Anda di halaman 1dari 58

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leaching merupakan suatu metode yang tepat untuk memisahkan padatan
campuran yang terkontak dengan pelarut cair. Proses ini dilakukan untuk
mengambil / mendapatkan bagian dari padatan tersebut (lebih berharga dari
padatannya) dengan larutan yang hanya larut pada bagian yang ingin diambil.
Leaching banyak digunakan pada industri metalurgi, yaitu digunakan untuk
memisahkan suatu mineral dari suatu batuan. Leaching dapat dikerjakan secara
batch, semibatch atau secara kontinyu.
Teknik operasi yang biasa digunakan untuk proses leaching adalah
spraying atau aliran liquid dan mencelup zat padat seluruhnya kedalam zat cair,
atau dapat pula digunakan beberapa tingkat tabung, solvent dialirkan dari tabung
teratas kemudian mengalir ke tabung dibawahnya. Hal ini dimaksudkan agar luas
permukaan bidang kontak semakin besar, sehingga akan meningkatkan effisiensi
leaching.
Proses leaching terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Proses perubahan fasa dari solute saat terlarut ke dalam pelarut (padat-
cair)
Dari bentuk padat ke dalam bentuk cair
2. Difusi dari solute melalui pelarut dalam padatan, yang keluar melalui pori-
pori padatan
Pelarutnya masuk ke pori-pori karena ada beda konsentrasi dari tinggi
menuju rendah.
3. Perpindahan solute dari larutan/pelarut dalam kontaknya dengan partikel
ke larutan utama.
Zat yang mau di leaching melarut ke seluruh larutan.
Effisiensi leaching adalah perbandingan jumlah solute yang terambil oleh
pelarut dengan jumlah solute dalam solid mula-mula, sehingga dapat ditulis :

(jumlah solute dalam solvent)


Eff Leaching = × 100%
(jumlah solute dalam solid awal)

1
Untuk memisahkan satu atau lebih komponen dalam campuran, campuran
harus dikontakkan dengan fase lain, proses ini dikenal dengan nama Ekstraksi.
Fase lain yang dikontakkan dapat berupa gas-cair, uap-cair, cair-cair maupun
solid-fluida. Proses ekstraksi sendiri dibedakan menjadi dua macam yaitu,
ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat- cair (leaching). Ekstraksi pelarut
(ekstraksi cair-cair) seringkali digunakan sebagai alternatif untuk melakukan
pemisahan selain dengan distilasi atau evaporasi. Contohnya asam asetat dapat
dipisahkan dari air dengan distilasi atau dengan ekstraksi menggunakan pelarut
organik.
Kebanyakan senyawa biologi, organik, dan anorganik terbentuk dalam
campuran dari berbagai komponen dalam padatan. Untuk memisahkan solut (zat
yang ingin diekstrak) yang diinginkan maupun yang tak diinginkan dari suatu
solid, solid dikontakkan dengan fase liquid/ cair. Kedua fase tersebut akan
mengalami kontak dan solut dapat berdifusi dari solid menuju fase liquid sehingga
terjadi solut yang tadinya berada dalam solid dapat dipisahkan. Proses pemisahan
inilah yang disebut dengan leaching. Padaleaching, ketika komponen yang tidak
diinginkan dipisahkan dari solid dengan menggunakan air maka disebut washing.
Leaching banyak dipakai dalam berbagai industri. Pada proses industri
biologi dan makanan banyak produk dipisahkan dari struktur alaminya dengan
proses leaching. Sebagai contoh, gula dihasilkan dari prosesleaching dari tebu
atau gula bit dengan menggunakan air. Dalam produksi minyak sayur, pelarut
organik seperti heksana, aseton, dan eter digunakan untuk mengekstrak minyak
dari kacang tanah, kacang kedelai, biji bunga matahari, biji kapas, dan sebagainya.
Pada industri farmasi, berbagai produk farmasi yang berbeda dihasilkan dengan
proses leaching akar tanaman, daun, ataupun batang. Selain untuk berbagai
kegunaan di atas leaching juga dijumpai dalam industri pemrosesan logam.
Biasanya logam yang bermanfaat biasanya terdapat dalam campuran dengan
jumlah konstituen tak diinginkan yang cukup besar. Leaching dipakai untuk
memisahkan logam sebagai garam yang terlarut. Misalnya garam tembaga di-
leachingdari bijih yang mengandung berbagai logam dengan menggunakan asam
sulfat atau larutan amoniak.

2
Persiapan dari solid yang akan di-leaching tergantung pada proporsi solut
yang ada, distribusinya pada solid dan sifat alami dari solid. Bila senyawa terlarut
dikelilingi oleh bahan yang tidak larut, pelarut harus berdifusi ke dalam dan lalu
berkontak serta melarutkan solut dan kemudian berdifusi keluar. Material biologi
biasanya memiliki struktur seluler dan solut berada dalam sel. Proses leachingnya
berlangsung relatif lebih lambat karena dinding sel menyebabkan suatu
halangan untuk berdifusi. Untuk itu biasanya materi biologi yang akan dileaching
dipotong tipis memanjang atau dikecilkan ukurannya lebih dahulu agar sel-sel
terpecah sehingga difusi dapat berlangsung lebih cepat. Contohnya dalam untuk
mengekstraksi gula dari tebu, tebu harus dipotong terlebih dulu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu ekstraksi padat-cair atau Leaching?
2. Bagaimana prinsip kerja atau proses perpindahan massa dari ekstraksi
Leaching?
3. Bagaimana metode operasi dari ekstraksi Leaching?
4. Macam – macam ekstraksi padat-cair?
5. Seperti apa pengaplikasian Leaching dalam industri?
6. Apa saja keuntungan dan kerugian metode In-situ Leaching?
7. Bagaimana penerapan Leaching dalam perhitungan operasi perpindahan
massa

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian ekstraksi padat cair atau Leaching.
2. Mengetahui prinsip kerja atau proses perpindahan massa dari ekstraksi
Leaching.
3. Mengetahui metode operasi dari ekstraksi Leaching.
4. Mengetahui jenis-jenis ekstraksi padat-cair.
5. Mengetahui pengaplikasian ekstraksi padat-cair(Leaching) dalam industri.
6. Mendeskripsikan keuntungan dan kerugian metode In-situ Leaching.
7. Mengetahui cara penyelesaian soal operasi perpindahan massa dalam metode
Leaching.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Leaching


Ekstraksi padat cair adalah proses ekstraksi suatu konstituen yang dapat
larut (solute) pada suatu campuran solid dengan menggunakan pelarut. Proses ini
sering disebut Leaching. Proses ini biasanya digunakan untuk mengolah suatu
larutan pekat dari suatu solute (konstituen) dalam solid (leaching) atau untuk
membersihkan suatu solute inert dari kontaminannya dengan bahan (konstituen)
yang dapat larut (washing).
Metode yang diperlukan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah
konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid, sifat solid,
dan ukuran partikelnya. Bila konstituen yang akan larut ke dalam solvent lebih
dahulu, akibatnya sisa solid akan berpori-pori. Selanjutnya pelarut harus
menembus lapisan larutan dipermukaan solid untuk mencapai konstituen yang ada
dibawahnya, akibatnya kecepatan ekstraksi akan menurun dengan tajam karena
sulitnya lapisan larutan tersebut ditembus. Tetapi bila konstituen yang akan
dilarutkan merupakan sebagian besar dari solid, maka sisa solid yang berpori-pori
akan segera pecah menjadi solid halus dan tidak akan menghalangi perembesan
pelarut ke lapisan yang lebih dalam.
Umumnya mekanisme proses ekstraksi dibagi menjadi 3 bagian :
1. Perubahan fase konstituen (solute) untuk larut ke dalam pelarut, misalnya dari
bentuk padat menjadi liquid.
2. Difusi melalui pelarut di dalam pori-pori untuk selanjutnya dikeluarkan dari
partikel.
3. Akhirnya perpindahan solute (konstituen) ini dari sekitar partikel ke dalam lapisan
keseluruhannya (bulk).
Setiap bagian dari mekanisme ini akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi,
namun karena bagian pertama berlangsung dengan cepat, maka terdapat kecepatan
ekstraksi secara overall dapat diabaikan. Pada beberapa solid atau sistem yang
akan di ekstraksi, konstituen yang akan dilarutkan terisolasi oleh suatu lapisan
yang sangat sulit ditembus oleh pelarut, misalnya biji emas didalam rock (batu

4
karang) maka solid ini harus dipecah terlebih dahulu. Demikian pula bila solute
berada dalam solid yang berstruktur selluler akan sulit di ekstraksi karena struktur
yang demikian merupakan tahanan tambahan terhadap rembesan. Untuk
mengatasi solid semacam ini terlebih dahulu dipotong tipis memanjang hingga
sebagian dari sel –sel solid pecah. Pada ekstraksi minyak dari biji – bijian,
walaupun bentuk selnya celluler, ekstraksi tidak terlalu solid karena solute
(konstituen) sudah berbentuk liquid (minyak).

Gambar 1.1 ekstraksi solid-liquid


Pemilihan alat untuk proses leaching dipengaruhi oleh faktor- faktor yang
membatasi kecepatan ekstraksi dikontrol oleh mekanisme difusi solute melalui
pori- pori solid yang diolah harus kecil, agar jarak perembesan tidak terlalu jauh.
Sebaliknya bila mekanisme solute dari permukaan partikel kedalam larutan
keseluruhan (bulk) merupakan faktor yang mengontrol, maka harus dilakukan
pengadukan dalam proses.
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut
ini :
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-
komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi
bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan
ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di ekstraksi
lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).\

5
3. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut
dalam bahan ekstraksi.
4. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan
kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali pemisahan
harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam
ekstraktor sentrifugal).
5. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan
reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada
dalam bentuk larutan.
6. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh
terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi ekonomi,
akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu
tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).
Setiap bagian dari mekanisme ini akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi,
namun bagian pertama berlangsung dengan cepat maka terhadap kecepatan
ekstraksi secara keseluruhan dapat diabaikan.
Jadi proses leaching dapat dilakukan 3 macam:
1. Pelarutan solute.
2. Pemisahan larutan terhadap ampas padat.
3. Pencucian ampas padat

6
Ekstraksi padat cair, yang sering disebut leaching, adalah proses
pemisahan zat yang dapat melarut (solut) dari suatu campurannya dengan padatan
yang tidak dapat larut (innert) dengan menggunakan pelarut cair. Operasi ini
sering dijumpai di dalam industri metalurgi dan farmasi, misalnya pada pemisahan
biji emas, tembaga dari biji-bijian logam, produk-produk farmasi dari akar atau
daun tumbuhan tertentu. Hingga kini, teori tentang leaching masih sangat kurang,
misalnya mengenai laju operasinya sendiri belum banyak diketahui orang,
sehingga untuk merancang peralatannya sering hanya didasarkan pada hasil
percobaan saja.
Operasi ekstraksi padat cair selalu terdiri atas 2 langkah, yaitu:
1. Kontak antara padatan dan pelarut untuk mendapatkan perpindahan solut
ke dalam pelarut
2. Pemisahan larutan yang terbentuk dari padatan sisa .
Dikenal 2 jenis alat pengontak padatan dengan pelarut:
1. Alat dengan unggun tetap (fixed bed), dimana pelarut dilewatkan melalui
partikel padatan, yang tersusun dalam suatu unggun tetap
2. Alat dengan kontak terdispersi (dispersed contact), dimana partikel padatan
didispersikan dalam pelarut, sehingga di samping terjadi pergerakan relatif
antara partikel padatan dan pelarut terdapat pula pergerakan relatif antara
partikel padatan itu sendiri.
Alat ekstraksi dengan unggun tetap yang paling sederhana terdiri dari
tangki terbuka dengan dasar berlubang-lubang. Ke dalam tangki tersebut diisikan
padatan, sebagai unggun tetap, sedang pelarut dialirkan secara gravitasi atau
secara paksa dengan menggunakan pompa. Contoh alat ekstraksi jenis ini adalah
leaching tank. Di dalam tangki ini padatan dan npelarut diaduk bersama dan
kemudian dipisahkan. Pemisahan dapat dilaksanakan di dalam tangki yang sama
maupun dalam satu unit yang terpisah, dengan cara dekantasi atau filtrasi.
Ada 4 faktor yang harus diperhatikan dalam ekstraksi padat cair:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan
kontak antara partikel dengan liquid, akibatnya akan memperbesar heat transfer
material disamping itu juga akan memperkecil jarak diffusi. Tetapi partikel yang

