Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Salah satu teknik pemisahan yang sering digunakan adalah ekstraksi.
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan kimia yang memisahkan atau
menarik suatu komponen-komponen kimia pada suatu sampel dan umumnya
dapat larut dalam air. Ekstraksi terbagi atas dua jenis yaitu ekstraksi dingin atau
maserasi dan ekstraksi panas contohnya dengan ekstraksi sokletasi. Perbedaan
dari kedua jenis ekstraksi ini adalah terletak pada tekniknya, dimana untuk
ekstraksi dingin tidak menggunakan proses pemanasan pada sampel melainkan
dengan cara merendam sampel dalam pelarut. Sedangkan ekstraksi panas
dilakukan dengan pemanasan (Rindit, 2007).
Ekstraksi Padat Cair atau Leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dari padatan ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik
karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa
mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padatan dapat dilakukan jika
bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi
berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut.Namun
sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya (Ramadhan,
2010).
Praktikum ekstraksi padat cair ini bertujuan untuk memisahkan NaOH dari
hasil reaksi kostisasi antara soda abu (Na2CO3) dan Ca(OH)2, dari padatan inert
CaCO3 dengan menggunakan air sebagai pelarutnya,lalu menentukan kadar NaOH
untuk tiap kali titrasi dengan HCl menggunakan operasi pencucian (washing)
sampai kadar NaOH tersisa dalam slurry sekecil mungkin.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan efisiensi untuk tahap pemisahan beberapa konfigurasi operasi
seperti co-current, counter current, dan cross current
2. Membuat data kesetimbangan sistem tiga komponen untuk ekstraksi padat
cair.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Ekstraksi
Ekstraksi suatu bahan pada prinsipnya dipengaruhi oleh suhu. Makin tinggi
suhu yang digunakan, makin tinggi ekstrak yang diperoleh. Namun demikian,
bahan hasil ekstraksi dengan berbagai tingkat suhu belum tentu memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap sifat anti bakterinya. Oleh sebab itu, ekstraksi
bahan pada suhu yang berbeda perlu dilakukan. Ekstraksi dengan sokletasi
memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi karena pada cara ini digunakan
pemanasan yang diduga memperbaiki kelarutan ekstrak. Makin bersifat polar
pelarut menghasilkan bahan terekstrak tidak berbeda untuk kedua macam cara
ekstraksi. Untuk mengetahui lebih jauh pengaruh suhu pada proses ekstraksi
menggunakan campuran pelarut etanol dan air (Rindit, 2007).
Jika suatu komponen dari campuran merupakan padatan yang sangat larut
dalam pelarut tertentu dan komponen yang lain secara khusus tidak larut, maka
proses pemisahan dapat dilakukan dengan pengadukan sederhana dan dengan
pelarut tertentu yang diikuti dengan proses penyaringan. Akan tetapi bila
komponen terlarut sangat sedikit larut atau disebabkan oleh bentuknya sehingga
proses pelarutan sangat lambat, maka perlu dilakukan pemisahan dengan ekstraksi
sokletasi (Armid, 2009)
Sering campuran bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar sekali
dipisahkan, dengan metode pemisahan mekanis atau teknik yang telah sering
dilakukan. Misalnya saja karena komponennya saling bercampur secara erat, peka
terhadap panas, beda sifat fisiknya terlalu kecil atau tersdia dalam konsentrasi
rendah. Dalam hal semacam ini sering ekstraksi adalah satu-satunya proses yang
dapat digunakan. Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Suatu proses ekstraksi biasanya
melibatkan tahap-tahap berikut ini :
a. Mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling
berkontraksi, dalam hal ini terjadi perpindahan masa dengan cara difusi

2
padabidang antar muka bahan ekstraksi yang sebenarnya yaitu pelarut
ekstrak.
b. Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat, kebanyakan dengan cara
penjernihan atau titrasi.
c. Mengisolasi ekstraksi dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut.
umumnya dilakukan dengan menguatkan pelarut.

Larutan mempunyai kelarutan di dalam pelarut yang berbeda, proses yang


selektif untuk pemisahan suatu larutan dari suatu campuran dengan suatu pelarut
disebut ekstraksi. Ekstraksi sokletasi dapat digunakan untuk mengekstraksi
larutan dari padatan dengan menggunakan pelarut yang dapat menguap, yang
dapat bercampur dengan air ataupun tidak. Pelarutnya diuapkan bila terkondensasi
maka akan menetes pada senyawa padat setelah mencapai volume tertentu media
pelarut tersebut akan keluar melalui pipa kecil dan terus menuju ke tempat
penampungan (labu) proses ini berlangsung terus-menerus pelarut dalam labu
diuapkan (Lowe, 1993).
Faktor lingkungan seperti ketinggian tempat tumbuh, tekstur tanah, suhu
tanah, kelembaban tanah akan mempengaruhi perkembangan biji yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pula kandungan minyak pada biji. Dalam upaya
mencari spesies tumbuhan yang berpotensi menghasilkan kandungan minyak yang
tinggi, maka perlu diketahui kondisi lingkungan yang paling optimum (Mulyani,
2007).
Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan
agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang
dikenal adalah secara kimia ataupun fisika. Pemurnian secara fisika
memerlukan peralatan penunjang yang cukup spesifik, akan tetapi minyak yang
dihasilkan lebih baik, karena warnanya lebih jernih dan komponen utamanya
menjadi lebih tinggi. Untuk metode pemurnian kimiawi bisa dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran
dengan adsorben atau senyawa pengomplek tertentu (Hernani, 2006).

