Disusun Oleh :
Kelompok IV (A3)
2.1 Pemecahan
Pemecahan atau pengecilan ukuran berarti membagi-bagi suatu bahan zat
padat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gaya-gaya
mekanik (Brady, 2016). Pengubahan bentuk atau ukuran bahan padat sering
dilakukan dalam industri kimia baik sebagai proses pendahuluan maupun proses
akhir. Tujuan operasi ini adalah:
1. Memperluas permukaan kontak (misalnya pada pembuatan katalis)
2. Memudahkan pemisahan (misalnya pada uji hasil tambang)
3. Mendapatkan produk dengan ukuran atau bentuk tertentu (misal pada
industri permata)
4. Memudahkan pencampuran, baik padat–padat atau padat–cair sehingga
diperoleh hasil yang seragam mungkin.
Bahan padat dapat dipecah dengan berbagai cara, tetapi hanya 4 metode
yang dapat dilakukan dengan mesin pemecah yaitu:
1. Tekanan (kompresi)
2. Pikulan (implak)
3. Gesekan (atrisi)
4. Pemotongan.
2.4 Pengayakan
Pengayakan merupakan salah satu metode pemisahan partikel sesuai
dengan ukuran yang dikehendaki. Metode ini bertujuan untuk memisahkan fraksi-
fraksi tertentu sesuai dengan keperluan. Pengayakan terutama ditujukan untuk
pemisahan campuran padat-padat. Sistem pemisahan ini berdasar atas perbedaan
ukuran. Ukuran besar lubang ayak atau lubang kasar dari medium ayak dipilih
sedemikian rupa sehingga bagian yang kasar tertinggal di atas ayakan dan bagian-
bagian yang lebih halus jatuh melalui lubang. Diusahakan untuk dapat melakukan
pemisahan yang diinginkan secepat mungkin. Untuk mencapai hal ini, bahan yang
diayak digerakkan terhadap permukaan ayakan.
Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik
berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (Screening) dipakai dalam
skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.
Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu :
1. Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).
2. Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan
(undersize).
Dalam proses industri, biasanya digunakan material yang berukuran
tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, maka perlu
dilakukan pengayakan. Pada proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau
dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel dengan ukuran paling kecil
(undersize), atau halusan (fines) akan lulus melewati bukaan ayak, sedangkan
ukuran partikel yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak lulus. Pengayakan
lebih lazim dalam keadaan kering (Mc.Cabe, 2013).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengayakan, yaitu:
1. Jenis ayakan
2. Cara pengayakan
3. Kecepatan pengayakan
4. Ukuran ayakan
5. Waktu pengayakan
6. Sifat bahan yang akan diayak.
METODOLOGI PRAKTIKUM
4.1 Hasil
Adapun hasil dari percobaan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Run 1 pada waktu10 menit
Bukaan No Massa Massa yang Massa yang Massa
Ayakan Mesh awal (gr) lolos (gr) tertahan akhir (gr)
(mm) (gr)
0,850 20 95,78 2,30 92,16 94,46
0,180 80 2,30 0,85 1,23 2,08
0,106 100 0,85 0,08 0,67 0,73
Jumlah 98,93 3,23 94,06 97,27
Sumber: (Praktikum Crushing and Screening, 2023)
Tabel 4.2 Hasil Percobaan Run II pada waktu 20 menit
Bukaan No Massa Massa yang Massa yang Massa
Ayakan Mesh awal (gr) lolos (gr) tertahan akhir (gr)
(mm) (gr)
0,850 20 96,41 5,29 89,06 94,35
0,180 80 5,29 0,25 4,44 4,69
0,106 100 0,25 0,03 0,15 0,18
Jumlah 101,95 5,57 93,65 99,22
Sumber: (Praktikum Crushing and Screening, 2023)
Tabel 4.3 Hasil Percobaan Run III pada waktu 30 menit
Bukaan No Massa Massa yang Massa yang Massa
Ayakan Mesh awal (gr) lolos (gr) tertahan akhir (gr)
(mm) (gr)
0,850 20 97,14 8,61 86,8 95,41
0,180 80 8,61 1,39 6,19 7,58
0,106 100 1,39 0,22 0,98 1,20
Jumlah 107,14 10,22 93,97 104,19
Sumber: (Praktikum Crushing and Screening, 2023)
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan partikel-
partikel berdasarkan ukuran fraksi-fraksi yang dinginkan dari suatu material hasil
proses penghancuran (grinding). Partikel yang lolos disebut sebagai undersize dan
partikel yang tertahan diatas disebut oversize. Pada alat pengayakan, susunan alat
disusun berdasarakan jumlah mesh yang terkecil sampai yang terbesar. Dimana
semakin besar ukuran ayakan maka semaki kecil ukuran lubang dalam milimeter,
yaitu : 0.850; 0.180; dan 0.106.
