Anda di halaman 1dari 25

BAB I

URAIAN KEGIATAN

1.1 PT. ASAHIMAS CHEMICAL (ASC)


A. Sejarah dan Perkembangan

PT. Asahimas Chemical (PT. ASC) adalah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)
yang memproduksi beberapa jenis bahan kimia dasar untuk memenuhi kebutuhan
perkembangan industri nasional agar dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor.
PT. ASC didirikan pada tanggal 8 September 1986 dengan nilai investasi awal sebesar US $
200 juta dengan lahan seluas 24 hektar. PT. ASC diresmikan oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 26 Agustus 1989. Sejak itu PT. ASC secara bertahap telah melakukan pengembangan
beberapa kali yang menjadikan kapasitas produksinya berlipat ganda dan meningkatkan nilai
investasinya sampai sebesar US $ 535 juta dengan luas lahan menjadi 90 hektar. Saat ini PT.
ASC merupakan pabrik Chlor Alkali-Vinyl Chloride terpadu terbesar di Asia Tenggara.
Beberapa bahan kimia dasar yang diproduksi seperti Caustic Soda (NaOH), Ethylene
Dichloride (EDC), Vinyl Chloride Monomer (VCM), Polyvinyl Chloride (PVC),
Hydrochloride Acid (HCI), dan Sodium Hypochlorite (NaClO). Produk-produk ini
merupakan bahan baku penting bagi sejumlah sektor industri di Indonesia.
Penyertaan modal PT. ASC dibentuk dengan komposisi kepemilikan modal awal sebagai
berikut:
i. Asahi Glass Co.Ltd. (Jepang) sebesar 52,5%
ii. Mitsubishi Corporation (Jepang) sebesar 11,5%
iii. PT. Rodamas Co.Ltd., (Indonesia) sebesar 18%.
iv. Ableman Finance Ltd. di British (Virgin Island) sebesar 18%

PT. ASC beroperasi selama 24 jam sehari dengan mempekerjakan lebih dari seribu orang
karyawan yang mayoritas berasal dari lingkungan sekitar perusahaan, termasuk dari daerah
Cilegon dan Serang, Banten. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan kepedulian
sosial terhadap lingkungan masyarakat secara terus menerus, di samping menjalankan
program padat karya, pembangunan puskesmas, pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi,
dan menyediakan kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil, dll. Di bidang mutu PT. ASC
telah meraih sertifikat ISO 9001, sedangkan di bidang lingkungan PT. ASC telah meraih
sertifikat ISO 14001, dan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja PT. ASC juga telah
meraih sertifikat OHSAS 18001 serta menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3). Semua
pencapaian ini membuktikan komitmen PT. ASC terhadap kualitas produknya demi
meningkatkan kepuasan pelanggan, pelestarian lingkungan hidup demi terjaganya kualitas
lingkungan di masa depan serta terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja karyawan dan
orang lain yang bekerja untuk dan atas nama PT. ASC.

B. Lokasi dan Tata Letak

PT. Asahimas Chemical merupakan industri kimia terintegrasi pertama di Indonesia.


Kantor pusat PT. ASC terletak di Summitmas Tower lantai 9, Jalan Jendral Sudirman
Kavling 61- 62 Jakarta sedangkan lokasi pabrik seluas 90 Hektar terletak pada Desa Gunung
Sugih, Jalan Gunung Anyer Km 122, Kawasan industri Cilegon, Banten.
Pabrik Asahimas Chemical terletak di Jalan Raya Anyer dan mempunyai batasan-batasan
sebagai berikut :
 Sebelah utara : PT. Sankyu dan industri-industri lainnya
 Sebelah selatan : PT. Lautan Otsuka Chemical dan PT Trypolita
 Sebelah barat : Selat Sunda
 Sebelah timur : Jalan Raya Anyer

Lokasi pabrik PT. Asahimas Chemical yang sangat strategis dipilih berdasarkan
pertimbangan:

1) Ketersediaan bahan baku


Etilen sebagai bahan baku utama PT. ASC diperoleh dari PT. Chandra Asri yang
berlokasi tepat di depan PT. ASC.
2) Tenaga Kerja

Kawasan industri Cilegon terletak di daerah Banten sehingga kebutuhan tenaga


kerja bisa diperoleh dari warga sekitar baik tenaga ahli maupun non-ahli.

3) Ketersediaan energi dan utilitas


Persediaan air industri untuk PT. ASC didapat dari PT. Krakatau Tirta Industri yang
letaknya tidak jauh dari pabrik ASC. Lokasi pabrik ASC yang berbatasan dengan laut
memudahkan didapatnya air pendingin yang menggunakan air laut. Kebutuhan listrik
ASC disuplai oleh PLN, stasiun pembangkit listrik Suralaya di daerah Merak
mendukung pemenuhan kebutuhan tenaga listrik sebagai salah satu bahan baku
utama.
4) Kemudahan sarana transportasi
Sarana transportasi memudahkan proses pengiriman bahan baku dan hasil produksi
ke konsumen. Keuntungan PT. ASC yang terletak di pinggir jalan dan pinggir laut
adalah mudahnya pengiriman melalui jalur darat maupun jalur laut.
5) Pemasaran
6) Perizinan dan regulasi

