PENDAHULUAN
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ekstraksi
Ekstraksi suatu bahan pada prinsipnya dipengaruhi oleh suhu. Makin tinggi
suhu yang digunakan, makin tinggi ekstrak yang diperoleh. Namun demikian,
bahan hasil ekstraksi dengan berbagai tingkat suhu belum tentu memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap sifat anti bakterinya. Oleh sebab itu, ekstraksi
bahan pada suhu yang berbeda perlu dilakukan. Ekstraksi dengan sokletasi
memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena pada cara ini digunakan
pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak. Makin bersifat polar
pelarut menghasilkan bahan terekstrak tidak berbeda untuk kedua macam cara
ekstraksi. Untuk mengetahui lebih jauh pengaruh suhu pada proses ekstraksi
menggunakan campuran pelarut etanol dan air (Rindit, 2007).
Jika suatu komponen dari campuran merupakan padatan yang sangat larut
dalam pelarut tertentu dan komponen yang lain secara khusus tidak larut, maka
proses pemisahan dapat dilakukan dengan pengadukan sederhana dan dengan
pelarut tertentu yang diikuti dengan proses penyaringan. Akan tetapi bila
komponen terlarut sangat sedikit larut atau disebabkan oleh bentuknya sehingga
proses pelarutan sangat lambat, maka perlu dilakukan pemisahan dengan ekstraksi
sokletasi (Armid, 2009)
Sering campuran bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar sekali
dipisahkan, dengan metode pemisahan mekanis atau teknik yang telah sering
dilakukan. Misalnya saja karena komponennya saling bercampur secara erat, peka
terhadap panas, beda sifat fisiknya terlalu kecil atau tersdia dalam konsentrasi
rendah. Dalam hal semacam ini sering ekstraksi adalah satu-satunya proses yang
dapat digunakan. Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Suatu proses ekstraksi biasanya
melibatkan tahap-tahap berikut ini :
a. Mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling
berkontraksi, dalam hal ini terjadi perpindahan masa dengan cara difusi
2
padabidang antar muka bahan ekstraksi yang sebenarnya yaitu pelarut
ekstrak.
b. Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat, kebanyakan dengan cara
penjernihan atau titrasi.
c. Mengisolasi ekstraksi dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut.
umumnya dilakukan dengan menguatkan pelarut.
3
sering disebut Leaching.Proses ini biasanya digunakan untuk mengolah suatu
larutan pekat dari suatu solute dalam solid (leaching) atau untuk membersihkan
suatu solute inert dari kontaminannya dengan bahan (konstituen) yang dapat larut
(washing).
Metode yang diperlukan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah
konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid, sifat solid,
dan ukuran partikelnya. Bila konstituen yang akan larut ke dalam solvent lebih
dahulu, akibatnya sisa solid akan berpori-pori. Selanjutnya pelarut harus
menembus lapisan larutan dipermukaan solid untuk mencapai konstituen yang ada
dibawahnya, akibatnya kecepatan ekstraksi akan menurun dengan tajam karena
sulitnya lapisan larutan tersebut ditembus. Tetapi bila konstituen yang akan
dilarutkan merupakan sebagian besar dari solid, maka sisa solid yang berpori-pori
akan segera pecah menjadi solid halus dan tidak akan menghalangi perembesan
pelarut ke lapisan yang lebih dalam.
Pada beberapa solid atau sistem yang akan di ekstraksi, konstituen yang
akan dilarutkan terisolasi oleh suatu lapisan yang sangat sulit ditembus oleh
pelarut, misalnya biji emas didalam rock (batu karang) maka solid ini harus
dipecah terlebih dahulu. Demikian pula bila solute berada dalam solid yang
berstruktur seluler akan sulit di ekstraksi karena struktur yang demikian
merupakan tahanan tambahan terhadap rembesan liquid, misalnya pada ekstraksi
gula beet. Untuk mengatasi solid semacam ini terlebih dahulu dipotong tipis
memanjang hingga sebagian dari sel – sel solid pecah. Pada ekstraksi minyak dari
biji – bijian, walaupun bentuk selnya seluler, ekstraksi tidak terlalu solid karena
solute (konstituen) sudah berbentuk liquid (minyak).