2.2 Ekstraksi Padat Cair


Ekstraksi padat cair adalah proses ekstraksi suatu konstituen yang dapat
larut (solute) pada suatu campuran solid dengan menggunakan pelarut. Proses ini

3
sering disebut Leaching.Proses ini biasanya digunakan untuk mengolah suatu
larutan pekat dari suatu solute dalam solid (leaching) atau untuk membersihkan
suatu solute inert dari kontaminannya dengan bahan (konstituen) yang dapat larut
(washing).
Metode yang diperlukan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah
konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid, sifat solid,
dan ukuran partikelnya. Bila konstituen yang akan larut ke dalam solvent lebih
dahulu, akibatnya sisa solid akan berpori-pori. Selanjutnya pelarut harus
menembus lapisan larutan dipermukaan solid untuk mencapai konstituen yang ada
dibawahnya, akibatnya kecepatan ekstraksi akan menurun dengan tajam karena
sulitnya lapisan larutan tersebut ditembus. Tetapi bila konstituen yang akan
dilarutkan merupakan sebagian besar dari solid, maka sisa solid yang berpori-pori
akan segera pecah menjadi solid halus dan tidak akan menghalangi perembesan
pelarut ke lapisan yang lebih dalam.
Pada beberapa solid atau sistem yang akan di ekstraksi, konstituen yang
akan dilarutkan terisolasi oleh suatu lapisan yang sangat sulit ditembus oleh
pelarut, misalnya biji emas didalam rock (batu karang) maka solid ini harus
dipecah terlebih dahulu. Demikian pula bila solute berada dalam solid yang
berstruktur seluler akan sulit di ekstraksi karena struktur yang demikian
merupakan tahanan tambahan terhadap rembesan liquid, misalnya pada ekstraksi
gula beet. Untuk mengatasi solid semacam ini terlebih dahulu dipotong tipis
memanjang hingga sebagian dari sel – sel solid pecah. Pada ekstraksi minyak dari
biji – bijian, walaupun bentuk selnya seluler, ekstraksi tidak terlalu solid karena
solute (konstituen) sudah berbentuk liquid (minyak).
Pemilihan alat untuk proses leaching dipengaruhi oleh faktor- faktor yang
membatasi kecepatan ekstraksi dikontrol oleh mekanisme difusi solute melalui
pori-pori solid yang diolah harus kecil, agar jarak perembesan tidak terlalu jauh.
Sebaliknya bila mekanisme solute dari permukaan partikel kedalam larutan
keseluruhan (bulk) merupakan faktor yang mengontrol, maka harus dilakukan
pengadukan dalam proses.

4
Mekanisme leaching dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Mekanisme Leaching (Ramadhan,2010)


Keterangan :
a. Pelarut
b. Padatan (mengandung komponen terlarut)
c. Komponen terlarut
d. Pelarut
e. Komponen terlarut dalam pelarut
Ada 4 faktor yang harus diperhatikan dalam ekstraksi padat cair:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan kontak
antara partikel dengan liquid,akibatnya akan memperbesar heat transfer material,
disamping itu juga akan memperkecil jarak difusi. Tetapi partikel yang sangat
halus akan membuat tidak efektif bila sirkulasi proses tidak dijalankan,disamping
itu juga akan mempersulit drainage solid residu. Jadi harus ada range tertentu
untuk ukuran-ukuran partikel dimana suatu partikel harus cukup kecil agar tiap
partikel mempunyai waktu ekstraksi yang sama,tetapi juga tidak terlalu kecil
hingga tidak menggumpal dan menyulitkan aliran.
2. Pelarut
Harus dipilih larutan yang cukup baik dimana tidak akan merusak
konstituen atau solute yang diharapkan (residu).
Disamping itu juga tidak boleh pelarut dengan viskositas tinggi (kental) agar
sirkulasi bebas dapat terjadi. Umumnya pada awal ekstraksi pelarut dalam
keadaan murni, tetapi setelah beberapa lama konsentrasi solute didalamnya akan

5
bertambah besar akibatnya rate ekstraksi akan menurun, pertama karena gradien
konsentrasi akan berkurang dan kedua kerena larutan bertambah pekat.
3. Suhu operasi
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah dengan
bertambah tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar difusi,jadi secara
keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Namun demikian dipihak lain
harus diperhatikan apakah dengan suhu tinggi tidak merusak material yang
diproses.
4. Pengadukan
Dengan adanya pengadukan, maka diffusi eddy akan bertambah, dan
perpindahan material dari permukaan pertikel ke dalam larutan (bulk) bertambah
cepat, disamping itu dengan pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan.
Kelemahan proses ini antara lain adalah:
a. Adanya sedikit pelarut yang tertinggal dalam produk. Untuk produk-produk
tertentu, terutama bahan makanan, adanya sedikit pelarut tersisa tersebut
perlu dihindari. Usaha-usaha penghilangan pelarut dalam produk merupakan
masalah pemisahan yang perlu dipelajari lebih lanjut.
b. Memerlukan suhu tinggi karena daya larut akan naik dengan naiknya suhu.
Suhu tinggi ini sering menimbulkan kerusakan bahan, sehingga kualitas
produk turun.
c. Selektivitas pelarut tidak sempurna sehingga ada komponen lain yang ikut
terambil dalam ekstrak. Misalnya pada ekstraksi minyak atsiri dari bunga-
bungaan, diperoleh produk yang disebut concrete, yang masih perlu
dimurnikan lagi.
Namun, proses leaching juga memiliki keunggulan yaitu harga alat proses
yang lebih murah serta peralatannya mudah digunakan (Ramadhan, 2010).

