama, pilih
bunga dengan tingkat ketuaan optimal (belum mekar sempuma). Bunga selanjutnya
direndam dalam lemak yang telah dipanaskan sampai suhunya mencapai 80°C dan
biarkan selama semalam. Dinginkan untuk mendapat ampas bunga. Tambahkan
alkohol panas lalu diaduk. Simpan campuran lemak dengan alkohol dalam pendingin
agar membeku sehingga mudah dipisahkan. Pemisahan dilakukan melalui
penyaringan sampai larutan benar-benar bebas dari lemak (Yuliani, 2012).
Maserasi ialah merendam bahan di dalam pelarut. Cara ini sangat sederhana,
tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama. Proses ekstraksi dengan cara ini
hasilnya sempurna (Said, 2011). Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena
pengaruh suhu dapat dihindari, suhu yang tinggi kemungkinan akan mengakibatkan
terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit sekunder. Pemilihan pelarut yang
digunakan untuk maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung
dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004).
Metode ekstraksi maserasi pada langkah pertama adalah 5 g dari sampel yang
berbentuk serbuk dan 175 ml dari 80% methanol dicampur dengan shaker selama
24 jam pada temperature kamar. Campuran tersebut disaring menggunakan kertas
saring Whatman No.1, sambil suhu ekstraks dijaga pada 2-5oC dengan
menyimpannya didalam kulkas untuk menjaga senyawa fenolik. Langkah yang
kedua, sampel yang telah diekstraksi pada langkah pertama dicampur dengan felarut
(805 metanl) pada temperature kamar selama 24 jam. Campuran disaring
menggunakan kertas saring Whatman No.1 dan ekstrak ditambahkan ke ekstrak
sebelumnya. Ekstrak yang didapatkan dikonsentrasikan pada 38 oC dengan
menggunakan rotary vacuum evaporator dan kemudian ekstrak yang telah
dikonsentrasi dikeringkan di vakum oven pada suhu yang sama hingga berat konstan
tercapai (Majd et al., 2014).
Metode maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel basah dalam
cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktisehingga zat aktif akan larut. Adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel,
menyebabkan larutan yang pekat di dalam sel didesak keluar. Keuntungan maserasi
adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diperoleh. Kerugian maserasi adalah banyak pelarut yang terpakai dan waktu
pengerjaannya lama (Ningrum, 2018). Salah satu kekurangan dari metode ini adalah
membutuhkan waktu yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat
melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik
didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang, 2004).
Sesuai dengan derajat kehalusannya, simplisia dimasukkan kedalam wadah
tertutup atau botol bermulut lebar bersama cairan penyari, yang jumlahnya biasanya
dilebihkan dari maserat yang diminta selama waktu yang ditetapkan, dengan sering-
sering diaduk, kemudian dikoler (diperkolasi) atau disaring. Umumnya cara
maserasi tidak dipergunakan pada pembuatan sediaan galenik yang pekat seperti
ekstrak karena tidak mungkin tertarik sampai habis, meskipun ampasnya sudah
diperas. Oleh sebab itu, maserasi hanya digunakan pada pembuatan sediaan galenik
yang tidak pekat atau sebagai pengolahan pendahuluan pada pembuatan secara
perkolasi (Syamsuni, 2006). Metode ekstraksi maserasi pengerjaannya lebih aman
untuk semua metabolit sekunder termasuk yang tidak tahan terhadap pemanasan,
proses dilakukan dengan cara diulang sebanyak tiga kali selama lima hari sambil
sesekali dikocok sehingga mempercepat proses pelarutan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel, maserasi dimasukkan kedalam botol gelap dan terlindung
langsung dari cahaya untuk mencegah terjadi reaksi yang dikatalis cahaya atau
perubahan warna (Hasanah et al., 2016).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut
yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator. Perkolasi bertujuan
supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat
berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari dialirkan dari
atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-
sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh
kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler
yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain:
gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi) (Yuliani, 2012).
b. Ekstraksi cara panas
1. Soxhletasi
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan
membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam
labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut (Yuliani, 2012).
Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan
tumbuhan kering (galik, biji kering, akar dan daun) ialah dengan mengekstraksi-
sinambung serbuk bahan dengan alat soxlet dengan menggunakan sederetan pelarut
secara berganti-ganti, mulai dengan eter, lalu eter minyak bumi, dan kloroform
(untuk memisahkan lipid dan terpenoid). Kemudian digunakan alkohol dan etil
asetat (untuk senyawa yang paling polar). Metode ini berguna bila kita bekerja
dengan skala granul. Tetapi jarang sekali kita mencapai pemisahan kandungan
dengan sempurna dan senyawa yang sama mungkin saja terdapat (dalam
perbandingan yang berbeda) dalam beberapa fraksi (Harbone, 1984).
2. Refluks
Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks, metode ini
digunakan apabila dalam sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil. Pada
kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum
reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang
digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada
selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air
atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis
senyawa anorganik karena sifatnya reaktif (Harbone, 1984). Metode ekstraksi
dengan refluks pelaksanaannya sederhana, sehingga mempercepat kerja yang
dilakukan, suhu yang digunakan sesuai dengan pelarut yang digunakan dan sangat
cocok digunakan untuk mengekstraksi sampel yang mempunyai tekstur keras dan
komponen kimianya tahan terhadap pemanasan, serta dengan menggunakan metode
ini maka proses ekstraksi dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat
(Hasanah et al., 2016).
10. Tahap Pembuatan Ekstrak
a. Pembuatan serbuk simplisia
Pembuatan serbuk simplisia dimaksudkan untuk memperluas permukaan kontak simplisia
dengan cairan penyari. Proses penyerbukan dilakukan sampai derajat kehalusan serbuk yang
optimal sesuai persyaratan.
b. Pemilihan pelarut atau cairan penyari
Pelarut atau cairan penyari menentukan senyawa kimia yang akan terekstraksi dan berada
dalam ekstrak. Dengan diketahuinya senyawa kimia yang akan diekstraksi akan memudahkan
proses pemilihan cairan penyari.
c. Proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraksi
Cara ekstraksi yang dipilih juga menentukan kualitas ekstrak yang diperoleh. Dalam
memilih cara ekstraksi harus diperhatikan prinsip ekstraksi yaitu menyari senyawa aktf sebanyak-
banyaknya dan secepat-cepatnya sehingga diperoleh efisiensi ekstraksi.
d. Separasi dan pemurnian
Separasi atau pemisahan dan pemurnian merupakan salah satu proses yang diperlukan
terhadap ekstrak untuk meningkatkan kadar senyawa aktifnya. Separasi dapat dilakukan dengan
cara-cara tertentu seperti dekantasi, penyaringan, sentrifugasi, destilasi, dan lain-lain. Pemurnian
ekstrak dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi zat-zat yang tidak diinginkan dalam ekstrak
agar terpisah dari zat-zat yang diinginkan.
e. Penguapan dan pemekatan
Penguapan atau pemekatan merupakan proses untuk meningkatkan jumlah zat terlarut
dalam ekstrak dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya dengan cara penguapan tetapi tidak
sampai kering.
f. Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak umumnya dilakukan untuk membuat sediaan padat seperti tablet,
kapsul, pil, dan sediaan padat lainnya. Pengeringan ekstrak dapat dilakukan dengan penambahan
bahan tambahan (non-native herbal drug preparation) atau tanpa penambahan bahan tambahan
(native herbal drug preparation).
g. Penentuan rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak yang diperoleh
dengan simplisia awal yang digunakan. Rendemen ekstrak dapat digunakan sebagai parameter
standar mutu ekstrak pada tiap bets produksi maupun parameter ekstraksi.
(Gunawan, 2004).

Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada di Indonesia. Jauh
sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern dikenal masyarakat. Pengobatan
tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang
dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, yang menandai kesadaran untuk kembali ke alam
(back to nature) untuk mencapai kesehatan yang optimal dan mengatasi berbagai penyakit secara
alami (Wijayakusuma, 2000). Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern yang semakin
pesat dan canggih di zaman sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan
begitu saja obat tradisional, tetapi justru hidup berdampingan dan saling melengkapi. Hal ini
terbukti dari banyaknya peminat pengobatan tradisional. Namun yang menjadi masalah dan
kesulitan bagi para peminat obat tradisional adalah kurangnya pengetahuan dan informasi yang
memadai mengenai berbagai jenis tumbuhan yang dipakai sebagai obat tradisional untuk
pengobatan penyakit tertentu (Dalimartha, 2000).
Tanaman obat adalah tanaman yang mempunyai khasiat dan dapat digunakan sebagai obat.
Penggunaan tanaman obat merupakan alternatif pengobatan secara alami. Cara ini diketahui aman
dan tidak berbahaya karena menggunakan bahan alami. Pemanfaatan tanaman obat terus
berkembanag seiring dengan pemahaman masyarakat untuk menggunakan bahan alami untuk
pengobatan. Tanaman obat yang berkembang di Indonesia sangat melimpah tetapi
pemanfaatannya masih terbatas dikonsumsi secara segar, sehingga dibutuhkan teknologi
pengolahan untuk dapat memaksimalkan pemanfaatannya. Pemanfaatan yang maksimal dari
berbagai tanaman obat ini masih dirasa kurang beredar di masyarakat. Teknologi pengolahan dan
penanganan untuk berbagai macam obat dengan pemanfaatan tanaman obat merupakan
peningkatan nilai tambah dari tanaman yang dimaksud (Rudi, 2001).
Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut dari suatu
campuran dipisahkan dari komponen-komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai
(Leniger & Beverloo, 1975). Tumbuhan mempunyai kandungan senyawa kimia yang kompleks
dan beragam. Kandungan senyawa tersebut dapat dikelompokkan menjadi senyawa metabolit
primer dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit primer merupakan senyawa hasil
metabolisme yang digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu organisme.
Biasanya berupa molekul besar seperti karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat. Sedangkan
senyawa metabolit sekunder merupakan molekul kecil hasil metabolisme yang dihasilkan secara
terbatas oleh organisme. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan pada tanaman sangat
beragam antara tanaman satu dengan yang lain. Pada umumnya senyawa metabolit sekunder
mempunyai bioaktivitas yang spesifik dan berfungsi juga sebagai pertahanan terhadap hama atau
untuk melawan penyakit (Egon, 1985).
Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat tradisional
relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui
informasi yang memadai tentang tanaman obat. Informasi yang memadai akan membantu
masyarakat lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat tradisional atau
tumbuhan obat dalam upaya kesehatan. Namun, pengujian dan praktikum secara ilmiah terhadapa
obat tradisional masih kurang, sehingga pemakaian secara medis belum dapat
dipertanggungjawabkan untuk menunjang secara ilmiah agar mendapat tempat yang lebih luas
dalam masyarakat maka perlu diadakan tahap-tahap praktikum terhadap obat tradisional. Oleh
karena itu, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk menggali informasi kandungan senyawa
kimia dan bioaktivitas tumbuhan obat melalui penelitian ilmiah menjadi sangat penting.
Pengambilan sampel dilakukan sebelum memulai uji fitokimia tanaman. Hal ini karena senyawa
kimia dalam sampel tanaman mudah rusak jika pengambilan sampel tidak dilakukan dengan benar.
Sehingga pengetahuan mengenai teknik pengambilan sampel sangat diperlukan guna untuk
menunjang penelitian yang akan dilakukan terhadap suatu tanaman tertentu (Egon, 1985).

Anda mungkin juga menyukai