Pemilihan alat untuk proses leaching dipengaruhi oleh faktor- faktor yang
membatasi kecepatan ekstraksi dikontrol oleh mekanisme difusi solute melalui
pori-pori solid yang diolah harus kecil, agar jarak perembesan tidak terlalu jauh.
Sebaliknya bila mekanisme solute dari permukaan partikel kedalam larutan
keseluruhan (bulk) merupakan faktor yang mengontrol, maka harus dilakukan
pengadukan dalam proses.
4
Mekanisme leaching dapat dilihat pada Gambar 2.1.
5
bertambah besar akibatnya rate ekstraksi akan menurun, pertama karena gradien
konsentrasi akan berkurang dan kedua kerena larutan bertambah pekat.
3. Suhu operasi
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah dengan
bertambah tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar difusi,jadi secara
keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Namun demikian dipihak lain
harus diperhatikan apakah dengan suhu tinggi tidak merusak material yang
diproses.
4. Pengadukan
Dengan adanya pengadukan, maka diffusi eddy akan bertambah, dan
perpindahan material dari permukaan pertikel ke dalam larutan (bulk) bertambah
cepat, disamping itu dengan pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan.
Kelemahan proses ini antara lain adalah:
a. Adanya sedikit pelarut yang tertinggal dalam produk. Untuk produk-produk
tertentu, terutama bahan makanan, adanya sedikit pelarut tersisa tersebut
perlu dihindari. Usaha-usaha penghilangan pelarut dalam produk merupakan
masalah pemisahan yang perlu dipelajari lebih lanjut.
b. Memerlukan suhu tinggi karena daya larut akan naik dengan naiknya suhu.
Suhu tinggi ini sering menimbulkan kerusakan bahan, sehingga kualitas
produk turun.
c. Selektivitas pelarut tidak sempurna sehingga ada komponen lain yang ikut
terambil dalam ekstrak. Misalnya pada ekstraksi minyak atsiri dari bunga-
bungaan, diperoleh produk yang disebut concrete, yang masih perlu
dimurnikan lagi.
Namun, proses leaching juga memiliki keunggulan yaitu harga alat proses
yang lebih murah serta peralatannya mudah digunakan (Ramadhan, 2010).
6
bikarbonat dan besi. Profil pengotor tergantung pada proses produksi dan
komposisi bahan baku.
Natrium karbonat memiliki berat molekul 106 gr/mol, memiliki dimensi
unit sel a= 8,905 Å, b=5,237 Å, c= 6,045 Å, space group C2/m:4 dengan volume
unit selnya 276,4. Dan memiliki struktur kristal Na2CO3. Struktur kristal dari
Na2CO3 dibentuk oleh ion Na oktohedral, struktur dari Na2CO3 ini dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
Sifat fisis dan kimia Na2CO3 (natrium karbonat) ini memiliki densitas 2,532
kg/m3 pada suhu 20°C dan kelarutan air 71 g/l air pada suhu 0°C, 215 g/l air pada
suhu 20°C dan 455 g/l air pada suhu 17 100°C. Penentuan koefisien partisi
oktanol air (log Pow) dan tekanan uap tidak berlaku. Rata-rata diameter ukuran
partikel natrium karbonat ringan adalah dalam kisaran 90 sampai 120 μm dan
padatnya sodium karbonat adalah di kisaran 250-400 μm. Natrium karbonat
adalah senyawa alkali yang kuat dengan pH 11.6 untuk larutan 0,1 M encer. pKb
(koefisien basa) dari CO32- adalah 3,75 yang berarti bahwa pada pH 10,25 baik
karbonat dan bikarbonat yang hadir dalam jumlah yang sama.
Sifat termal Na2CO3 (natrium karbonat) memiliki titik leleh 851°C. Natrium
karbonat merupakan senyawa anorganik terionisasi yang memiliki titik lebur di
atas 360°C dan titik didih tidak dapat diukur karena terjadi penguraian oleh sebab
itu titik didih tidak dapat ditentukan (Anggriawan, 2014).
