Anda di halaman 1dari 19

PERCOBAAN 1

MIXING

Tujuan Praktikum

1. Memahami pengertian dasar pengadukan.


2. Mengetahui hubungan antar variabel proses dan mengekspresikannya dalam bentuk
grafik.
3. Menentukan tenaga (power) pengadukan.

Diskripsi

Praktikum mixing mengajarkan tentang pengamatan, pengambilan keputusan dan analisis data
pada fenomena-fenomena yang biasa terjadi pada proses pengadukan campuran serta
mengekspresikannya dalam bentuk grafik.

Landasan Teori

Pengadukan adalah operasi yang menciptakan terjadinya gerakan dari bahan yang diaduk
seperti molekul-molekul, zat-zat yang bergerak atau komponennya menyebar (terdispersi).
Tujuan dari operasi pengadukan terutama adalah terjadinya pencampuran (mixing).
Pencampuran merupakan suatu operasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi
ketidaksamaan komposisi, suhu atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan. Selain itu
pencampuran juga digunakan untuk berbagai ragam operasi, dimana derajat homogenitas
bahan yang bercampur itu sangat berbeda-beda. Pencampuran dapat terjadi karena adanya
gerakan dari bahan tersebut. Agar bahan tersebut dapat bergerak diperlukan suatu pengadukan
dimana pengadukan tersebut akan memberikan suatu gerakan tertentu pada suatu bahan di
dalam bejana. Pemilihan pengaduk sangat ditentukan oleh jenis pencampuran yang diinginkan
serta keadaan bahan yang akan dicampur.

Prinsip pengadukan ialah mencampur dua cairan yang saling melarut, melarutkan padatan
dalam cairan, mendispersikan gas dalam cairan dalam bentuk gelembung dan untuk
11
mempercepat perpindahan panas antara fluida dengan koil pemanas dan jaket pada dinding
bejana.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencampuran, yaitu:


a. Aliran, aliran yang turbulen dan laju alir bahan yang tinggi biasanya menguntungkan
proses pencampuran. Sebaliknya, aliran yang laminar dapat menggagalkan pencampuran.
b. Ukuran partikel/luas permukaan, semakin luas permukaan kontak bahan-bahan yang
harus dicampur yang berarti semakin kecil partikel dan semakin mudah gerakannya di
dalam campuran, maka proses pencampuran semakin baik.
c. Kelarutan, semakin besar kelarutan bahan-bahan yang akan dicampur satu terhadap
lainnya, semakin baik pencampurannya.

Ada beberapa jenis bentuk pengaduk, yaitu:


a. Propeller
Kelompok ini biasa digunakan untuk kecepatan pengadukan tinggi dengan arah aliran
aksial. Pengaduk ini dapat digunakan untuk cairan yang memiliki viskositas rendah dan
tidak bergantung pada ukuran serta bentuk tangki. Kapasitas sirkulasi yang dihasilkan
besar dan sensitif terhadap beban head. Dalam perancangan propeller, luas sudah biasa
dinyatakan dalam perbandingan luas area yang terbentuk dengan luas daerah disk.
Pengaduk propeller terutama menimbulkan aliran arah aksial, arus aliran meninggalkan
pengaduk secara kontinyu melewati fluida ke satu arah tertentu sampai dibelokkan oleh
dinding atau dasar tangki.

b. Turbine
Istilah turbine ini diberikan bagi berbagai macam jenis pengaduk tanpa memandang
rancangan, arah discharge ataupun karakteristik aliran. Turbine merupakan pengaduk
dengan sudut tegak datar dan bersudut konstan. Pengaduk jenis ini digunakan pada
viskositas fluida rendah seperti halnya pengaduk jenis propeller. Pengaduk turbin
menimbulkan aliran arah radial dan tengensial. Disekitar turbin terjadi daerah turbulensi
yang kuat, arus dan geseran yang kuat antar fluida. Salah satu jenis pengaduk turbine
adalah pitched blade. Pengaduk jenis ini memiliki sudut sudut konstan. Aliran terjadi
pada arah aksial, meski demikian terdapat pola aliran pada arah radial. Aliran ini akan
mendominasi jika sudut berada dekat dengan dasar tangki.

