TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan obat alam yang telah dikeringkan yang digunakan
untuk pengobatan dan belum mengalami proses pengolahan. Pengeringan dapat
dilakukan dengan dijemur di bawah sinar matahari, di angin-anginkan atau
menggunakan oven, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan dengan oven tidak
lebih dari 60ºC (FHI, 2017).
Menurut Mukhriani (2014), simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
sebagai berikut.
1. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian
tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura
Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari
selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan /diisolasi dari tanamannya.
2. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-
zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,
misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Meldepuratum).
3. Simplisia Pelikan atau Mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelican atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga. Simplisia
tanaman obat termasuk dalam golongan simplisia nabati.
2.1.2 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Berdasarkan sifatnya ekstrak dapat dibagi menjadi empat, yaitu
ekstrakencer, ekstrak kental, ekstrak kering, dan ekstrak cair. Ekstrak encer
(Extractumtenue) merupakan sediaan yang memiliki konsistensi seperti cairan
madu yang mudah mengalir. Ekstrak kental (Extractum spissum) merupakan
sediaan kental yang apabila dalam keadaan dingin dan kecil kemungkinan
bisadituang. Kandungan airnya berjumlah sampai dengan 30%. Ekstrak kering
(Extractum siccum) merupakan sediaan yang memiliki konsistensi kering dan
mudah dihancurkan dengan tangan. Melalui penguapan dan pengeringan sisanya
akan terbentuk suatu produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak
lebih dari 5%. Ekstrak cair (Extractum fluidum) merupakan sediaan dari simplisia
nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau
sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing
monografi tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g simplisia yang
memenuhi syarat (Depkes RI, 2014).
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa
darikomponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik
yang digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan
masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi
masuk kedalam pelarut. Proses ini terus berulang sampai terjadi keseimbangan
konsentrasizat aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel
(Marjoni, 2016).
Menurut Aulia (2021), secara garis besar, proses pemisahan secara
ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk
fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa 14 antimikroba dan
antioksidan yang terdapat pada bahan alam pada umumnya diekstraksi dengan
menggunakan pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis
senyawa yang masuk ke dalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut
yang digunakan dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi.
Pada fase pembilasan, pelarut membilas komponen-komponen isi sel yang telah
pecah pada proses penghancuran sebelumnya, kemudian dilanjutkan pada fase
ekstraksi, dimana terjadi pembengkakan dinding sel dan pelonggaran kerangka
selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang
menyebabkan pelarut dapat dengan mudah masuk kedalam sel. Bahan isi sel
kemudian terlarut ke dalam pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu
berdifusi keluar akibat adanya gaya yang ditimbulkan karena perbedaan
konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di dalam dan di luar sel (Aulia, 2021).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang sesuai
dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Sampel yang akan diekstraksi dapat
berbentuk sampel segar ataupun sampel yang telah dikeringkan. Sampel yang
umum digunakan adalah sampel segar karena penetrasi pelarut akan berlangsung
lebih cepat. Selain itu penggunaan sampel segar dapat mengurangi kemungkinan
terbentuknya polimer resin atau artefak lain yang dapat terbentuk selama proses
pengeringan. Penggunaan sampel kering juga memiliki kelebihan yaitu dapat
mengurangi kadar air yang terdapat di dalam sampel, sehingga dapat mencegah
kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas antimikroba (Marjoni, 2016).
Berdasarkan wujud bahan ekstraksi dibedakan menjadi 2 cara sebagai
berikut:
1. Ekstraksi padat cair
Proses pemisahan pektin yang terkandung dalam kulit buah pisang dapat
dilakukan dengan metode ekstraksi dengan pelarut. Ekstraksi padat cair atau
leaching merupakan metode pemisahan satu atau beberapa komponen (solute) dari
campurannya dalam padatan yang tidak dapat larut (inert) dengan menggunakan
pelarut (solvent) berupa cairan (Treybal, R. E., 2019).
Pemisahan dapat terjadi karena adanya driving force yaitu perbedaan
konsentrasi solute di padatan dengan pelarut dan adanya perbedaan kemampuan
melarut komponen dalam campuran. Proses ekstraksi padat cair secara umum
terdiri dari lima tahap yaitu (Geankoplis, 2019):
a. Pelarut berpindah dari bulk solution ke seluruh permukaan padatan (terjadi
pengontakan antara pelarut dengan padatan). Proses perpindahan pelarut
dari bulk solution ke permukaan padatan berlangsung seketika saat pelarut
dikontakkan dengan padatan. Proses pengontakan ini dapat berlangsung
dengan dua cara yaitu perkolasi atau maserasi.
b. Pelarut berdifusi ke dalam padatan. Proses difusi pelarut ke padatan dapat
terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi (driving force) antara solute
di 9 pelarut dengan solute di padatan.
c. Solute yang ada dalam padatan larut ke dalam pelarut. Solute dapat larut
dalam pelarut karena adanya gaya elektostatik antar molekul, yaitu disebut
gaya dipol-dipol, sehingga senyawa yang bersifat polar-polar atau
nonpolar-nonpolar dapat saling berikatan. Selain itu juga terdapat gaya
dipol-dipol induksi atau gaya London yang menyebabkan senyawa polar
dapat larut atau sedikit larut dengan seyawa nonpolar.
d. Solute berdifusi dari padatan menuju permukaan padatan; Proses difusi ini
disebabkan oleh konsentrasi solute dalam pelarut yang berada di dalam
poripori padatan lebih besar daripada permukaan padatan.
e. Solute berpindah dari permukaan padatan menuju bulk solution. Pada
tahap ini, tahanan perpindahan massa solute ke bulk solution lebih kecil
daripada di dalam padatan. Proses ekstraksi berlangsung hingga
kesetimbangan tercapai yang ditunjukkan oleh konsentrasi solute dalam
bulksolution menjadi konstan atau tidak ada perbedaan konsentrasi solute
dalam bulk solution dengan padatan (driving force bernilai nol atau
mendekati nol).
