Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Fitokimia
Fitokimia merupakan kajian ilmu yang mempelajari sifat dan interaksi senyawaan
kimia metabolit sekunder dalam tumbuhan. Keberadaan metabolit sekunder ini sangat
penting bagi tumbuhan untuk dapat mempertahankan dirinya dari makhluk hidup lainnya,
mengundang kehadiran serangga untuk membantu penyerbukan dan lain-lain. Metabolit
sekunder juga memiliki manfaat bagi makhluk hidup lainnya (tatang, 2019).
Menurut Robinson (1991) alasan melakukan uji fitokimia adalah untuk
menetukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang
ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologis. Pemanfaatan
prosedur uji fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan dalam semua cabang ilmu
tumbuhan. Meskipun cara ini penting dalam semua telaah kimia dan biokimia juga telah
dimanfaatkan dalam kajian biologis.
Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari
metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan
secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahannya
(Moelyono, 1996).
2.1.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat tertentu,
terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Pada
umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada
kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran, biasanya air dan yang
lainnya pelarut organik. Bahan yang akan diekstrak biasanya berupa bahan kering yang
telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring, 2007).
Extractio berasal dari perkataan “extrahere”, “to draw out”, menarik sari yaitu
suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya zat berkhasiat
tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah (Syamsuni, 2017). Ekstrak adalah
sediaan kering, kental atau cair di buat dengan menyari simplisia nabati atau hewani
menurut cara yang sesuai, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Tiwari et al.,
2017).
Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan
ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah di
tetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari
tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya
(Tiwari et al., 2017).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel
tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi
senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang
memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama (Mukhriani, 2014).

Ekstraksi tanaman tergantung pada kelarutan komponen dari tanaman dalam


pelarut. Penambahan pelarut pada suatu bahan didasarkan pada sifat melarutkan dari
pelarut yang digunakan dan sifat komponen yang dilarutkan. Senyawa yang bersifat
polar, cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa yang bersifat non-polar
cenderung larut pada pelarut nonpolar (Taroreh dkk, 2015).