12
c. Paddle
Pengaduk jenis ini sering memegang peranan penting pada proses pencampuran dalam
industri. Bentuk pengaduk ini memiliki minimum 2 sudut, horizontal atau vertikal,
dengan nilai D/T yang tinggi. Paddle digunakan pada aliran fluida laminar, transisi atau
turbulen tanpa baffle. Pengaduk paddle menimbulkan aliran arah radial dan tangensial
dan hampir tanpa gerak vertical sama sekali. Arus yang bergerak kearah horizontal
setelah mencapai dinding akan dibelokkan keatas atau kebawah. Bila digunakan pada
kecepatan tinggi akan terjadi pusaran saja tanpa terjadi agitasi.

Gambar 2. Bentuk-bentuk Pengaduk : (a) Pengaduk Paddle, (b) Pengaduk Propeller, (c)
Pengaduk Turbine

Gambar 3. Tipe-tipe Pengaduk Jenis Turbin : (a) Flate Blade, (b) Curved Blade, (c)
Pitched Blade

Sekat (baffle) adalah lembaran vertikal datar yang ditempelkan pada dinding tangki. Tujuan
utama menggunkan sekat dalam tangki adalah memecah terjadinya pusaran saat terjadinya
pengadukan dan pencampuran. Oleh karena itu, posisi sumbu pengaduk pada tangki bersekat
berada di tengah. Namun, pada umumnya pemakaian sekat akan menambah beban
pengadukan yang berakibat pada bertambahnya kebutuhan daya pengadukan. Sekat pada
tangki juga membentuk distribusi konsentrasi yang lebih baik di dalam tangki, karena pola

13
aliran yang terjadi terpecah menjadi 4 bagian. Penggunaan ukuran sekat yang lebih besar
mampu menghasilkan pencampuran yang lebih baik.

Gambar 4. Pengaruh Pemasangan Baffle Terhadap Pola Aliran

Pada saat menggunakan empat sekat vertikal seperti pada gambar 2.3 biasanya dapat
menghasilkan pola putaran yang sama dalam tangki. Lebar sekat yang digunakan sebaiknya
berukuran 1/12 diameter tangki.

Bilangan Reynoldss adalah suatu rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskositas yang
mengkuantifikasikan antara hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran
tertentu. Bilangan ini digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang berbeda, misalnya
pada jenis aliran laminar dan turbulen. Bilangan Reynolds merupakan salah satu bilangan tak
berdimensi yang paling penting dalam mekanika fluida dan digunakan, seperti halnya dengan
bilangan tak berdimensi lain. Untuk memberikan kriteria untuk menentukan dynamic
similitude. Jika dua pola aliran yang mirip secara geometris, mungkin pada fluida yang
berbeda dan laju alir yang berbeda pula, memiliki nilai bilangan tak berdimensi yang relevan,
keduanya disebut memiliki kemiripan dinamis. Sistem pengadukan yang terjadi bisa diketahui
bilangan Reynolds-nya dengan menggunakan persamaan:

ρ . D . (N . D) ρ.D.N
Re = =
µ µ

Dimana :
Re : Bilangan Reynolds
ρ : Densitas Fluida
µ : Viskositas Fluida

14
Secara umum jenis-jenis aliran dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Aliran Laminar
Laminar adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikel-partikel fluidanya
sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminar, partikel-partikel fluida
seolah-olah bergerak sepanjang lintasan-lintasan yang halus dan lancar, dengan satu
lapisan meluncur secara mulus pada lapisan yang bersebelahan. Sifat kekentalan zat cair
berperan penting dalam pembentukan aliran laminar. Aliran laminar bersifat steady
maksudnya alirannya tetap. “Tetap” menunjukkan bahwa di seluruh aliran air, debit
alirannya tetap atau kecepatan aliran tidak berubah menurut waktu. Aliran laminar
mengikuti hukum Newton tentang viskositas yang menghubungkan tegangan geser
dengan laju perubahan bentuk sudut. Tetapi pada viskositas yang rendah dan kecepatan
yang tinggi aliran laminar tidak stabil dan berubah menjadi aliran turbulen. Bisa diambil
kesimpulan mengenai ciri- ciri aliran laminar yaitu fluida bergerak mengikuti garis lurus,
kecepatan fluidanya rendah, viskositasnya tinggi dan lintasan gerak fluida teratur antara
satu dengan yang lain. Dalam pipa, aliran laminar biasanya terjadi pada nilai bilangan
Reynoldss Re < 2100.