7
sangat halus akan membuat tidak efektif bila sirkulasi proses tidak dijalankan,
disamping itu juga akan mempersulit drainage solid residu. Jadi harus ada range
tertentu untuk ukuran- ukuran partikel dimana suatu partikel harus cukup kecil
agar tiap partikel mempunyai waktu ekstraksi yang sama tetapi juga tidak terlalu
kecil hingga tidak menggumpal dan menyulitkan aliran.
2. Pelarut
Harus dipilih larutan yang cukup baik dimana tidak akan merusak
kontituen atau solute yang diharapkan (residu). Disamping itu juga tidak boleh
pelarut dengan viskositas tinggi (kental) agar sirkulasi bebas dapat terjadi.
Umumnya pada awal ekstraksi pelarut dalam keadaan murni tetapi setelah
beberapa lama konsentrasi solute didalamnya akan bertambah besar akibatnya rate
ekstraksi akan menurun pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang dan
kedua kerena larutan bertambah pekat.
Dalam biologi dan proses pembuatan makanan, banyak produk yang
dipisahkan dari struktur alaminya menggunakan ekstraksi cair-padat. Proses
terpenting dalam pembuatan gula, leaching dari umbi-umbian dengan produksi
minyak tumbuhan, pelarut organic seperti hexane, acetone, dan lainnya digunakan
untuk mengekstrak minyak dari kacang kedelai, biji bunga tumbuhan dan lain-
lain. Dalam industri farmasi, banyak produk obat-obatan diperoleh dari leaching
akar tanaman, daun dan batang. Untuk produksi kopi instan, kopi yang sudah
dipanggang di leaching dengan air segar. Teh dapat larut diproduksi dengan
menggunakan pelarut air dan daun teh .
Solvent atau pelarut berfungsi melarutkan zat terlarut dari suatu senyawa.
Solven harus memenuhi criteria sebagai berikut (Perry,1997 dalam N Tharic,
2010):
1. Daya larut terhadap solute cukup besar
2. Dapat diregenerasi
3. Memiliki koefisien distribusi solute yang tinggi
4. Dapat memuat solute dalam jumlah yang besar
5. Sama sekali tidak melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan diluen
6. Memiliki kecocokan dengan solute yang akan diekstraksi
7. Viskositas rendah

8
8. Antara solven dengan diluenharus mempunyai perbedaan densitas yang cukup
besar
9. Memiliki tegangan antarmuka yang cukup
10. Dapat mengurangi potensi terbentuknya fase ketiga
11. Tidak korosi.
12. Tidak mudah terbakar
13. Tidak beracun
14. Tidak berbahaya bagi lingkungan
15. Murah dan mudah didapat

3. Suhu operasi
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah dengan
bertambah tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar difusi,jadi secara
keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Namun demikian dipihak lain
harus diperhatikan apakah dengan suhu tinggi tidak merusak material yang
diproses. Pengaruh temperatur terhadap operasi leaching dapat dikatakan dengan
kelarutan dan laju pelarut. Pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat
ditunjukkan dengan :
𝑑 ln 𝐾 ∆𝐻
=
𝑑𝑡 𝑅𝑇 2
H adalah panas pelarut yang dapat berharga positif maupun negatif. Untuk
pelarutan endoterm, harga K semakin besar pula bila temperatur naik sehingga
pelarutan membesar. Hal yang sebaliknya berlaku untuk pelarutan eksoterm.
Hubungan kecepatan pelarutan dengan temperatur ditunjukkan dengan rumus
berikut :
K = A.e-Ea/RT
Harga Ea, energi aktifasi pelarutan selain positif sehingga kecepatan
pelarutan selalu bertambah dengan menaiknya temperatur. Pengaruh temperatur
juga dapat dihubungkan dengan sifat-sifat pelarut seperti densiti, viskositas dan
difusivitas.

9
4. Pengadukan
Dengan adanya pengadukan, maka diffusi eddy akan bertambah,dan
perpindahan material dari permukaan pertikel ke dalam larutan (bulk) bertambah
cepat,disamping itu dengan pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan.
Semakin cepat laju putaran pengaduk partikel akan semakin terdistribusi
dalam permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Semakin lama waktu
pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama pengadukan harus
dibatasi pada harga optimum agar dapat optimum agar konsumsi energi tak terlalu
besar. Pengaruh faktor pengadukan ini hanya ada bila laju pelarutan
memungkinkan.

2.2 Metode Operasi Leaching


Dikenal 4 jenis metode leaching. Berikut ini disajikan uraian singkat
mengenai masing-masing metode tersebut :
1. Operasi dengan sistem bertahap tunggal
Dengan metode ini, pengontakkan antara padatan dan pelarut dilakukan
sekaligus dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara
ini jarang ditemukan dalam operasi industry karena perolehan solute yang rendah.

Gambar 2.1 gambar operasi dengan sistem bertahap tunggal


2. Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau aliran
silang
Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut
pada tahap pertama, kemudian aliran bawah pada tahap ini dikontakkan pada
pelarut baru pada tahap berikutnya dan demekian seterusnya. Larutan yang
diperoleh pada aliran atas dapat dikumpulkan menjadi satu seperti yang terjadi
pada sistem aliran sejajar atau ditampung secara terpisah seperti pada sistem aliran
silang.

10
Gambar 2.2 gambar operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar
atau aliran silang
3. Operasi secara continue dengan aliran berlawanan
Dalam sistem ini aliran atas dan bawah mengalir secara berlawanan.
Operasi dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat yang
merupakan aliran atas tahap kedua, dan tahapan baru. Operasi berakhir pada tahap
ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut baru dan padatan
yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Dapat dimengerti bahwa sistem ini
memungkinkan didapatkannya.

Gambar 2.3 gambar operasi secara continue dengan aliran berlawanan


4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran
bawah
Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun
berderet atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi. Didalam sistem
ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap tangka dan dikontakkan dengan beberapa
larutan yang kosentrasi semakin menurun. Padatan yang hampir tidak mengandung solute
meninggalkan rangkaian setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan
pekat sebelum keluar dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru
didalam tangki yang lain.

11
Gambar 2.4 gambar operasi batch dengan sistem bertahap banyak dengan
aliran bawah

2.3 Prinsip Kerja Leaching


Jika suatu komponen dari suatu campuran merupakan padatan yang sangat
larut dalam suatu larutan tertentu dan komponen yang lain secara khusu tidak
larut, maka diikuti dengan proses penyaringan. Akan tetapi apabila komponen
sangat lambat, maka perlu dilakukan proses pemisahan dengan ekstraksi. Prinsip
dasar dari ekstraksi pelarut ini adalah distribusi zat terlarut kedalam pelarut yang
bercampur.
Ekstraksi padat-cair atau lebih dikenal dengan sebutan leaching
merupakan proses pemisahan zat padat yang dapat melarut (zat terlarut) dari
campurannya dengan zat padat lain yang tidak dapat larut atau inert dengan cara
pelarutan. Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga
langkah dasar, yaitu:
1. Penambahan sejumlah massa solven untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2. Solute akan terpisah dari sampel dan larut oleh solven membentuk fase
ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel. (Wilson, et al., 2000 dalam N Tharic,
2010)
Prinsip kerja dari proses leaching adalah pelarut akan melarutkan sebagian
bahan padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan diperoleh setelah itu
dilakukan proses pemisahan larutan yang terbentuk dari padatan sisa. Pemisahan
fasa padat dari cair dapat dilakukan dengna operasi sedimentasi, filtrasi, ataupun
sentrifugasi.

12
Operasi leaching dapat dilakukan dengan sistem batch, semibatch, ataupun
continue. Operasi ini biasanya dilakukan pada suhu tinggi untuk meningkatkan
kelarutan solut di dalam pelarut. Untuk meningkatkan performance, sistem aliran
dapat dibuat secara co-current ataupun counter current.
Setelah operasi leaching selesai, pemisahan fasa padat dari fasa cair dapat
dilakukan dengan operasi seddimentasi, filtrasi atau sentrifugasi. Pemisahan
sempurna hampir tidak mungkin dilakukan karena adanya kesetimbangan fasa, di
samping secara mekanis sangat sulit untuk mencapainya. Oleh karena itu akan
selalu adda bagian yang basah atau air yang terperangkap di dalam padatan.
Perhitungan dalam operasi ini melibatkan 3 komponen, yaitu padatan,
pelarut dan solut. Asupan umumnya berupa padatan yang terdiri dari bahan
pembawa tak larut dan senyawa dapat larut. senyawa dapat larut inilah yang
biasanya merupakan bahan atau mengandung bahan yang diinginkan.
Bahan yang diinginkan akan larut sampai titik tertentu dan keluar dari
ekstraktor pada aliran atas, sementara padatan keluar pada aliran bawah.
Sebagaimana disebutkan di atas,
aliran bawah biasanya basah karena campuran pelarut/solut masih terbawa juga.
Bagian atau persentase solut yang dapat dipisahkan dari padatan basah/kering
disebut sebagai rendemen.
Jika suatu komponen dari suatu campuran merupakan padatan yang sangat
larut dalam pelarut tertentu,dan komponen yang lain secara khusus tidak larut,
maka di ikuti dengan proses penyaringan. Akan tetapi apabila komponen sangat
lambat, maka perlu dilakukan pemisahan dengan ektraksi soxhlet. Prinsip dasar
dari ekstraksi pelarut ini adalah distribusi zat terlarut kedalam pelarut yang
bercampur.
Kesetimbangan fasa dalam sistem padatan solute pelarut ini mengikuti
prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Pada kondisi termodinamika tertentu (P,T tertentu) terdapat hubungan
kesetimbangan yang dapat digambarkan dalam bentuk kurva
kesetimbangan.
b. Pada sistem yang telah setimbang tidak terjadi difusi netto komponen-
komponen diantara kedua fasa. Ini berarti laju difusi dari fasa padatan

13
ke fasa pelarut sama dengan laju difusi dari fasa pelarut ke fasa
padatan.
c. Untuk sistem yang belum tercapai kesetimbangannya, difusi
komponen-komponen mendorong sistem menuju kesetimbangan.