2.3 Natrium Karbonat


Natrium Karbonat (Na2CO3) atau (soda ash) berbentuk bubuk kristal
higroskopis dengan kemurnian > 99,5% diperhitungkan pada bentuk anhidrat
yang berwarna putih. Ada dua bentuk natrium karbonat yang tersedia, soda ringan
dan soda padat. Ketidakmurnian natrium karbonat dapat mencakup natrium
klorida, natrium sulfat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, natrium

6
bikarbonat dan besi. Profil pengotor tergantung pada proses produksi dan
komposisi bahan baku.
Natrium karbonat memiliki berat molekul 106 gr/mol, memiliki dimensi
unit sel a= 8,905 Å, b=5,237 Å, c= 6,045 Å, space group C2/m:4 dengan volume
unit selnya 276,4. Dan memiliki struktur kristal Na2CO3. Struktur kristal dari
Na2CO3 dibentuk oleh ion Na oktohedral, struktur dari Na2CO3 ini dapat dilihat
pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Kristal Na2CO3 (Anggriawan, 2014)

Sifat fisis dan kimia Na2CO3 (natrium karbonat) ini memiliki densitas 2,532
kg/m3 pada suhu 20°C dan kelarutan air 71 g/l air pada suhu 0°C, 215 g/l air pada
suhu 20°C dan 455 g/l air pada suhu 17 100°C. Penentuan koefisien partisi
oktanol air (log Pow) dan tekanan uap tidak berlaku. Rata-rata diameter ukuran
partikel natrium karbonat ringan adalah dalam kisaran 90 sampai 120 μm dan
padatnya sodium karbonat adalah di kisaran 250-400 μm. Natrium karbonat
adalah senyawa alkali yang kuat dengan pH 11.6 untuk larutan 0,1 M encer. pKb
(koefisien basa) dari CO32- adalah 3,75 yang berarti bahwa pada pH 10,25 baik
karbonat dan bikarbonat yang hadir dalam jumlah yang sama.
Sifat termal Na2CO3 (natrium karbonat) memiliki titik leleh 851°C. Natrium
karbonat merupakan senyawa anorganik terionisasi yang memiliki titik lebur di
atas 360°C dan titik didih tidak dapat diukur karena terjadi penguraian oleh sebab
itu titik didih tidak dapat ditentukan (Anggriawan, 2014).

2.4 Kalsium hidroksida


Kalsium hidroksida Ca(OH)2 merupakan zat padat yang berwarna putih dan
amorf. Kalsium hidroksida (quick lime) dihasilkan dari batu gamping yang
dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu 6000°C – 9000°C. Apabila kalsium

7
hidroksida disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam
(hydrated/slaked quicklime) dengan mengeluarkan panas. Kalsium hidroksida
dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Rumus molekul
senyawa ini adalah :
CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2 (l) ..................................................... (2.1)
Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui
pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida
(NaOH). Larutan Ca(OH)2 bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi
dengan banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila
dilewatkan karbondioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat. Kalsium
hidroksida mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah
menarik gas asam arang dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan
kapur tohor juga merupakan pengikat asam – asam nabati. Fungsi penambahan air
kapur dalam biji jagung antara lain mempercepat pemasakan, meningkatkan
kemampuan pengikatan air serta menghambat terjadinya retrogradasi. Semua hal
tersebut pada akhirnya berpengaruh pada tekstur produk olahan dari tepung
jagung yang dihasilkan (Sidharta, 2000).

2.5 Natrium Hidroksida


a. Sifat Fisika NaOH
Natrium Hidroksida anhidrat berbentuk kristal berwarna putih. NaOH
bersifat sangat korosif terhadap kulit. Istilah yang paling sering digunakan dalam
industri yaitu soda kaustik. Soda kaustik apabila dilarutkan dalam air Akan
menimbulkan reaksi eksotermis. Natrium hidroksida memiliki berat molekul
39,998 gr/mol, specific gravity 2,130 serta titik leleh 318⁰C dan titik didih
1390⁰C.
b. Sifat Kimia NaOH
Larutan NaOH sangat basa dan biasanya digunakan untuk reaksi dengan
asam lemah, dimana asam lemah seperti natrium karbonat tidak efektif. NaOH
tidak bisa terbakar meskipun reaksinya dengan metal amfoter seperti
aluminium, timah, seng menghasilkan gas nitrogen yang bisa menimbulkan
ledakan. NaOH biasanya digunakan untuk memproduksi garam natrium. NaOH

8
juga digunakan untuk mengendapkan logam–logam berat seperti hidroksinya dan
dalam mengontrol keasaman air (Riama dkk, 2012).
2.6 Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan suatu zat padat putih, tak berbau, tak
berasa, terurai pada 825⁰C, tak beracun, larut dalam asam dengan melepas CO2,
mudah terbakar dan dijumpai di alam sebagai kalsit, napal, aragonit, travertin,
marmer, batu gamping, dan kapur, juga ditemukan bersama mineral dolomit
(CaCO3.MgCO3). Benar-benar tidak larut dalam air (hanya beberapa bagian per
juta), kristalnya berwujud rombik/rombohedral dan dimanfaatkan sebagai obat
penawar asam, dalam pasta gigi, cat putih, pembersih, bahan pengisi kertas,
semen, kaca, plastik, dan sebagainya. Massa molar CaCO3 yaitu 100,09 g/mol 3.
Titik leleh 825⁰C, memiliki pH 8 - 9 dan densitas 3,11 - 6,12 g/ml.
Kalsium karbonat(CaCO3) dibuat dari reaksi CaCl2+ Na2CO3dalam air, atau
melewatkan CO2melalui suspensi Ca(OH)2dalam air yang murni. Kemudian
dihasilkan dengan metode Richard dan Honischmidt dengan cara larutan Ca(NO3)
diasamkan sedikit dengan HNO3. Lantas diperlakukan dengan Ca(OH)2 cair murni
yang sedikit berlebih untuk mengendapkan sebagian besar Fe(OH)3dan Mg(OH)2.
Impuritas berupa garam-garam Ba, Sr, dan Mg dapat dihilangkan dengan cara
merekristalisasi nitratnya berulang kali. Amonium karbonat yang dibutuhkan
untuk mengendapkan karbonatnya bisa dimurnikan lewat destilasi dari air (Arsyad
dan Natsir, 2001).

9
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan dan Alat


3.1.1 Bahan yang Digunakan
Pada praktikum ini, digunakan campuran Na2CO3 dan Ca(OH)2 yang
dicampurkan dengan pelarut air (H2O). Selain itu juga digunakan HCl 1 M dan
indikator PP (phenolphtalein) dalam proses titrasi larutan yang didapat.
3.1.2 Alat yang Digunakan
Pada praktikum ini digunakan labu ukur 1000 ml untuk membuat larutan
yang akan distandarisasi, kemudian digunakan erlenmeyer untuk meletakan
larutan yang akan dititrasi, sedangkan gelas ukur 100 ml dan 50 ml digunakan
untuk menghitung volume air dan larutan yang didapat dari hasil dekantasi antara
Na2CO3 dan Ca(OH)2 yang dicampurkan dengan pelarut air (H2O) yang
dimasukkan didalam gelas piala yang akan diaduk dengan mechanical stirer dan
dipisahkan dengan corong kaca. Pipet tetes digunakan untuk mengambil larutan
dengan volume kecil.

