Disusun Oleh :
Kelompok I (A1)
2.1 Pemecahan
Pemecahan atau pengecilan ukuran berarti membagi-bagi suatu bahan zat
padat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gaya-gaya
mekanik. Pengubahan bentuk atau ukuran bahan padat sering dilakukan dalam
industri kimia baik sebagai proses pendahuluan maupun proses akhir. Tujuan
operasi ini adalah:
1. Memperluas permukaan kontak (misalnya pada pembuatan katalis)
2. Memudahkan pemisahan (misalnya pada uji hasil tambang).
3. Mendapatkan produk dengan ukuran atau bentuk tertentu (misalnya pada
industri permata).
4. Memudahkan pencampuran, baik padat-padat atau padat-cair sehingga
diperoleh hasil yang seragam mungkin
Bahan padat dapat dipecah dengan berbagai cara, tetapi hanya 4 metode
yang dapat dilakukandengan mesin pemecah yaitu:
1. Tekanan (kompresi)
2. Pikulan (implak)
3. Gesekan (atrisi)
4. Pemotongan
2.3 Kominusi
Kominusi adalah istilah umum yang digunakan untuk operasi
penghancuran. Contoh peralatan kominusi adalah mesin penghancur (crusher) dan
mesin penggiling (grinder), Penghancuran yang ideal hendaknya:
1. Memiliki kapasitas besar.
2. Memerlukan masukan daya yang rendah persatuan produk.
3. Menghasilkan produk dengan distribusi ukuran seseragam mungkin
dengan hasil yang maksimal
4. Distribusi ukuran tertentu sesuai dengan yang dikehendaki.
2.4 Pengayakan
Pengayakan merupakan salah satu metode pemisahan partikel sesuai
dengan ukuran yang dikehendaki. Metode ini bertujuan untuk memisahkan fraksi
tertentu sesuai dengan keperluan. Pengayakan terutama ditunjukan untuk
pemisahan campuran padat-padat. Sistem pemisahan ini berdasar atas perbedaan
ukuran. Ukuran besar lubang ayak (atau lubang kasa) dari medium ayak dipilih
sedemikian rupa sehingga bagian yang kasar tertinggal di atas ayakan dan
bagianbagian yang lebih halus jatuh melalui lubang. Diusahakan untuk dapat
melakukan pemisahan yang diinginkan secepat mungkin. Untuk mencapai hal ini,
bahan yang diayak digerakkan terhadap permukaan ayakan. Pengayakan atau
penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan
ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai didalam skala, sedangkan
penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium. Ayakan dapat terbuat dari
logam,polimer, serat tanaman (benang, katun, dan sebagainya) dan kayu.
(Purnomo, dkk, 2000).
Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2, yaitu:
1. Ukuran yang lebih kecil dari pada ukuran lubang-lubang ayakan
(undersize).
2. Ukuran lebih besar dari pada lubang-lubang ayakan (oversize).
Dalam proses industri, biasanya digunakan material yang berukuran
tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, maka perlu
dilakukan pengayakan. Pada proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau
dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau yang
kecil (undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak, sedang yang
diatas ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak lulus.
Pengayakan lebih lazim dalam keadaan kering (McCabe, 1999).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengayakan, yaitu:
1. Jenis ayakan
2. Cara pengayakan
3. Kecepatan pengayakan
4. Ukuran ayakan
5. Waktu pengayakan
6. Sifat bahan yang akan diayak.
Adapun pelolosan material dalam ayakan dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu:
1. Ukuran material yang sesuai dengan lubang ayakan
2. Ukuran rata-rata material yang menembus lubang ayakan
3. Sudut yang dibentuk oleh gaya pukulan partikel
4. Komposisi air dalam material yang akan diayak. (Fellow,19880
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam percobaan ini ditunjukkan pada Tabel
4.1, 4.2, dan 4.3.