Dapat dilihat bahwa data percobaan menggunakan beras dengan masing-
masing run menggunakan nomor mesh yaitu: 20, 80, dan 100. Pada proses
pemecahan, alat yang digunakan berupa grinding mill. Waktu pemecahan sangat
mempengaruhi proses pemecahannya, karena semakin lama proses pemecahan
maka hasil gilingan semakin halus.
Pada run I proses pemecahan selama 10 menit, dengan terlihat hasilnya
bahwa perbandingan massa tertahan lebih banyak dibandingkan dengan massa
yang lolos pada nomor mesh 20, 80, dan 100. Sedangkan pada mesh 100 dan 200
massa yang lolos lebih banyak daripada massa yang tertahan. Hal ini
dikarenakan bahwa semakin besar nomor mesh yang digunakan maka lubang
ayakannya semakin besar sehingga produk yang lolos lebih banyak dari pada
produk yang tertahan.
Pada run II proses pemecahan selama 20 menit, terlihat hasilnya bahwa
massa yang lolos berbanding terbalik dengan nomor mesh yang digunakan
semakin kecil nomor mesh yang digunakan maka semakin banyak massa yang
lolos dan sama halnya yang terjadi pada run III, proses pemecahan selama 30
menit dan hasilnya juga massa yang lolos berbanding terbalik dengan nomor
mesh yang digunakan.
Pada run III massa yang lolos adalah yang paling tinggi dari massa yang
lolos pada run lainnya hal tersebut dikarenakan pengaruh oleh efesiensi
massanya dimana semakin besar waktu pemecahan maka material yang diayak
juga semakin banyak. Jadi semakin besar ukuran mesh pada ayakan maka
semakin kecil diameter partikel yang lolos. Dimana pengayakan ini dipengaruhi
oleh bentuk lubang ayakan, celah dan interval ayakan, ukuran partikel, kapasitas
ayakan dan keefektifan dan variabel dalam proses pengayakan.
Dari grafik dibawah dapat kita lihat bahwa pengaruh nomor mesh dengan
fraksi massa lolos pada run pertama semakin tinggi nomor mesh maka fraksi
massa lolosnya semakin kecil. Grafik pada run pertama dapat dikatakan grafik
yang berbanding terbalik dengan masing-masing variabel yang didapat antara
nomor mesh dengan fraksi massa yang lolos.
4.2.1 Hubungan Antara No Mesh dengan Fraksi Massa yang Lolos dan
Fraksi Massa yang Tertahan
8
Fraksi Massa yang Lolos
5 Run I 10 Menit
4 Run II 20 Menit
3 Run III 30 Menit
0
0 20 40 60 80 100 120
No Mesh
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara No Mesh dengan Fraksi massa yang Lolos
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi nomor mesh
maka semakin sedikit fraksi massa sampel yang lolos. Hal tersebut karena
semakin besar nomor mesh maka semakin kecil lubang dari ayakan sehingga akan
menyebabkan semakin sulitnya partikel melewati lubang ayakan yang disebabkan
terdapatnya partikel yang tidak memiliki ukuran yang sama sehingga partikel
dengan ukuran yang lebih kecil akan lolos dan partikel dengan ukuran yang lebih
besar akan tertahan. Berikut gambar 4.2 hubungan antara No mesh dengan fraksi
massa yang tertahan pada Run I,II, dan III.
Hubungan antara No Mesh dengan Fraksi Massa Yang
Tertahan
100
90
80
Fraksi Massa Tertahan
70
60
50 Run I 10 Menit
40 Run II 20 Menit
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120
No Mesh
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara No Mesh dengan Fraksi Massa Tertahan
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada nomor mesh 100, massa yang
lolos sedikit dan cenderung naik pada nomor mesh 20 , dan kembali menurun
untuk nomor mesh 80. Hal ini terjadi karena pada saat pengayakan pada nomor
mesh 20, partikel mudah lolos melewati lubang ayakan dikarenakan nomor mesh
20 memiliki bukaan ayakan yang besar sehingga massa sampel yang tertahan
cenderung sedikit. Kemudian pada nomor mesh 100 partikel paling banyak
tertahan dikarenakan pada pengayakan untuk nomor mesh 100 ini lubang ayakan
lebih kecil dibandingkan bukaan pada ayakan sebelumnya sehingga partikel
dengan ukuran lebih besar akan tertahan sedangkan partikel dengan ukuran yang
lebih kecil akan lolos. Massa sampel yang tertahan akan semakin sedikit untuk
nomor mesh 80 dikarenakan semakin besar nomor mesh maka semakin kecil pula
bukaan ayakan.