2. Aliran Turbulen
Aliran turbulen yaitu pergerakan dari partikel-partikel fluida yang tidak bisa menentu
dikarenakan mengalami campuran serta putaran partikel antar lapisan, dan dapat
mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida dan kebagian fluida
lainnya dan dalam skala yang begitu besar. Dalam keadaan yang alirannya turbulen
maka turbulensi yang akan terjadi membangkitkan tegangan geser merata diseluruh aliran
fluida sehingga akan menghasilkan kerugian-kerugian aliran. Aliran turbulenakan terjadi
jika nilai bilangan Reynolds Re > 4000.

3. Aliran Transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen.Apabila
Reynoldss number didapatkan hasil aliran transisi terjadi pada 2100 < Re < 4000.

15
Alat dan Bahan

Alat :
1. Rangkaian alat tangki berpengaduk
2. Beaker glass 100 mL
3. Beaker glass 250 mL
4. Picnometer 25 mL
5. Penggaris
6. Bulb
7. Viscometer
8. Stopwatch
9. Neraca analitik
10. Batang pengaduk
11. Kunci batang pengaduk
12. Spatula
13. Propeller
14. Baffle
15. Timbangan

Bahan :

1. NaCl
2. Aquades
3. Bubuk Pewarna Merah

16
Rangkaian Alat

1 Keterangan :
2 1. Motor pengaduk
2. Speed controller
3. Tangki
3 4. Baffle
5. Pengaduk

Gambar 5. Rangkaian Alat Mixing

Prosedur Percobaan

1. Pengukuran Alat
a. Disiapkan rangkaian alat tangki berpengaduk
b. Diukur diameter tangki pengadukan (Dt), diameter pengaduk (Da), tinggi permukaan
larutan (H), jarak pengaduk dari dasar tangki (Zi) dan lebar baffle
c. Dicatat hasil pengukuran.

2. Penentuan Waktu Pengadukan Sempurna


a. Diisi tangki berpengaduk dengan air setinggi diameter tangki = 20,7 cm
b. Ditimbang NaCl sebanyak 100 gram
c. Ditambahkan bubuk pewarna merah ke dalam tangki yang berisi air hingga warna air
berubah menjadi merah muda
d. Dinyalakan motor pengaduk yang telah terpasang dengan tangki berpengaduk yang berisi
air dengan kecepatan 300 rpm
e. Dimasukkan NaCl ke dalam tangki berpengaduk bersamaan dengan dinyalakannya
stopwatch selama 10 detik pertama

17
f. Dihitung waktu yang diperlukan untuk garam agar larut sempurna dengan menggunakan
stopwatch
g. Dihitung densitas dan viskositas larutan sebelum dan sesudah pengadukan
h. Diulangi percobaan yang sama dengan variabel kecepatan putar pengaduk yang berbeda
sebesar 350 dan 400 rpm
i. Diulangi percobaan dengan tangki berbaffle

3. Penentuan Power Consumption


a. Diisi tangki berpengaduk dengan air setinggi diameter tangki = 20,7 cm
b. Ditimbang NaCl sebanyak 100 gram
c. Ditambahkan bubuk pewarna merah ke dalam tangki yang berisi air hingga warna air
berubah menjadi merah muda
d. Dinyalakan motor pengaduk yang telah terpasang dengan tangki berpengaduk yang berisi
air dengan kecepatan 300 rpm
e. Dimasukkan NaCl ke dalam tangki berpengaduk bersamaan dengan dinyalakannya
stopwatch selama 10 detik pertama
f. Dilakukan pengadukan selama 1 menit
g. Diamati ada atau tidaknya vortex yang terbentuk pada saat pengadukan
h. Diulangi percobaan yang sama dengan variabel kecepatan putar pengaduk yang berbeda
sebesar 350 dan 400 rpm
i. Diulangi percobaan dengan tangki berbaffle