7
hidroksida disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam
(hydrated/slaked quicklime) dengan mengeluarkan panas. Kalsium hidroksida
dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Rumus molekul
senyawa ini adalah :
CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2 (l) ..................................................... (2.1)
Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui
pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida
(NaOH). Larutan Ca(OH)2 bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi
dengan banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila
dilewatkan karbondioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat. Kalsium
hidroksida mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah
menarik gas asam arang dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan
kapur tohor juga merupakan pengikat asam – asam nabati. Fungsi penambahan air
kapur dalam biji jagung antara lain mempercepat pemasakan, meningkatkan
kemampuan pengikatan air serta menghambat terjadinya retrogradasi. Semua hal
tersebut pada akhirnya berpengaruh pada tekstur produk olahan dari tepung
jagung yang dihasilkan (Sidharta, 2000).
8
juga digunakan untuk mengendapkan logam–logam berat seperti hidroksinya dan
dalam mengontrol keasaman air (Riama dkk, 2012).
2.6 Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan suatu zat padat putih, tak berbau, tak
berasa, terurai pada 825⁰C, tak beracun, larut dalam asam dengan melepas CO2,
mudah terbakar dan dijumpai di alam sebagai kalsit, napal, aragonit, travertin,
marmer, batu gamping, dan kapur, juga ditemukan bersama mineral dolomit
(CaCO3.MgCO3). Benar-benar tidak larut dalam air (hanya beberapa bagian per
juta), kristalnya berwujud rombik/rombohedral dan dimanfaatkan sebagai obat
penawar asam, dalam pasta gigi, cat putih, pembersih, bahan pengisi kertas,
semen, kaca, plastik, dan sebagainya. Massa molar CaCO3 yaitu 100,09 g/mol 3.
Titik leleh 825⁰C, memiliki pH 8 - 9 dan densitas 3,11 - 6,12 g/ml.
Kalsium karbonat(CaCO3) dibuat dari reaksi CaCl2+ Na2CO3dalam air, atau
melewatkan CO2melalui suspensi Ca(OH)2dalam air yang murni. Kemudian
dihasilkan dengan metode Richard dan Honischmidt dengan cara larutan Ca(NO3)
diasamkan sedikit dengan HNO3. Lantas diperlakukan dengan Ca(OH)2 cair murni
yang sedikit berlebih untuk mengendapkan sebagian besar Fe(OH)3dan Mg(OH)2.
Impuritas berupa garam-garam Ba, Sr, dan Mg dapat dihilangkan dengan cara
merekristalisasi nitratnya berulang kali. Amonium karbonat yang dibutuhkan
untuk mengendapkan karbonatnya bisa dimurnikan lewat destilasi dari air (Arsyad
dan Natsir, 2001).
9
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Motor Penggerak
Pengaduk Magnetik
Gelas Piala
10
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Titrasi
11
6. Ditimbang Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2 untuk R1, diambil sisa filtrat dari
R2 lalu diaduk dan disaring filtratnya dengan padatan tersebut kemudian
dititrasi filtratnya dan dihitung densitasnya. Dimasukkan air kedalam R3
kemudian diaduk selama 3 menit, lalu disaring dan dihitung berat
padatannya.
7. Setelah disaring lalu filtratnya diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya
dimasukkan ke R2 dilakukan pengadukan selama 3 menit, lalu disaring.
8. Filtrat dari R2 diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya dimasukkan ke R1
untuk dilakukan pengadukan 3 menit, lalu disaring, diambil filtrat nya 10
ml untuk dititrasi.
9. Ditimbang Na2CO3 dan Ca(OH)2 untuk R4, lalu dimasukkan sisa filtrat
yang didapat dari R1 kemudian dilakukan pengadukan 3 menit lalu
disaring, dan diambil filtratnya. Kemudian filtrat dititrasi dan diukur
densitasnya. Dimasukkan air kedalam R2 diaduk selama 3 menit lalu
kemudian disaring dan volume larutan dihitung dan padatanya ditimbang.