Gambar 2.1. Layout Plant PT. Asahimas Chemical


(Sumber: PT. Asahimas Chemical)
Gambar 2.2. Lokasi PT. Asahimas Chemical
(Sumber: Google Maps)
C. Produk dan Aplikasi Produk
Pada tahun 2016, PT. ASC mampu menghasilkan produk bahan baku kimia dasar, antara
lain:
a. Caustic Soda (NaOH 48%); 647.500 ton/tahun.
b. Flake Caustic Soda (F-NaOH 98%); 52.500 ton/tahun.
c. Sodium Hypochlorite (NaClO 12%); 50.000 ton/tahun.
d. Vinyl Chloride Monomer (VCM); 900.000 ton/tahun.
e. Polyvinyl Chloride (PVC); 550.000 ton/tahun.
f. Hydrochloric Acid (HCl 33%); 290.000 ton/tahun.
Berikut ini tabel pertumbuhan produksi di PT Asahimas Chemical dari tahun 1989
1989 1992 1996 1997 2002 2012 2013 2016
NaOH 130000 135000 → 285000 → 480000 → 700000
VCM 150000 → → 400000 → → → 800000
PVC 70000 140000 240000 265000 → → → 550000
HCL 22000 42000 → 67000 → → 270000 →
NaClO 25000 → → 30000 → → 50000 →
Untuk produk Sodium Hipoklorit, aplikasi produknya adalah larutan pemutih,
pengolahan air limbah, industri farmasi, desinfektan, dan lain-lain. Untuk produk soda
kaustik dapaat digunakan sebagai deterjen, sabun, rayon, kertas, air bebas mineral,
menghilangkan kesadahan air, dan lain-lain. Aplikasi produk HCl adalah dalam proses
pemurnian air, metal pickling, biodiesel, PAC, Ferric Chloride, muriatic acid, dan lain-lain.
Untuk aplikasi produk PVC, PT. ASC memiliki sebuah ruangan aplikasi produk PVC yang
terdapat di Conference room.

Gambar 2.3. Aplikasi Produk PVC di Conference Room PT. Asahimas Chemical
(Sumber: PT. Asahimas Chemical)
BAB II

TUGAS KHUSUS DAN ANALISA

2.1 Bahan Baku

Bahan baku utama yang dibutuhkan untuk proses produksi yang dilakukan oleh PT.
ASC antara lain:
1. Etilen (Ethylene), sebanyak 200.000 ton/tahun yang dipasok dari Timur Tengah dan
domistik (PT. Chandra Asri) melalui pipa.
2. Garam Industri (Industrial Salt), sebanyak 630.000 ton/tahun yang dipasok dari
Australia dan India.
3. Tenaga Listrik, sebesar 152 MVA yang diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara
(PLN).
4. Oksigen (Oxygen), diperoleh dari PT. Air Liquid Indonesia (Alindo) dan sebagian
diproses sendiri.
5. Air Industri, diperoleh dari PT. Krakatau Tirta Industri (KTI)

Penerimaan bahan baku dan distribusi hasil produksi, dilakukan dengan menggunakan 2
cara, yaitu :
1. Transportasi laut, yaitu dengan menggunakan fasilitas pelabuhan khusus (Jetty)
yang masing-masing mempunyai kapasitas 50.000 DWT, 30.000 DWT, dan 4.000
DWT.
2. Transportasi darat, yaitu dengan fasilitas antara lain stasiun-stasiun pemuatan
barang dengan truk tangki serta kontainer-kontainer untuk kepentingan domestik
maupun ekspor.

2.2. Proses Produksi


2.2.1 Chlor Alcali Plant
Proses yang berlangsung pada Chlor Alcali Plant ini merupakan proses continous.
Pada tahap pemurnian pertama, garam dari penampung dilarutkan dalam tangki
pelarutan garam (Salt Dissolver) dengan menggunakan air industri, sehingga terbentuk
larutan NaCl ±300 g/lt. Larutan ini kemudian diumpankan ke dalam reaktor. Dengan
penambahan beberapa bahan kimia, ion-ion pengotor dalam larutan garam tersebut dinon-
aktifkan. Kemudian dimasukkan ke dalam tangki penjernihan (Clarifier), sehingga
kotorannya mengendap dan dapat dipisahkan. Larutan garam tersebut lalu disaring dengan
menggunakan saringan pasir (Sand Filter) agar diperoleh larutan yang benar-benar bebas
dari pengotor. Pada tahap pemurnian kedua, larutan garam (Brine) diumpankan ke
dalam Brine Resin Tower (Anion / Cation Bed) yang menggunakan Resin Chelatin (R-Na2).
Resin tower ini digunakan untuk mengikat ion-ion pengotor yang masih terikut dalam
larutan garam. Larutan garam yang sudah bersih ini kemudian disebut sebagai BRP
(Purified Brine).

Proses selanjutnya BRP direaksikan menggunakan proses elektrolisa (Electrolysis


Process) dengan menggunakan Ion Exchange Membrane Technology, yang biasa disebut
dengan Azec System. BRP diumpankan ke sel elektrolisa pada bagian anoda, sedangkan
pada katoda diumpankan demineralized water (WD). Di dalam sel elektrolisa terdapat
membran jenis monopolar yang hanya dapat ditembus (dilewati) oleh ion Na+. Proses
elektrolisa ini dapat terjadi dengan adanya bantuan energi listrik. Energi listrik dari PLN
diubah dari arus bolak balik (AC) menjadi arus searah (DC) dengan menggunakan Rectifier
sesuai dengan kebutuhan energi di sel elektrolisa.

Reaksi :

Hasil yang keluar dari proses elektrolisa yaitu gas Hidrogen (Hydrogen/H2), gas
Klorin (chlorine/Cl2) dan cairan Soda Api (caustic soda / NaOH) dengan konsentrasi ±32
wt%. Selanjutnya gas hidrogen digunakan sebagai bahan bakar pada furnace. Gas Klorin
digunakan untuk proses pembentukan Etilen di-klorida (EDC).
Cairan NaOH 32 wt% kemudian diuapkan (evaporasi) kandungan airnya sehingga
terbentuk cairan NaOH 48% di unit Triple Effect Evaporator. Produk yang terbentuk
kemudian disimpan di dalam tangki penampungan dan siap untuk dipasarkan. Sebagian dari
produk larutan NaOH 48% juga dipekatkan kembali untuk mendapatkan NaOH dalam
bentuk padatan (Flake) dengan konsentrasi sekitar 98%. Produk lain yaitu natrium
hipoklorit (NaClO) sebagai hasil samping, yang kemudian diperoleh dengan mereaksikan
gas klorin (Cl ) dengan caustic soda (NaOH).