Secara mikroskopik proses difusi antara fasa sering dapat diwakili oleh
teori dua film Whitman. Asumsi yang diterapkan dalam metode ini adalah :
1) Hambatan perpindahan massa hanya terdapat dalam masing-masing fasa. Ini
berarti bahwa di dalam setiap fasa terbentuk gradien konsentrasi.
2) Pada antar muka fasa terjadi kesetimbangan secara seketika. Laju
perpindahan massa solut dari fasa padatan ke fasa pelarut dinyatakan dengan
persamaan fick berikut ini :
NA = KS (XAS – XAI)  = ]  massa / (luas x waktu) 
= KL (XAI – XAL) berdasarkan kekekalan massa.
dengan :
NA = fluks komponen A
KS = koefisien difusi pada fasa padatan
KL = koefisien solut A pada fasa pelarut
XAI, XAL, XAS : konsentrasi solut A pada fasa padatan, antar fasa dan fasa
pelarut. Dari hitungan di atas dapat diketahui bahwa laju perpindahan massa
dipercepat dengan peningkatan koefisien difusi dan/atau beda konsentrasi diantara
kedua fasa(sebagai suku gaya pendorong fasa).
Keberhasilan proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh persiapan
umpan, langkah-langkah persiapan padatan, karakteristik padatan serta tujuan dan
kendala proses yang berlaku.
a. Pada beberapa kasus dijumpai solut yang dilengkapi matrik padatan tak larut
untuk mempermudah kontak solute dengan padatan. Pelarutan dilakukan
dengan penggilingan padatan, sehingga solute yang semula ditangkap oleh
padatan.
b. Pengaruh temperatur
Pada umumnya temperatur yang lebih tinggi akan lebih menguntungkan
sebagian proses ekstraksi padat cair, karena akan meningkatkan harga difusivitas

14
perpindahan massa sebagai perpindahan solute, kelarutan solute dan pelarut.
 Mekanisme reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi
Proses ekstraksi padat-cair berlangsung tiga tahap, yaitu :
1. Pembentukan kompleks tidak bermuatan.
2. Distribusi dari kompleks yang terekstraksi.
3. Interaksinya yang mungkin dalam fase organik.
Untuk mencapai unjuk kerja atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada
ekstraksi padat-cair, syarat-syarat beikut harus dipenuhi :
1. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa padat
dan fasa cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang seluas
mungkin.
2. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju alir
bahan ekstraksi, agar ekstraksi yang terlarut dapat segera diangkut keluar dari
permukaan bahan padat.
3. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih
besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi

 Komponen-Komponen Proses Leaching

Gambar2. Jenis Ekstraktor proses Leaching (sumber www.engineering-


resource.com)

15
2.4 Macam-macam ekstraksi Padat-Cair
a. Ekstraksi padat-cair tak kontinyu
Dalam hal yang paling sederhana bahan ekstraksi padat dicampur
beberapa kali dengan pelarut segar di dalam sebuah tangki pengaduk. Larutan
ekstrak yang terbentuk setiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan (pengaruh
gaya berat) atau penyaringan (dalam sebuag alat yang dihubungkan dengan
ekstraktor). Proses ini tidak begitu ekonomis,digunakan misalnya di tempat yang
tidak tersedia ekstraktor khusus atau bahan ekstraksi tersedia dalam bentuk serbuk
sangat halus,sehingga karena bahaya penyumbatan,ekstraktor lain tidak mungkin
digunakan.
Ekstraktor yang sebenamya adalah tangki-tangki dengan pelat ayak yang
dipasang di dalamnya. Pada alat ini bahan ekstraksi diletakkan diatas pelat ayak
horisontal. Dengan bantuan suatu distributor, pelarut dialirkan dari atas ke bawah.
Dengan perkakas pengaduk (di atas pelat ayak) yang dapat dinaik-turunkan,
pencampuran seringkali dapat disempurnakan,atau rafinat dapat dikeluarkan dari
tangki setelah berakhirnya ekstraksi. Ekstraktor semacarn ini hanya sesuai untuk
bahan padat dengan partikel yang tidak terlalu halus.
Yang lebih ekonomis lagi adalah penggabungan beberapa ekstraktor yang
dipasang seri dan aliran bahan ekstraksi berlawanan dengan aliran pelarut.Dalam
hal ini pelarut dimasukkan kedalam ekstraktor yang berisi campuran yang telah
mengalami proses ekstraksi paling banyak. Pada setiap ekstraktor yang dilewati,
pelarut semakin diperkaya oleh ekstrak.Pelarut akan dikeluarkan dalam
konsentrasi tinggi dari ekstraktor yang berisi campuran yang mengalami proses
ekstraksi paling sedikit. Dengan operasi ini pemakaian pelarut lebih sedikit dan
konsentrasi akhir dari larutan ekstrak lebih tinggi.
Cara lain ialah dengan mengalirkan larutan ekstrak yang keluar dari pelat
ayak ke sebuah ketel destilasi, menguapkan pelarut di situ, menggabungkannya
dalam sebuah kondenser dan segera mengalirkannya kembali ke ekstraktor untuk
dicampur dengan bahan ekstraksi.Dalam ketel destilasi konsentrasi larutan ekstrak
terus menerus meningkat.Dengan metode ini jumlah total pelarut yang diperlukan
relatif kecil.Meskipun demikian, selalu terdapat perbedaan konsentrasi ekstrak

16
yang maksimal antara bahan ekstraksi dan pelarut. Kerugiannya adalah pemakaian
banyak energi karena pelarut harus diuapkan secara terus menerus.
Pada ekstraksi bahan-bahan yang peka terhadap suhu terdapat sebuah bak
penampung sebagai pengganti ketel destilasi.Dari bak tersebut larutan ekstrak
dialirkan ke dalam alat penguap vakum (misalnya alat penguap pipa atau film).
Uap pelarut yang terbentuk kemudian dikondensasikan,pelarut didinginkan dan
dialirkan kem bali ke dalam ekstraktor dalam keadaan dingin.

b. Ekstraksi padat-cair kontinyu


Cara kedua ekstraktor ini serupa dengan ekstraktor-ekstraktor yang
dipasang seri, tetapi pengisian, pengumpanan pelarut dan juga pengosongan
berlangsung secara otomatik penuh dan terjadi dalam sebuah alat yang sama. Oleh
Pengumpanan karena itu dapat diperoleh output yang lebih besar dengan jumlah
kerepotan yang lebih sedikit. Tetapi karena biaya untuk peralatannya
besar,ekstraktor semacam itu kebanyakan hanya digunakan untuk bahan ekstraksi
yang tersedia dalam kuantitas besar (misalnya biji-bijian minyak, tumbuhan). Dari
beraneka ragarn konstruksi alat ini, berikut akan di bahas ekstraktor keranjang
(bucket-wheel extractor) dan ekstraktor sabuk (belt extractor).
Jenis-jenis ekstraktor padat-cair kontinu :
1. Ekstraktor keranjang.
Pada ekstraktor keranjang, bahan ekstraksi terus-menerus dimasukkan ke
dalam sel-sel yang berbentuk juring atau sector dari sebuah rotor yang berputar
lambat mengelilingi poros vertical. Bagian bawah sel-sel ditutup sebuah pelat
ayak.
2. Ekstraktor sabuk.

Gambar 1 Ekstrator sabuk

17
Pada ekstraktor ini, bahan ekstraksi diumpan secara kontinu di atas sabuk
ayak yang melingkar. Disepanjang sabuk bahan dibasahi oleh pelarut atau larutan
ekstrak dengan konsentrasi yang meningkat dan arah aliran berlawanan setelah itu
bahan dikeluarkan dari ekstraktor.
3. Ekstraksi soxhlet
Soxhlet merupakan alat yang terdiri dari pengaduk atau granul anti-
bumping, still pot (wadah penyuling) bypass sidearm, thimble selulosa, extraction
liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser
(pendingin), cooling water in, dan cooling water out. Soxhlet biasa digunakan
dalam pengekstraksian lemak pada suatu bahan makanan. Metode soxhlet ini
dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan
sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang
digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju
ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut
yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi
senyawa yang tahan panas.
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut konstan
dengan adanya pendingin balik. Penetapan kadar lemak dengan metode soxhlet ini
dilakukan dengan cara mengeluarkan lemak dari bahan dengan pelarut anhydrous.
Pelarut anhydrous merupakan pelarut yang benar-benar bebas air. Hal tersebut
bertujuan supaya bahan-bahan yang larut air tidak terekstrak dan terhitung sebagai
lemak serta keaktifan pelarut tersebut tidak berkurang. Pelarut yang biasa
digunakan adalah pelarut hexana.
Ekstraksi Soxhlet digunakan untuk mengekstrak senyawa yang
kelarutannya terbatas dalam suatu pelarut dan pengotor-pengotornya tidak larut
dalam pelarut tersebut. Sampel yang digunakan dan yang dipisahkan dengan
metode ini berbentuk padatan. Dalam percobaan ini kami menggunakan sampel
kemiri. Ekstraksi soxhlet ini juga dapat disebut dengan ekstraksi padat-
cair.padatan yang diekstrak ditumbuk terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan
kertas saring dandimasukkan kedalam ekstraktor soxhlet, sedangkan pelarut
organic dimasukkan kepadal labu alas bulat kemudian seperangkat ekstraktor

18
soxhlet dirangkai dengan kondensor. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan
pelarut sampai semua analit terekstrak (kira-kira 6 x siklus). Hasil ekstraksi
dipindahkan ke rotary evaporator vacuum untuk diekstrak kembali berdasarkan
titik didihnya.
Ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat
pada padatan menggunkan pelarut organic. Padatan yang akan diekstrak
dilembutkan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau juga diiris-iris. Kemudian
padatan yang telah halus dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang
terbungkus kertas saring dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut
organic dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Kemudian alat ektraksi soxhlet
dirangkai dengan kondensor. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut
organic sampai semua analit terekstrak.
Massa jenis (densitas) hasil ekstraksi dihitung dengan menggunakan persamaan:
D = M/V
Ket: D = densitas (gr/lt)
M = Massa cairan (gr)
V = Volume cairan (lt)

Gambar 2 Soxhlet

19
2.4 Aplikasi Leaching dalam Industri
Leaching banyak ditemukan pada industri-industri. Biasanya ditemukan
pada industri biologi atau industri makanan, terdapat proses yang dilakukan untuk
memisahkan suatu produk dari struktur alaminya. Misalnya dari produksi gula,
proses leaching dilakukan untuk memisahkan gula dari tebu. Contoh lainnya dapat
kita lihat pada produksi minyak makan, pelarut yang organik seperti aseton atau
eter digunakan untuk mengekstrak minyak dari kacang-kacangan, gula dari umbi,
kopi dari biji- bijian, dll.
Leaching juga dapat kita temukan pada proses logam, diantaranya sebagai
berikut :
1. Leaching Emas
2. Leaching Alumunium
3. Leaching Tembaga
Pengambilan garam-garam logam dari pasir besi juga disebut proses
leaching. Proses ini merupakan ekstraksi yang digabungkan dengan reaksi kimia.
Dalam hal ini ekstrak, dengan bantuan suatu asam anorganik misalnya,
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk yang larut.
Pada material biologi biasanya solut berada dalam sel. Sehingga proses
leaching menjadi lambat karena terhalang oleh membran sel. Sehingga pada
pemrosesan leaching material biologi, bahan yang akan di leaching dipotong-
potong tipis terlebih dahulu untuk mempercepat proses leaching. Dapat kita lihat
pada proses pengekstrakan gula pada tebu, terlebih dahulu tebu tersebut dipotong-
potong untuk mempermudah proses leaching.