10. Filtrat yang dihasilkan dari R2 diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya
dimasukkan di R1 diaduk selama 3 menit lalu kemudian disaring sampai
dapat filtrat nya.
11. Filtrat yang dihasilkan dari R1 diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya
dimasukkan di R4 diaduk selama 3 menit, filtrat yang didapat dihitung
volumenya dan diambil 10 ml untuk ditirasi.
12. Ditimbang Na2CO3 dan Ca(OH)2 untuk R3 lalu dimasukkan sisa filtrat
yang didapat dari R4 lakukan pengadukan 3 menit, kemudian disaring.
Filtrat dititrasi dan densitasnya diukur.
13. Dimasukkan air kedalam R1 ml diaduk selama 3 menit lalu disaring dan
diambil filtratnya 10 ml untuk dititrasi dan ditimbang padatannya.
14. Sisa filtrat yang didapat dari R1 masukkan kedalam R4 ml diaduk selama
3 menit, lalu disaring dan diambil filtratnya 10 ml untuk dititrasi.
15. Sisa filtrat yang didapat dari R4 dimasukkan kedalam R3 diaduk selama 3
menit, lalu disaring dan diambil filtratnya 10 ml untuk dititrasi.
12
16. Ditimbang Na2CO3 dan Ca(OH)2 untuk R2 lalu dimasukkan sisa filtrat
yang didapat dari R3 kemudian diaduk selama 3 menit, lalu disaring dan
dihitung volumenya, filtrat dititrasi dan diukur densitasnya.
17. Dimasukkan air kedalam R4 diaduk selama 3 menit, lalu disaring. Filtrat
diambil 10 ml untuk dititrasi.
18. Sisa filtrat dari R4 dimasukkan kedalam R3 diaduk selama 3 menit lalu
disaring. Kemudian dihitung volume larutan dan padatannya. Diambil 10
ml larutannya untuk dititrasi.
19. Sisa filtrat dari R3 dimasukkan kedalam R2 diaduk selama 3 menit lalu
disaring dan dihitung volumenya, diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya
digunakan untuk R1 dan dihitung hasil total akhir padatan.
= aliran larutan.
= aliran padatan
13
BAB IV
Run I.
Tabel 4.1 Konsentrasi NaOH yang terekstraksi dari campuran Ca(OH)2 dan
Titrasi Volume
Ekstrak Densitas
Reaktor
V NaOH (gr/ml)
V HCl Konsentrasi
NaOH (ml)
(ml) NaOH
(ml)
4 10 8,1 0,81 94 1,087
2 10 11 1,1 75 1,097
14
Run II.
Tabel 4.3 Konsentrasi NaOH yang terekstraksi dari campuran Ca(OH)2 dan
Na2CO3 dengan volume pelarut 200 ml
Titrasi Volume
Ekstrak Densitas
Reaktor
V NaOH (gr/ml)
V HCl Konsentrasi
NaOH (ml)
(ml) NaOH
(ml)
4 10 4 0,4 196 0,9646
15
ekstraksi padat-cair ini bertujuan untuk memisahkan NaOH dari hasil kostisasi
antara soda abu (Na2CO3) dan Ca(OH)2, dari padatan inert CaCO3 dengan
menggunakan pelarut akuades.Pada praktikum ini akan dihasilkan CaCO3 dan
filtrate yang berupa NaOH. Penambahan pelarut ke dalam campuran reaksi dapat
meningkatkan pengambilan NaOH dari padatan.
Pada praktikum ini dilakukan sebanyak dua kali percobaan dengan variasi
a. Hasil Running I
percobaan ini diperoleh volume ekstrak untuk langkah preparation yaitu pada
ml; dan gelas1 sebanyak 68 ml dan untuk keadaan steady state diperoleh gelas 4
sebanyak 63 ml; gelas3 sebanyak 59 ml; gelas2 sebanyak 48 ml; dan gelas1
sebanyak 40 ml. Setelah proses selesai, maka endapan pada gelas 1-4 pada tahap
Endapan pada gelas 4 didapatkan berat sebesar 4,947 gram, pada gelas 3 sebesar
7,733 gr, pada gelas ke 2 sebesar 0,782 gr dan pada gelas 1 sebesar 12,509 gr.
nya sehingga mengakibatkan endapan yang di saring masih ada yang tertinggal di
kertas saring tersebut sehingga berat CaCO3yang dihasilkan sedikit dan fluktuatif.