Motor Penggerak

Pengaduk Magnetik

Gelas Piala

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Pengadukan

10
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Titrasi

3.2 Prosedur percobaan


1. Campuran Na2CO3dengan berat 10.6 gr dan Ca(OH)2dengan berat 7.4 gr
dengan perbandingan volume H2O yakni 100 ml dan 200 ml dimasukkan
ke dalam R4 kemudian pada campuran, setelah ditambahkan H2O
campuran diaduk selama 3 menit. Setelah selesai diaduk dengan
mechanical stirer campuran dipisahkan dari padatan yang ada, lalu larutan
dititrasi dan dihitung densitasnya.
2. Pelarut baru ditambahkan ke dalam R4 yang masih berisi padatan sisa
pada langkah pertama diaduk selama 3 menit, larutan dipisahkan dari
padatannya, dan diambil 10 ml untuk dititrasi lalu sisanya dimasukkan ke
dalam gelas R3 yang telah diisi campuran Na2CO3 dan Ca(OH)2 yang
sudah ditimbang. Kemudian larutan dititrasi.
3. Dari R4 ditambah air, diaduk 3 menit lalu disaring, filtratnya digunakan 10
ml untuk dititrasi dan sisanya untuk R3 diaduk lagi 3 menit, disaring dan
diambil filtratnya 10 ml untuk titrasi.
4. Na2CO3 dan Ca(OH)2 ditimbang untuk R2, filtrat dari R3 masukkan ke R2
lalu diaduk dan disaring. Kemudian dititrasi dan dihitung densitasnya.
5. Dimasukkan air kedalam R4 diaduk selama 3 menit lalu disaring dan
ditimbang padatannya. Kemudian filtratnya diambil 10 ml dan sisanya
dimasukkan ke R3 lakukan pengadukan 3 menit lalu disaring, filtrat yang
disaring dari R2 diambil 10 ml untuk dititrasi.

11
6. Ditimbang Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2 untuk R1, diambil sisa filtrat dari
R2 lalu diaduk dan disaring filtratnya dengan padatan tersebut kemudian
dititrasi filtratnya dan dihitung densitasnya. Dimasukkan air kedalam R3
kemudian diaduk selama 3 menit, lalu disaring dan dihitung berat
padatannya.
7. Setelah disaring lalu filtratnya diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya
dimasukkan ke R2 dilakukan pengadukan selama 3 menit, lalu disaring.
8. Filtrat dari R2 diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya dimasukkan ke R1
untuk dilakukan pengadukan 3 menit, lalu disaring, diambil filtrat nya 10
ml untuk dititrasi.
9. Ditimbang Na2CO3 dan Ca(OH)2 untuk R4, lalu dimasukkan sisa filtrat
yang didapat dari R1 kemudian dilakukan pengadukan 3 menit lalu
disaring, dan diambil filtratnya. Kemudian filtrat dititrasi dan diukur
densitasnya. Dimasukkan air kedalam R2 diaduk selama 3 menit lalu
kemudian disaring dan volume larutan dihitung dan padatanya ditimbang.
10. Filtrat yang dihasilkan dari R2 diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya
dimasukkan di R1 diaduk selama 3 menit lalu kemudian disaring sampai
dapat filtrat nya.
11. Filtrat yang dihasilkan dari R1 diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya
dimasukkan di R4 diaduk selama 3 menit, filtrat yang didapat dihitung
volumenya dan diambil 10 ml untuk ditirasi.
12. Ditimbang Na2CO3 dan Ca(OH)2 untuk R3 lalu dimasukkan sisa filtrat
yang didapat dari R4 lakukan pengadukan 3 menit, kemudian disaring.
Filtrat dititrasi dan densitasnya diukur.
13. Dimasukkan air kedalam R1 ml diaduk selama 3 menit lalu disaring dan
diambil filtratnya 10 ml untuk dititrasi dan ditimbang padatannya.
14. Sisa filtrat yang didapat dari R1 masukkan kedalam R4 ml diaduk selama
3 menit, lalu disaring dan diambil filtratnya 10 ml untuk dititrasi.
15. Sisa filtrat yang didapat dari R4 dimasukkan kedalam R3 diaduk selama 3
menit, lalu disaring dan diambil filtratnya 10 ml untuk dititrasi.

12
16. Ditimbang Na2CO3 dan Ca(OH)2 untuk R2 lalu dimasukkan sisa filtrat
yang didapat dari R3 kemudian diaduk selama 3 menit, lalu disaring dan
dihitung volumenya, filtrat dititrasi dan diukur densitasnya.
17. Dimasukkan air kedalam R4 diaduk selama 3 menit, lalu disaring. Filtrat
diambil 10 ml untuk dititrasi.
18. Sisa filtrat dari R4 dimasukkan kedalam R3 diaduk selama 3 menit lalu
disaring. Kemudian dihitung volume larutan dan padatannya. Diambil 10
ml larutannya untuk dititrasi.
19. Sisa filtrat dari R3 dimasukkan kedalam R2 diaduk selama 3 menit lalu
disaring dan dihitung volumenya, diambil 10 ml untuk dititrasi dan sisanya
digunakan untuk R1 dan dihitung hasil total akhir padatan.

Gambar 3.3 Skema Percobaan Ekstraksi Padat Cair 4 Tahap


Keterangan gambar 3.3 sebagai berikut :
1 = Ekstraksi di gelas piala ke-1, campurkan, aduk, biarkan sampai
mengendap.
2 = Ekstraksi di gelas piala ke-2, campurkan, aduk, biarkan sampai
mengendap.
3 = Ekstraksi di gelas piala ke-3, campurkan, aduk, biarkan sampai
mengendap.
4 = Ekstraksi di gelas piala ke-4, campurkan, aduk, biarkan sampai
mengendap.
= aliran H2O.