Analisa Perhitungan

1. Menghitung volume piknometer dan viskositas akuades


a) Massa piknometer = 23,873 gram
b) Massa piknometer + akuades = 48,383 gram
c) Massa akuades = 24,513 gram
akuades pada suhu oC, diperoleh dari data Tabel 2.30 Perry, 1997, “Process and Unit
Operations”, diperoleh ρ = 0,995 g/cm3
Volume piknometer = volume aquadest
m akuades
=
ρ akuades

18
24,513
= = 24,620 mL
0,995

Dari data Tabel 2.305 Perry diperoleh nilai


Μakuades(pada 30 o
C) = 8,007x10-3 g/cm.s

2. Menghitung densitas (ρ) larutan NaCl


Tabel 4. Hasil Perhitungan Densitas NaCl untuk Tangki Berbaffle pada
Pengamatan Waktu Pengadukan Sempurna

Berat larutan NaCl Vpiknometer ρNaCl


n (rps)
(gram) (cm3) (g/cm3)
4,167 24,777 24,620 1,006
5 25,111 24,620 1,019
5,833 25,041 24,620 1,017

a. Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller = 250 rpm = 4,167 rps
Berat larutan NaCl = 24,777gram
ρNaCl = 1,006 g/cm3

b. Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller = 300 rpm = 5 rps
Berat larutan NaCl = 25,111 gram
ρNaCl = 1,019 g/cm3

c. Pada tangki berbaffle untuk penentuan power consumption


Kecepatan putar impeller = 350 rpm = 5,833 rps
Berat larutan NaCl = 25,041 gram
ρNaCl = 1,017 g/cm3

19
Tabel 7. Hasil Perhitungan Densitas NaCl untuk Tangki tanpa Baffle pada Penentuan
Power Consumption
Berat larutan NaCl Vpiknometer ρNaCl
n (rps)
(gram) (cm3) (g/cm3)
4,167 25,002 24,620 1,015
5 25,048 24,620 1,017
5,833 24,913 24,620 1,011

a. Pada tangki tanpa baffle untuk penentuan power consumption


Kecepatan putar impeller = 250 rpm = 4,167 rps
Berat larutan NaCl = 25,002 gram
ρNaCl = 1,015 g/cm3

b. Pada tangki tanpa baffle untuk penentuan power consumption


Kecepatan putar impeller = 300 rpm = 25,048 rps
Berat larutan NaCl = 25,048 gram
ρNaCl = 1,017 g/cm3

c. Pada tangki tanpa baffle untuk penentuan power consumption


Kecepatan putar impeller = 300 rpm = 5,833 rps
Berat larutan NaCl = gram
ρNaCl = 1,011 g/cm3

3. Menghitung viskositas (μ) larutan NaCl


Tabel 8. Hasil Perhitungan Viskositas NaCl untuk Tangki Berbaffle pada
Pengamatan Waktu Pengadukan Sempurna
N ρNaCl ρaq t NaCl t aq μaq μNaCl
(rps) (g/cm3) (g/cm3) (s) (s) (g/cm.s) (g/cm.s)
4,167 1,006 0,995 4,1 4,1 8,007x10-3 8,095x10-3
5 1,019 0,995 5,1 4,1 8,007x10-3 0,0102
5,833 1,017 0,995 4,1 4,1 8,007x10-3 8,184x10-3