2.2.2 EDC dan VCM Plant


Proses yang berlangsung pada EDC dan VCM Plant ini juga merupakan proses
continous. Pada seksi pertama Etilen di-klorida (EDC) dihasilkan dari Klorinasi langsung
(Direct Chlorination) Etilen di dalam phase cair dan pada seksi kedua melalui
Oxychlorination. Kedua reaksi tersebut adalah reaksi eksotermis. EDC yang terbentuk dari
kedua proses di atas lalu dimurnikan melalui tahapan distilasi (distilasi EDC). Pada seksi
ketiga EDC direngkah (Cracked) membentuk VCM dan HCl dengan konversi 50-55%.
Reaksi perengkahan ini adalah reaksi endotermis. EDC yang tidak bereaksi (tidak
terkonversi menjadi VCM) dipisahkan dalam unit distilasi VCM. VCM disimpan di dalam
tangki dan HCl dikembalikan ke unit Oksiklorinasi sedangkan EDC yang tidak bereaksi
dikembalikan ke dalam seksi pemurnian EDC (distilasi EDC).

a. Proses Klorinasi langsung (Direct Chlorination)

Dalam proses Klorinasi langsung EDC dihasilkan melalui reaksi antara Etilen dan
khlorin dalam phase EDC cair, melalui reaksi:

b. Proses Oksiklorinasi (Oxychlorination)


Dalam proses oksiklorinasi, EDC dihasilkan melalui reaksi antara etilen, oksigen dan
HCl. HCl didapatkan dari perengkahan VCM. Reaksi berlangsung secara eksotermal dengan
menggunakan katalis Alumina Tembaga klorida (Copper Chloride Alumina) dalam
reaktor fluidaisasi. Reaksi berlangsung pada suhu 200-300℃, sebagai berikut:

Reaksi antara gas Etilen, oksigen dan HCl berlangsung di dalam reaktor berkatalis
padat yang terfluidisasi. Gas tersebut diumpankan melalui bagian dasar reaktor dengan
menggunakan distributor gas yang didesain secara khusus. Panas reaksi digunakan untuk
menghasilkan uap panas (steam). Steam ini kemudian digunakan pada seksi yang lain
sebagai media pemanas. Gas hasil reaksi dilewatkan melalui cyclone untuk memisahkan
partikel katalis dan gas EDC, dimana partikel-partikel padat dikembalikan lagi ke dalam
reaktor. Gas kemudian didinginkan secara mendadak (quenching), dan produk EDC akan
meninggalkan quencher melalui bagian atas, kemudian di kondensasi dan dinetralisasi.
Hasil dari proses ini dinamakan Crude EDC. Untuk pemurniannya Crude EDC ini
dikirimkan ke unit distilasi EDC.
c. Proses Perengkahan EDC

EDC kemudian dikirimkan ke seksi VCM plant untuk diproses selanjutnya dengan o
pemecahan rantai sehingga terbentuk VCM dan HCl. Reaksi terjadi pada ±500 C.
Pemanasan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar LPG dan gas Hidrogen.

EDC direngkah (Cracked) membentuk VCM dan HCl dengan konversi 50- 55%
terhadap EDC. EDC yang tidak bereaksi dipisahkan dalam unit distilasi VCM. VCM
disimpan di dalam tangki dan HCl dikembalikan ke dalam unit Oksiklorinasi sedangkan
EDC yang tidak bereaksi dikembalikan ke dalam seksi distilasi EDC. Sebagian HCl gas
juga dikirimkan ke HCl plant untuk dijadikan HCl 33% Wt. Di ASC terdapat 3 unit HCl
plant; 2 unit di C/A plant dan 1 unit di VCM plant.

2.2.3 PVC Plant


Berbeda dari dua plant sebelumnya, proses yang berlangsung pada PVC Plant
merupakan proses batch. Keseluruhan pabrik PVC yang ada di ASC menggunakan Proses
Suspensi yang paling banyak digunakan oleh pabrik di seluruh dunia. Teknologi ini
merupakan teknologi CHISSO Jepang, yang telah dikembangkan oleh CHISSO sejak 1939.

Pembuatan PVC terdiri dari lima (5) seksi yaitu:


a. Polimerisasi (Polymerization)

VCM yang dihasilkan dari plant VCM dipolimerisasikan di dalam reaktor sistem
Batch (curah). Bahan baku polimerisasi yaitu VCM, air non mineral (Deminarelized water),
Katalis / Inhibitor, Suspending Agent (SA) dan bahan – bahan additive tertentu dimasukkan
ke dalam reaktor bebas udara. Reaksi polimerisasi terjadi pada temperatur yang
konstan, kemudian slurry (bubur PVC) dikeluarkan dari reaktor.

b. VCM Striping (Demonomer)


Demonomer merupakan proses pemisahan VCM yang tidak bereaksi dari bubur
PVC dengan tujuan menghilangkan kandungan VCM dalam resin PVC ke batas yang
dibutuhkan oleh spesifikasi. Gas VCM yang terpisahkan dikirimkan ke gas holder untuk
diproses kembali di unit Recovery VCM.
c. Pengeringan (Drying)
PVC yang bebas VCM kemudian dikeringkan dan diayak. Kemudian dipindahkan
kedalam silo untuk pengepakan dan penyimpanan.

d. Recovery VCM
Pada proses VCM yang tidak bereaksi baik dari seksi polimerisasi maupun seksi
demonomer diproses kembali sehingga membentuk cairan VCM. Cairan VCM kemudian
disimpan dan dapat digunakan kembali sebagai bahan baku.

e. Pengepakan (Bagging)
Pada bagian ini proses pengemasan produk PVC dilakukan kedalam kantong
kemasan (bag) dalam ukuran 25 kg dan 600 kg. ASC juga menyediakan kemasan curah
dalam bentuk peti kemas (container). Produk PVC yang dihasilkan ASC dikenal dengan
nama ASNYL.