1. Aplikasi 1. Leaching pada industri emas


Kandungan emas dalam bijih memiliki konsentrasi yang umumnya sangat
kecil yaitu 10 g/t atau 0,001 % (basis massa). Pada konsentrasi ini penggunaan
larutan kimia (hydrometallurgical) untuk proses leaching adalah metode yang
paling ekonomis. Pada proses leaching emas, biji emas dilarutkan dalam medium
pelarut yang berupa cairan, selanjutnya emas dipisahkan dari residunya. Selain itu
pemisahan ini juga dapat dilakukan dengan mengadsorpsi emas dengan
menggunakan karbon aktif. Setelah emas di desorpsi oleh karbon aktif, langkah

20
selanjutnya adalah meningkatkan konsentrasi emas yang dilakukan dengan
precipitation atau electrodeposition. Emas adalah logam mulia dan tidak dapat
larut dalam air. Untuk itu dibutuhkan pelarut yang dapat membentuk ion
kompleks dengan emas yang stabil seperti sianida. Selain itu, juga dibutuhkan
oksidator seperti oksigen untuk melarutkan emas. Jumlah sianida minimal yang
dibutuhkan untuk melarutkan emas sekitar 350 mg/l atau 0.035% (dengan basis
NaCN 100%).
Sebagai alternatif pelarut dapat digunakan clorida, bromida, thiourea, dan
thiosulfat. Ion ini juga dapat membentuk senyawa kompleks dari emas sehingga
dapat melarutkan emas. Namun, senyawa kompleks yang dibentuk oleh ion ini
kurang stabil jika dibandingkan dengan ion sianida. Selain itu, dibutuhkan
oksidator yang lebih kuat dan kondisi yang sangat basa untuk dapat melarutkan
emas, serta dapat mengganggu kesehatan dan tidak ramah lingkungan. untuk itu
pada abad ke-19, leaching emas menggunakan sianida lebih berkembang.
 Penggunaan Sianida Dalam Leaching Emas
Sianida yang dimanfaatkan untuk leaching emas diproduksi dan
didistribusikan dalam berbagai bentuk fisik dan kimia, seperti briket padat,
lempeng kecil dan cairan. Natrium sianida, salah satu bentuk kimia sianida
didistribusikan dalam bentuk briket atau cairan sedangkan kalsium sianida,
disitribusikan dalam bentuk kepingan atau dalam bentuk cairan. Kekuatan dari
bulk reagen sianida bervariasi dari 98% untuk natrium sianida dalam bentuk
briket, 44-50% untuk bentuk kepingan Kalsium sianida, 28-33% untuk cairan
antrium sianida dan 15-18% untuk liquid kalsium sianida. Kekuatan dari reagen
sianida ditentukan dari kandungan molar sianida dalam senyawa tersebut.
Proses dalam skala besar biasanya berada dekat dengan produksi sianida
dan pada umumnya sianida dalam bentuk cairan lebih dipilih, akan tetapi
mengingat resiko dan biaya dalam pendistibusian bentuk liquid maka ketersediaan
sianida lebih banyak dalam bentuk padatan. Cairan sianida yang diumpankan ke
dalam proses harus dialirkan dengan laju yang proposional dengan jumlah massa
dari bijih besi kering dalam aliran proses. Laju alir sianida dikontrol untuk
mendapatkan jumlah sianida yang optimum yang dibutuhkan dalam proses
metalurgi dari bijih besi. Jumlah sianida yang harus ada dalam tambang

21
ditentukan oleh kebutuhan dari kontinuitas proses utama dan batas kritis
keselamatan.
 Persiapan Bijih Emas
Persiapan bijih besi adalah sangat penting supaya dapat membentuk
larutan sianida dalam bentuk yang paling menunjang keoptimalan emas yang
dihasilkan. Langkah pertama dalam persiapan bijih emas adalah crushing dan
grinding untuk memperkecil ukuran bijih emas dan dan membebaskan emas dari
bijihnya.Bijih emas yang mengandung banyak emas yang tidak terikat tidak akan
menghasilkan produk yang yang besar dengan menggunakan leaching dari sol
sianida karena dibutuhkan waktu yang lam untuk melarutkan emas dalam jumlah
besar. Untuk bijih emas dengan jumlah emas bebas banyak sebaiknya dilakukan
pemisahan secara gravitasi terlebih dahulu sebelum di proses dengan
menggunakan sianida.
Untuk bijih emas yang juga mengandung sulfida dan mineral – mineral
karbonasi membutuhkan proses tambahan, selain memperkecil ukuran bijih,
karena pada leaching dengan sianida, sulfida lebih mudah terdistribusi pada
sianida daripada emas dan sulfida yang terdistribusi ke sianida akan membentuk
thiocyanate. Jenis bijih emas ini sebaiknya mendapat perlakuan awal flotation,
kemudian dilanjutkan dengan pengoksidasian sulfida sehingga memperkecil
jumlah sulfida yag terdistribusi ke sianida. Untuk menghilangkan mineral–mineral
yang terkarbonasi dilakukan dengan mengoksidasi sehingga dapat mencegah
terjadinya emas teradsorbsi ke minera–mineral itu. Selain itu, selama proses
leaching sebaiknya ditambahkan karbon aktif untuk mengadsorsi emas yang telah
dimurnikan.
Proses leaching tidak dapat berhasil jika masih banyak bijih emas yang
terjebak di dalam mineral yang tidak membiarkan larutan leaching menuju emas
tersebut, sehingga emas tidak mengalami proses leaching. Bila leaching tidak
berhasil, maka kita memerlukan proses refraktori sebelum sianidasi. Meliputi sbb:
 Konsentrat, atau seluruh emas dipanaskan (dipanggang)
 Konsentrat atau seluruh emas di-bio oksidasi
 Konsentrat atau seluruh emas di oksidasi dengan tekanan tinggi dalam
autoclaves

22
 Menggerinda agar diperoleh partikel yang super halus.
 Leaching Dengan Larutan Sianida
Ketika emas dileaching dengan menggunakan larutan sianida akan
terbentuk senyawa kompleks emas-sianida melalui oksidasi sianida dengan
oksidator seperti oksigen terlarut atau senyawa sianida kompleks lainnya.
Senyawa kompleks emas-sianida sangat stabil sehingga jumlah sianida yang
dibutuhkan tidak terlalu banyak. Pada kenyataannya, jumlah sianida yang
digunakan untuk proses leaching ditentukan dari jumlah konsumsi sianida selain
proses leaching emas tersebut dan juga kebutuhan untuk meningkatkan produksi
emas dari proses leaching sesuai dengan harapan. Jenis sianida yang digunakan
pada umumnya berkonsentarsi antara 300 - 500 mg/l (0.03 – 0.05 % dengan basis
NaCN 10%) tergantung dari kandungan mineral dalam bijih emas tersebut.
Pemurnian emas secara leaching dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
heap leaching atau agitated pulp leaching. Pada heap leaching atau dump leaching
bijih emas atau agglomerated bijih emas tertahan di dalam lapisan pada lapisan
proteksi (heap on pad lines) dengan impermeable membrane. Larutan sianida
dialirkan ke heap dengan sprinkler atau drip irrigation system. Larutan sianida lalu
masuk melalui heap sehingga terjadi leaching emas dari bijihnya dan membentuk
emas yang terlarut dalam larutan sianida. Emas yang terlarut tersebut lalu
terkumpul dalam impermeable membrane dan kemudian dialirkan ke tempat
penyimpanan untuk proses selanjutnya. Metode heap leaching sesuai untuk
investor dengan modal yang tidak terlalu banyak, tetapi proses ini sangat lambat
dan efisiensinya tidak terlalu besar yaitu 50-75%.
Pada metode conventional milling and agitated leaching circuit, bijih besi
diperkecil ukurannya dengan semi-autogenous ball atau rod mills sampai
terbentuk serbuk. Serbuk dari bijih emas (slurry) kemudian dialirkan ke tangki –
tangki leaching ayang disusun seri. Di dalam tangki leaching diusahakan agar
serbuk – serbuk itu saling bertabrakan dengan menggerakkan mesin atau melalui
udara yang diinjeksikan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kontak antara
sianida dan oksigen dengan emas sehingga efisiensi dari proses dapat
ditingkatkan. Selanjutnya sianida akan melarutkan emas dan membentuk senyawa
kompleks emas-sianida yang stabil.

23
Penggunaan oksigen dan peroksida dalam komponen udara berfungsi
sebagi oksidator sehingga konsumsi dari sianida dapat diminimalkan dan efisiensi
proses dapat ditingkatkan. Selanjutnya pH slurry dnaikan mencapai 10 –11
dengan menggunakan batu kapur. Proses ini dilakukan pada bagian atas leach
circuit untuk mnghindari terbentuknya gas HCN pada saat penambahan larutan
sianida sehingga ion sianida tetap berada dalam larutan untuk melarutakan emas.
Slurry dapat juga digunakan dalam precoditioning seperti pre-oxidation pada
bagian atas sirkuit sebelum sianida diambahkan.
Karbon aktif dalam jumlah besar digunakan untuk mengadsorpsi emas
hasil dari proses leaching dengan cara mengalirkannya ke CIL (carbon-in-leach)
tanks atau separate CIP (carbon-in-pulp) tank. Karbon aktif kemudian
mengkonsentrasikannya menjadi padatan – padatan kecil. Selanjutnya karbon
aktif dipisahkan dari slurry melalui screening atau melalui proses lain yang
bertujuan untuk mendapatkan produk emas murni. Ketika proses adsopsi dengan
akrbon telah selesai, larutan emas-sianida harus dipisahkan dari padatan di slurry
melalui filtrasi atau thickening units. Larutan hasil pemisahan ini disebut sebagai
pregnant solution. Slurry yang emasnya telah dipisahkan disebut sebagai residue
atau tailings material. residu tersebut kemudian diproses lagiu untuk mendapatkan
sianida yang masih terlarut.
Emas yang terlarut dipisahkan dari larutannya menggunakan cementation
on zinc powder atau mengadsorpsi emas dengan menggunakan karbon aktif yang
diikuti dengan elution cementation with zinc atau electrowinning. Untuk
mengefisiensikan cementation sebaiknya disiapkan cairan bersih melalui proses
filtrasi atau counter current decantation.
2. Leaching pada Industri Bijih besi dan Uranium
Bijih besi yang terdapat di alam terkadang masih mengandung Uranium
dalam jumlah signifikan sebagai pengotornya. Kandungan Uranium pada
campuran bijih besi bergantung pada lokasi penambangan bijih besi. Besarnya
kandungan Uranium pada beberapa lokasi berkisar dari 0.02% sampai 15%.
Asam sulfat (H2SO4) biasa digunakan sebagai pelarut. Asam sulfat digunakan
untuk melarutkan Uranium karena Uranium memiliki kelarutan pada asam sulfat
lebih tinggi daripada logam-logam lain yang terdapat bijih besi.

24
Teknik yang dipakai adalah dengan metode In-Situ leaching, yaitu suatu
kegiatan pemurnian barang tambang dengan menggunakan metode leaching,
langsung pada situs penambangan tersebut. Proses pemurnian bijih besi dari
Uranium langsung di situs penambangan bijih besi dimaksudkan untuk
menghindari meluasnya bahaya kerusakan lingkungan akibat tercecernya limbah
uranium bila metode ex-situ atau dengan transporatsi digunakan.
Proses leaching Uranium dapat dilakukan oleh asam ataupun larutan alkali.
Agar proses ini berhasil dengan sempurna, maka Uranium yang belum stabil harus
dibentuk menjadi bentuk yang stabil yaitu dalam keadaan heksavalen maupun
dioksidasi dalam proses leaching-nya. Jadi, untuk mendapatkan bijih besi yang
murni kita menggunakan larutan asam atau alkali untuk memisahkan Uranium
dari barang tambang.
Asam yang digunakan dalam proses leaching biasanya adalah asam sulfat
(H2SO4) dengan cara mengaduk (agitasi) campuran bijih besi dengan asam
tersebut selama 4-48 jam pada temperature ambient. Jumlah asam sulfat yang
dibutuhkan secukupnya agar menghasilkan larutan dengan pH 1.5.
Biasanya selain asam sulfat, dilakukan pula penambahan MnO2 (Mangan
dioksida) dan ion klorat untuk mengoksidasi Uranium bervalensi 4 (U4+) menjadi
ion Uranil heksavalen (UO22+). Biasanya penambahan tersebut berupa 5 kilogram
Mangan dioksida atau 1.5 kilogram natrium klorat tiap ton campuran asam
sulfatnya. Uranium yang telah teroksidasi bereaksi dengan asam sulfat untuk
membentuk anion kompleks Uranil sulfat [UO2(SO4)3]4-.
Untuk melakukan proses leaching pada Uranium yang masih menyatu
dalam bijih besi yang masih mengandung mineral-mineral seperti kalsit dan
dolomit, proses sebaiknya dilakukan dengan menggunakan 0,5 - 1 molar larutan
Natrium karbonat.
Campuran Uranium yang larut dalam asam sulfat ini dinamakan mining
solution, selanjutnya mining solution ini dimanfaatkan untuk secondary injeksi
untuk mengeluarkan bijih besi dari dalam tanah. Dalam kenyataannya dalam
leaching Uranium dari bijih besi dengan konsentrasi tinggi, jumlah asam sulfat
yang dibutuhkan adalah sekitar 65 kg (H2SO4) per ton bijih besi dan mixing ratio
dari asam sulfat yang diperlukan untuk membentuk campuran yang seragam

25
(uniform) diantara bijih besi dan asam sulfat adalah 100 sampai 150 Liter larutan
asam sulfat per ton bijih besi.
Ketika mixing ratio lebih rendah dari 100 L/ton, konsentrasi larutan asam
sulfat yang bercampur dengan bijih besi lebih tinggi dari 650 g/L. Maka, dalam
kasus leaching Uranium dari bijih besi dengan konsentrasi asam sulfat yang tinggi
justru menguntungkan karena proses separasi solid-liquid menjadi ter-fasilitasi.
Sebaliknya, campuran asam sulfat dan bijuh besi menjadi sulit dipisahkan
sehingga dengan konsentrasi asam yang rendah, proses leaching menjadi tidak
maksimal.

