Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA II

Perpindahan Panas

Oleh:
Kelompok 6
Kelas B

Alfino Hendra ( 1507117782 )


Bangkit Swadi Iwara ( 1507117762 )
M. Novrianda ( 1507117855 )
Rizky Sandy Harahap ( 1507117759 )
Yoga Pratama ( 1507120324 )

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018

i
ABSTRAK

Perpindahan kalor adalah perpindahan energi yang disebabkan oleh perbedaan


temperatur. Perpindahan kalor terbagi atas tiga mekanisme perpindahan, yaitu
konveksi, konduksi, dan radiasi. Percobaan ini bertujuan untuk memahami
Hukum Fourier serta menentukan konduktivitas thermal dari berbagai bahan.
Percobaan dilakukan dengan cara menghubungkan modul yang telah dipasang
dengan air pendingin, lalu tegangan pemanas diset dengan variasi 6,7, dan 8
volt. Percobaan diulangi untuk linier dan radial dengan menggunakan berbagai
jenis bahan yang berbeda. Laju aliran kalor yang diperoleh untuk bahan brass
adalah 0,00286 Watt dan Overall Heat Transfer Coefficient yang diperoleh
11,6949W/m2 oC. Pada bahan stainless stell laju aliran kalor yang diperoleh
0,00286 Watt, Overall Heat Transfer Coefficient 6,0745W/m2 oC. Pada bahan
aluminium laju aliran kalor yang diperoleh 0,0029 Watt dan Overall Heat
Transfer Coefficient yang diperoleh 6,2198W/m2 oC. Sedangkan untuk bahan
brass radial diperoleh nilai laju aliran kalor adalah 0,002925 Watt dan Overall
Heat Transfer Coefficient adalah 0,071543W/m2 oC.

Kata kunci: konduksi, konduktivitas termal, konveksi, overall heat transfer


coefficient, radiasi.

ii
DAFTAR ISI

Lembar Penugasan..............................................................................................i
Lembar Pengesahan............................................................................................ii
Abstrak.................................................................................................................iii
Daftar Isi...............................................................................................................iv
Daftar Gambar....................................................................................................v
Daftar Tabel..........................................................................................................vi
BAB I Pendahuluan
1.1 Pernyataan Masalah.......................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan...........................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Kalor..............................................................................................2
2.2 Konduktivitas Termal.....................................................................4
2.3 Perpindahan Kalor Konduksi pada Benda Padat...........................6
2.3.1 Aliran Kalor Melintasi Lempeng...................................................7
BAB III Metode Percobaan
3.1 Bahan- Bahan yang Digunakan.....................................................10
3.2 Alat - Alat yang Digunakan...........................................................10
3.3 Persiapan Peralatan........................................................................10
3.3 Prosedur Percobaan........................................................................11
BAB IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Hubungan Jarak Thermocouple dengan Temperatur.....................12
4.2 Perbandingan Konduktivitas Panas pada aliran Linier dan Radial16
4.3 Perbandingan Konduktivitas Panas Hasil Percobaan dengan
Literatur pada Berbagai Jenis Bahan.............................................17
BAB V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan....................................................................................20
5.2 Saran..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
LAMPIRAN A PERHITUNGAN.......................................................................22
LAMPIRAN B DATA PERHITUNGAN...........................................................24
LAMPIRAN C DOKUMENTASI......................................................................26

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dinding Rata dalam Susunan Seri....................................................8


Gambar 4.1 Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada Kondisi
Linier dengan Bahan Brass 13 mm..................................................12
Gambar 4.2 Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada Kondisi
Linier dengan Bahan Brass 25 mm..................................................13
Gambar 4.3 Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada Kondisi
Linier dengan Bahan Stainless Steel 25 mm....................................14
Gambar 4.4 Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada Kondisi
Linier dengan Bahan Alumunium 25 mm........................................15
Gambar 4.5 Hubungan Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada Kondisi
Radial dengan Bahan Brass..............................................................16
Gambar 4.6 Perbandingan Konduktivitas Panas Percobaan dengan Literatur pada
Berbagai Jenis Bahan.......................................................................18

DAFTAR TABEL

iv
Tabel 2.1 Konduktivitas Termal Berbagai Bahan pada 0 0C.................................4