2.2.3 Proses Pendukung (Utility Plant)


Utility Plant adalah suatu unit produksi yang bertugas menyediakan kebutuhan
material penunjang proses produksi di dalam pabrik. Terdapat beberapa unit-unit produksi
dalam utility plant, yaitu:

2.2.3.1 Water Treatment Unit (Unit Pengolahan Air)


Terdapat dua proses utama dalam utility plant, yaitu proses penyaringan (Filtration)
dan proses demineralisasi.

a. Unit Penyaringan
Pada proses penyaringan, raw water disaring melalui sand filter (saringan pasir)
untuk menghilangkan suspended solid. Air kemudian dialirkan melalui carbon active untuk
mengurangi kandungan organik dan menghilangkan sisa Klorine bebas (residual free
Chlorine). Produk dari unit ini berupa Industrial Water (WI) yang disimpan dalam tangki
atmospherik.

b. Demineralizer Unit
Air hasil unit penyaringan (industrial water) digunakan sebagai bahan baku
pada proses ini. Terdapat tiga unit resin penukar ion di dalam proses demineralization, yaitu
cation exchange tower, vacuum degassifier dan anion exchange tower. Produk dari unit ini
adalah demineralize Water (WD) dan disimpan dalam tangki khusus WD. Baik filtration
unit maupun demineralizer unit perlu dilakukan proses backwash dan regenerasi untuk
mempertahankan daya gunanya. Di samping dua produk air diatas, Utility Plant juga
mensuplai Portable Water (WN). Portable Water (WN) digunakan untuk kebutuhan sanitasi
(MCK) dan juga menyediakan kebutuhan air untuk kegiatan pemadaman kebakaran.

2.2.3.2 Air Separation Unit


Unit ini memproduksi oksigen (O2) dan nitrogen (N2) dalam bentuk gas dan cair.
Udara umpan setelah dikompresi dialirkan melalui suatu adsorber untuk menghilangkan
uap air dan gas CO2, kemudian dikirim ke unit distilasi untuk memisahkan campuran
oksigen (O2) dan nitrogen (N2). Unit ini didesain mampu menghasilkan Oksigen dengan
kemurnian yang tinggi sebagai salah satu bahan baku VCM plant pada reaktor OHC. Gas
Nitrogen juga digunakan sebagai inert gas pada pembilasan jalur/pipa gas yang mudah
terbakar atau sealing gas pada tangki-tangki EDC maupun WD. Di samping itu juga
dipergunakan untuk pengujian kebocoran alat atau pipa.

2.2.3.3 Plant Air dan Instrument Air Unit


Unit ini menghasilkan udara dengan tekanan 5–6 kg/cm2G melalui proses kompresi
udara luar. Udara tekan ini digunakan terutama untuk menghasilkan Air Instrument (AI)
melalui proses adsorsi uap air dengan alumina gel (adsorbent). Air Instrument (AI)
digunakan untuk menggerakan alat-alat instrumentasi (Control Valve) pada plant.
Disamping untuk menghasilkan AI, udara tekan juga digunakan untuk beberapa
kebutuhan lain seperti pembersihan peralatan, bubbling (aerasi) suatu pit (bak penampung),
juga ada pula untuk kebutuhan proses seperti proses Air Burning di VCM Cracker, atomizer
pembakaran bahan bakar di boiler atau di incinerator, dan lain-lain.
2.2.3.4 Steam Generator
Steam (uap panas) yang dihasilkan oleh utility plant terdiri dari beberapa jenis
berdasarkan tekanannya:
a Steam High Pressure (SHP), dengan tekanan 14 kg/cm2.G
b Steam Medium pressure (SMP), dengan tekanan 11 kg/cm2.G
c Steam Low Pressure (SLP), dengan tekanan 4 kg/cm2.G
d Steam Low – low pressure (SLLP), dengan tekanan 2 kg/cm2.
Steam tersebut dihasilkan oleh 3 buah Packed Boiler yang kapasitas operasinya
tergantung dari kebutuhan pabrik pemakainya.
2.2.3.5 Air Pendingin (Cooling Water)
Ada dua jenis cooling water yang dioperasikan di Utility, berdasarkan
prosesnya, yaitu:
a. Close Cooling Water (WKS)
Close Cooling water system digunakan sebagai pendingin di plant VCM II dan CA
II/III. Air pendingin disirkulasikan ke user dengan menggunakan pompa sirkulasi dan panas
yang diserap oleh air pendingin ini ditransfer ke pendingin air laut, melalui plate and
frame heat exchanger (HE).
b. Open Cooling Water (WCS)
Open Cooling water didesain tersendiri dari cooling tower dan pompa sirkulasi
sehingga dapat memenuhi kebutuhan air pendingin ke beberapa pabrik diantaranya untuk
pendingin kompresor, pompa, dan peralatan – peralatan yang beroperasi saat power failure
(listrik padam).
Utility plant juga menyediakan air pendingin dari air laut (WSS/sea water supply).
Pendingin air laut ini dipompa dan didistribusikani sebagai pendingin dan air laut panas
setelah digunakan akan dikembalikan ke laut.