Pada percobaan ini juga dihitung konsentrasi NaOH dengan cara
mentitrasi volume NaOH yang diperoleh dengan HCl 1 M. Konsentrasi yang
diperoleh untuk langkah preparation yaitu gelas 4 sebesar 0,81 M; gelas3 sebesar
0,89 M; gelas2 sebesar 1,1 M; dan gelas1 sebesar 1,25 M serta untuk keadaan
steady state yaitu gelas4 sebesar 1,29 M; gelas3 sebesar 1,32 M; gelas2 sebesar
1,37 M; dan gelas1 sebesar 1,42 M. Konsentrasi yang didapatkan mengalami
peningkatan, hal ini disebabkan oleh larutan dan padatan digunakan secara terus
16
menerus dan penambahan Ca(OH)2 danNa2CO3yang baru pada proses akhir setiap
alur pemisahan sehingga konsentrasi yang dihasilkan bertambah. NaOH memiliki
kelarutan yang besar dalam air, sehingga dengan penambahan pelarut ke dalam
campuran reaksi dapat meningkatkan konsentrasi NaOH.
Dalam percobaan ini NaOH dapat dihasilkan dari reaksi sebagai berikut:
Ca(OH)2(l) + Na2CO3 (l) 2 NaOH (l) + CaCO3 (S)
Pada percobaan ini di peroleh efisiensi yaitu gelas4 sebesar 40,625%;
gelas3 sebesar 38,90%; gelas2 sebesar 32,88%; dan gelas1 sebesar 28,4%.
b. Hasil Running II
Pada variasi pertama menggunakan pelarut sebanyak 200 ml. Pada
percobaan ini diperoleh volume ekstrak untuk langkah preparation yaitu pada
gelas 4 diperoleh sebanyak 196 ml; gelas 3 sebanyak 179 ml; gelas 2 sebanyak
171 ml; dan gelas1 sebanyak 165 ml dan untuk keadaan steady state diperoleh
gelas 4 sebanyak 149 ml; gelas3 sebanyak 143 ml; gelas2 sebanyak 131 ml; dan
gelas1 sebanyak 127 ml. Volume ekstrak yang didapatkan mengalami penurunan,
hal ini disebabkan pada proses dekantasi terdapat filtrat yang tertinggal pada
larutan dan padatan yang sederhana yaitu dengan menuangkan cairan secara
Setelah proses selesai, maka endapan pada gelas 1-4 pada tahap pemisahan
terakhir di oven sampai konstan kemudian didapatkan berat CaCO3. Endapan pada
gelas 4 didapatkan berat sebesar 14,34 gram, pada gelas 3 sebesar 15,24 gr, pada
gelas ke 2 sebesar 15,18 gr dan pada gelas 1 sebesar 15,91 gr. Berat CaCO3yang
didapatkan lebih besar dari running 1, hal ini disebabkan pada running 2
pengurangan berat.
Pada percobaan ini juga dihitung konsentrasi NaOH dengan cara
mentitrasi volume NaOH yang diperoleh dengan HCl 1 M. Konsentrasi yang
17
diperoleh untuk langkah preparation yaitu gelas 4 sebesar 0,4 M; gelas3 sebesar
0,43 M; gelas2 sebesar 0,5 M; dan gelas1 sebesar 0,6 M serta untuk keadaan
steady state yaitu gelas4 sebesar 0,62 M; gelas3 sebesar 0,63 M; gelas2 sebesar
0,66 M; dan gelas1 sebesar 0,71 M. Konsentrasi yang didapatkan mengalami
peningkatan, hal ini disebabkan oleh larutan dan padatan digunakan secara terus
menerus dan penambahan Ca(OH)2 dan Na2CO3 yang baru pada proses akhir
setiap alur pemisahan sehingga konsentrasi yang dihasilkan bertambah. Pada
percobaan ini di peroleh efisiensi yaitu gelas4 sebesar 4,9212%; gelas3 sebesar
4,1756%; gelas2 sebesar 4,716%; dan gelas1 sebesar 4,826%.