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Panas adalah energi yang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain,
tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Panas berpindah dari tempat yang
memiliki temperatur tinggi ke tempat dengan temperatur lebih rendah.
Perpindahan panas dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu secara konduksi,
konveksi dan radiasi. Konduksi adalah panas merambat dari suatu bagian ke
bagian lain melalui zat atau benda yang diam. Konveksi adalah panas dibawa oleh
partikel-partikel zat yang mengalir, dan radiasi adalah tenaga panas berpindah
melalui suatu pancaran (Holman, 1986).
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi
pada satu media padat, atau pada media fluida yang diam. Konduksi terjadi akibat
adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan
yang lain pada suatu bahan. Perpindahan panas secara konduksi sangat
dipengaruhi oleh konduktivitas termal dari suatu bahan. Konduktivitas termal ini
menunjukkan kemampuan kecepatan suatu bahan dapat menghantarkan panas
secara konduksi. Pada praktikum ini akan dilakukan percobaan untuk memahami
mekanisme perpindahan panas secara konduksi pada aliran linier dan radial, serta
menghitung konduktivitas termal dari brass, stainless steel, dan aluminium.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Memahami proses perpindahan panas secara konduksi pada aliran linier
dan aliran radial dari berbagai bahan.
2. Memahami penggunaan Hukum Fourier pada perpindahan panas
konduksi.
3. Menetukan konduktivitas termal dari bahan Brass 13 dan 25 mm,
Alumunium 25 mm dan Stanless Steel 25 mm dengan variasi tegangan 4,
5,5 dan 6,5 volt.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kalor
Kalor merupakan salah satu bentuk energi. Kalor adalah energi yang
berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih
rendah ketika kedua benda bersentuhan. Kalor bisa diibaratkan seperti air yang
secara spontan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah tanpa
peduli berapa banyak air yang sudah berada di bawah. Panas juga mengalir secara
spontan dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur rendah
tidak peduli seberapa besar ukuran kedua benda itu (ukuran benda menentukan
banyaknya kandungan kalor) (Kern, 1965).
Suatu zat menerima atau melepaskan kalor, maka ada dua kemungkinan
yang terjadi. Dua kemungkinan tersebut adalah kalor sensibel (sensible heat) dan
kalor laten (latent heat). Kalor sensibel (sensible heat) adalah kalor yang
dihasilkan pada peristiwa perubahan temperatur dari zat yang menerima atau
melepaskan kalor. Apabila suatu zat menerima kalor sensibel maka akan
mengalami peningkatan temperatur dan jika zat tersebut melepaskan kalor
sensibel maka akan mengalami penurunan temperatur. Kemudian hal kedua yang
terjadi adalah perubahan fase zat. Kalor jenis ini disebut dengan kalor laten
(latent heat). Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, pada awalnya akan
terjadi perubahan temperatur, namun demikian hal tersebut suatu saat akan
mencapai keadaan jenuh dan menyebabkan perubahan fase. Kalor yang demikian
itu disebut sebagai kalor laten. Pada suatu zat terdapat dua macam kalor laten,
yaitu kalor laten peleburan atau kalor laten penguapan (pengembunan). Kalor
laten suatu zat biasanya lebih besar dari kalor sensibelnya, hal ini karena
diperlukan energi yang besar untuk merubah fase suatu zat (MC Cabe, 1985).
Suhu adalah ukuran rata - rata energi kinetik partikel dalam suatu benda.
Kalor yang diberikan dalam sebuah benda dapat digunakan untuk 2 cara, yaitu
untuk merubah wujud benda dan untuk menaikkan suhu benda itu. Besar kalor

2
yang diberikan pada sebuah benda yang digunakan untuk menaikkan suhu
tergantung pada :
1. kalor jenis benda
2. perbedaan suhu kedua benda
3. massa benda

Bila dua buah benda atau zat yang suhunya berbeda berada dalam kontak
termal, maka kalor akan mengalir (berpindah) dari benda yang suhunya lebih
tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah. Dalam proses perpindahan energi
tersebut tentu ada kecepatan perpindahan panas yang terjadi atau yang lebih dikenal
dengan laju perpindahan panas. Perpindahan energi kalor ini akan terus
berlangsung hingga kedua benda tersebut mencapai kesetimbangan temperatur.
Pengaliran kalor itu dapat berlangsung dengan 3 ragam mekanisme, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah perpindahan kalor di mana zat
perantaranya tidak ikut berpindah. Konveksi adalah perpindahan kalor di mana zat
perantaranya ikut berpindah akibat adanya perbedaan massa jenis atau kerapatan.
Radiasi adalah perpindahan kalor secara pancaran yang berupa gelombang
elektromagnetik (Artono, 2002).
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor
dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang
bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara
medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga
terjadi pertukaran energi dan momentum. Konduksi tidak disertai dengan
perpindahan partikel-partikel dalam zat itu. Contoh perpindahan kalor secara
konduksi adalah perpindahan kalor pada logam cerek pemasak air atau batang
logam pada dinding tungku (Artono, 2002).