Tabel 4.1 Run 1 (waktu 10 menit)
Massa yang Massa yang Massa
Bukaan No Massa awal
lolos tertahan akhir
ayakan (mm) mesh (gram)
(gram) (gram) (gram)
0,350 mm 20 73,16 gr 12,47 gr 59,44 gr 71,91 gr
0,300 mm 50 12,47 gr 7,09 gr 4,27 gr 11,36 gr
0,180 mm 80 7,09 gr 6,35 gr 0,65 gr 7 gr
0,100 mm 100 6,35 gr 5,99 gr 0,29 gr 6,18 gr
0,076 mm 200 5,99 gr 5,02 gr 0,7 gr 5,72 gr
Total 105,24 gr 36,92 gr 65,35 gr 102,17 gr
Tabel 4.2 Run 2 (waktu 20 menit)
1
Fraksi Massa Lolos
0,8
0
0 100 200 300
Nomor Mesh
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Fraksi Massa yang Lolos dengan Nomor Mesh
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa hasil didapat untuk massa yang
lolos pada run I dan run II nilainya semakin sedikit, sehingga berbanding terbalik
antara nomor mesh dengan massa yang lolos. Ini dikarenakan bahwa semakin
kecil nomor mesh yang digunakan, maka ayakannya terdapat lubang aperture
yang lebih besar, sehingga produk yang lolos terhadap ayakannya lebih banyak
dari pada produk yang tertahan pada ayakan tersebut. Sedangkan pada run III
menunjukkan bahwa massa yang lolos memiliki nilai yang naik turun, hal ini bisa
disebabkan karena proses penggilingan pada mesin grinding mill tidak stabil atau
terjadi kesalahan proses kerja pada mesin, oleh karenanya hasil penggilingan
menjadi tidak halus. Secara logika, fraksi massa yang lolos, akan berbanding
terhadap nomor mesh yang ada. Hal ini dikarenakan pengaruh faktor pengayakan,
penggilingannya, lama proses pengayakan, dan waktu penggilingan untuk proses
pengayakan. Faktor penetapan waktu pada saat pengayakan kurang diperhatikan,
sehingga grafik yang didapat seperti grafik di atas.
0,6
Run I (10 Menit)
0,4
Run II (20 Menit)
0,2 Run III (30 Menit)
0
0 50 100 150 200 250
-0,2
Nomor Mesh
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Fraksi Massa Yang Tertahan dengan Nomor
Mesh
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa hasil yang didapat dari pada massa
yang tertahan banyaknya produk yang didapat berbanding lurus dengan nomor
mesh yang digunakan. Dimana, semakin kecil nomor mesh yang digunakan, maka
semakin kecil massa yang tertahan dan semakin besar nomor mesh yang
digunakan, maka semakin banyak massa yang tertahan pada alat ayakan.
0,8
0,7
0,6
0,5
Dpm Massa Yang
DPM
0,4
Tertahan
0,3
Dpm Massa Yang
0,2
Lolos
0,1
0
-0,1 0 10 20 30 40
Nomor Mesh
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin kecil nomor mesh yang digunakan maka semakin banyak produk
yang lolos pada alat ayakan dan sebaliknya semakin besar nomor mesh
yang digunakan maka semakin sedikit produk yang lolos pada alat ayakan.
2. Waktu penggilingan bahan berpengaruh pada hasil produk yang didapat,
semakin lama penggilingan maka semakin kecil ukuran partikel produk
yang didapatkan.
3. Kehalusan bahan dari proses pemecahan dipengaruhi oleh kandungan air
dalam bahan dan juga lamanya waktu pengeringan. Semakin sedikit
kandungan air maka semakin mudah bahan tersebut dihaluskan.
4. Beberapa yang perlu diperhatikan adalah jenis ayakan, cara pengayakan,
kecepatan pengayakan, ukuran ayakan, waktu pengayakan, dan sifat bahan
yang akan diayak.
5. Massa total yang lolos
Pada run I pada waktu 10 menit : 0,0414 gr
Pada run II pada waktu 20 menit : 0,0486 gr
Pada run III pada waktu 30 menit : 0,0082 gr
6. Massa total yang tertahan
Pada run I pada waktu 10 menit : 0,1331 gr
Pada run II pada waktu 20 menit : 0,1104 gr
Pada run III pada waktu 30 menit : 0,0773 g
5.2 Saran
Pada saat menimbang sampel harus lebih teliti dan pada saat mengayak
tidak boleh sembarangan
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, Eristie.J.1997. Transport proses and unit operations 3rd ed. Pretico –
Hal of india.
Mc Cabe, Waren, dan Julian Smith, Petrus Harnot. 1999. “Unit Operasi Teknik
Kimia” 5th. New York.
Fellows, P.J. 1988. Food Processing Technology. New York: Ellis Harwood.