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan


menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang
diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Secara garis besar, proses pemisahan
secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu (Wilson, et al., 2000). :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya
melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fase
ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Tujuan ekstraksi bahan
alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini
didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut (Depkes RI, 2000).
Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut. Komponen kimia
yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung
senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik (Adrian, 2000). Menurut
Marjoni (2016), Ekstrak dapat dikelompokkan atas dasar sifatnya antara lain:
1. Ekstrak cair Adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam dan masih mengandung
pelarut.
2. Ekstrak Kental Adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dan
sudah tidak mengandung cairan pelarut lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada
suhu kamar.
3. Ekstrak Kering Adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dan tidak
lagi mengandung pelarut dan berbentuk padat (kering).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung
zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan
berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan
antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Adrian, 2000).
Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan metode
pemisahan atau pengambilan zat terlarut dala m larutan (biasanya dalam air) dengan
menggunakan pelarut lain (biasanya organik) (Khamidinal,2009).
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) di antara dua
fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan
secara cepat dan “bersih” baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini juga
dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro.Selain untuk kepentingan analisis
kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif dalam
bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan
dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat ekstraksi soxhlet sampai yang
paling rumit berupa alat “Counter Current Craig” (Khamidinal,2009).
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi dibedakan
menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair (Yazid ,2005).
1. Ekstraksi padat-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang
berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha
mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di dalam bahan alam seperti steroid,
hormon, antibiotika dan lipida pada biji-bijian.
2. Ekstraksi cair-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang
berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak
dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod atau logam-logam tertentu dalam
larutan air.
2.1.3 Kromatografi
Kromatografi adalah metode pemisahan dengan memanipulasi sifat fisik
penyusun campuran dimana komponen-komponen-komponen yang dipisahkan
didistribusikan diantara dua fase, salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stasioner
dengan permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fase gerak atau mobile. Sifat fisik
yang dimanipulasi yaitu partisi, adsorpsi, dan volatilisasi. Fase stasioner dalam
kromatografi dapat berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase gerak dapat berupa
cairan maupun gas. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang
merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan fase diam akan
cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang berikatan lemah
(Sastrohamidjojo, 2004).
Prinsip kromatografi adsorpsi yaitu memisahkan komponen secara selektif
berdasarkan sifat fisik adsobrs dengan fase stationer berupa adsorben alumina yang
mengisi kolom dan fase mobile PE-aseton dengan perbandingan 10:1. Kecepatan
pergerakan suatu komponen tergantung pada kemampuannya untuk tertahan atau
terhambat oleh penyerap di dalam kolom (Sastrohamidjojo, 2004).
Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Tswett, seorang ahli
botani Rusia, pada tahun 1906. Kromatografi berkembang dengan pesat setelah Archer
John Porter Martin dan Richard Laurence Millington Synge menemukan prinsip dan
teknik dasar kromatografi partisi, sehingga pada tahun 1952 mereka menerima hadiah
nobel. Kromatografi berasal dari bahasa Yunani Kromatos yang berarti warna dan
Graphos yang berarti menulis. Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan
pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tinggal pada
system dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya, dinamakan fasa gerak, memperkolasi
melalui celah-celah fasa diam. Gerakan fasa menyebabkan perbedaan migrasi dari
penyusun cuplikan. Metode ini sangat bermanfaat dalam pemisahan suatu bahan alam
kompleks seperti klorofil dan karotenoid (Raymond ,2003).
2.1.4 Kromatografi Kolom Gravitasi
Kromatografi kolom termasuk kromatografi serapan yang sering disebut
kromatografi elusi, karena senyawa yang akan terpisah akan terelusi dari kolom. Kolom
kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan gelas penyaring di
dalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang akan dipisahkan. Untuk
menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat digunakan glass woll atau
kapas (Hardjono S., 1985).
Kromatografi kolom dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada prinsipnya
hampir sama. Apabila suatu cuplikan yang merupakan campuran dari beberapa komponen
dimasukkan melalui bagian atas kolom, maka komponen yang diserap lemah oleh
adsorben akan keluar lebih cepat bersama eluen, sedangkan komponen yang diserap kuat
akan keluar lebih lama (Hardjono S., 1985).
KKG termasuk jenis teknik Kromatografi yang paling awal dikembangkan dan
termasuk kromatografi serapan yang sering disebut kromatografi elusi. Kolom
kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan gelas penyaring di
dalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang akan dipisahkan. Untuk
menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat digunakan glass woll atau
kapas (Sastrohamdjojo ,2002).
Zat-zat aktif yang digunakan sebagai penyerap dalam kromatografi kolom sering
merupakan katalisator yang baik, ini merupakan bahaya yang perlu mendapat perhatian.
Alumina, terutama bila bersifat alkali, sering menyebabkan perubahan kimia dan
menimbulkan reaksi-reaksi, sebagai contoh dapat menyebabkan kondensasi dari aldehida-
aldehida dan keton-keton, sehingga bila hal ini terjadi maka harus menggunakan alumina
yang bersifat netral. Silika gel dapat menyebabkan isomerisasi dari berbagai senyawa-
senyawa seperti terpen dan sterol (Hardjono S., 1985 : 10).
Dalam dunia sains, analisis kimia merupakan salah satu aspek penting dalam
mempelajari sifat berbagai zat. Salah satu yang paling banyak digunakan untuk analisis
kimia adalah teknik kromatografi. Dengan teknik ini, zat dapat dipisahkan menurut sifat
spesifiknya yang tampak dari visualisasi warna. Terdapat berbagai macam teknik
kromatografi antara lain : Kromatografi Lapisan Tipis (KLT), Kromatografi Kolom
Gravitasi (KKG), Kromatografi Gas (KG), dan yang paling terkini adalah Kromatografi
Cairan Kinerja Tinggi (KCKT). Dari berbagai teknik ini, KLT dan KKG paling sering
digunakan untuk analisis dasar di laboratorium mengingat biayanya yang tidak terlalu
mahal dan teknik preparasi yang lebih sederhana, dibandingkan dengan KG dan KCKT
(Sastrohamdjojo, 2002).
Pada Kromatrografi kolom, kolomnya diisi dengan bahan seperti alumina, silika
gel atau pati yang dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom.
Larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga sampel diasorbsi
oleh adsorben. Kemudian pelarut yang berfungsi sebagai fase gerak ditambahkan tetes
demi tetes dari atas kolom. Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun ke bawah
dan pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben yang befungsi sebagai fase diam (Anonim,
2011).
Selama perjalanan turun, zat terlarut akan mengalami proses adsorpsi dan partisi
berulang- ulang. Laju penurunan berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan
bergantung pada koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Kemudian, zat terlarut akan
terpisahkan membentuk beberapa lapisan zona berwarna yang disebut kromatogram.
Akhirnya, masing-masing lapisan dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan
spesimen murninya (Anonim, 2011).
2.1.5 Spektroskopi
Spektroskopi merupakan studi mengenai interaksi cahaya dengan atom dan
molekul. Bila cahaya dikenai pada suatu senyawa, maka struktur elektronik dari molekul
zat akan mempengaruhi serapan cahaya oleh molekul tersebut pada daerah spektrum
ultraviolet (UV) dan cahaya tampak. Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari
pemisahan tingkatan-tingkatan energi dari orbital-orbital yang bersangkutan. Keuntungan
dari serapan ultraviolet yaitu gugus-gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekul-
molekul yang sangat kompleks. Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa
berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi (Sastrohamdjojo , 2003).
Daerah UV yang paling banyak penggunaannya secara analitik mempunyai
panjang gelombang 200 - 380 nm dan disebut sebagai UV pendek . Sedangkan panjang
gelombang daerah tampak (visible) berkisar antara 380 - 760 nm (Heri Sugito., Dkk,.
2005).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Panduan Kuliah Kimia Intrumentasi & II Semester II 2011-2012.
Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Sastrohamdjojo Hardjono. 2002. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.


Sastrohamdjojo Hardjono. 2003. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2004. Teknik Pemisahan Kromatografi. Yogyakarta: UGM
Pres
Raymond P. W. Scott. 2003. Principles And Practice Of Chromatography. Book 1
Chrom-Ed Book Series. Library For Science
Heri Sugito, Wahyu SB, K. Sofjan Firdausi, Siti Mahmudah. 2005. Pengukuran Panjang
Gelombang Sumber Cahaya Berdasarkan Pola Interferensi Celah Banyak.
Berkala Fisika. Vol.8, No.2, April 2005, hal 37-44.

Anda mungkin juga menyukai