3
Salah satu peristiwa sehari – hari yang menyangkut tentang perpindahan
kalor secara konduksi adalah saat menyeduh teh. Beberapa saat setelah ujung
sendok tercelup teh panas, ujung yang sedang dipegang akan terasa panas juga
walaupun tidak ikut tercelup teh. Proses pindahnya panas dari teh ke sendok itu
adalah perpindahan secara konduksi. Hal ini disebabkan bahwa dalam setiap
benda (sendok) terdapat bagian – bagian yang lebih kecil, yaitu pertikel. Ketika
ujung sendok dikenai panas, maka partikel – partikel di ujung sendok tersebut
akan bergetar di sekitar tempatnya dan membentur partikel – partikel lain di
sekitarnya. Partikel yang terbentur akan ikut bergetar juga di sekitar tempatnya
dan membentur lagi partikel di sekitarnya. Begitu seterusnya sampai getaran ini
merambat ke ujung yang lain (Artono, 2002).

2.2 Konduktivitas Thermal (Daya Hantar Panas)


Tetapan kesebandingan (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang
disebut konduktivitas termal. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat
tergantung pada suhu. Konduktivitas termal menunjukkan seberapa cepat bahan
itu dapat menghantarkan panas konduksi. Pada umumnya nilai (k) dianggap tetap,
namun sebenarnya nilai k dipengaruhi oleh suhu (T) (Kern, 1965).

Tabel 2.1 Konduktivitas Termal Berbagai Bahan pada 0 oC.


Konduktivitas Termal Bahan W/m.°C Btu/h . ft . ºF

(K)

Perak ( murni ) 410 237


Tembaga ( murni ) 385 223
Aluminium ( murni ) 202 117
Nikel ( murni ) 93 54
Besi ( murni ) 73 42
Baja karbon, 1% C 43 25
Timbal (murni) 35 20,3
Baja karbon-nikel 16,3 9,4
Kuarsa ( sejajar sumbu ) 41,6 24

4
Magnesit 4,15 2,4
Marmar 2,08-2,94 1,2-1,7
Batu pasir 1,83 1,06
Kaca, jendela 0,78 0,45
Kayu maple atau ek 0,17 0,096
Serbuk gergaji 0,059 0,034
Wol kaca 0,038 0,022
Air-raksa 8,21 4,74
Air 0,556 0,327
Amonia 0,540 0,312
Minyak lumas, SAE 50 0,147 0,085
Freon 12, 22FCCI 0,073 0,042
Hidrogen 0,175 0,101
Helium 0,141 0,081
Udara 0,024 0,0139
Uap air ( jenuh ) 0,0206 0,0119
Karbon dioksida 0,0146 0,00844
Sumber: Rudiwarman, 2011.

Konduktivitas termal merupakan suatu besaran intensif bahan yang


menunjukkan kemampuan untuk menghantarkan panas. Konduktivitas termal
adalah suatu fenomena transport dimana perbedaan temperatur menyebabkan
transfer energi termal dari satu daerah benda panas ke daerah yang sama pada
temperatur yang lebih rendah. Konduktivitas termal dari material adalah laju
perpindahan panas dengan konduksi per satuan panjang per derajat Celcius. Hal
ini dinyatakan dalam satuan W/m°C. Berdasarkan daya hantar kalor, benda
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Konduktor → bahan yang mudah dalam menghantarkan kalor (mempunyai
konduktivitas yang baik)
Contoh: aluminium, besi, baja, tembaga

5
b. Isolator → bahan yang lebih sulit dalam menghantarkan kalor (mempunyai
konduktivitas yang buruk)
Contoh: plastik, kayu, kain, kertas, kaca