20
a) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna
Kecepatan putar impeller 250 rpm = 4,167 rps
ρNaCl = 1,006 g/cm3
ρaq = 0,955 g/cm3
t NaCl = 4,1 s

 lart Nacl  tlart Nacl


μNaCl =  air
 air  tair
= 8,095x10-3 g/cm.s

b) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller 300 rpm = 5 rps
ρNaCl = 1, 019 g/cm3
ρaq = 0,955 g/cm3
t NaCl = 5,1 s

 lart Nacl  tlart Nacl


μNaCl =  air
 air  tair
= 0,0102 g/cm.s

c) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller 350 rpm = 5,833 rps
ρNaCl = 1,017 g/cm3
ρaq = 0,955 g/cm3
t NaCl = 4,1 s

 lart Nacl  tlart Nacl


μNaCl =  air
 air  tair
= 8,814x10-3 g/cm.s

21
Tabel 9. Hasil Perhitungan Viskositas NaCl untuk Tangki tanpa Baffle pada
Pengamatan Waktu Pengadukan Sempurna
N ρNaCl ρaq t NaCl t aq μaq μNaCl
(rps) (g/cm3) (g/cm3) (s) (s) (g/cm.s) (g/cm.s)
4,167 1,015 0,995 4,9 4,1 8,007x10-3 9,761x10-3
5 1,017 0,955 4 4,1 8,007x10-3 7,984x10-3
5,833 1,011 0,955 4,7 4,1 8,007x10-3 9,326x10-3

d) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller 250 rpm = 4,167 rps
ρNaCl = 1,015 g/cm3
ρaq = 0,995 g/cm3
t NaCl = 4,9 s

 lart Nacl  tlart Nacl


μNaCl =  air
 air  tair
= 9,761x10-3 g/cm.s

e) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller 300 rpm = 5 rps
ρNaCl = 1,017 g/cm3
ρaq = 0,995 g/cm3
t NaCl = 4 s

 lart Nacl  tlart Nacl


μNaCl =  air
 air  tair
= 7,984x10-3 g/cm.s

a) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller 350 rpm = 5,833 rps
ρNaCl = 1,011 g/cm3
ρaq = 0,995 g/cm3
t NaCl = 4,7 s

22
 lart Nacl  tlart Nacl
μNaCl =  air
 air  tair
= 9,326x10-3 g/cm.s

4. Menghitung Bilangan Reynold (NRe) larutan NaCl


Tabel 12. Hasil Perhitungan Bilangan Reynold NaCl untuk Tangki Berbaffle
pada Pengamatan Waktu Pengadukan Sempurna
n Da ρNaCl μNaCl
NRe
(rps) (cm) (g/cm3) (g/cm.s)
4,167 6 1,006

a) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller 250 rpm = 4,167 rps
Da = 6 cm
ρNaCl = 1,006 g/cm3
μNaCl = g/cm.s
n  Da2   NaCl
NRe =
 NaC l
=
b) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna
Kecepatan putar impeller rpm = rps
Da = cm
ρNaCl = g/cm3
μNaCl = g/cm.s
n  Da2   NaCl
NRe =
 NaC l
=
c) Pada tangki berbaffle untuk waktu pengadukan sempurna
Kecepatan putar impeller rpm = rps
Da = cm
ρNaCl = g/cm3

23
μNaCl = g/cm.s
n  Da2   NaCl
NRe =
 NaC l
=

Tabel 12. Hasil Perhitungan Bilangan Reynold NaCl untuk Tangki Berbaffle pada
Pengamatan Waktu Pengadukan Sempurna
n Da ρNaCl μNaCl
NRe
(rps) (cm) (g/cm3) (g/cm.s)

d) Pada tangki tanpa baffle untuk waktu pengadukan sempurna


Kecepatan putar impeller rpm = rps
Da = cm
ρNaCl = g/cm3
μNaCl = g/cm.s
n  Da2   NaCl
NRe =
 NaC l
=
Analog dengan perhitungan di atas maka didapat :
Tabel 13. Hasil Perhitungan Bilangan Reynold NaCl untuk Tangki tanpa Baffle pada
Pengamatan Waktu Pengadukan Sempurna
n Da ρNaCl μNaCl
NRe
(rps) (cm) (g/cm3) (g/cm.s)