= aliran umpan segar larutan Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2.

= aliran larutan.
= aliran padatan

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Run I.

Tabel 4.1 Konsentrasi NaOH yang terekstraksi dari campuran Ca(OH)2 dan

Na2CO3 pada volume pelarut 100 ml

Titrasi Volume
Ekstrak Densitas
Reaktor
V NaOH (gr/ml)
V HCl Konsentrasi
NaOH (ml)
(ml) NaOH
(ml)
4 10 8,1 0,81 94 1,087

3 10 8,9 0,89 79 1,1

2 10 11 1,1 75 1,097

1 10 12,5 1,25 68 1,102

4 10 12,9 1,29 63 1,087

3 10 13,2 1,32 59 1,09

2 10 13,7 1,37 48 1,103

1 10 14,2 1,42 40 1,162

Tabel 4.2 Nilai Efisiensi reaktor yang dihasilkan

Reaktor Mass Me Wm Efisiensi Efisiensi


CaCO3 (N) (gr) (Ƞ) total (Ƞ)
(gr) (%) (%)
4 4,947 1,29 8 40,625
3 7,733 1,32 8 38,90
35,20
2 0,782 1,37 8 32,88
1 12,509 1,42 8 28,4

14
Run II.
Tabel 4.3 Konsentrasi NaOH yang terekstraksi dari campuran Ca(OH)2 dan
Na2CO3 dengan volume pelarut 200 ml

Titrasi Volume
Ekstrak Densitas
Reaktor
V NaOH (gr/ml)
V HCl Konsentrasi
NaOH (ml)
(ml) NaOH
(ml)
4 10 4 0,4 196 0,9646

3 10 4,3 0,43 179 0,995

2 10 5 0,5 171 1,005

1 10 6 0,6 165 1,0547

4 10 6,2 0,62 149 0,995

3 10 6,3 0,63 143 0,989

2 10 6,6 0,66 131 1,038

1 10 7,1 0,71 127 1,015

Tabel 4.4 Nilai Efisiensi reaktor yang dihasilkan

Mass Efisiensi Efisiensi


Me Wm
Reaktor CaCO3 (Ƞ) total (Ƞ)
(N) (gr)
(gr) (%) (%)
4 14,34 0,72 8 4,9212
3 15,24 0,73 8 4,1756
4,65
2 15,18 0,9 8 4,716
1 15,91 0,95 8 4,826
4.2 Pembahasan
Ekstraksi padat-cair (leaching) merupakan suatu proses pemisahan suatu
konstituen yang dapat melarut (solute) dari campurannya dengan padatan lain
yang tidak dapat larut (inert) dengan menggunakan pelarut cair. Praktikum

15
ekstraksi padat-cair ini bertujuan untuk memisahkan NaOH dari hasil kostisasi
antara soda abu (Na2CO3) dan Ca(OH)2, dari padatan inert CaCO3 dengan
menggunakan pelarut akuades.Pada praktikum ini akan dihasilkan CaCO3 dan
filtrate yang berupa NaOH. Penambahan pelarut ke dalam campuran reaksi dapat
meningkatkan pengambilan NaOH dari padatan.
Pada praktikum ini dilakukan sebanyak dua kali percobaan dengan variasi

suhau yakni 300 C dan 800 C.

4.2.1 Data Hasil RunningI dan Running II

a. Hasil Running I

Pada variasi pertama menggunakan pelarut sebanyak 100 ml. Pada

percobaan ini diperoleh volume ekstrak untuk langkah preparation yaitu pada

gelas 4 diperoleh sebanyak 94 ml; gelas 3 sebanyak 79 ml; gelas 2 sebanyak 71

ml; dan gelas1 sebanyak 68 ml dan untuk keadaan steady state diperoleh gelas 4

sebanyak 63 ml; gelas3 sebanyak 59 ml; gelas2 sebanyak 48 ml; dan gelas1

sebanyak 40 ml. Setelah proses selesai, maka endapan pada gelas 1-4 pada tahap

pemisahan terakhir di oven sampai konstan kemudian didapatkan berat CaCO3.

Endapan pada gelas 4 didapatkan berat sebesar 4,947 gram, pada gelas 3 sebesar

7,733 gr, pada gelas ke 2 sebesar 0,782 gr dan pada gelas 1 sebesar 12,509 gr.

Berat CaCO3yang didapatkan berbeda, hal ini dikarenakan pada running 1

praktikan melakukan pemisahan dengan menggunakan kertas saring setiap proses

nya sehingga mengakibatkan endapan yang di saring masih ada yang tertinggal di

kertas saring tersebut sehingga berat CaCO3yang dihasilkan sedikit dan fluktuatif.
Pada percobaan ini juga dihitung konsentrasi NaOH dengan cara
mentitrasi volume NaOH yang diperoleh dengan HCl 1 M. Konsentrasi yang
diperoleh untuk langkah preparation yaitu gelas 4 sebesar 0,81 M; gelas3 sebesar
0,89 M; gelas2 sebesar 1,1 M; dan gelas1 sebesar 1,25 M serta untuk keadaan
steady state yaitu gelas4 sebesar 1,29 M; gelas3 sebesar 1,32 M; gelas2 sebesar
1,37 M; dan gelas1 sebesar 1,42 M. Konsentrasi yang didapatkan mengalami
peningkatan, hal ini disebabkan oleh larutan dan padatan digunakan secara terus