2.3 Perpindahan Kalor Konduksi di dalam Zat Padat


Aliran kalor konduksi terjadi jika dalam suatu bahan kontinu terdapat
gradient suhu, maka kalor akan mengalir tanpa disertai oleh suatu gerakan zat.
Pada logam-logam padat, konduksi termal merupakan akibat dari gerakan elektron
yang tidak terikat. Konduktivitas termal berhubungan erat sekali dengan
konduktivitas listrik. Pada zat padat yang bukan penghantar listrik, konduksi
termal merupakan akibat dari transfer momentum oleh masing-masing molekul di
samping gradient suhu. Contoh perpindahan kalor secara konduksi antara lain:
perpindahan kalor pada logam cerek pemasak air atau batang logam pada dinding
tungku (Artono, 2002)
Hubungan dasar yang menguasai aliran kalor melalui konduksi adalah
kesebandingan antara laju aliran kalor melintasi permukaan isothermal dan
gradient suhu yang terdapat pada permukaan itu. Hubungan umum ini disebut
Hukum Fourier yang berlaku pada setiap lokasi di dalam suatu benda, pada setiap
waktu. Hukum tersebut dapat dituliskan sebagai:

...................................................................................................(1)

dimana A = luas permukaan isothermal yang tegak lurus terhadap arah aliran
kalor (m²)
n = jarak, diukur tegak lurus terhadap permukaan (m / det)
q = laju aliran kalor melintas permukaan itu pada arah normal terhadap
permukaan (kj / det,W)
T = suhu ( °C, °F )
k = konstanta proporsionalitas (tetapan kesebandingan) (W/m.°C)

Konduksi pada kondisi distribusi suhu konstan disebut konduksi keadaan


stedi (steady-state conduction). Pada keadaan steady, T hanya merupakan fungsi

6
posisi saja dan laju aliran kalor pada setiap titik pada dinding itu konstan. Untuk
aliran stedi satu-dimensi, persamaan (1) dapat dituliskan :

.......................................................................... (2)

Konstanta proporsionalitas k di atas adalah suatu sifat fisika bahan yang disebut
konduktivitas termal (Kern, 1965).

2.3.1 Aliran Kalor Melintasi Lempeng


Pada suatu lempeng rata diandaikan bahwa (k) tidak tergantung pada suhu
dan luas dinding sangat besar dibandingkan dengan tebalnya, sehingga kehilangan
kalor dari tepi-tepinya dapat diabaikan. Permukaan-permukaan luar dinding tegak
lurus terhadap bidang gambar, dan kedua permukaan itu isothermal. Arah aliran
kalor tegak lurus terhadap dinding. Karena keadaan steady, tidak ada penumpukan
ataupun pengurasan kalor di dalam lempeng itu, dan q konstan di sepanjang lintas
aliran kalor. Jika x adalah jarak dari sisi yang panas, maka persamaan 2 dapat
dituliskan:

.......................................................................... (3)

Oleh karena hanya x dan T yang merupakan variabel dalam Pers. (3), integrasi
langsung akan menghasilkan :

................................................................................(4)

Dimana = beda suhu melintas lempeng

= tebal lempeng

Bila konduktivitas termal k berubah secara linier dengan suhu, maka k

diganti dengan nilai rata-rata . Nilai dapat dihitung dengan mencari rata-rata

7
aritmetik dari k pada kedua suhu permukaan, T 1 dan T2, atau dengan menghitung
rata-rata aritmetik suhu dan menggunakan nilai k pada suhu itu.
Persamaan (4) dapat dituliskan dalam bentuk :

.....................................................................................................(5)

dimana R adalah tahanan termal zat padat antara titik 1 dan titik 2 (Artono, 2002).

ka kb kc

TI

TO

xa xb xc
Gambar 2.1 Dinding Rata dalam Susunan Seri
(Artono, 2002)

Karena dalam aliran kalor stedi semua kalor yang melalui tahanan
pertama harus seluruhnya melalui tahanan kedua pula, dan lalu tahanan ketiga,
maka qa, qb dan qc tentulah sama, dan ketiganya dapat ditandai dengan q.