Pada running kedua diperoleh efisiensi lebih kecil daripada running
pertama hal ini disebabkan oleh perbandingan volume pelarut yang
digunakan.Oleh karena itu semakin sedikit volumepelarut yang digunakan maka
efisiensi yang dihasilkan semakin besar.
4.2.2 Perbandingan CaCO3 Running I dan Running II
Pada praktikum ini diperoleh massa padatan yang berbeda, hal ini dapat
dilihat dalam Gambar 4.1.
16
14
12 CaCO3(gr)
Massa
10
100 ml
8
200 ml
6
0
Endapan 4 Endapan 3 Endapan 2 Endapan 1
18
penyaringan dan volume yang digunakan mempengaruhi massa CaCO3 yang
didapatkan.
4.2.3 Perbandingan Efisiensi Running I dan Running II
Pada praktikum ini diperoleh perbandingan efisiensi running pertama
dengan running kedua, hal ini dapat dilihat dalam gambar 4.2
45
40
35
Efisiensi (%)
30
25 100 ml
20 200 ml
15
10
5
0
Efesiensi 4 Efesiensi 3 Efesiensi 2 Efesiensi 1
19
1.6
1.4
Konsentrasi NaOH
(M)1.2
1
Variabel 1
0.8
Variabel 2
0.6
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Gelas Kimia
Gambar 4.3Perbandingan Konsentrasi NaOH
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa konsentrasi NaOH pada
variabel pertama lebih besar daripada konsentrasi pada variabel kedua. Hal ini
disebabkan semakin kecil volume pelarut yang digunakan yang digunakan maka
konsentrasi yang diperoleh akan semakin besar. Pada variabel pertama digunakan
pelarut sebanyak 100 ml dan variabel kedua sebanyak 200 ml.
4.2.5 Perbandingan Densitas NaOH Running I dan Running II
Pada praktikum ini diperoleh perbandingan densitas NaOH running
pertama dengan running kedua, hal ini dapat dilihat dalam Gambar 4.4.
1.2
1
Densitas (gr/ml)
0.8
Variabel 1
0.6
Variabel 2
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Gelas Kimia
Gambar 4.4Perbandingan Densitas NaOH
20
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa densitas NaOH pada
Variabel pertama lebih besar daripada densitas pada variabel kedua.Hal ini
disebabkan semakin kecil volume larutanyang digunakan maka semakin banyak
zat yang masih terkandung dalam larutan sehingga menyebabkan densitas NaOH
menjadi naik.
4.2.6 Pengaruh Jumlah Pelarut Terhadap Konsentrasi NaOH, Berat
CaCO3dan Efisiensi
Semakin kecil volume pelarut yang digunakan maka konsentrasi NaOH,
dan efisiensi yang didapatkan semakin besar, namun massa CaCO3 yang didapat
semakin kecil. Hal ini dikarenakan konsentrasi NaOH,dan efisiensi yang diperoleh
berbanding terbalik dengan dengan volume larutan.Dengan meningkatnya volume
larutan yang diberikan maka difusi perpindahan material (NaOH) akansemakin
kecil sehingga konsentrasi dan efisiensi yang diperoleh menjadi besar dan massa
padatan yang diadapat semakin kecil
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Efisiensi total yang didapatkan untuk percobaan ini adalah pada variabel 1
5.2 Saran
1. Teliti dalam melakukan praktikum
2. Pada saat melakukan pemisahan praktikan harus teliti agar padatan tidak
masuk kedalam larutan
3. Bahan dioven sampai beratnya konstan agar diperoleh data yang baik
4. Persiapan bahan sebaiknya dilakukan sehari sebelum praktikum
22
DAFTAR PUSTAKA
Anggriawan., A. 2014. Pengaruh Konsentrasi Larutan Natrium Bikarbonat dan
Lama Perendaman Terhadap Karakteristik Kacang Koro Pedang
(Canavalia Ensiformis) Goreng. Universitas Pasundan. Bandung
Armid. 2009. Petunjuk Praktikum Metode Pemisahan Kimia Analitik. F-MIPA
Unhalu. Kendari
Arsyad dan Natsir., M. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.Gramedia.