16
menerus dan penambahan Ca(OH)2 danNa2CO3yang baru pada proses akhir setiap
alur pemisahan sehingga konsentrasi yang dihasilkan bertambah. NaOH memiliki
kelarutan yang besar dalam air, sehingga dengan penambahan pelarut ke dalam
campuran reaksi dapat meningkatkan konsentrasi NaOH.
Dalam percobaan ini NaOH dapat dihasilkan dari reaksi sebagai berikut:
Ca(OH)2(l) + Na2CO3 (l) 2 NaOH (l) + CaCO3 (S)
Pada percobaan ini di peroleh efisiensi yaitu gelas4 sebesar 40,625%;
gelas3 sebesar 38,90%; gelas2 sebesar 32,88%; dan gelas1 sebesar 28,4%.
b. Hasil Running II
Pada variasi pertama menggunakan pelarut sebanyak 200 ml. Pada

percobaan ini diperoleh volume ekstrak untuk langkah preparation yaitu pada

gelas 4 diperoleh sebanyak 196 ml; gelas 3 sebanyak 179 ml; gelas 2 sebanyak

171 ml; dan gelas1 sebanyak 165 ml dan untuk keadaan steady state diperoleh

gelas 4 sebanyak 149 ml; gelas3 sebanyak 143 ml; gelas2 sebanyak 131 ml; dan

gelas1 sebanyak 127 ml. Volume ekstrak yang didapatkan mengalami penurunan,

hal ini disebabkan pada proses dekantasi terdapat filtrat yang tertinggal pada

gelas/proses sebelumnya sehingga volume yang didapatkan mengalami

penurunan. Dekantasi adalah proses yang dilakukan untuk memisahkan campuran

larutan dan padatan yang sederhana yaitu dengan menuangkan cairan secara

perlahan sehingga endapan tertinggal dibagian dasar bejana.

Setelah proses selesai, maka endapan pada gelas 1-4 pada tahap pemisahan

terakhir di oven sampai konstan kemudian didapatkan berat CaCO3. Endapan pada

gelas 4 didapatkan berat sebesar 14,34 gram, pada gelas 3 sebesar 15,24 gr, pada

gelas ke 2 sebesar 15,18 gr dan pada gelas 1 sebesar 15,91 gr. Berat CaCO3yang

didapatkan lebih besar dari running 1, hal ini disebabkan pada running 2

dilakukan proses secara dekantasi sehingga endapan tidak mengalami

pengurangan berat.
Pada percobaan ini juga dihitung konsentrasi NaOH dengan cara
mentitrasi volume NaOH yang diperoleh dengan HCl 1 M. Konsentrasi yang

17
diperoleh untuk langkah preparation yaitu gelas 4 sebesar 0,4 M; gelas3 sebesar
0,43 M; gelas2 sebesar 0,5 M; dan gelas1 sebesar 0,6 M serta untuk keadaan
steady state yaitu gelas4 sebesar 0,62 M; gelas3 sebesar 0,63 M; gelas2 sebesar
0,66 M; dan gelas1 sebesar 0,71 M. Konsentrasi yang didapatkan mengalami
peningkatan, hal ini disebabkan oleh larutan dan padatan digunakan secara terus
menerus dan penambahan Ca(OH)2 dan Na2CO3 yang baru pada proses akhir
setiap alur pemisahan sehingga konsentrasi yang dihasilkan bertambah. Pada
percobaan ini di peroleh efisiensi yaitu gelas4 sebesar 4,9212%; gelas3 sebesar
4,1756%; gelas2 sebesar 4,716%; dan gelas1 sebesar 4,826%.
Pada running kedua diperoleh efisiensi lebih kecil daripada running
pertama hal ini disebabkan oleh perbandingan volume pelarut yang
digunakan.Oleh karena itu semakin sedikit volumepelarut yang digunakan maka
efisiensi yang dihasilkan semakin besar.
4.2.2 Perbandingan CaCO3 Running I dan Running II
Pada praktikum ini diperoleh massa padatan yang berbeda, hal ini dapat
dilihat dalam Gambar 4.1.

16

14

12 CaCO3(gr)
Massa
10
100 ml
8
200 ml
6

0
Endapan 4 Endapan 3 Endapan 2 Endapan 1

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan CaCO3


Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa massa padatan CaCO3 pada
volume pelarut 100 ml mengalami penurunan pada gelas 2, hal ini diakibatkan
adanya endapan yang tertinggal pada kertas saring sehingga massa CaCO3 yang
didapatkan sedikit. Namun sebaliknya, pada volume pelarut 200 ml mengalami
sedikit penurunan yang tidak terlalu signifikan.Dapat dilihat dari diagram tersebut,

18
penyaringan dan volume yang digunakan mempengaruhi massa CaCO3 yang
didapatkan.
4.2.3 Perbandingan Efisiensi Running I dan Running II
Pada praktikum ini diperoleh perbandingan efisiensi running pertama
dengan running kedua, hal ini dapat dilihat dalam gambar 4.2

45
40
35
Efisiensi (%)
30
25 100 ml
20 200 ml

15
10
5
0
Efesiensi 4 Efesiensi 3 Efesiensi 2 Efesiensi 1

Gambar 4.2 Perbandingan Efisiensi


Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa efisiensi pada volume
pelarut 100 ml lebih besar daripada efisiensi pada volume pelarut 200 ml. Hal ini
disebabkan semakin kecil volume pelarut yang digunakan maka efisiensi yang
diperoleh akan semakin besar.
4.2.4 Perbandingan Konsentrasi NaOH Running I dan Running II
Pada praktikum ini diperoleh konsentrasi NaOH yang berbeda, hal ini
dapat dilihat dalam Gambar 4.3.

19
1.6

1.4
Konsentrasi NaOH
(M)1.2
1
Variabel 1
0.8
Variabel 2
0.6

0.4

0.2

0
1 2 3 4 5 6 7 8
Gelas Kimia
Gambar 4.3Perbandingan Konsentrasi NaOH
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa konsentrasi NaOH pada
variabel pertama lebih besar daripada konsentrasi pada variabel kedua. Hal ini
disebabkan semakin kecil volume pelarut yang digunakan yang digunakan maka
konsentrasi yang diperoleh akan semakin besar. Pada variabel pertama digunakan
pelarut sebanyak 100 ml dan variabel kedua sebanyak 200 ml.
4.2.5 Perbandingan Densitas NaOH Running I dan Running II
Pada praktikum ini diperoleh perbandingan densitas NaOH running
pertama dengan running kedua, hal ini dapat dilihat dalam Gambar 4.4.