..............................................................(6)

Selanjutnya,

8
....................................(7)

atau

..........................................................................................(8)

dimana

.......................................................................(9)

Koefisien perpindahan panas menyeluruh (overall heat transfer


coefficient, U) merupakan aliran panas menyeluruh sebagai hasil gabungan proses
konduksi dan konveksi. Koefisien perpindahan panas menyeluruh dinyatakan
dengan W/m2oC. Koefisien perpindahan panas menyeluruh menyatakan mudah
atau tidaknya panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin. Besar kalor yang
mengalir per satuan waktu pada proses konduksi ini tergantung pada :
a. Berbanding lurus dengan luas penampang batang
b. Berbanding lurus dengan selisih suhu kedua ujung batang, dan
c. Berbanding terbalik dengan panjang batang

9
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan yang Digunakan


1. Brass 25 dan 13 mm
2. Alumunium 25 mm
3. Stainless steel 25 mm

3.2 Alat-alat yang digunakan


1. HTT10X Heat Transfer Service Unit
2. HT11 Linier Heat Conduction Accessory
3. HT12 Radial Heat Conduction Accessory
4. Power Supply
5. Multimeter
6. Thermocouple

3.3 Persiapan Peralatan


Sebelum melaksanakan praktikum, keadaan alat dipersiapkan dan
dipastikan dalam keadaan baik.
1. Alat HT11 Linier Heat Conduction diletakkan disamping Power Supply
pada tempat yang sesuai.
2. HT11 Linier Heat Conduction dihubungkan ke Power Supply.
3. Tegangan yang diberikan diatur sesuai dengan yang ditugaskan yaitu 4
volt, 5,5 volt; dan 6,5 volt dengan menggunakan multimeter.
4. Kemudian HT11 Linier Heat Conduction dihubungkan ke thermocouple.
5. Suplai air pendingin dihubungkan dengan regulating valve pada HT11.
6. Semua unit dihubungkan dengan sumber listrik.

3.4 Prosedur Percobaan


1. Semua unit siap dioperasikan.
2. Modul dipasang pada tempat yang telah ditentukan. Pada percobaan ini
modul yang dipakai adalah Brass 25 dan 13 mm, Aluminium 25 mm,
Stainless steel 25 mm dan Brass radial
3. Air pendingin dialirkan ke peralatan percobaan.
4. Tegangan pemanas diset dengan variasi 6, 7, dan 8 Volt.

10
5. HT11 distabilkan dan dicatat hasil T1-T8.
6. Percobaan diulangi untuk linier dan radial dengan menggunakan beberapa
jenis bahan yang berbeda

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Jarak Thermocouple dengan Temperatur


a. Brass 13 mm (Aliran Linier)
Hubungan antara jarak thermocouple dengan temperatur pada kondisi
linier pada bahan Brass 13 mm dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada


Kondisi Linier dengan Bahan Brass 13 mm

Percobaan ini mengukur suhu dengan menggunakan thermocouple untuk


jenis bahan Brass dengan diameter 13 mm. Hasil pengukuran temperaturnya yaitu
dari T1, T2, T3, dan T6, menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun untuk
setiap variasi tegangan (4 volt, 5,5 volt; dan 6,5 volt). Temperatur tertinggi adalah
pada T1 dengan voltage (tegangan) 6,5 volt yaitu sebesar 36 ºC, sedangkan
temperatur paling rendahnya terdapat pada T6 dengan voltage (tegangan) 4 volt
yaitu sebesar 28ºC. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat hubungan antara temperatur
dengan jarak thermocouple dimana semakin besar jarak thermocouple maka
temperatur yang mengalir di dalam bahan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan
prinsip Hukum Fourier dimana suhu berbanding terbalik dengan jarak. Sehingga,
apabila jarak antar thermocouple-nya semakin besar maka temperatur yang
mengalir di dalam bahan akan semakin kecil (Kern, 1965).

12
b. Brass 25 mm (Aliran Linier)
Hubungan antara jarak thermocouple dengan temperatur pada kondisi
linier pada bahan Brass 25 mm dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada


Kondisi Linier dengan Bahan Brass 25 mm

Percobaan ini mengukur suhu dengan menggunakan thermocouple untuk


jenis bahan Brass dengan diameter 25 mm. Hasil pengukuran temperaturnya yaitu
dari T1, T2, T3, T4, T5, dan T6, menunjukkan kecenderungan yang semakin
menurun untuk setiap variasi tegangan (4 volt, 5.5 volt; dan 6,5 volt). Temperatur
tertinggi adalah pada T1 dengan voltage (tegangan) 6,5 volt yaitu sebesar 38 ºC,
sedangkan temperatur paling rendahnya terdapat pada T6 dengan voltage
(tegangan) 4 volt yaitu sebesar 31 ºC. Dari Gambar 4.2 dapat dilihat hubungan
antara temperatur dengan jarak thermocouple dimana semakin besar jarak
thermocouple maka temperatur yang mengalir di dalam bahan semakin rendah.
Hal ini sesuai dengan prinsip Hukum Fourier dimana suhu berbanding terbalik
dengan jarak. Sehingga, apabila jarak antar thermocouple-nya semakin besar
maka temperatur yang mengalir di dalam bahan akan semakin kecil (Kern, 1965).