2. Ekstraksi cair – cair
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama
digunakan apabila 10 pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin
dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya
terhadap panas) atau tidak ekonomis. Ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari
sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan
pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Pada ekstraksi
cair-cair, zat terlarut dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan
pelarut cair. Campuran cairan pembawa dan pelarut ini adalah heterogen, jika
dipisahkan terdapat 2 fase yaitu fase diluen (rafinat) dan fase pelarut (ekstrak).
Perbedaan konsentrasi zat terlarut di dalam suatu fasa dengan konsentrasi pada
keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) zat
terlarut dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan
terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari
kondisi setimbang (Indra Wibawa, 2012).
Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang
digunakan harus memenuhi kriteria yaitu kemampuan tinggi melarutkan
komponen zat terlarut di dalam campuran, kemampuan tinggi untuk diambil
kembali, perbedaan berat jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar, pelarut dan
larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur, tidak mudah bereaksi
dengan zat yang akan diekstraksi, tidak merusak alat secara korosi, tidak mudah
terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah (Martunus & Helwani, 2020).
Menurut Marjoni (2016), tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik
semua zat aktif dan komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam
menentukan tujuan dari suatu proses ekstraksi, perlu diperhatikan beberapa
kondisi dan pertimbangan berikut:
1. Senyawa kimia yang telah memiliki identitas
2. Mengandung kelompok senyawa kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan)
4. Penemuan senyawa baru
Menurut Wilson, et al (2019), secara garis besar proses pemisahan secara
ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk
fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel
2.1.3 Evaporasi
Evaporasi adalah suatu proses berubahnya air menjadi uap air dan perairan
terbuka, tanah dan batuan lainnya. Proses evaporasi sangat dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan uap, suhu udara, angin, kualitas air dan permukaan bidang
evaporasi. Pengukuran besarnya evaporasi dapat dilakukan dengan berbagai
macam teknik, mulai dari pengukuran langsung dengan panci evaporasi atau
perhitungan dengan berbagai metode dan gabungan keduanya (Jesiani Eka, et al,
2019)
Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang
terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non
volatile. Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara mendidihkan
atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi
bertujuan untuk meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil
volume larutan, menurunkan aktivitas air (Nuramalia Winda, 2019)
Evaporasi dilakukan dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga
didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Evaporasi tidak
sama dengan pengeringan. Dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair yang
sangat kental, bukan zat padat.Evaporasi berbeda pula dengan destilasi, karena
uapnya adalah komponen tunggal.Evaporasi berbeda dengan kristalisasi, karena
evaporasi digunakan untuk memekatkan larutan bukan untuk membuat zat padat
atau Kristal (Nuramalia Winda, 2019).
2.1.4 Evaporator
Mekanisme kerja evaporator adalah steam yang dihasilkan oleh alat
pemindah panas, kemudian panas yang ada (steam) berpindah pada bahan atau
larutan sehingga suhu larutan akan naik sampai mencapai titik didih. Uap yang
dihasilkan masih digunakan atau disuplai sehingga terjadi peningkatan tekanan
uap (Gaman, 1994).
` Selama proses evaporasi dapat terjadi perubahan-perubahan pada bahan,
baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Perubahan-perubahan yang
terjadi antara lain perubahan viskositas, kehilangan aroma, kerusakan komponen
gizi, terjadinya pencokelatan dan lain-lain.Pemekatan dapat dilakukan melalui
penguapan, proses melalui membrane, dan pemekatan beku.Peralatan yang
digunakan untuk memindahkan panas ke bahan bermacam-macam bentuk dan
jenisnya. Penggunaan bermacam-macam peralatan ini akan berpengaruh pada
kemudahan penguapan dan retensi zat gizi (Paptiningsih, Yulia, 1999).
Besarnya suhu dan tekanan evaporator sangat berpengaruh terhadap proses
penguapan cairan. Semakin tinggi maka semakin cepat proses evaporasi, tetapi
dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas bahan
(Gaman, 1994)
2.1.5 Prinsip Evaporator
Evaporator adalah alat untuk mengevaporasi larutan sehingga prinsip
kerjanya merupakan prinsip kerja atau cara kerja dari evaporasi itu sendiri. Prinsip
kerjanya dengan penambahan kalor atau panas untuk memekatkan suatu larutan
yang terdiri dari zat terlarut yang memiliki titik didih tinggi dan zat pelarut yang
memiliki titik didih lebih rendah sehingga dihasilkan larutan yang lebih pekat
serta memiliki konsentrasi yang tinggi (Nuramalia Winda, 2019).
Sedangkan menurut Reo Albert., et al (2017), alat rotary evaporator atau semacam
mesin penyaring berputar.Prinsip kerja dari rotary evaporator adalah untuk
menguapkan pelarut ekstraksi dan hanya meninggalkan senyawa hasil diekstraksi
disebut ekstrak.
2.1.2 Uraian Tanaman
2.2.1 Jarak (Ricinus communis L)
a. Klasifikasi
Rumus Struktur :