1.2

1
Densitas (gr/ml)

0.8

Variabel 1
0.6
Variabel 2
0.4

0.2

0
1 2 3 4 5 6 7 8
Gelas Kimia
Gambar 4.4Perbandingan Densitas NaOH

20
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa densitas NaOH pada
Variabel pertama lebih besar daripada densitas pada variabel kedua.Hal ini
disebabkan semakin kecil volume larutanyang digunakan maka semakin banyak
zat yang masih terkandung dalam larutan sehingga menyebabkan densitas NaOH
menjadi naik.
4.2.6 Pengaruh Jumlah Pelarut Terhadap Konsentrasi NaOH, Berat
CaCO3dan Efisiensi
Semakin kecil volume pelarut yang digunakan maka konsentrasi NaOH,
dan efisiensi yang didapatkan semakin besar, namun massa CaCO3 yang didapat
semakin kecil. Hal ini dikarenakan konsentrasi NaOH,dan efisiensi yang diperoleh
berbanding terbalik dengan dengan volume larutan.Dengan meningkatnya volume
larutan yang diberikan maka difusi perpindahan material (NaOH) akansemakin
kecil sehingga konsentrasi dan efisiensi yang diperoleh menjadi besar dan massa
padatan yang diadapat semakin kecil

21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Efisiensi total yang didapatkan untuk percobaan ini adalah pada variabel 1

sebesar 35,20 % dan runII sebesar 4,65 %.


2. Berat CaCO3 yang diperoleh untuk variabel1 yaitu endapan 4 sebesar 4,94
gram; endapan 3 sebesar 7,73gram; endapan 2 sebesar 0,78; endapan 1
sebesar 12,50 gram. Sedangkan untuk variabel 2 yaitu endapan 4 sebesar
14,34 gram; endapan 3 sebesar 15,24 gram; endapan 2 sebesar 15,18;
endapan 1 sebesar 15,91 gram.
3. Perbedaan volume pelarut mempengaruhi nilai efisiensidimana semakin
besar volume pelarut maka efisiensi yang didapatkan semakin kecil

5.2 Saran
1. Teliti dalam melakukan praktikum
2. Pada saat melakukan pemisahan praktikan harus teliti agar padatan tidak
masuk kedalam larutan
3. Bahan dioven sampai beratnya konstan agar diperoleh data yang baik
4. Persiapan bahan sebaiknya dilakukan sehari sebelum praktikum

22
DAFTAR PUSTAKA
Anggriawan., A. 2014. Pengaruh Konsentrasi Larutan Natrium Bikarbonat dan
Lama Perendaman Terhadap Karakteristik Kacang Koro Pedang
(Canavalia Ensiformis) Goreng. Universitas Pasundan. Bandung
Armid. 2009. Petunjuk Praktikum Metode Pemisahan Kimia Analitik. F-MIPA
Unhalu. Kendari
Arsyad dan Natsir., M. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.Gramedia.
Jakarta
Austin, G.T. 1987. Shreve’s Chemical Process Industries. Kogakusha:
McGrawHill
Bresconi, G, dan Gester, H.1995.Teknologi Kimia. PT. Pradiya Paramita. Jakarta
Day, R. A. Jr. dan Underwood, A. L. 1986.Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta.
Erlangga
Elliot, D. 1999. Primary Brine Treatment, 1999 Eltech Chlorine/Chlorate
Seminar Technology Bridge To The Millenium. Ohio: Cleveland
Fajriati, I., Rizkiyah, M. dan Muzakky. 2011. Studi Ekstraksi Padat Cair
Menggunakan Pelarut HF dan HNO3 pada Penentuan logam Cr dalam
Sampel Sungai di Sekitar Calon PLTN Muria. Jurnal Ilmu Dasar. 1(12) :22
Hernani, dan Marwat, T. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses
Pemurnian. Jakarta
Jumaeri, dkk. 2003. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Impurities terhadap
Kemurnian Natrium Klorida Pada Proses Pemurnian Garam Dapur
Melalui Proses Kristalisasi, Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian
UNNES. Semarang
Lowe, F. Roberto. 1993. Metode Laboratorium II. Universitas Udayana. Bali.
Lucas. Howard., J. dan David., P. 1949. Principles and Practice In Organic
Chemistry. John Wiley and Sons, Inc. New York
Mulyani.2007. Bioprospek Cerbera odollam Gaertn yang diambil dari Tiga
Lokasi sebagai Bahan Baku Biodiesel. Jakarta
Ramadhan., A., E. dan Phaza., H., A. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu
dan Jumlah Stage pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale Rosc)
Secara Batch. Universitas Diponegoro. Semarang

23
Retnosari., A. 2013. Ekstraksi dan Penentuan Kadar Silika (Sio2) Hasil Ekstraksi
Dari Abu Terbang (Fly Ash) Batubara.Skripsi. Universitas Jember. Jawa
Barat
Riama., G. Veranika., A. Dan Prasetyowati. 2012. Pengaruh H2O2, Konsentrasi
NaoH dan WaktuTerhadap Derajat Putih Pulp dari Mahkota Nanas. Jurnal
Teknik 3(18) : 26-27
Rindit, P, Gardjito, M, Sudarmadji, S dan Kuswanto, K R. 2007.Kandungan Fenol
dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir
(Uncariagambir Roxb).Jurnal Ekstrak Uncaria gambir Roxb
Sidharta., W. 2000. Penggunaan Kalsium Hidroksida Dibidang Konservasi Gigi.
Jurnal Kedokteran Gigi UI. Vol (7: 435-443)
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Alih Bahasa Drs. Soendani
Noerono Soewandhi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Vogel. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.
London: Longman