c. Stainless Steel 25 mm (Aliran Linier)


Hubungan antara jarak thermocouple dengan temperatur pada kondisi
linier pada bahan Stainless Steel 25 mm dapat dilihat pada Gambar 4.3.

13
Gambar 4.3 Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada
Kondisi Linier dengan Bahan Stainless Steel 25 mm

Percobaan ini mengukur suhu dengan menggunakan thermocouple untuk


jenis bahan Stainless Steel dengan diameter 25 mm. Hasil pengukuran
temperaturnya yaitu dari T1, T2, T3, dan T6, menunjukkan kecenderungan yang
semakin menurun untuk setiap variasi tegangan (4 volt, 5,5 volt; dan 6,5 volt).
Temperatur tertinggi adalah pada T1 dengan voltage (tegangan) 6,5 volt yaitu
sebesar 37ºC, sedangkan temperatur paling rendahnya terdapat pada T6 dengan
voltage (tegangan) 4 volt yaitu sebesar 29ºC. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat
hubungan antara temperatur dengan jarak thermocouple dimana semakin besar
jarak thermocouple maka temperatur yang mengalir di dalam bahan semakin
rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip Hukum Fourier dimana suhu berbanding
terbalik dengan jarak. Sehingga, apabila jarak antar thermocouple-nya semakin
besar maka temperatur yang mengalir di dalam bahan akan semakin kecil (Kern,
1965).

d. Aluminium 25 mm (Aliran Linier)


Hubungan antara jarak thermocouple dengan temperatur pada kondisi
linier pada bahan Alumunium 25 mm dapat dilihat pada Gambar 4.4.

14
Gambar 4.4 Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada
Kondisi Linier dengan Bahan Aluminium 25 mm

Percobaan ini mengukur suhu dengan menggunakan thermocouple untuk


jenis bahan Aluminium dengan diameter 25 mm. Hasil pengukuran temperaturnya
yaitu dari T1, T2, T3, dan T6, menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun
untuk setiap variasi tegangan (4 volt, 5,5 volt; dan 6,5 volt). Temperatur tertinggi
adalah pada T1 dengan voltage (tegangan) 6,5 volt yaitu sebesar 36ºC, sedangkan
temperatur paling rendahnya terdapat pada T6 dengan voltage (tegangan) 4 volt
yaitu sebesar 26ºC. Dari Gambar 4.4 dapat dilihat hubungan antara temperatur
dengan jarak thermocouple dimana semakin besar jarak thermocouple maka
temperatur yang mengalir di dalam bahan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan
prinsip Hukum Fourier dimana suhu berbanding terbalik dengan jarak. Sehingga,
apabila jarak antar thermocouple-nya semakin besar maka temperatur yang
mengalir di dalam bahan akan semakin kecil (Kern, 1965).

e. Brass (Aliran Radial)


Hubungan antara jarak thermocouple dengan temperatur pada kondisi
radial pada bahan Brass dapat dilihat pada Gambar 4.5.

15
Gambar 4.5 Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Thermocouple pada
Kondisi Radial dengan Bahan Brass

Percobaan ini mengukur suhu dengan menggunakan thermocouple untuk


jenis bahan Brass pada kondisi aliran radial. Hasil pengukuran temperaturnya
yaitu dari T1, T5, dan T6 menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun
untuk setiap variasi tegangan (4 volt, 5,5 volt, dan 6,5 volt). Temperatur tertinggi
adalah pada T1 dengan voltage (tegangan) 4 volt yaitu sebesar 34ºC, sedangkan
temperatur paling rendahnya terdapat pada T6 dengan voltage (tegangan) 4 volt
yaitu sebesar 29ºC. Dari Gambar 4.5 dapat dilihat hubungan antara temperatur
dengan jarak thermocouple dimana semakin besar jarak thermocouple maka
temperatur yang mengalir di dalam bahan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan
prinsip Hukum Fourier dimana suhu berbanding terbalik dengan jarak. Sehingga,
apabila jarak antar thermocouple-nya semakin besar maka temperatur yang
mengalir di dalam bahan akan semakin kecil (Kern, 1965).