2.5 Skema Proses Leaching


Skema proses leaching ditunjukkan oleh gambar dibawah ini :

Gambar 4.1 skema proses leaching

Aliran bawah L adalah aliran liquid yang mengalir bersama material padat
S, dan overflow V adalah aliran pelarut murni. Pada tahap pertama, material padat
dilarutkan untuk dilanjutkan ketahap pencucian. Ketika material padat terbawa
aliran tidak berpindah ke overflow, laju alir dari setiap tahap adalah konstan.
Dalam unit pertama, sebagian pelarut merembes kedalam material untuk proses
leaching dan membawanya ketahap selanjutnya. Dengan asumsi material
terleaching tidak mengandung pelarut lain. Asumsi ini tidak selalu valid, material
yang terleaching dengan air mungkin mengandung beberapa kelembapan ketika
diumpankan kedalam unit.
Aliran cairan yang membawa material padat pada aliran bawah ditandai
dengan symbol L. Nialinya dapat konstan atau bervariasi pada setiap tahap karena
komposisi pelarut berubah-ubah. Pelarut yang mengalir pada aliran bawah
ditandai dengan symbol V. Nilai V akan konstan jika aliran bawah konstan. Pada
tahap dissolution pertama, aliran pelarut berubah karena bagian darinya menjadi
aliran bawah.

26
Aliran V dan L dapat dinyatakan dalam basis mill atau massa. Pada
washing dan leaching variable basis massa lebih sering digunakan. Pilihan lain
adalah menyatakan komposisi dengan padatan yang tidak terlarut pada aliran
bawah.
Unit washing dan leaching dapat diasumsikan sebagai tahapan ideal dan
operasinya dapat dianalisis dengan garis operasi dan garis kesetimbangan yang
mirip dengan distilasi. Pada leaching, tahap pertama berbeda dengan yang lain,
karena pelarut menekan padatan pada tahap ini. Tahapan pertama biasanya
dihitung terpisah dengan neraca massa dan sisanya dihitung dengan menggunakan
metode Mc-Cabe – Thiele atau secara numerik.

2.6 Keuntungan-kerugian metode In-Situ Leaching


Metode in situ leaching memiliki beberapa keutamaan yaitu biaya operasi
murah karena tidak banyak bebatuan yang harus dipecah dan dipindahkan. Selain
itu, waktu untuk memproduksinya lebih cepat. Bijih besi yang berukuran kecil
pun dapat ditambang Biaya pembangunan yang dibutuhkan juga relatif murah,
karena tidak memerlukan infrastruktur yang mahal untuk pengeboran dalam
tanah, misalnya. Sehingga dengan proses in situ ini keseimbangan komposisi
tanah juga tidak banyak terganggu karena tidak adanya pembangunan terowongan
dan alat-alat berat yang bekerja di dalam tanah lainnya. Dalam hal ini resiko
keselamatan pekerja yang berhubungan dengan kecelakaan, debu, dan radiasi
dapat dikurangi. Karena gangguan keseimbangan komposisi tanah tidak besar
maka tidak diperlukan rehabilitasi tanah yang besar. Setelah penambangan selesai,
tanah dapat ditutup begitu saja tanpa memerlukan tempat limbah Uranium.
Fasilitas penambangan kemudian dipindahkan sehingga permukaan tanah kembali
pada kontur semula, begitu pula vegetasinya. Sudah barang tentu diperlukan
waktu yang cukup untuk mengembalikan kontur dan vegetasi alami.
Sementara itu operasi in-situ leaching di lain sisi juga memiliki beberapa
kerugian atau kelemahan. Diantaranya adanya resiko cairan leaching yang keluar
dari pembuangan Uranium yang mengakibatkan kontaminasi air tanah. Mungkin
pula ditemukan dampak yang tidak terprediksi dari cairan leaching pada batu
tempat cadangan Uranium.

27
In-situ leaching akan menghasilkan Radon dalam jumlah tertentu, limbah berupa
slurry, serta limbah cair yang dihasilkan dari pemurnian kembali Uranium dari air.
Untuk mengatasi kerugian, ada beberapa langkah-langkah pemulihan yang
berbeda yang harus dilakukan, yaitu:
a. Memompa air yang terkontaminasi, penginjeksian larutan leaching dihentikan
dan cairan yang terkontaminasi dipompa dari zona leaching. Sehingga, air
tanah yang bersih akan mengalir pada bagian luar zona leaching.
b. Sama seperti langkah 1, namun dengan pemulihan cairan yang dipompa
(dengan osmosis bolak-balik) dan menginjeksi ulang ke zona leaching
sebelumnya. Hasilnya yaitu sirkulasi cairan.
c. Sama seperti langkah 2, dengan menambahkan zat kimia yang mengurangi
kontaminasi (seperti Hidrogen sulfide - H2S atau Sodium sulfide - Na2S).
Hal ini akan menyebabkan pemisahan zat kimia dan penghentian aliran dari
zat yang menkontaminasi.
d. Mensirkulasi cairan dengan memompa dan menginjeksi ulang, untuk
menghasilkan kondisi yang sama pada zona leaching sebelumnya.

2.7 Neraca Massa


2.7.1 Bentuk Umum
Bentuk umum persamaan untuk leaching adalah

Gambar 6.1 neraca massa leaching

Keterangan :
V = massa larutan overflow
L = massa liquid dalam larutan slurry

28
B = massa kering, zat terlarut-bebas solid N = massa kering, (B)/(L)
xa = Fraksi A dalam larutan overflow ya = Fraksi A dalam larutan slurry

Gambar 6.2 grafik kesetimbangan saat Xa=Va

Gambar 6.3 grafik kesetimbangan saat Xa ≠ Va

29
2.7.2 Single Stage Leaching
Dari persamaan umum didapatkan persamaan sebagai berikut :
L0 + V2 = L1 + V1 = M (1)
Neraca massa zat terlarut atau komponen A
L0.yA0 + V2.xA2 = L1.xA1 + V1.xA1 = MxAM (2)
Neraca massa solid atau komponen B
B = N0L0 + 0 = N1L1 + 0 = NMM (3)

Gambar 6.4 korelasi antara besaran

2.7.3 Multi Stage Counter Current

Gambar 6.5 Multi Stage Counter Current Leaching


Kita bisa memperoleh neraca massa total dan komponen dari solute A hingga N-
stage sebagai:
VN+1 + L0 = V1 + LN (4)
VN+1.xN+1 + L0.y0 = V1.x1 + LN yN (5)
Total komponen B solid adalah
B = N0L0 = NNLN = NMM

30
 Prinsip Kerja
Operasi leaching bisa dilakukan dengan sistem batch, semibatch, atau
kontinu. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu tinggi untuk meningkatkan
kelarutan solut di dalam pelarut. Untuk meningkatkan unjuk kerja, sistem aliran
dalam leaching dapat dilakukan dengan cara arus-berhadapan (crosscurrent) atau
arus-searah (countercurrent).
Kesetimbangan fasa cair-padat adalah kata kunci untuk memahami leaching.
Proses operasi separasi atau peristiwa perpindahan massa lainnya yang
menggunakan prinsip kesetimbangan fasa cair-padat adalah kristalisasi dan
adsorbsi. Diffusi melalui padatan berjalan lambat, bahkan melalui pori-pori di
dalam bahan, dan karenanya kesetimbangan sulit tercapai.
Setelah leaching selesai dilakukan, pemisahan fasa padat dari fasa cair dapat
dilakukan dengan operasi sedimentasi. Filtrasi atau sentrifugasi. Pemisahan yang
sempurna adalah suatu hal yang hampir tidak mungkin dilakukan karena adanya
kesetimbangan fasa, disamping secara mekanis sangat sulit untuk mencapainya.
Jadi, selalu ada “bagian yang basah” atau air yang terjebak di dalam padatan.
Perhitungan dalam operasi ini melibatkan 3 komponen, yaitu padatan,
pelarut, solut. Asupan umumnya berupa padatan yang terdiri dari bahan pembawa
tak larut dan senyawa dapat-larut. Senyawa dapat-larut inilah yang biasanya
merupakan bahan atau mengandung bahan yang kita inginkan.
Bahan yang diinginkan akan larut sampai titik tertentu dan keluar dari ekstraktor
sebagai alir-atas (alir-atas). Padatan yang keluar kita sebut sebagai alir-bawah
(alir-bawah). Sebagaimana diuraikan di atas, alir-bawah biasanya basah karena
campuran pelarut/solut masih terbawa juga. Bagian atau persentasi solut yang
dapat dipisahkan dari padatan basah/kering disebut rendemen.
 Perlakuan awal
Sebelum proses leaching kita kerjakan, ada beberapa hal yang harus
dilakukan terhadap padatan untuk mendapatkan rendemen yang tinggi. Perlakuan
awal terhadap padatan ini sangat bergantung kepada jenis padatannya.
Bahan organik dan inorganik akan bergantung pada kontak pelarut dengan solut,
sehingga perlu perlakuan awal untuk memperluas permukaan kontak. Umumnya
hal yang dilakukan adalah memperkecil ukuran padatan (grinding) dengan alat

31
yang disebut grinder. Grinding ini biasa dilakukan pada batuan, atau tanah, dll.
Sedangkan untuk bahan-bahan yang berasal dari sel hidup (living cells) seperti
dari tanaman (nabati) maupun dari hewan, perlakuan awalnya tidaklah sama.
Solut yang kita inginkan berada di dalam sel dan sungguh pekejaan yang
memakan waktu dan sangat sulit memecah bagian tumbuhan dan hewan hingga ke
ukuran sel. Oleh sebab itu, perlakukan awal yang biasa dikerjakan adalah cukup
dengan membelah hingga pelarut mudah mendorong solut dan dinding sel
menahan albumin dan koloid lain yang tidak diinginkan. Untuk bahan nabati
perlakuan awalnya adalah dengan cara mengeringkan dedaunan atau bagian
tumbuhan. Proses pengeringan dapat menghancurkan dinding sel sehingga pada
proses selanjutnya minyak nabati dapat terakses oleh pelarut.
 Perhitungan Desain
Untuk membuat suatu model dari sistem leaching maka kita terlebih
dahulu harus membuat beberapa asumsi agar sistem menjadi "ideal".
Kelarutan suatu bahan memiliki batas atas, yang membatasi seberapa banyak
pelarut dapat melarutkannya. Idealnya, bahan pembawa bersifat inert dan tidak
akan ikut melarut, jadi tidak akan terbawa ke alir-atas. Tentu saja hal ini adalah
asumsi yang cukup aman, walaupun pada kenyataannya kita harus
mempertimbangkan adanya ikutan flek padatan dalam jumlah relatif kecil, yaitu di
alir-atas dari tahap pertama.
Tahap pencampuran antara padatan dan pelarut adalah tahap yang kritis.
Umumnya kita membuat asumsi “pencampuran sempurna”, sebagaimana halnya
dalam mengasumsikan tahap kesetimbangan (padatan dan cairan pada setiap tahap
adalah pada kesetimbangan).Dengan asumsi-asumsi tersebut berarti seluruh cairan
dalam suatu tahap memiliki komposisi yang sama dan demikian juga dengan
komposisi alir-atas dan cairan yang terbawa ke alir-bawah adalah sama persis.
Inilah yang disebut dengan larutan seragam (uniform larutan). Asumsu ini akan
menyebabkan kurva kesetimbangan linier.
Jumlah cairan yang terikut bersama padatan dalam alir-bawah juga perlu
dihitung. Cara termudah untuk menghitungnya adalah dengan asumsi alir-bawah
larutan konstan (constant larutan alir-bawah), yang berarti bahwa setiap tahap
memiliki rasio larutan/padatan yang tetap dan sama pada aliran alir-bawah.