= x 100%
= 26,84%
2. Kadar Air Pada Run II
Massa sebelum di oven – Massa setelah di crushing
x 100%
100 gram
= 26,79 %
= 0,1719
d. X4 pada mesh 100
Massa ang Lolos
X4 =
otal Massa Sampel
5,99 gr
=
36,92 gr
= 0,1622
e. X5 pada mesh 200
Massa ang Lolos
X5 =
otal Massa Sampel
= 0,1359
= 0,4396
b. X2 pada mesh 50
Massa ang Lolos
X2 =
otal Massa Sampel
9,30 gr
=
51,68 gr
= 0,1799
c. X3 pada mesh 80
Massa ang Lolos
X3 =
otal Massa Sampel
7,80 gr
=
51,68 gr
= 0,1509
d. X4 pada mesh 100
Massa ang Lolos
X4 =
otal Massa Sampel
= 0,1207
e. X5 pada mesh 200
Massa ang Lolos
X5 =
otal Massa Sampel
5,62 gr
=
51,68 gr
= 0,1087
= 0,9763
b. X2 pada mesh 50
Massa ang Lolos
X2 =
otal Massa Sampel
18,73 gr
=
8,47 gr
= 0,2113
c. X3 pada mesh 80
Massa ang Lolos
X3 =
otal Massa Sampel
15,20 gr
=
8,47 gr
= 0,7945
d. X4 pada mesh 100
Massa ang Lolos
X4 =
otal Massa Sampel
11,24
=
8,47
= 0,3270
e. X5 pada mesh 200
Massa ang Lolos
X5 =
otal Massa Sampel
= 0,8996
= 0,9095
b. X2 pada mesh 50
Massa ertahan
X2 =
otal Massa Sampel
4,27 gr
=
65,35 gr
= 0,0653
c. X3 pada mesh 80
Massa ertahan
X3 =
otal Massa Sampel
0,65 gr
=
65,35 gr
= 0,0099
d. X4 pada mesh 100
Massa ertahan
X4 =
otal Massa Sampel
0,29 gr
=
65,35 gr
= 0,0044
e. X5 pada mesh 200
Massa ertahan
X5 =
otal Massa Sampel
0,7 gr
=
65,35 gr
= 0,0107
= 0,7525
b. X2 pada mesh 50
Massa ertahan
X2 =
otal Massa Sampel
= 0,1966
c. X3 pada mesh 80
Massa ertahan
X3 =
otal Massa Sampel
1,46 gr
=
65,84 gr
= 0,0221
d. X4 pada mesh 100
Massa ertahan
X4 =
otal Massa Sampel
1,37 gr
=
65,84 gr
= 0,0208
e. X5 pada mesh 200
Massa ertahan
X5 =
otal Massa Sampel
0,51 gr
=
65,84 gr
= 0,0077
= 0,6104
b. X2 pada mesh 50
Massa ertahan
X2 =
otal Massa Sampel
14,73 gr
=
63,64 gr
= 0,2314
c. X3 pada mesh 80
Massa ertahan
X3 =
otal Massa Sampel
3,27 gr
=
63,64 gr
= 0,0513
d. X4 pada mesh 100
Massa ertahan
X4 =
otal Massa Sampel
3,63 gr
=
63,64 gr
= 0,0570
e. X5 pada mesh 200
Massa ertahan
X5 =
otal Massa Sampel
3,16 gr
=
63,64 gr
= 0,0496
e. Mesh 200
ukaan akan 200
Dpi =
2
0,076 mm
=
2
= 0,038 mm
a. Run I
1
Dpm = 0,3405 0,1920 0,1719 0,1622 0,1359
0,83 0,325 0,83 0,24 0,83 0,14 0,83 0,088 0,83 0,038
1
=
14,020
= 0,071 mm
b. Run II
1
Dpm = 0,4396 0,1799 0,1509 0,1207 0,1087
0,83 0,325 0,83 0,24 0,83 0,14 0,83 0,088 0,83 0,038
1
=
= 0,043 mm
c. Run III
1
Dpm = 0,9763 0,2113 0,7945 0,3270 0,8996
0,83 0,325 0,83 0,24 0,83 0,14 0,83 0,088 0,83 0,038
1
=
50,059
= 0,019 mm
1
=
7,237
= 0,136 mm
b. Run II
1
Dpm = 0,7525 0,1966 0,0221 0,0208 0,0077
0,83 0,325 0,83 0,24 0,83 0,14 0,83 0,088 0,038
1
= = 0,221 mm
4,523
c. Run III
1
Dpm = 0,6104 0,2314 0,0513 0,0570 0,0496
0,83 0,325 0,83 0,24 0,83 0,14 0,83 0,088 0,83 0,038
1
= = 0,160 m
6,218
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT
1.