2.2.3.6 Penyediaan Bahan Bakar


Fuel facility, berfungsi untuk menampung atau menerima bahan bakar (fuel oil)
dan LPG dari lorry, menyimpan dan mendistribusikan ke semua pemakai.
Ada beberapa bahan bakar yang ditangani oleh Utility department, yaitu:
a. Industrial Diesel Oil (IDO) b. Heavy Oil (HVO)
c. LPG
IDO dan HVO digunakan sebagai bahan bakar di boiler dan LPG sebagian besar digunakan
untuk VCM cracker, penggunaan lain LPG adalah di incinerator, kantin dan boiler untuk
pilot burner utility juga bertugas untuk mengolah dan memonitor semua limbah yang
dihasilkan oleh pabrik-pabrik lainnya. Unit pengolahan limbah yang dipergunakan untuk
memproses limbah tersebut sehingga aman bagi lingkungan. Selain di kontrol secara
internal, dari Pemerintah melalui Badan Pembina Lingkungan secara reguler melakukan
pengontrolan terhadap limbah yang dihasilkan PT.ASC. Dengan teknologi, fasilitas dan
aktivitas yang telah diterapkan terjadinya pencemaran lingkungan dapat diantisipasi.
Instalasi pengolahan limbah ASC terbagi menjadi beberapa bagian antara lain:
a. Instalasi Pengolahan Air Limbah (WWT)
b. Instalasi Pengolahan Limbah Padat (SWI)
c. Instalasi Pengolahan Limbah Gas.
Pengolahan limbah pabrik baik untuk limbah cair maupun limbah gas dioperasikan
dan dikontrol secara seksama sesuai dengan standard yang ditentukan, sehingga pencemaran
yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya dapat terhindarkan.
Hal ini dibuktikan dengan pencapaian standard mutu lingkungan ISO 14001. Semua fasilitas
produksi pabrik ASC dilengkapi dengan teknologi canggih dan mutakhir. Semua
pengoperasian masing-masing dikontrol secara otomatis dengan menggunakan Distributed
Control System (DCS).
2.2.3.7 Quality Assurance

Sejak dimulainya produksi secara komersil, ASC dapat menerobos pangsa pasar
baik dalam negeri maupun mengekspor ke negara-negara ASEAN, Australia, China, dan
Timur Tengah. Guna memenuhi permintaan pasar serta memperkuat daya saing, ASC
melaksanakan pengendalian mutu produknya secara prima. Penggendalian mutu produk
ASC dilakukan dengan teknologi yang canggih dalam laboratorium berfasilitas yang
modern dan lengkap. Kualitas dan Mutu diatur sebaik mungkin dan ASC telah mendapatkan
standar mutu ISO 9001.

Quality Assurance (QA) mempunyai tugas utama untuk mendukung Divisi Produksi
dalam memenuhi standar mutu. Standar mutu yang diatur berupa bahan baku dan produk
akhir yang dihasilkan sebelum dikirim kepada pelanggan. Selain itu, QA juga membantu
menganalisis parameter produk in-process dan memantau parameter limbah yang dihasilkan
oleh PT ASC agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Metode analisis yang digunakan dalam QA mulai dari analisis kimiawi sederhana
(seperti titrimetri, gravimetri, dan kolorimetri), sampai analisis yang menggunakan
instrumen sebagai alat bantunya (seperti Spektrofotometer (UV-VIS, AAS, ICPS),
Kromatografi Ion, Kromatografi Gas, dan Laser). Kemampuan deteksi alat yang dipakai
beragam, bahkan ada yang sampai level ppb (part per billion, atau 1 bagian per milyar).
Alat-alat ini dijaga tingkat reliabilitasnya dengan cara dikalibrasi secara periodik.

Ada pun metode analisis yang digunakan juga mengacu pada metode standar
nasional dan internasional yang telah diakui seperti SNI, JIS, dan ASTM. Dalam kondisi
tertentu, dengan mempertimbangkan kondisi contoh, pengembangan metode analisis juga
sering dilakukan sendiri.
Dalam hal pelaporan hasil analisis, QA telah menggunakan sistem jaringan
komputer perusahaan (APIC) sehingga hasil analisis dapat segera diketahui (real on time).
Demikian juga pengendalian produk akhir yang telah menggunakan sistem komputer
database AS-400, di mana QA memastikan bahwa hanya produk akhir yang telah memenuhi
baku mutu produk yang dapat dikirim kepada pelanggan.

Untuk meningkatkan sumber daya manusia karyawan yang ada, QA selalu


berusaha mengirimkan karyawan tersebut untuk ikut dalam pelatihan baik internal
ataupun external dan juga ikut dalam seminar- seminar yang berhubungan dengan pekerjaan
sehari-hari.

Untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional, sejak pertengahan tahun


1997 PT Asahimas Chemical telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001. Dengan
demikian semua prosedur analisis kimia di QA sudah baku. Supaya prosedur analisis kimia
tersebut selalu up to date, prosedur tersebut di-review secara berkala apakah masih tetap
valid atau tidak lalu dilakukan revisi bila dianggap perlu. Demikian juga dalam hal
pemeliharaan peralatan laboratorium sudah teratur sesuai dengan sistem yang digariskan
dalam ISO 9001 tersebut.

Semua peralatan laboratorium sudah dibuat pengkategorian, apakah peralatan


tersebut butuh kalibrasi atau tidak. Peralatan yang butuh kalibrasi dibuatkan jadwal
kalibrasi dengan frekuensi sesuai dengan kebutuhan. Dan bagi peralatan yang tidak perlu
dikalibrasi, dibuatkan jadwal pemeriksaan rutin dengan frekuensi sesuai dengan kebutuhan.
Dari segi jumlah peralatan sudah sangat memadai, sehingga tidak pernah ada aktivitas analis
kimia yang tertunda akibat dari adanya peralatan laboratorium yang mengalami masalah.