e) Pada tangki berbaffle untuk penentuan power consumption


Kecepatan putar impeller = rpm = rps
Da = cm

24
ρNaCl = g/cm3
μNaCl = g/cm.s
n  Da2   NaCl
NRe = =
 NaC l
Analog dengan perhitungan di atas maka didapat :
Tabel 14. Hasil Perhitungan Bilangan Reynold NaCl untuk Tangki Berbaffle pada
Penentuan Power Consumption
Da ρNaCl μNaCl
n (rps) NRe
(cm) (g/cm3) (g/cm.s)

f) Pada tangki tanpa baffle untuk penentuan power consumption


Kecepatan putar impeller = rpm = rps
Da = cm
ρNaCl = g/cm3
μNaCl = g/cm.s
n  Da2   NaCl
NRe =
 NaC l
=
Analog dengan perhitungan di atas maka didapat :
Tabel 15. Hasil Perhitungan Bilangan Reynold NaCl untuk Tangki tanpa Baffle pada
Penentuan Power Consumption
Da ρNaCl μNaCl
n (rps) NRe
(cm) (g/cm3) (g/cm.s)

5. Menghitung daya pengadukan


a) Tangki berbaffle
Kecepatan impeller rpm = rps
Nre =
25
P0 = (dari fig. 477 Brown, 1950)
Da = cm
ρNaCl = g/cm3
gc = 1 (untuk system SI atau cgs)
P0  n 3  D 5a  ρ NaCl
P = = W
gc

D  Z t   Dt  Z t 
Pr = P   t     
 Da  D a  desired  Da  D a  graph
Dt = cm
Zt = cm
Da = cm
 Dt 
  = (Brown, hal 507)
 Da  graph

 Zt 
  = (Brown, hal 507)
 Da  graph
Pr = W

Analog dengan perhitungan di atas maka didapat :


Tabel 16. Hasil Perhitungan Daya Pengadukan untuk Tangki Berbaffle
n Da ρNaCl P Pr
P0 NRe
(rps) (cm) (g/cm3) (W) (W)

b) Tangki tanpa baffle


Kecepatan impeller rpm = rps
Nre =
P0 = (dari fig. 477 Brown, 1950)
Da = cm
ρNaCl = g/cm3
gc = 1 (untuk system SI atau cgs)

26
P0  n 3  D 5a  ρ NaCl
P = = W
gc

D  Z t   Dt  Z t 
Pr = P   t     
 Da  D a  desired  Da  D a  graph
Dt = cm
Zt = cm
Da = cm
 Dt 
  = (Brown, hal 507)
 Da  graph

 Zt 
  = (Brown, hal 507)
 Da  graph
Pr = W
Analog dengan perhitungan di atas maka didapat :
Tabel 17. Hasil Perhitungan Daya Pengadukan untuk Tangki tanpa Baffle
n Da ρNaCl P Pr
P0 NRe
(rps) (cm) (g/cm3) (W) (W)

Tabel -18Hubungan antara tT dengan NRepada Tangki Berbaffle


Waktu pengadukan
NRe
sempurna (tT), sekon

27
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Waktu Pengadukan Sempurna (tT) dengan
Bilangan Reynold (NRe) pada Tangki Berbaffle

Tabel 19. Hubungan antara tT dengan NRepada Tangki tanpa Baffle


Waktu pengadukan
NRe
sempurna (tT), sekon

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Waktu Pengadukan Sempurna (tT) dengan


Bilangan Reynold (NRe) pada Tangki tanpa Baffle

Tabel 20. Hubungan antara Pr dengan NRepada Tangki Berbaffle

NRe Pr ( W )

28
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Daya Pengadukan (Pr) dengan Bilangan
Reynold (NRe) pada Tangki Berbaffle

Tabel 21. Hubungan antara Pr dengan NRepada Tangki tanpa Baffle


NRe Pr ( W )

Gambar 4. Grafik Hubungan antara Daya Pengadukan (Pr) dengan Bilangan


Reynold (NRe) pada Tangki tanpa Baffle

29

Anda mungkin juga menyukai