24
LAMPIRANA
PERHITUNGAN
1. Menentukan densitas ekstraksi (  ekstrak )
Langkah 1
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡
(Berat pikno  ekstrak)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜  (Berat
+ 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) − (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡
pikno𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
kosong)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,21 ) – ( 16,34) / 10
= 1,087 gr/ml
Langkah 2
(Berat 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜+ekstrak)
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) (Berat
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜
pikno 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
kosong)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒piknometer
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

= (27,34 ) – ( 16,34 ) / 10
= 1,1 gr/ml
Langkah 3
(Berat 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜+
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno ekstrak)  (Berat
𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,31 ) – (16,34 ) / 10
= 1,097 gr/ml
Langkah 4
(Berat 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 +
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno ekstrak)  (Berat
𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,36 ) – (16,34 ) / 10
= 1,102 gr/ml
Langkah 5
(Berat
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno  ekstrak)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜  (Berat
+ 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,21 ) – (16,34 ) / 10
= 1,087 gr/ml

Langkah 6
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) − (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 25
(Berat pikno  ekstrak)  (Berat pikno kosong)
ρekstrak =
Volume piknometer
= (27,24 ) – ( 16,34 ) / 10
= 1,09 gr/ml
Langkah 7
(Berat
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜+
ekstrak)  (Berat
𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,37 ) – ( 16,34 ) / 10
= 1,103 gr/ml
Langkah 8
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡pikno
(Berat 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜+
ekstrak)  (Berat
𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘) pikno
− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 kosong)
𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Volume 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
piknometer
= (27,964) – ( 16,34 ) / 10
= 1,162 gr/ml
2. Menentukan konsentrasi NaOH dalam larutan ekstrak (Me)
Langkah 1
Volume titrasi (V1) = 8 ,1ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1  V1
Me =
V2

= 1 x 8,1/ 10

= 0,81
Langkah 2
Volume titrasi (V1) = 8,9 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1  V1
Me =
V2

26
= 1 x 8,9/ 10

= 0,89
Langkah 3
Volume titrasi (V1) = 11 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1  V1
Me =
V2

= 1 x 11/ 10

= 1,1

Langkah 4
Volume titrasi (V1) = 12,5 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1  V1
Me =
V2

= 1 x 12,5/ 10

= 1,25
Langkah 5
Volume titrasi (V1) = 12,9 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1  V1
Me =
V2

= 1 x 12,9/ 10

= 1,29
Langkah 6

27
Volume titrasi (V1) = 13,2 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1  V1
Me =
V2

= 1 x 13,2/ 10

= 1,32
Langkah 7
Volume titrasi (V1) = 13,7 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 m
Maka :
M 1  V1
Me =
V2

= 1 x 13,7/ 10

= 1,37
Langkah 8
Volume titrasi (V1) = 14,2 ml
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume sampel (V2) = 10 ml
Maka :
M 1  V1
Me =
V2

= 1 x 14,2/ 10

= 1,42
3. Menentukan berat NaOH dalam larutan ekstrak (Ws)
Langkah 1
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 94 ml

28
Me  BM(NaOH)  V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 0,81 x 40 x 94 / 1000
= 3,0456
Langkah 2
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 79 ml
Me  BM(NaOH)  V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 0,89 x 40 x 79 / 1000
= 2,8124
Langkah 3
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 75 ml
Me  BM(NaOH)  V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,1 x 40 x 75 / 1000
= 3,3
Langkah 4
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 68 ml
Me  BM(NaOH)  V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,25 x 40 x 68 / 1000
= 3,4
Langkah 5
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 63 ml
Me  BM(NaOH)  V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,29 x 40 x 63 / 1000
= 3,25
Langkah 6
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 59ml

29
Me  BM(NaOH)  V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,32 x 40 x 59/ 1000
= 3,1152
Langkah 7
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 48 ml
Me  BM(NaOH)  V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,37 x 40 x 48/ 1000
= 2,6304
Langkah 8
Mr NaOH = 40 gr/mol
Volume ekstrak = 40 ml
Me  BM(NaOH)  V ekstrak
Maka : Ws =
1000
= 1,42 x 40 x 40 / 1000
= 2,272
4. Menentukan Efisiensi produk
Berat Na2CO3 mula-mula = 10,6 gram
BM Na2CO3 = 106 gram/mol
Berat Na 2 CO3 1010,6
gram
Mol Na2CO3 =  = 0.1 mol
106
BM Na 2 CO3 106 gram/mol

Berat Ca(OH)2 mula-mula = 7,4 gram


BM Ca(OH)2 = 74 gram/mol
Berat Ca(OH)2 gram
7,4
Mol Ca(OH)2 =   00,1
,1mol
mol
BM Ca(OH)2 74
gram/mol
Mol NaOH = 2 x mol Na2CO3
2
= x 0.1 mol
1
= 0,2mol
Jadi, berat NaOH yang terbentuk dalam reaktor:
Wm = mol NaOH x Mr NaOH

30
= 0,2mol x 40 gram/mol
= 8 gram
Efisiensi NaOH dalam reaktor satu:

 R1 = Ws x 100%
Wm
= ( 3,0456/ 8 ) x 100%
= 38,07 %
 2R2 = Ws x 100%
Wm
= ( 2,8124/ 8 ) x 100%
= 35,155 %
 3R3 = Ws x 100%
Wm
= ( 3,3 / 8) x 100%
= 41,25 %
 4R4 = Ws x 100%
Wm
= ( 3,4 / 8 ) x 100%
= 42,5%
 5R5= Ws x 100%
Wm
= ( 3,25 / 8 ) x 100%
= 40,625 %
 6R6 = Ws x 100%
Wm
= ( 3,1125 / 8 ) x 100%
= 38,90%
 7R7 = Ws x 100%
Wm
= ( 2,6304/ 8 ) x 100%
= 32,88%
 8R8 = Ws x 100%
Wm
= ( 2,272/ 8 ) x 100%
=28,4%

31
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar B.1 Proses Pengadukan Gambar B.2 Hasil Titrasi

Gambar B.3 Pengukuran Densitas Gambar B.4 Produk yang dihasilkan

32

Anda mungkin juga menyukai