Demikian juga halnya dengan ketersediaan consumable material sehari-hari untuk


laboratorium, seperti chemical reagent, laboratory gas dan spare parts. Dengan hubungan
yang baik antara PT Asahimas Chemical dan para vendo/ supplier, keterjaminan persediaan
consumable material tersebut selalu terpenuhi.

2.3 Hasil Produksi

Dari bahan baku yang telah diproses, PT. ASC mampu menghasilkan produk bahan
baku kimia dasar, antara lain:

1. Caustic Soda (NaOH); 370.000 ton/tahun.


2. Flake Caustic Soda (F-NaOH); 30.000 ton/tahun.

3. Sodium Hypochlorite (NaClO); 25.000 ton/tahun.

4. Vinyl Chloride Monomer (VCM); 400.000 ton/tahun.

5. Polyvinyl Chloride (PVC); 285.000 ton/tahun.

6. Hydrochloric Acid (HCl); 67.000 ton/tahun.

2.4. Pengolahan Limbah

Limbah yang dihasilkan PT Asahimas Chemical dibagi menjadi tiga jenis yakni
jenis cair, padat dan gas. Limbah cair PT Asahimas Chemical mengandung senyawa
organik, sedangkan limbah jenis padat yakni coke yang berasal dari unit cracking EDC
ditemukan mengendap membentuk kerak pada furnance dan limbah tarr ditemukan dalam
bentuk lumpur yang mengandung senyawa tembaga. Limbah gas biasanya mengandung
senyawa klorin (Cl2) dan HCl yang harus diolah lebih lanjut dalam unit inicinerator.

2.4.1 Pengolahan Limbah Gas

Limbah gas dihasilkan dari buangan unit operasi boiler, furnace, incinerator, dan
absorber/stripper dari unit produksi dan diolah menggunakan kolom absorber. Secara
lebih khusus, pengolahan limbah pada Plant PVC-2 dilakukan 600, waste water treatment
dan unit incinerator pada seksi 800, dan HCl recovery.

Gas klorin (limbah utama) diabsorb menggunakan cairan reflux yang mengandung
NaOH untuk menjaga pH pada range 6-8 dan Na2S2O3 untuk mengabsorp kandungan
klorin. Selain itu, terdapat sistem koleksi gas buang untuk mengumpulkan semua gas
buang yang mengandung VCM, HCl, klorin maupun chlorinated organic dan
mengirimkannya ke atmospheric vent scrubber untuk menghilangkan HCl. Air laut
sebagai utility unit scrubber harus cukup untuk membasahi packing agar penyerapan HCl
bisa optimum.

2.4.2 Pengolahan Limbah Padat

Tujuan pengolahan limbah ini adalah membakar tarr (chlorinated hydrocarbon)


yang merupakan produk samping dari proses pabrik VCM-1 dari hasil cracking EDC.
Pengolahan limbah ini dilakukan dengan mencampur tarr dengan bubuk gergaji agar tidak
ada tarr. Hasil pembakaran berupa gas CO2, H2O, HCl dan abu. Gas HCl ini kemudian
diubah menjadi liquid menggunakan unit quenching.
2.4.3 Pengolahan Limbah Cair

Limbah cair diolah dalam unit waste water treatment yang dibagi menjadi 7 line
seperti pada Gambar dibawah ini

Gambar Diagram Penanganan Limbah ASC


(Sumber: ASC, 2015)

Line 1. Air Tanah (Ground Water)

Sumber: Limbah air yang terserap dalam tanah di sekitar pabrik dan air hujan

Senyawa organik yang ada berupa EDC, Tri Chloro Ethylene, VCM, dll dengan
total organik 50 ppm . Karena efek tidak begitu besar maka hanya diatur keasamannya
saja agar netral di jangkauan pH 6-9.

Proses Pengolahan Limbah: Limbah dari air tanah dan air hujan dikirim ke
kolam buffer , lalu ke kolam aerasi untuk menghilangkan senyawa organik. Setelah itu
dikirim ke selokan untuk dicampur dengan limbah yang sudah diolah lainnya.

Line 2. Limbah Basa Organik yang mengandung Tembaga

Sumber: Limbah berasal dari VCM -1 yang berisi tembaga, senyawa organik, COD.
Umpan yang masuk ke line 2 memiliki komposisi COD 1800 ppm, Cu 23 ppm,
senyawa organik 49 ppm, SS 1037 ppm dan keasaman 12 . Kemudian setelah melewati
tahap ini komposisi sludge menjadi 10 ppm senyawa organik, 440 ppm COD, 45 ppm SS
dan 0,9 ppm Cu. (Reff: ASC – WWT Project Mass Balance)

Proses Pengolahan Limbah: Limbah dari VCM-1 dikirim ke kolam aerasi lalu
dikirim ke tangki aerasi untuk mengendapkan SS khususnya kandungan tembaga melalui
proses pengendapan flokulan. Fliltrat dialirkan ke PIT untuk mengurangi COD lagi lalu
dicampur dengan lumpur lain kemudian disaring dalam filter untuk memisahkan cake.

Line 3. WD Regenerasi

Sumber: Limbah generasi WD

Kandungan organik cukup rendah yakni sekitar 3 ppm dengan kandungan COD
juga sekitar 20 ppm . Tingkat keasaman yang tinggi (pH 6,5 – 8,5) dan kandungan SS
1000 ppm harus diturunkan menjadi 30 ppm. (Reff: ASC - WWT Project Mass Balance)

Proses Pengolahan Limbah: Limbah generasi WD ditampung di dalam kolam


untuk dinetralisasi. Setelah kadar keasaman sesuai lalu dikeluarkan lewat selokan.
Biasanya kandungan SS yang masih ada dalam limbah harus dikirim ke line 6-1 untuk
dilakukan pengolahan lanjut.