32
Sebagaimana asumsi alir-atas equimolar pada perhitungan proses distilasi, hal itu
akan menghasilkan kurva operasi yang linier. Tahap pertama adalah tahap yang
problematik karena ia harus “membasahi” padatan (mengisi pori-pori, dll.) dan
akan mengambil caoran lebih banyak ketimbang tahapan selanjutnya.
Lebih umum lagi, jumlah larutan pada alir-bawah bergantung pada sifat-sifat
larutan, yang bergantung pada komposisi. Jumlah larutan memberi pengaruh sifat
“lengket” dari larutan. Karena itulah, pembuatan data “draining” atau pencucian
biasa dilakukan, yaitu perbandingan antara larutan:padatan terhadap komposisi
larutan. Data ini kemudian digunakan untuk menentukan sifat dari kurva operasi.

 Hubungan Kesetimbangan
Bila rasio massa padat dan massa larutan kita definisikan sebagai N,
Persamaan 1 massa padat
N
massalarutn

Fraksi bahan terlarut (xA) pada cairan alir-atas dapat kita definisikan dengan

mA
Persamaan 2 xA 
m A  mC

mA = massa zat A (kg atau mol)


mC = massa zat C (kg atau mol)

Bila pelarut murni kita gunakan pada input, maka nilai N= 0 dan xA= 0.
Demikian juga dengan fraksi cairan (yA) pada lumpur :
Persamaan 3 mA
yA 
m A  mC
Karena pada padatan masuk tidak terdapat pelarut (kecuali jika dinyatakan
sebaliknya) dan seluruh bahan lain selain zat terlarut kita abaikan, maka yA=1.
Dan nilai N adalah perbandingan inert padatan/solut. Hubungan kesetimbangan
tersebut dapat kita ilustrasikan seperti pada Gambar 1.

33
Alir-bawah
N vs yA

Garis-dasi Garis-dasi
N

N vs xA Alir-atas
XA, yA 1,0 0 XA, yA 1,0 0 XA, yA 1,0
1,0 1,0 1,0

0 1,0 0 1,0 0 1,0


XA XA XA

Gambar 1. Hubungan kesetimbangan dan garis dasi (tie line) pada operasi
leaching.

Laju perpindahan massa pada proses leaching dapat kita nyatakan dengan
Persamaan 4 NA
 k L (c AS  c A )
A
NA = (fluks) massa yang berpindah per satuan waktu (kg/jam)
A = luas permukaan kontak (dm2)
kL = koefisien perpindahan massa (dm/jam)
cAS = kandungan bahan A pada padatan (kg/L)
cA = konsentrasi bahan A pada larutan (kg/L)
V = volume leaching (dm3 atau L)
Dengan memindahkan luas ke sebelah kanan persamaan dan menguraikan fluks
maka kita dapatkan persamaan perpindahan massa:

Vdc A
Persamaan 5  N A  Ak L (c AS  c A )
dt

Jika Persamaan 5 kita integrasikan maka didapatkan persamaan akumulasi


perpindahan massa sbb:

c AS  c A
Persamaan 6.  e ( k L A / V ) t
c AS  c A0

34
Agar tidak membingungkan dengan operasi ekstraksi yang digunakan pada buku
ini (dan juga mungkin pada buku-buku lainnya), maka berikut ini kami uraikan
perbedaan-perbedaan notasi dengan ekstraksi:
y = komposisi solut pada larutan dalam lumpur,
V = volume larutan,
x = komposisi solut pada larutan alir-atas,
L = volume larutan pada lumpur.
Selain itu pada leaching juga dikenal motasi baru yaitu:
B = volume padatan pada lumpur
N = Rasio B/L

 Leaching Satu Tahap


Pada saat ini kita dapat memulai mendesain alat leaching dengan membuat
leaching satu tahap terlebih dahulu. Agar proses “pencucian” dalam leaching
berlangsung dengan baik, maka arah aliran lumpur dan solvent dibuat berlawanan
(counter current). Untuk memahami neraca massa untuk sistem leaching dapat
kita buat dengan penyederhanaan proses seperti pada berikut:

V1, xA1 V2, xA2

lumpur NM, MM, xAM lumpur


L0, N0, yA0, B L1, N1, yA1, B

Gambar 2. Neraca massa leaching satu tahap.


Dari gambar di atas terlihat bahwa neraca massa masukan dan keluaran dapat
dituliskan sebagai berikut:
Persamaan 7.
L0 + V2 + B = L1 + V1 + B = MM + B

35
Karena nilai B konstan maka Error! Reference source not found. dapat ditulis
ulang menjadi :
Persamaan 8. L0 + V2 = L1 + V1 = MM

M adalah massa campuran di dalam kolom leaching. Neraca massa untuk zat A
adalah:
Persamaan 9. L0 yA0 + V2xA2 = L1yA1 + V1xA1 = MMxAM

Dari gambar di atas terlihat bahwa massa padat adalah tetap (B) di sepanjang
aliran, sehingga dapat dinyatakan massa padatan pada setiap aliran sebagai
berikut:
Persamaan 10. B = N0L0 = N1L1 = NMMM

Dalam grafik kurva N dan garis-dasi kita dapat melukiskannya sebagai tertera
dalam Gambar 3.

L1
L0
NM

NM M
V
0 XAM 1,0
V
1,0

0 1,0
XA

Gambar 3. Grafik kurva operasi, rasio padatan/solut dan garis-dasi tahap tunggal

36
Contoh Soal 1
Suatu mesin leaching mengolah masukan 100 kg kedelai yang mengandung 20%
minyak dengan pelarut masuk sebesar 100 kg pelarut hexana murni.
Nilai N utk alir-bawah dijaga pada angka 1,5. Tentukan komposisi keluaran under
dan alir-atas (L1, V1).
Pemecahan :
L0 + B = 100kg,
L0 = 100.0,2 = 20kg,
yA0 = 1,
B = 80kg,
N0 = 4,
N1 = 1,5
V2 = 100,
xA2 = 0,
xC2 = 1,
maka dapat dihitung:
N0L0 = N1L1 = B,
L1 = B/N1 = 80/1,5 = 53,3 kg
L0 + V2 = L1 + V1 = M,
V1 = L0 + V2 - L1
= 100 + 20 - 53,3
= 66,7
Dari grafik, maka kita dapat pula memperoleh harga L1 serta V1 dengan cara
mengukur perbandingan panjang tangan pengungkit masing-masing.

37
L0
4

N 2

L1 N vs. yA

M
N vs. xA
V2
0 V1 0,5 1

xA, yA

Gambar 4. Perhitungan neraca massa dengan bantuan grafik.


Leaching Tahap Jamak
Untuk leaching tahap jamak, kita dapat menyederhanakan prosesnya
dengan memperbanyak tahp pada Gambar 2, sehingga diperoleh tahap jamak
seperti pada Gambar 5 di bawah ini:

V1, xA1 V2, xA2 V3, xA3 Vn, xAn Vn+1, xAn+1

padatan M1 M2 M3 Mn lumpur
L0, N0, yA0, B
L1, N1, yA1 L2, N2, yA2 Ln-1, Nn-1, yAn-1 Ln, Nn, yAn

Gambar 5. Neraca massa leaching tahap jamak.


Dari gambar di atas terlihat bahwa neraca massa masukan dan keluaran dapat
dituliskan sebagai berikut:
Persamaan 11. L0 + Vn+1 = Ln + V1 = M

Neraca massa untuk zat A adalah:


Persamaan 12. L0 y0 + Vn+1xn+1 = Lnyn + V1x1 = MxM

38
Dengan menyusun kembali Persamaan 12, maka didapat komposisi bahan dalam
larutan pada alir-atas (xn+1) sbb:

Persamaan 13.
xn+1 = [1/(1+(V1 – L0)/Ln)]yn + [(V1x1 – L0y0)/(Ln + V1L0)]

Grafik tahap jamak


Untuk menggambarkan leaching tahap jamak terlebih dahulu kita membuat suatu
persamaan bantuan yaitu delta. Delta (Δ) adalah sebuah titik “imajiner” yang pasti
dilalui oleh garis yang menghubungkan garis dasi.
Persamaan 14. L0 + VN+1 = LN + V1 = M

Dari Persamaan 14 inilah kita dapatkan “nilai” Δ


Persamaan 15.
Δ = L0 - V1 = L1 – V2 = L2 – V3 = ….. = Ln – Vn+1 = LN – VN+1

Dari Persamaan 14 inilah kita dapatkan “nilai” Δ. Lalu dengan menggunakan


Persamaan 9 dan Persamaan 10, maka kita dapatkan persamaan berikut:
Persamaan 16.
xAΔ = [(L0yA0-V1xA1)/(L0-V1)] = [(LNyAN-VN+1xAN+1)/(LN-VN+1)]

Persamaan 17. NΔ = B/(L0-V1) = N0L0/(L0-V1)

39
Garis-garis dan titik-titik tersebut dilukiskan dengan grafik pada Gambar 6.

L L0
L4N L3 L2
L1

VN+1
0 VV V V 1,0
4 3 2 1
xA, yA


Gambar 6. Grafik kurva operasi, rasio padatan/solut dan garis-dasi tahap jamak

Contoh Soal 2
Suatu ekstraktor countercurrent dengan pelarut benzena murni mengolah masukan
2000 kg/jam inert makanan padat (B) yg mengandung 800kg minyak dan 50kg
benzen. Pelarut masukan berisi 1310 kg benzena dan 20 kg minyak/jam. Keluaran
lumpur mengandung 120 kg minyak. Hitunglah jumlah dan konsentrasi keluaran
proses dan jumlah tahapan yang diperlukan. Dari data eksperimen dengan
menggunakan kolom leaching yg serupa diperoleh data kesetimbangan N vs y
seperti pada tabel
N yA
2,00 0
1,98 0,1
1,94 0,2

40
1,89 0,3
1,82 0,4
1,75 0,5
1,68 0,6
1,61 0,7

Pemecahan
Pada lumpur masukan
L0 = 800+50 = 850kg,
yA0 = 800/850 = 0,941
B =2000 kg, N0 = 2000/850 = 2,36
Pada pelarut masukan
VN+1 = 1310 + 20 = 1330 kg, dan
xAN+1 = 20/1330 = 0,015
Lalu plotkan L0 serta VN+1, dan seterusnya hingga didapat jumlah garis operasi
yang menyatakan jumlah tahapan.