4.2 Perbandingan Konduktivitas Panas pada Aliran Linier dan Radial


Dari data tersebut didapatkan perbandingan antara aliran linier dan radial
pada perpindahan panas dapat dilihat dari konduktivitas panas yang didapatkan
dari percobaan bahan Brass dengan aliran linier dan aliran radial, dimana
konduktivitas panas aliran linier bahan Brass lebih besar yaitu 1.986W/moC,
sedangkan konduktivitas panas aliran radial bahan Brass lebih kecil yaitu
0,053W/moC.

16
Konduktivitas panas aliran radial bahan Brass cenderung lebih stabil
dibandingkan konduktivitas panas aliran linier bahan Brass. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan laju perpindahan panas pada aliran radial akan seragam
pada masing-masing lapisan, karena berada dalam keadaan steady state dimana
laju perpindahan panas berbanding lurus dengan konduktivitas panas yang sesuai
dengan Hukum Fourier.

4.3 Perbandingan Konduktivitas Panas Antara Percobaan dengan


Literatur pada Berbagai Jenis Bahan
Konduktivitas panas pada bahan Brass, Alumunium, dan Stainless steel
memiliki nilai konduktivitas panas yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa setiap bahan memiliki konduktivitas panas yang
berbeda. Pada bahan Brass rata-rata konduktivitas panas sebesar 8,4104 W/moC.
Pada bahan Alumunium rata-rata konduktivitas panas sebesar 3,8781 W/moC.
Pada bahan Stainless Steel rata-rata konduktivitas panas sebesar 3,9115 W/moC.
Hubungan konduktivitas panas dengan temperatur antara literatur dan
percobaan pada bahan Brass, Alumunium dan Stailess Steel dapat dilihat pada
Gambar 4.6. Dari Gambar 4.6 dapat dilihat perbandingan konduktivitas panas
antara literatur dan hasil percobaan pada berbagai bahan. Dari hasil percobaan
didapatkan perbedaan yang sangat jauh antara konduktivitas hasil percobaan
dengan konduktivitas literatur dimana konduktivitas hasil percobaan lebih rendah
daripada konduktivitas literatur. Konduktivitas termal percobaan semakin
meningkat dengan meningkatnya temperatur karena konduktivitas, k berbanding
lurus dengan perbedaan temperatur, dT sehingga diperoleh bentuk grafik k
percobaan yang cenderung naik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa lebih
tingginya konduktifitas panas literatur dari konduktifitas panas percobaan
dipengaruhi oleh sifat logam masing – masing logam.

17
a.

b.

c.

Gambar 4.6 Hubungan Konduktivitas Panas dengan Temperatur antara Literatur


dan Percobaan pada (a) Brass (b) Alumunium (c) Stainless Steel

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Pada aliran linear proses perpindahan panas, semakin besar jarak
thermocouple maka temperatur yang mengalir di dalam bahan akan
semakin rendah (T1 > T8).
2. Nilai konduktivitas panas aliran linier suatu bahan lebih besar
dibandingkan konduktivitas panas pada aliran radial, dimana konduktivitas
panas aliran linier bahan Brass 1,985754W/moC, sedangkan konduktivitas
panas aliran radial bahan Brass 0.053035W/moC.
3. Nilai konduktivitas terbesar pada aliran linier yaitu Brass 13 mm sebesar
11,70W/m.oC, pada Brass 25 mm 11,77W/m.oC, alumunium 0,263 W/m.oC
dan stainless steel sebesar 0,25 W/m.oC

5.2 Saran
1. Tegangan diatur dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan saat menentukan
arus listriknya.
2. Agar pengujian dilakukan berulang (duplo) agar hasil yang didapat lebih
akurat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Artono. 2002. Perpindahan Kalor. Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Holman, J.P. 1986. Heat Transfer. New York: McGraw Hill, Ltd.

Kern, D.Q. 1965.Process Heat Transfer.Singapore: Mc-Graw-Hill.

McCabe, W.L. 1993.Unit Operation of Chemical Engineering.Singapore:


McGraw-Hill Book Co. pp. 309-369.