Jakarta
Austin, G.T. 1987. Shreve’s Chemical Process Industries. Kogakusha:
McGrawHill
Bresconi, G, dan Gester, H.1995.Teknologi Kimia. PT. Pradiya Paramita. Jakarta
Day, R. A. Jr. dan Underwood, A. L. 1986.Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta.
Erlangga
Elliot, D. 1999. Primary Brine Treatment, 1999 Eltech Chlorine/Chlorate
Seminar Technology Bridge To The Millenium. Ohio: Cleveland
Fajriati, I., Rizkiyah, M. dan Muzakky. 2011. Studi Ekstraksi Padat Cair
Menggunakan Pelarut HF dan HNO3 pada Penentuan logam Cr dalam
Sampel Sungai di Sekitar Calon PLTN Muria. Jurnal Ilmu Dasar. 1(12) :22
Hernani, dan Marwat, T. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses
Pemurnian. Jakarta
Jumaeri, dkk. 2003. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Impurities terhadap
Kemurnian Natrium Klorida Pada Proses Pemurnian Garam Dapur
Melalui Proses Kristalisasi, Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian
UNNES. Semarang
Lowe, F. Roberto. 1993. Metode Laboratorium II. Universitas Udayana. Bali.
Lucas. Howard., J. dan David., P. 1949. Principles and Practice In Organic
Chemistry. John Wiley and Sons, Inc. New York
Mulyani.2007. Bioprospek Cerbera odollam Gaertn yang diambil dari Tiga
Lokasi sebagai Bahan Baku Biodiesel. Jakarta
Ramadhan., A., E. dan Phaza., H., A. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu
dan Jumlah Stage pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale Rosc)
Secara Batch. Universitas Diponegoro. Semarang
23
Retnosari., A. 2013. Ekstraksi dan Penentuan Kadar Silika (Sio2) Hasil Ekstraksi
Dari Abu Terbang (Fly Ash) Batubara.Skripsi. Universitas Jember. Jawa
Barat
Riama., G. Veranika., A. Dan Prasetyowati. 2012. Pengaruh H2O2, Konsentrasi
NaoH dan WaktuTerhadap Derajat Putih Pulp dari Mahkota Nanas. Jurnal
Teknik 3(18) : 26-27
Rindit, P, Gardjito, M, Sudarmadji, S dan Kuswanto, K R. 2007.Kandungan Fenol
dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir
(Uncariagambir Roxb).Jurnal Ekstrak Uncaria gambir Roxb
Sidharta., W. 2000. Penggunaan Kalsium Hidroksida Dibidang Konservasi Gigi.
Jurnal Kedokteran Gigi UI. Vol (7: 435-443)
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Alih Bahasa Drs. Soendani
Noerono Soewandhi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Vogel. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.