Contoh Soal 3 Partikel


Partikel berdiameter rata-rata 2 mm dileaching dengan alat batch dan pelarut
dalam jumlah besar. Dibutuhkan waktu 3,11 jam utuk meleaching 80% bahan
terlarut dari padatan. Anggaplah difusi sebagai pengendali dan efektivitas difusi
konstan. Gunakan data percobaan untuk menghitung diffusivitas efektif (Deff).
Tentukan waktu yang diperlukan untuk mereduksi 90% bahan terlarut dari
partikel berukuran 2,00 mm.
Pemecahan :
t2 r22
2
Deff t/r = konstan, 
t1 r12
karena Deff konstan, maka nilai t2 dapat dicari.

For 80% leaching, fraksi yang tidak terleaching (Es) adalah Es = 1-0.8 = 0.2

Soal tersebut tidak memberikan data percobaan, jadi perhitungan berikut ini
didasarkan pada data yang ada dalam gambar 5.3-13 buku Geankoplis, dimana

41
DA eff = difusivitas efektif (mm2/dtk)
t = waktu (detik)
a = jari-jari partikel (mm)

Gunakan gambar di bawah ini untuk bola (sphere) dengan Es = 0.20.


Maka nilai DA eff.t /a2 = 0.112 didapatkan.
DA eff.(11196 dtk) / (2 mm)2 = 0.112
DA eff = 4.10-5 mm2/dtk.

Pada 90% leaching,fraksi yang tak ter leaching (Es) adalah:


Es = 1-0.9 = 0.1

Gunakan gambar di bawah ini untuk bola (sphere) dengan Es = 0.10.


Maka nilai DA eff.t /a2 = 0.180 didapatkan.
4.10-5 mm2/dtk.. t (dtk) / (2 mm)2 = 0.180
t = 1800 dtk atau = 5.00 jam

Contoh Soal 1 Tahap Tunggal

42
Contoh Soal 4
Lumpur kedelai pipih bermassa total 100 kg mengandung 75 kg padatan inert dan
25 kg larutan dengan 10% berat minyak dan 90% berat pelarut heksana. Lumpur
ini dikontakkan dengan 100 kg of heksana murni dalam leaching tahap tunggal
sehingga nilai N di keluaran alir-bawah adalah 1,5 kg padatan terlarut/kg larutan
yang terikut. Hitung jumlah alir-atas V1 dan alir-bawah L1 yang meninggalkan
reaktor.
Pemecahan
V2 = 100 kg B = 75 kg
XA2 =0 Lo = 25 kg
XC2 = 1.0 yA0 = 0.1
N1 = 1.5

Persamaan 8. L0 + V2 = L1 + V1 = MM
L0 + V2 = 25 + 100 = 125 kg = M

Persamaan 9. L0 yA0 + V2xA2 = L1yA1 + V1xA1 = MMxAM


L0 yA0 + V2xA2 = 25. 0,1 + 100. 0 = MMxAM
xAM = 2,5/125 = 0,02

Persamaan 10. B = N0L0 = N1L1 = NMMM


B = N0L0 =3 25 = 75
= NMMM
NM 125 = 75
NM = 0,6

N1 = 1,5
yA1 = xA1 = NM =0,6

L0 + V2 = L1 + V1 = MM
L1 + V1 =125
B = N0L0 = N1L1 = NMMM

43
N1L1 = NMMM
1,5 L1 = 0,6 .125
L1 =76,5

L1 + V1 =125
76,5 V1 =125
V1 =48,5

Jadi, L1=76,5 dan V1=48,5

Contoh Soal 5
Suatu mesin leaching mengolah masukan 100 kg kedelai yang mengandung 22%
minyak dengan pelarut masuk sebesar 80 kg pelarut heksana yang mengandung
3% berat minyak kedelai. Nilai N untuk alir-bawah dijaga pada angka 1,5.
Tentukan komposisi keluaran alir bawah dan alir atas (L1, V1).
Diketahui
Lumpur = 100 kg kacang kedelai yang mengandung 22 % berat minyak.
Solvent = 80 kg pelarut yang mengandung 3 % berat minyak.
Nilai N tetap sebesar 1.5
Skema proses :

V1, x1 V2, x2

L0, N0, y0, B L1, N1, y1, B

Pada pelarut diketahui : V2 = 80 kg dengan xA2 = 0.03 dan xC2 = 0.97


Pada lumpur dapat dihitung ;
B = 100.(1-0.22) kg = 78 kg.
L0 = (100 – 78) kg = 22 kg.
N0 = B/L0 = 78 kg padatan/22 kg larutan = 3,55

44
Neraca massa komponen total :
Persamaan 8. L0 + V2 = L1 + V1 = MM
Maka dapat diperoleh
M = L0 + V2 = (22+80) kg = 102 kg.

Neraca massa dari minyak :


Persamaan 9. L0 yA0 + V2xA2 = L1yA1 + V1xA1 = MMxAM
Kita masukkan angka yang kita ketahui
M.xAM = L0.yA0 + V2.xA2 = (22.1 + 80.3) kg = 23.74 kg
sehingga didapatkan
xAM = M/(MxAM) = 102 kg/23,74 kg = 0,239

Pada padatan :
Persamaan 10. B = N0L0 = N1L1 = NMMM
Kita masukkan angka yang kita ketahui
NM = B/M = 78/102 = 0,706

Kemudian nilai-nilai yang telah didapat tersebut diplotkan ke dalam grafik

4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

N vs XA N vs YA
L0 - V2 Tie Line
Linear (L0 - V2)

Dari grafik didapatkan nilai xA1 = yA1 = 0.239


Nilai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Persamaan 10, sehingga diperoleh
N1.L1 = NM.M
L1 = NMM/N1 = (0,706 . 102)/1,5 = 52 kg

45
sehingga diperoleh :
L1 + V1 = M
V1 = M – L1 = (102-52) kg = 50 kg.

Jadi pada kondisi di atas diperoleh nilai-nilai :


Yield dari padatan dan larutan pada aliran lumpur keluar konstan sebesar 1.5 kg
padatan/kg larutan,
Fraksi larutan pada aliran keluaran dari pelarut maupun lumpur sama yaitu 0.239.
Laju alir lumpur keluar sebesar 52 kg.
Laju alir larutan keluar sebesar 50 kg.

Contoh Soal 6 Tahap Jamak


Pengaruh N yang dijaga tetap. Ulangi pekerjaan seperti pada contoh soal 2 namun
kali ini anggaplah alir-bawah dijaga tetap pada 1,85 kg padat/kg larutan.
Hitunglah alir-bawah dan komposisinya dan jumlah tahapan yang diperlukan.
Bandingkan jawaban anda dengan contoh soal 2 tersebut.
Pemecahan
Dari contoh soal 2 kita dapatkan Alir-bawah:
Umpan padatan
B (inert makanan padat) = 2000 kg/h
A (minyak) = 800 kg
C (benzena) = 50 kg
Padatan terleaching = 120 kg minyak

Alir-atas:
Pelarut segar:
C (benzena) = 1310 kg
A (minyak) = 20 kg
N = 1,85

Alir-bawah :

46
L0 = A + C = 800 + 50 = 850 kg/jam
yA0 = 800/850 = 0,941
N0 = B/L0 = 2000/850 = 2,353

Alir-atas :
VN+1 = C + A = 1310 + 20 = 1330 kg/jam
XN+1 = A/VN+1 = 20/1330 = 0,015

Dengan cara grafik:


NN/yA0 = (B/LN)/ (AN/LN) = B/AN = 2000/120 =16,667

Neraca massa :
L0 + VN+1 = M = 850 + 1330 =2180
Persamaan 9. L0 yA0 + V2xA2 = L1yA1 + V1xA1 = MMxAM
850 (0,941) + 1330 (0,015) = 2180 xAM
xAM = 0,376
B = NMM, NM = B/M = 2000/2180 = 0,917

2.5 Lo
L5 LN L4 L3 L2 L1

1.5

V N+1 M
0.5

V5 V4 V3 V2 V1
-0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 -0.5 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
y A, x A
-1.5

-2.5

-3.5

-4.5

-5.5

-6.5

-7.5

Δ -8.5

-9.5

Plot L0 (0,941 , 2,36)


Plot VN+1 (0,0015 , 0,250005)
Buatlah garis y = 1,85

47
Plot M (0,376 , 0,917)
Dari grafik kita dapatkan bahwa gradien = NN/yAN = 16,667,
Lalu tariklah garis antara VN+1 dan titik yang memotong garis y = 1,85 yang
memiliki gradien 16,667. Titik ini adalah LN (0,111 , 1,85).
Tariklah garis antara titik LN dan M, lalu teruskanlah sampai memotong aksis X.
Titik ini adalah d V1 (0,636446 , 0)
Tariklah garis antara LN dan VN+1 , juga antara L0 dan V1. Temukan titik delta Δ (-
0,5391 , -8,9852) yang merupakan perpotingan kedua garis tersebut.
Tarik garis lurus dari V1 ke y = 1,85.
Lalu tentukan titik L1 (0,636446 , 1,85)
Tarik garis lurus dari L1 menuju Δ, dan titik yang memotong garis aksis X adalah
V2 (4,35729 , 0).
Ulangi langkah-langkah tersebut untuk mendapatkan garis-garis seperti pada
gambar dan hingga titik terakhir (L) memotong garis VN+1 – LN

Neraca Massa :
LN + V1 = M = 2180 atau LN = 2180 - V1
LNyAN + V1xA1 = MxAM
LNyAN + V1xA1 = M (0,376)

Dari grafik kita dapatkan :


yAN = 0,111, xA1 = 0,636446 dan tahapan = 4,1

Lalu kita selesaikan persamaan LN(0,111) + V1(0,636) = 2180 (0,376)


Bila kita substitusikan
(2180 - V1)(0,111) + V1(0,636) = 2180 (0,376)
V1 = 1099,5 kg padat/jam, dan LN = 1080,5 kg padat/jam

48
Dan jika kita bandingkan hasilnya dengan contoh soal 2
Jawaban Contoh soal 2 Latihan soal ini
yAN 0,118 0,111
xA1 0,600 0,64
V1 1164 1099,5
LN 1016 1080,5
Jumlah tahapan 3,9 4,15

Dari tabel tersebut terlihat bahwa dengan menjaga rasio N (B/L) pada kasus ini
tidak terlalu berpengaruh pada hasil akhir perhitungan.

Contoh Soal 7 Pengaruh pengurangan laju alir Solvent.


Suatu sistem arah-berlawanan akan digunakan untuk leaching minyak dari
makanan dengan pelarut benzena (B3). Proses tersebut mengolah 2000 kg/jam
makanan padat inert (B) yang mengandung 800 kg minyak (A) dan juga 50 kg
benzena (C). Laju alir asupan campuran pelarut mengandung 1179 kg benzena
dan 18 kg minyak. Percobaan pengendapan yang mirip dengan kondisi aktual
ekstraktor leaching menunjukkan bahwa larutan yang terbawa bergantung pada
konsentrasi minyak pada larutan. Data (B3) ditabulasikan dibawah ini sebagai N
kg inert padatan B/kg larutan and yA kg minyak A/kg larutan. Hitunglah jumlah
tahapan yang diperlukan untuk leaching ini jika ada 120 kg minyak terleaching
tiap kg larutan.
N yA
2.00 0
1.98 0,1
1.94 0,2
1.89 0,3
1,82 0,4
1,75 0,5
1,68 0,6
1,61 0,7

49
Pemecahan
L0 = 800 + 50 = 850 kg/h
yA0 = 800/(800+50) = 0.941
B = 2000 kg/h
N0 = 2000/(800+50)=2.353 kg/h
Vn+1 = 1179 + 18 = 1197 kg/h
xAN+1 = 18/1179 = 0.015

Buatlah garis N vs yA pada kurva berdasarkan data yang telah diberikan.