20
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A. Konduksi Panas Linier


Misal: Pada bahan Brass berdiameter 25 mm
Diketahui : x13 = 0,03 m
x45 = 0,015 m
x68 = 0,03 m
D = 0,0025 m
A = πD2/4 = 0,00000491 m2
Pada tegangan 4volt, kuat arus terukur = 0,00019 Ampere
T1 = 35oC T5 = 32 oC
T2 = 34oC T6 = 31oC
T3 = 34oC T7 = 31 oC
T4 = 33oC T8 = 30 oC

TRata-rata = = = 32,50 oC

Q =VxI
= (4 V) (0,00019 A)
= 0,00076 Watt

Konduktivitas Panas (Percobaan)

 k1 = = = 4,64713376 W/moC

 k2 = = = 2,3236 W/moC

 k3 = = = 4,6471 W/moC

 kRata-rata = = = 3,8726 W/moC

21
 kliteratur = 57,3 W/moC

B. Konduksi Panas Radial


Diketahui :x = 0,0032 m
A = 0,020096 m2
R6 = 0,05 m
R1 = 0,007 m
Pada tegangan 4volt, kuat arus terukur = 0,00019 Ampere
T1 = 32oC T4 = 30oC
T2 = 32oC T5 = 29oC
T3 = 31oC T6 = 29oC

TRata-rata = = = 30,66667oC

Q =VxI
= (4 V) (0,00019 A)
= 0,00076Watt
Konduktivitas Panas

k =Qx = 0,00234 x = 0,024785W/moC

22
LAMPIRAN B
DATA PERHITUNGAN
A. Linier
1. Brass 13 mm
Δx 13 = 0,03 m
Δx 45 = 0,015 m
Δx 68 = 0,03 m
D = 0,0013 m
A = 1,33 x 10-6
V
I (A) Tave Q k1 k3 k2 kliteratur kave
(Volt)
4 0,00019 29,33333 0,00076 0,52079229 8,593073 0,277196 57,17333 3,130354

5,5 0,00035 31,5 0,001925 1,243734218 21,76535 0,659556 57,26 7,889546


6,5 0,00044 32 0,00286 1,796504981 32,33709 0,951091 57,28 11,6949

2. Brass 25 mm
Δx 13 = 0,03 m
Δx 45 = 0,015 m
Δx 68 = 0,03 m
D = 0,0025 m
A = 4,9 x 10-6
V
I (A) Tave Q k1 k3 k2 kliteratur kave
(Volt)
4 0,00019 32,50 0,00076 4,64713376 4,6471 2,3236 57,3 3,8726

5,5 0,00035 33,38 0,001925 11,7707006 5,8854 5,8854 57,335 7,8471


6,5 0,00044 33,75 0,00286 17,4878981 8,7439 4,372 57,35 10,201

3. Stainless Steel 25 mm
Δx 13 = 0,03 m
Δx 45 = 0,015 m
Δx 68 = 0,03 m
D = 0,0025 m
A = 4,91 x 10-6

23
V
I (A) Tave Q k1 k3 k2 kliteratur kave
(Volt)
4 0,00019 31,8333 0,00076 0,1291 1,549 0,0704 26 0,5828
5,5 0,00035 32,1667 0,001925 0,327 5,8854 0,1731 26 2,1285

6,5 0,00044 32,5 0,00286 0,4858 17,488 0,2498 26 6,0745

4. Aluminium 25 mm
Δx 13 = 0,03 m
Δx 45 = 0,015 m
Δx 68 = 0,03 m
D = 0,0025 m

A = 4,91 x 10-6
V
I (A) Tave Q k1 k3 k2 kliteratur kave
(Volt)
4 0,00019 30,8333 0,0008 0,1408 4,6471 0,0726 117,617 1,6202
5,5 0,00034 31,3333 0,0019 0,3363 11,434 0,1732 117,627 3,9813

6,5 0,00045 32,1667 0,0029 0,511 17,885 0,263 117,643 6,2198

5. Brass Radial
R6 = 0,05 m
R1 = 0,007 m
X = 0,0032
A = 0,020096 m
2

V
I (A) Tave ΔT Q kave kliteratur
(Volt)
4 0,00019 30,66667 3 0,00076 0,024785 57,226667

5,5 0,00035 30,83333 2 0,001925 0,094167 57,233333


6,5 0,00045 31 4 0,002925 0,071543 57,24

24

Anda mungkin juga menyukai