Line 4. Limbah Cair Asam Organik

Sumber: Limbah dari VCM-1 lim

Total limbah yang masuk memiliki kandungan senyawa organik 300 ppm , SS
265 ppm dan COD 50,4 ppm dan keasaman yang tinggi. Keluaran yang diharapkan
memiliki komposisi senyawa organik maksimal 0,005 ppm.

Proses Pengolahan Limbah: Limbah asam ditampung dalam kolam untuk


dinetralkan melalui penambahan NaOH hingga pH 5-7. Setelah itu limbah dikirim ke kolom
destilasi untuk memisahkan limbah organiknya. Zat organiknya lalu ditransfer ke VCM-1
sedangkan sisa air sebagai refluks untuk kolom destilasi. Limbah yang sudah didestilasi lalu
dikirim ke pengolahan berikutnya yakni unit netralisasi dan clarifier (line-5).

Line 5 dan line 6-1 Organic Acid Waste Water dan Old Incine Scrubbing

Sumber: Limbah HCl 19%, SWI (Solid Waste Incinerator), air HCl scrubbing pembakaran.
Umpan limbah dengan kandungan sejumlah Fe, SS, dan Cu, dengan total 605 ppm
, jumlah senyawa organik kurang dari 5 ppm. Setelah proses dari line ini kemudian hasilnya
tidak lebih dari 50 ppm dengan pH netral. (Reff: ASC - WWT Project Mass Balance)

Proses Pengolahan Limbah: limbah dari pendinginan HCl 19%, SWI dan limbah
dari line 5 dikirim ke kolam dan dicampur dengan limbah dari line 6-1 untuk diatur
keasamannya. Kemudian limbah dikoagulasikan menggunakan polimer, dikumpulkan jadi
satu dengan idari line 2 untuk diolah sebagai limbah industri melalui proses dehidrasi.
Cairan ini kemudian diatur pH-nya agar sesuai.

Line 6-2 C/A Slurry

Sumber: Umpan limbah dengan kandungan COD (>700 ppm) dan senyawa lain berupa
seperti NaCl, NaHCO3, NaSO4 dalam suasana basa. Setelah pengolahan diharapkan
limbah berkurang menjadi 300 ppm dan netral.

Proses Pengolahan Limbah: Limbah VCM-2 dengan kandungan COD dioksidasi


melalui kontrol pH dengan ditambahkan NaClO. Sisa NaClO ditangkap dengan Na2SO3
dan sebelum dibuang, diatur pH-nya menggunakan NaOH.

2.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

PT. Asahimas Chemical merupakan pabrik petrokimia yang terpadu yang


mempunyai risiko cukup besar terhadap terjadinya kebakaran karena adanya bahan-bahan
kimia yang mudah terbakar di lingkungan pabrik, seperti Ethylene, VCM, EDC, Hydrogen
dan LPG. Selain itu terdapat juga bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan
dan membahayakan keselamatan manusia seperti gas Chlorine, VCM, EDC, Soda
Kaustik, Asam Sulfat, Asam Klorida dan Sodium Hipoklorit (NaClO).

Oleh sebab itu, upaya pencegahan terhadap kebakaran dan kecelakaan perlu
dilakukan sebagai perlindungan bagi tenaga kerja maupun asset perusahaan serta
lingkungan sekitarnya, seperti tertuang dalam Undang-Undang No 1 tahun 1970, tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bahwa pengusaha/perusahaan wajib melindungi tenaga
kerja dan orang yang berada di lingkungannya dari kecelakaan dan gangguan kesehatan
serta menggunakan sumber-sumber produksi secara aman dan efisien.

Untuk memenuhi Undang-undang tersebut, PT. ASC menerapkan Sistem


Manajemen K3 (SMK3) yang mengacu kepada PER 05/MEN/1996 dan membentuk Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang didasarkan pada PER
04/Men/1987 di mana Departemen Safety & Health bertindak sebagai sekretariatnya.

Untuk itu dibuat beberapa program kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja,
yang masing-masing kegiatan mempunyai tujuan dan sasaran tertentu dan melibatkan
seluruh pihak, antara lain:

Safety Management Committee Meeting (SMCM) yang merupakan rapat bulanan


manajemen untuk membahas laporan kecelakaan kerja serta safety performance selama
sebulan dan member arahan pelaksanaan program K3; Safety Coordinator Meeting yang
merupakan forum komunikasi para Safety Coordinator lintas departemen untuk
membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan K3;

Joint Safety Patrol (JSP) sebulan sekali dan Regular Joint Patrol (RJP) setiap hari
2 kali (jam 10:00 & 15:00) untuk mencari tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman di
area kerja serta potensi pencemaran yang ada agar dapat diambil tindakan perbaikan;

Emergency Response Drill untuk melatih keterampilan karyawan dalam


menghadapi kejadian darurat, dilakukan sebulan sekali (level 1 – tingkat departemen) dan
setahun sekali (level 2 – tingkat pabrik);

Safety Orientation yang merupakan pemberian materi tentang safety &


environment kepada Business Partner (Kontraktor), dengan agar mereka tahu bagaimana
cara bekerja secara aman, mengetahui apa yang harus dilakukan bila terjadi keadaan
darurat, dan dapat menilai potensi bahaya di area kerjanya serta tidak mencemari
lingkungan.

Dalam hal Kesehatan Kerja, juga dilakukan beberapa kegiatan yang bertujuan
memantau kondisi lingkungan kerja dan kesehatan karyawan, antara lain Walk Through
Survey (WTS) dengan maksud mengidentifikasi potensi bahaya fisika, kimia, dan biologi
yang dapat mengganggu kesehatan pekerja di tempat kerja, Pengukuran Parameter
Lingkungan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Karyawan tahunan (Medical Check Up), dan
Pelatihan tentang Hygiene Industri untuk membangun kesadaran kepada semua karyawan
untuk bekerja dengan baik dan benar,terutama dalam penanganan bahan kimia.