4.2.3 Hubungan antara Waktu dengan Fraksi Massa yang Lolos dan Fraksi
Massa yang Tertahan
Adapun gambar 4.4 hubungan antara fraksi massa lolos terhadap waktu
penggilingan seperti dibawah ini:
Hubungan antara Waktu dengan Fraksi Massa yang
Lolos
10
9
Fraksi Massa Yang Lolos
8
7
6
5 Mesh 20
4 Mesh 80
3
2 Mesh 100
1
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara waktu dengan fraksi massa yang lolos
Pada gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa semakin lama waktu
penggilingan, maka fraksi massa yang lolos akan semakin banyak. Hal ini dapat
diilihat pada mesh 20. Pada mesh 20 pada waktu 30 menit lebih banyak fraksi
massa yang lolos dari pada penggilingan pada waktu 20 menit. Ini dikarenakan
apabila waktu lama penggilingan maka luas permukaan beras akan semakin besar
dan mudah lolos. Adapun grafik antara fraksi massa yang tertahan terhadap waktu
penggilingan seperti dibawah ini:
80
70
60
50 Mesh 20
40 Mesh 80
30 Mesh 100
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara waktu dengan fraksi massa yang tertahan
Pada grafik diatas terlihat bahwa hasil yang didapat dari massa yang
tertahan banyaknya produk yang didapat berbanding lurus dengan nomor mesh
yang digunakan. Dimana, semakin kecil nomor mesh yang digunakan, maka
semakin kecil massa yang tertahan dan semakin besar nomor mesh yang
digunakan, maka semakin banyak massa yang tertahan pada alat ayakan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil dan pembahasan
adalah sebagai berikut:
1. Semakin besar nomor mesh yang digunakan maka semakin banyak produk
yang lolos pada alat ayakan, sebaliknya semakin kecil nomor mesh yang
digunakan maka semakin sedikit produk yang lolos pada alat ayakan.
2. Waktu penggilingan terhadap bahan yang dipakai sangat berpengaruh pada
hasil produk yang didapat.
3. Semakin lama waktu partikel dipecah maka gaya yang diberikan pada
bahan padat akan lebih besar untuk merubah ukurannya menjadi partikel-
partikel yang lebih kecil sehingga luas permukaan bahan padat akan
semakin besar.
4. Dpm massa yang tertahan pada waktu 10 menit, 20 menit, dan 30 menit
masing-masing adalah sebesar 0,495, 0,493, dan 0,465
5. Dpm untuk massa yang lolos pada waktu10 menit, 20 menit, dan 30 menit
masing-masing adalah sebesar 8,403, 8,333 dan 3,546.
5.2 Saran
Saran untuk percobaaan selanjutnya adalah agar dilakukan pemecahan
(crushing) dalam laboratorium dengan menggunakan alat lain yang lebih
bervariasi seperti Ball mill agar menambah pengetahuan dalam penggunaan alat
untuk crushing.
DAFTAR PUSTAKA
PERHITUNGAN
Pada Run I
Diketahui:
= 4,22 gr
9,38
= × 100%
100
= 4,22%
95,78
= × 100%
100
= 95,78%
Pada Run II
Diketahui:
= 3,59 gr
3,59
= × 100%
100
= 3,59%
96,41
= × 100%
100
= 96,41%
Diketahui:
= 2,86 gr
2,86
= × 100%
100
= 2,86%
massa sampel sesudah dikeringkan
Total padatan = × 100%
massa sampel awal
97,14
= × 100%
100
= 97,14%
b. X2 pada mesh 80
Massa Tertahan
X2 =
Total Massa Sampel
1,23 gr
=
98,93 gr
= 0,0124
b. X2 pada mesh 80
Massa Tertahan
X2 =
Total Massa Sampel
4,44 gr
=
101,95 gr
= 0,0435
b. X2 pada mesh 80
Massa Tertahan
X2 =
Total Massa Sampel
6,19 gr
=
107,14 gr
= 0,0577
b. X2 pada mesh 80
Massa Yang Lolos
X2 =
Total Massa Sampel
0,85 gr
=
98,93 gr
= 0,0085
b. X2 pada mesh 80
Massa Yang Lolos
X2 =
Total Massa Sampel
0,25 gr
=
101,95 gr
= 0,0024
a. Run 1
1
Dpm = 0,9315 0,0124 0.0067
+ +
1.0,515 1.0,143 1.0,053
1
=
1,808 + 0,086 + 0,126
1
=
2,02
= 0,495
b. Run 2
1
Dpm = 0,8735 0,0435 0,0014
+ +
1.0,515 1.0,143 1.0,053
1
=
1,696 + 0,304 + 0,026
1
=
2,026
= 0,493
c. Run 3
1
Dpm = 0,8101 0,0577 0,0091
+ +
1.0,515 1.0,143 1.0,053
1
=
1,573+ 0,403 + 0,171
1
=
2,147
= 0,465
1
=
0,045 + 0,059 + 0,015
1
=
0,119
= 8,403
b. Run 2
1
Dpm = 0,0518 0,0024 0,0002
+ +
1.0,515 1.0,143 1.0,053
1
=
0,100 + 0,016 7+ 0,0037
1
=
0,120
= 8,333
c. Run 3
1
Dpm = 0,0803 0,0129 0,0020
+ +
1.0,515 1.0,143 1.0,053
1
=
0,155 + 0,090 + 0,037
1
=
0,282
= 3,546
LAMPIRAN D
GAMBAR ALAT
Ayakan