London: Longman
24
LAMPIRANA
PERHITUNGAN
1. Menentukan densitas ekstraksi ( ekstrak )
Langkah 1
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡
(Berat pikno ekstrak)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 (Berat
+ 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) − (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡
pikno𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
kosong)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,21 ) – ( 16,34) / 10
= 1,087 gr/ml
Langkah 2
(Berat 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜+ekstrak)
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) (Berat
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜
pikno 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
kosong)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒piknometer
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
= (27,34 ) – ( 16,34 ) / 10
= 1,1 gr/ml
Langkah 3
(Berat 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜+
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno ekstrak) (Berat
𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,31 ) – (16,34 ) / 10
= 1,097 gr/ml
Langkah 4
(Berat 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 +
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno ekstrak) (Berat
𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,36 ) – (16,34 ) / 10
= 1,102 gr/ml
Langkah 5
(Berat
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno ekstrak)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 (Berat
+ 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,21 ) – (16,34 ) / 10
= 1,087 gr/ml
Langkah 6
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) − (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 25
(Berat pikno ekstrak) (Berat pikno kosong)
ρekstrak =
Volume piknometer
= (27,24 ) – ( 16,34 ) / 10
= 1,09 gr/ml
Langkah 7
(Berat
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜+
ekstrak) (Berat
𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,37 ) – ( 16,34 ) / 10
= 1,103 gr/ml
Langkah 8
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno
(Berat 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜+
ekstrak) (Berat
𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,964) – ( 16,34 ) / 10
= 1,162 gr/ml
2. Menentukan konsentrasi NaOH dalam larutan ekstrak (Me)
Langkah 1
Volume titrasi (V1) = 8 ,1ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1 V1
Me =
V2
= 1 x 8,1/ 10
= 0,81
Langkah 2
Volume titrasi (V1) = 8,9 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1 V1
Me =
V2
26
= 1 x 8,9/ 10
= 0,89
Langkah 3
Volume titrasi (V1) = 11 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1 V1
Me =
V2
= 1 x 11/ 10
= 1,1
Langkah 4
Volume titrasi (V1) = 12,5 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1 V1
Me =
V2
= 1 x 12,5/ 10
= 1,25
Langkah 5
Volume titrasi (V1) = 12,9 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1 V1
Me =
V2
= 1 x 12,9/ 10
= 1,29
Langkah 6
27
Volume titrasi (V1) = 13,2 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1 V1
Me =
V2
= 1 x 13,2/ 10
= 1,32
Langkah 7
Volume titrasi (V1) = 13,7 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 m
Maka :
M 1 V1
Me =
V2
= 1 x 13,7/ 10
= 1,37
Langkah 8
Volume titrasi (V1) = 14,2 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1 V1
Me =
V2
= 1 x 14,2/ 10
= 1,42
3. Menentukan berat NaOH dalam larutan ekstrak (Ws)
Langkah 1
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 94 ml
28
Me BM(NaOH) V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 0,81 x 40 x 94 / 1000
= 3,0456
Langkah 2
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 79 ml
Me BM(NaOH) V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 0,89 x 40 x 79 / 1000
= 2,8124
Langkah 3
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 75 ml
Me BM(NaOH) V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,1 x 40 x 75 / 1000
= 3,3
Langkah 4
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 68 ml
Me BM(NaOH) V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,25 x 40 x 68 / 1000
= 3,4
Langkah 5
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 63 ml
Me BM(NaOH) V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,29 x 40 x 63 / 1000
= 3,25
Langkah 6
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 59ml
29
Me BM(NaOH) V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,32 x 40 x 59/ 1000
= 3,1152
Langkah 7
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 48 ml
Me BM(NaOH) V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,37 x 40 x 48/ 1000
= 2,6304
Langkah 8
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 40 ml
Me BM(NaOH) V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,42 x 40 x 40 / 1000
= 2,272
4. Menentukan Efisiensi produk
Berat Na2CO3 mula-mula = 10,6 gram
BM Na2CO3 = 106 gram/mol
Berat Na 2 CO3 1010,6
gram
Mol Na2CO3 = = 0.1 mol
106
BM Na 2 CO3 106 gram/mol
30
= 0,2mol x 40 gram/mol
= 8 gram
Efisiensi NaOH dalam reaktor satu:
R1 = Ws x 100%
Wm
= ( 3,0456/ 8 ) x 100%
= 38,07 %
2R2 = Ws x 100%
Wm
= ( 2,8124/ 8 ) x 100%
= 35,155 %
3R3 = Ws x 100%
Wm
= ( 3,3 / 8) x 100%
= 41,25 %
4R4 = Ws x 100%
Wm
= ( 3,4 / 8 ) x 100%
= 42,5%
5R5= Ws x 100%
Wm
= ( 3,25 / 8 ) x 100%
= 40,625 %
6R6 = Ws x 100%
Wm
= ( 3,1125 / 8 ) x 100%
= 38,90%
7R7 = Ws x 100%
Wm
= ( 2,6304/ 8 ) x 100%
= 32,88%
8R8 = Ws x 100%
Wm
= ( 2,272/ 8 ) x 100%
=28,4%
31
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI
32