2.6 Pertanyaan dan Jawaban Selama Kunjungan


1. Pertanyaan : Atas dasar apa pabrik ini membuat produk dengan konsentrasi
dan kapasitas tertentu?
Jawaban : Atas dasar permintaan pasar berapa banyak yang dibutuhkan
dan berapa konsentrasinya.
2. Pertanyaan : Di pabrik ini digunakan air laut sebagai pendingin untuk
proses. Apakah air laut yang digunakan langsung pakai atau di proses terlebih
dahulu? Jika tidak apakah tidak menimbulkan kerusakan terhadap alat seperti
scalling?
Jawaban : Untuk air laut sebagai air proses tidak diproses alias langsung
dipakai. Untuk mencegah terjadinya scalling, pabrik ini menggunakan material
yang kualitasnya bagus pada peralatannya.
3. Pertanyaan : Pada plant Chlor-Alkali digunakan proses elektrolisa untuk
menghasilkan produk. Apakah ada pengaruh besar atau tidaknya listrik yang
di supply terhadap kualitas produk yang dihasilkan?
Jawaban : Supply listrik harus besar dan stabil dalam proses ini. Jika
tidak maka kualitas produk akan menurun.
4. Pertanyaan : Bahan bakar apa yang digunakan di pabrik ini?
Jawaban : Bahan bakar yang digunakan yaitu Natural Gas dan ada juga
burner yang menggunakan dual fuel sehingga bisa menggunakan H2 dan
Natural Gas.
5. Pertanyaan : Bagaimana pengolahan limbah di pabrik ini?
Jawaban : Limbah yang berupa gas dibakar di incenerator atau di
masukkan ke scrubbing tower sebelum dibuang ke udara bebas. Limbah cair
diolah di pengolahan limbah cair PT Asahimas Chemical kemudian dibuang
ke laut. Sedangkan limbah padat dibakar di incinerator dengan temperatur
1450°C -2100°C dan ada juga yang dijual ke pabrik semen.
6. Pertanyaan : Pada salah satu proses ada yang menggunakan membran,
tujuan digunakan membran tersebut adalah?
Jawaban : Membran digunakan untuk menyaring Cl2 dan meneruskan
Na+ agar menjadi NaOH
7. Pertanyaan : Apa keunggulan produk dari PT Asahimas Chemical dan
bagaimana PT Asahimas Chemical bersaing dengan pabrik PVC lainnya?
Jawaban : PVC dari PT Asahimas Chemical mempunyai 5 grade yang
berbeda, kandungan R-VCM di PVC Asahimas paling rendah serta lifecycle
PVC.
8. Pertanyaan : Kenapa garam industri yang digunakan oleh PT Asahimas
harus impor dari Australia dan India?
Jawaban : Karena kebijakan pemerintah
9. Pertanyaan : Pada VCM Process terdapat dua proses yaitu direct
chlorination dan oxychlorination, apa perbedaannya?
Jawaban : Berdasarkan bahan baku dan reaksi sudah berbeda, namun
penggunaan oxychlorinaytion dimaksudkan untuk memanfaatkan HCl yang
terbentuk dari proses cracking EDC, proses oxychlorination menghasilkan
limbah cair yang nantinya akan di treatment khusus di unit pengolahan limbah.
BAB III

KESIMPULAN

1. Pabrik PT. Asahimas Chemical yang terletak di Cilegon memiliki tiga proses, yakni
proses Klor Alkali (Chlor Alkali) yang menghasilkan kaustik soda, proses EDC/VCM
yang menghasilkan monomer vinil klorida (VCM), dan proses PVC yang menghasilkan
polivinil klorida (PVC)

2. Bahan baku utama PT. Asahimas Chemical terdiri dari garam industri, etilen, gas klorin,
oksigen, air industry dan energy listrik sedangkan bahan baku penunjangnya terdiri dari
asam klorida, Katalis LP-EDC, dan Katalis OHC-EDC.
3. Caustic soda (NaOH), Ethylene Dichloride (EDC), Vinyl Chloride Monomer (VCM),
Polyvinyl Chloride (PVC), Hydrochloride Acid (HCI), dan Sodium Hypochlorite
(NaClO) merupakan bahan kimia dasar yang di produksi oleh PT. Asahimas Chemical.
4. PT. ASC merupakan sebuah pabrik terpadu (integrated plant) dimana produk yang
dihasilkan saling berkaitan dan digunakan pada proses-proses selanjutnya. Apabila
sebagian dari plant dalam kompleks tersebut mati akibat gangguan tertentu, maka semua
kompleks akan terkena dampaknya.
5. Sistem Utilitas yang digunakan oleh PT. Asahimas Chemical antara lain, sistem
penyediaan air, sistem penyediaan steam, sistem penyediaan bahan bakar, sistem
penyediaan tenaga listrik, dan sistem penyediaan udara bertekanan.
6. Limbah gas dihasilkan dari buangan unit operasi boiler, furnace, incinerator, dan
absorber/stripper dari unit produksi dan diolah menggunakan kolom scrubber.
Pengolahan limbah padat adalah dengan membakar tarr (chlorinated hydrocarbon) yang
merupakan produk samping dari proses pabrik VCM-1 dari hasil cracking EDC. Limbah
cair diolah dalam unit waste water treatment yang dibagi menjadi 7 line.
LAMPIRAN

1. FLOWSHEET

Gambar 1. Flow Chart Chlor Alkali Process

Gambar 2. Flow Chart HCl Process


Gambar 3. Flow Chart NaOCl Process

Gambar 4. Flow Chart VCM Process


Gambar 5. Flow Chart PVC Process

Anda mungkin juga menyukai