Lalu plotkan titik L0 ( yA0 = 0.941, N0 =2.353) dan VN+1 (xAN+1 = 0.015, NN+1 = 0)
yang telah diketahui pada soal ke dalam grafik tersebut.
Mencari titik LN pada kurva dengan menarik garis dari titik yA = 0 dan N = 0
dengan perpotongan

Intersep = rasio

NN/yN = (kg padatan/kg larutan)/(kg minyak/kg larutan)


= (kg padatan/kg minyak) = 2000/120
= 16,67

Dari grafik diperoleh titik LN dengan komposisi NN =1,967 kg padatan/kg larutan


dan yAN = 0,118 kg minyak/kg larutan

Untuk titik campuran M, diperoleh dari persamaan neraca massa total


L0 + VN+1 = 850 + 1197 = 2047 kg/jam = M

Persamaan neraca massa komponen


L0yA0 + VN+1xAN+1 = 850(0.941) + 1197(0.015) = 2047xAM
xAM = 0.399

Persamaan neraca massa padat total untuk B


B=N0 L0 = NN LN = NM M

50
2000 = NM 2047
NM = 0,977

Lalu plotkan titik koordinat M (xAM = 0.399, NM = 0.977) pada kurva.

Dengan menarik garis dari titik LN melewati titik M maka akan diperoleh titik V1
dengan komposisi xA1 =0.676
Komposisi dari aliran dapat dihitung dengan persamaan
LN + V1 = M = 2047
LN yAN + V1 xA1 = LN (0,118) + V1(0,676) = 2047 (0,399)

Dari persamaan diatas diperoleh nilai


LN = 1016 kg larutan/jam
V1 = 1031 kg larutan/jam

Dari garis operasi dan perpotongan garis L0V1 dan LNVN+1 pada grafik dapat
dilihat jumlah tahapan sebanyak 5 tahap.

3 N vs yA
2
L0
1 L5 LN L4 L3 L2 L1
0
-0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
-1

-2

-3 VN+1 V5 V4 V3 V2 V1
-4
N

-5

-6

-7

-8

-9

-10

-11

-12
yA, xA

Contoh Soal 2 Countercurrent Tahap Jamak




51
Contoh Soal 8
Bijih yang telah diolah mengandung padatan inert gangue dan kupri sulfat yang
akan dileaching dalam suatu reaktor tahap jamak berlawan-arah dengan
menggunakan air murni untuk mencuci CuSO4. Muatan padatan perjam
mengandung 10.000 kg inert gangue (B), 1200 kg of CuSO4 (larutan A), dan 400
kg of air (C). Larutan hasil cucian mengandung 92% berat air dan 8% berat
CuSO4. Sebanyak 95% dari CuSO4 dalam bijih masuk harus direkover. Alir-
bawah tetap pada N = 0,5 kg inert gangue padat/kg larutan cair. Hitunglah jumlah
tahapan yang diperlukan.
Pemecahan
Skema leaching

V1 VN+1

L0 LN
N = 0,5 ( konstan untuk ekstraktor ke-2,3,4….N)
Lumpur :
B : 10.000 kg L0 = 1200 + 400 = 1600 kg
A : 1200 kg yA0 = 1200/1600 = 0,75
C : 400 kg N0 = B/L0 = 10000/1600 = 6,25
Solvent :
XA1 = 0,08
XC1 = 0,92

Jumlah CuSO4 yang terekoveri = 0.95 x 1200 kg = 1140 kg


Jumlah CuSO4 yang terekoveri sama dengan jumlah CuSO4 pada V1 sehingga
jumlah air pada V1 dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan fraksi sbb :
m air = (0,92/0,08)x1140 kg = 13110 kg

Massa V1 = mair + mCuSO4


= 13110 kg + 1140 kg = 14250 kg

52
Massa CuSO4 pada Ln = ( 1- 0,95 ) x 1200 kg = 60 kg
Nn = B/Ln , atau
Ln = B/ Nn
= 10.000 kg/0,5 = 20000 kg

Menentukan massa Vn+1, dan neraca massa keseluruhan:


L0 + Vn+1 = Ln + V1
1600 + Vn+1 = 20000 + 14250
Vn+1 = 32650 kg

Grafik dibuat berdasarkan data-data yang telah diperoleh dari hasil perhitungan di
atas. Untuk menggambar grafik maka kita akan menentukan titik L0, LN, VN+1,
dan titik V1 terlebih dahulu dimana koordinat titik tersebut diwakili oleh fraksi zat
A pada sumbu X dan nilai N pada sumbu Y (xA atau yAN ).
Untuk mendapatkan titik M, maka kita akan menarik garis yang menghubungkan
antara titik L0 dan VN+1 dengan titik LN dan V1. Titik perpotongan antara kedua
garis ini adalah titik M yang mempunyai koordinat xAM, NM.
Menghitung jumlah tahapan
Jumlah tahapan dihitung berdasarkan jumlah banyaknya garis yang
menghubungkan antara L1 dan V1, L2 dan V2, L3 dan V3 dan seterusnya sampai
garis ini memotong garis yang menghubungkan antara titik LN dan titik VN+1.
Dimana L1 dan L2 terletak pada garis N = 0,5 yang nilainya konstan dan V1 dan
V2 pada sumbu y. Dari grafik yang telah digambar didapat jumlah tahapan
sebanyak : 8 tahap

53
Contoh Soal
Pipihan kedelai yang mengandung 22% berat minyak akan dileaching dalam
proses tahap jamak arah berlawanan berisi 0.8 kg minyak/100 kg padatan inert
dengan menggunakan pelarut heksana murni dan baru. Tiap 1000 kg kedelai
membutuhkan 1000 kg heksana. Percobaan (S1) menunjukkan larutan ikutan
dalam padatan alir-bawah. Hitunglah aliran keluar dan komposisinya serta jumlah
tahapan yang diperlukan.

N 1,73 1,52 1,43


yA 0,0 0,2 0,3

Basis : 1000 kg kedelai, 1000 kg heksana


A = minyak, B = soybeans, C = heksana

Data data N dan yA di plot dalam grafik di bawah

54
Pada larutan masuk:
(Lo) = 22% x 1000 kg = 220 kg
yA0 (fraksi minyak pada larutan masuk) = 220 kg/220 kg = 1
padatan inert (B) = 1000 kg
N0 = 1000 kg/220 kg = 4,55

Pada pelarut masukan t


VN+1 = 1000 kg
XAN+1 = 0/1000 = 0

Pada keluaran alir-bawah


yAN = (0.8kg minyak /100 kg inert ) x 1000 kg inert = 8 kg

Titik (XAN+1 , VN+1) kemudian dihubungkan dengan titik (N0, yA0) pada grafik.
NN / yAN = (kg padatan/kg larutan)/(kg minyak/kg larutan) = 1000/8 = 125
Kemudian di plot garis dengan gradien = 125, yang dibuat dari titik (0,0) sampai
memotong garis N vs yA di titik LN.
Koordinat LN pada perpotongan tersebut adalah NN = 1,725 kg padatan/kg larutan
yAN = 0.005 kg minyak/kg larutan.

Neraca massa total larutan:


L0 + VN+1 = LN +V1 = M
220 + 1000 = 1220 kg

Neraca massa komponen A (minyak):


L0.yA0 + VN+1.xAN+1 = LN.yAN + V1.xA1 = M.xAM
220(1) + 1000 (0) = 1220.xAM
xAM = 0.18

neraca massa total padatan B:


B = 1000 = NMM = NM (1220)
NM = 0.82

55
Kemudian titik M di plot dengan koordinat (NM, XAM).
Kemudian gambarlah garis VN+1ML0.
Begitu juga garis LNM sampai memotong sumbu x sehingga di dapat V1 dimana
xA = 0.336

Mencari LN dan V1
LN +V1 = M = 1220
LN.yAN + V1.xA1 = LN ( 0.005 ) + V1(0.336) = 1220(0.18)
Dari kedua persamaan diatas, maka komposisi aliran yang diperoleh:
LN = 574.6 kg larutan di aliran alir-bawah
V1 = 645.4 kg larutan di aliran alir-atas

Mencari jumlah tahapan yang diperlukan


Plot grafik dari perhitungan di atas adalah sebagai berikut:
5

N
N

0
-0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1

yA, xA
yA , xA
-1

-2

-3

dari grafik di atas, di dapat bahwa jumlah tahapan yang diperlukan 6,5 buah

56
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ekstraksi padat cair adalah proses ekstraksi suatu konstituen yang dapat
larut (solute) pada suatu campuran solid dengan menggunakan pelarut. Proses ini
sering disebut Leaching. Proses ini biasanya digunakan untuk mengolah suatu
larutan pekat dari suatu solute (konstituen) dalam solid (leaching) atau untuk
membersihkan suatu solute inert dari kontaminannya dengan bahan (konstituen)
yang dapat larut (washing).
Prinsip kerja dari proses leaching adalah pelarut akan melarutkan sebagian
bahan padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan diperoleh setelah itu
dilakukan proses pemisahan larutan yang terbentuk dari padatan sisa. Pemisahan
fasa padat dari cair dapat dilakukan dengna operasi sedimentasi, filtrasi, ataupun
sentrifugasi.
Operasi leaching dapat dilakukan dengan sistem batch, semibatch, ataupun
continue. Operasi ini biasanya dilakukan pada suhu tinggi untuk meningkatkan
kelarutan solut di dalam pelarut. Untuk meningkatkan performance, sistem aliran
dapat dibuat secara co-current ataupun counter current.
Jenis – jenis leaching
a. Ekstraksi padat-cair tak kontinyu
b. Ekstraksi padat-cair kontinyu
Leaching juga dapat kita temukan pada industri yaitu proses logam,
diantaranya sebagai berikut :
1. Leaching Emas
2. Leaching Alumunium
3. Leaching Tembaga
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis masih banyak kekurangan
terutama dalam mendapatkan referensi dan kesulitan dalam mengerti bahasa
buku referensi tersebut, sehingga informasi yang didapat dari buku kurang
disampaikan secara maksimal pada makalah ini.

57
DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. Jr. & Underwood, A. L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif: Alih Bahasa
Hadyana P. Jakarta:Erlangga.
Jumaeri, dkk, 2003, Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Impurities terhadap
Kemurnian Natrium Klorida Pada Proses Pemurnian Garam Dapur Melalui
Proses Kristalisasi, Laporan Penelitian,Lembaga Penelitian UNNES,
Semarang.
Nitimihardja, Agung A. 2005. Regulation of The Minister of Industry of The
Republic of Indonesia Number 42/M-IND/PER/11/2005 Regarding
Preparation, Packaging and Labeling Of Iodized Salt,Minister Of Industry
Of The Republic Of Indonesia. Tersedia di
www.depperin.go.id/IND/Teknologi/standar/3.pdf [diakses 15/02/10].
Austin, G.T. 1987. Shreve’s Chemical Process Industries.Kogakusha:
McGrawHill. Elliot, D. 1999. Primary Brine Treatment, 1999 Eltech
Chlorine/Chlorate Seminar
Technology Bridge To The Millenium.Ohio: Cleveland.
Vogel. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.
London: Longman.
Geankoplis, C.J., 2003, “Transport Processes and Separation Process Principles
(includes Unit Operations), 4th ed.”, pp 776-777, 802-806, Prentice Hall,
New Jersey.
Snura, Aya. 2011. Ekstraksi. http://ayasnura.blogspot.co.id/2011/12/ekstraksi.html
(diakses pada tanggal 16-04-2017 pukul 22:33)

58

Anda mungkin juga menyukai